Anda di halaman 1dari 4

UNIVERSITAS INDONESIA

MASA DEPAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI YANG TIDAK


PASTI

Disusun oleh:

Afif Muhammad Ramadhan Sudarmin

1906405956

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI


DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NIAGA
DEPOK
Komisi Pembrantasan Korupsi Republik Indonesia (biasa disingkat KPK)
merupakan badan yang bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan
manapun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Komisi ini didirikan
berdasarkan kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002
mengenai Komisi Pemberantasan Korupsi. Visi dan misi KPK adalah bersama
elemen bangsa, mewujudkan Indonesia yang bersih dari korupsi dan
meningkatkan efisiensi dan efektivitas penegakan hukum dan menurunkan tingkat
korupsi di Indonesia melalui koordinasi, supervise, monitor, pencegahan, dan
penindakan dengan peran serta seluruh elemen bangsa.

Sebagai salah satu lembaga negara, KPK memiliki Tugas dan Wewenang.
Pertama, koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi. Kedua, supervisi terhadap instansi yang berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Ketiga, melakukan
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
Keempat, melakiukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
Kelima, melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
memiliki beberapa wewenang. Pertama, mengkoordinasikan penyelidikan, dan
penuntutan tindak pidana korupsi. Kedua, menetapkan sistem pelaporan dalam
kegiatan pemberantasan tidak pidana korupsi. Ketiga, meminta informasi tentang
kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi terkait. Keempat,
melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang
melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Kelima, meminta laporan
instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi. Dalam pelaksanaan
tugasnya, KPK berpedoman kepada lima asas, yaitu : kepastian hukum,
keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proposionalitas. KPK
bertanggung jawab kepada public dan menyampaikan laporanya secara terbuka
dan berkala kepada presiden, DPR, dan BPK.

Sifat independen, melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari


kekuasaan manapun merupakan aspek wajib yang dimiliki Komisi Pembrantasan
Korupsi (KPK). Tetapi, kenyataanya, tanggal 24 kemarin telah disahkan
Rancangan Undang-Undang (RUU) yang berpotensi melemahkan kewenangan
KPK. Terdapat 26 poin dalam UU KPK hasil revisi yang beresiko melemahkan
KPK dan mempermudah penguasa untuk bertindak curang.

Berikut beberapa contoh hasil revisi UU KPK. Pertama, pelemahan


independensi KPK, rumusan UU hanya mengambil sebagian dari Putusan MK,
namun tidak terbaca posisi KPK sebagai badan lain yang terkait kekuasaan
kehakiman dan lembaga yang bersifat constitutional important dan Pegawai KPK
merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN), sehingga ada risiko independensi
terhadap pengangkatan, pergeseran dan mutasi pegawai saat menjalankan
tugasnya. Kedua, Kewenangan Dewan Pengawas masuk pada teknis penanganan
perkara, yaitu: memberikan atau tidak memberikan izin penyadapan,
penggeledahan dan penyitaan. Dari revisi kedua, muncul pertanyaan bagaimana
jika Dewan Pengawas tidak mengizinkan dan siapa yang mengawas Dewan
Pengawas. Ketiga, Dewan Pengawas untuk pertama kali dapat dipilih dari aparat
penegak hukum yang sedang menjabat yang sudah berpengalaman minimal 15
tahun. Untuk apa KPK memiliki wewenang untuk mengawasi 3 lembaga penegak
hukum, yaitu kepolisian, kejaksaan, dan hakim, jika Dewan Pengawas sendiri
berasal dari lembaga penegak hukum itu pula. Hal ini dapat dianalogikan dengan
seekor tikus diperintahkan untuk mengawasi tikus lain dari sebuah makanan, tikus
yang menjaga dan tikus yang mencari makanan tentu keduanya akan mengambil
makanan tersebut. Keempat, pemangkasan kewenangan penyeledikan. Penyelidik
KPK tidak lagi dapat mengajukan pelarangan terhadap seseorang ke luar negri.
Hal ini beresiko untuk kejahatan korupsi lintas negara dan akan mempermudah
para pelaku korupsi untuk kabut ke luar negri saat penyelidikan berjalan. Kelima,
pemangkasan kewenangan penyadapan, seperti penyadapan tidak lagi dapat
dilakukan di tahap penuntutan, penyadapan jadi lebih sulit karena ada berlapis-
lapis birokrasi. Mulai dari penyidik ke Kasatgas. Dari kasatgas ke Direktur
Penyelidikan. Dari Direktur Penyelidikan ke Deputi Bidang Penindakan. Dari
Deputi Bidang Penindakan ke Pimpinan. Dari Pimpinan Ke Dewan Pengawas.
Terdapat risiko lebih besar adanya kebocoran perkara dan lamanya waktu
pengajuan penyadapan, sementara dalam penanganan kasus korupsi dibutuhkan
kecepatan dan ketepatan, terutama dalam kegiatan OTT. Keenam, ada resiko
kriminalisasi terhadap pegawai KPK terkait penyadapan karena aturan yang
kurang jelas di UU KPK, seperti adanya ancaman pidana terhadap pihak yang
melakukan penyadapan atau menyimpan hasil penyadapan tersebut dan terdapat
ketentuan pemusnahan seketika penyadapan yang tidak terkait perkara, namun
kurang jelas indikator terkait dan tidak terkait, ruang lingup perkara dan juga siapa
pihak yang menentukan ketidakterkaitan tersebut.

Dalam beberapa paparan revisi UU KPK diatas, terlihat bahwa banyak


penyelewengan yang dilakukan pemerintah. Ditambah lagi pengesahan revisi UU
KPK oleh DPR dinilai sangat cepat, tanggal 5 september 2019 DPR menyetujui
RUU KPK, pada tanggal 11 september 2019 Jokowi menerbitkan surat presiden
untuk memulai pembahasan RUU KPK, dan tanggal 17 september 2019
direncanakan untuk disahkan RUU KPK tersebut, tetapi diundur kembali sampai
tanggal 24 september 2019. Dapat kita arik kesimpulan bahwa hasil dari revisi
UU KPK ini menjadikan ruang gerak KPK untuk melakukan proses penyeledikan
dan penindakan terbatas. Hal tersebut dapat mengakibatkan para koruptor menjadi
lebih leluasa dalam melakukan tindakan kejahatan korupsi. Revisi UU KPK
tersebut mengakibatkan kemarahan rakyat. Kita dapat melihat terdapat ribuan
bahkan belasan ribu Mahasiswa turun kejalan untuk menentang kebijakan
tersebut. Seharusnya pemerintah meninjau kembali kebijakan-kebijakan yang
telah dibuat.

REFERENSI

 KPK,KPK. 2019. KPK identifikasi 26 poin yang berisiko melemahkan di


RUU KPK. Jakarta : KPK. https://www.kpk.go.id/id/berita/siaran-
pers/1255-kpk-identifikasi-26-poin-yang-beresiko-melemahkan-di-ruu-
kpk
 Banjarnahor, Donald. RUU KPK Inisiatif DPR 5 september, disahkan hari
ini. Jakarta : CNBC Indonesia.
https://www.cnbcindonesia.com/news/20190917110955-4-99954/gercep-
ruu-kpk-inisiatif-dpr-5-september-disahkan-hari-ini

Anda mungkin juga menyukai