Anda di halaman 1dari 3

Nama : La Lukari

NIM : 041388182

TUGAS 2
Mata Kuliah Tindak Pidana Korupsi (HKUM4310.27)

Perubahan UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU
KPK) telah mendapat persetujuan dari DPR pada tahun 2019 dan telah diundangkan dengan undang-
undang Nomer 19 Tahun 2019. Sesungguhnya Upaya untuk mengubah UU KPK telah menjadi
program legislasi sejak masa keanggotaan DPR RI tahun 2009-2014 dan berhasil diubah pada masa
keanggotaan DPR RI tahun 2014-2019 yaitu tepatnya beberapa hari menjelang berakhirnya masa
keanggotaan DPR 2014-2019 dan hal itu menimbulkan berbagai kritik dari masyarakat banyak
terutama pengiat anti korupsi karena dianggap, Pemerintah dan DPR ingin melemahkan KPK dan
mengingkari tujuan reformasi, bahkan para pengkritik meminta presiden untuk mengeluarkan Perpu
untuk mencabut UU itu nantinya, namun Presiden lebih memilih untuk tidak menandatangani atau
mengesahkan RUU menjadi UU dan meminta masyarakat melakukan proses hukum dengan
mengajukan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi. Meskipun perubahan Undang-Undang KPK
banyak mendapat protes dan kritik dari berbagai kalangan namun perubahan tersebut sesuai dengan
UUD tahun 1945 telah sah menjadi Undang-Undang.

PERTANYAAN:
Ketentuan apa saja dalam perubahan UU Nomer 30 Tahun 2002 tentang KPK yang dapat dianggap
tidak sesuai dengan semangat Reformasi khususnya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di
Indonesia. ? berikan pendapat saudara

JAWAB
Perubahan UU Nomer 30 Tahun 2002 tentang KPK yang dianggap tidak sesuai dengan semangat
Reformasi, khususnya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia, antara lain:
1. Pengaturan Pemberhentian dan Pengangkatan Pimpinan KPK: Salah satu ketentuan yang
kontroversial adalah mengenai proses pemberhentian dan pengangkatan pimpinan KPK.
Perubahan tersebut memberikan kewenangan kepada Presiden dan DPR untuk menentukan
proses seleksi pimpinan KPK. Hal ini dipandang dapat mempengaruhi independensi dan integritas
KPK, karena ada potensi campur tangan politik dalam penunjukan pimpinan KPK.

2. Pengawasan Eksternal yang Lebih Kuat: Perubahan UU KPK juga memberikan peran yang lebih
kuat kepada lembaga pengawas eksternal, yaitu Dewan Pengawas KPK. Dalam mekanisme
pengawasannya, Dewan Pengawas memiliki wewenang untuk mengawasi penyidikan dan
penuntutan yang dilakukan oleh KPK. Hal ini dapat menghambat independensi KPK dan
membatasi kebebasannya dalam melakukan tindakan pemberantasan korupsi.

3. Penyadapan dan Penggeledahan yang Terbatas: UU KPK yang direvisi juga mengatur batasan-
batasan lebih ketat terkait penyadapan dan penggeledahan yang dapat dilakukan oleh KPK.
Ketentuan tersebut mempersulit KPK dalam mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan dalam
penyidikan kasus korupsi. Sebagai lembaga yang bertugas melawan korupsi, KPK seharusnya
memiliki kewenangan yang cukup untuk melakukan tindakan penyadapan dan penggeledahan
yang efektif.

4. Pasal Pemeriksaan
Dalam pasal 46 UU KPK sebelum perubahan disebutkan bahwa pemeriksaan tersangka oleh KPK
merujuk pada ketentuan UU KPK, namun perubahan UU KPK turut merubahnya dan disebutkan
bahwa pemeriksaan tersangka merujuk pada ketentuan yang ada di Kitab Hukum Acara Pidana.
Perubahan ini menurut saya, mengisyaratkan bahwa UU KPK seperti kehilangan status sebagai
aturan yang berlaku khusus yang berdampak kepada tindak pidana korupsi, hukum acaranya
sama dengan tindak pidana biasa.

5. Kewenangan di Tangan Pengawas


UU KPK sebelum perubahan, tepatnya pada pasal 21 ayat (4) dan (6)menyatakan pimpinan KPK
merupakan penanggung jawab tertinggi yang berwenang menerbitkan surat perintah penyelidikan,
penyidikan, penahanan, penuntutan, dan penangkapan. Hal ini tidak berlaku pada UU tentang
KPK yang baru karena pasal tersebut dihapus. Pada UU hasil perubahan ini hampir semua
kewenangan pimpinan KPK diambil alih oleh Dewan Pengawas.

6. Pasal perihal Kewenangan Menggeledah


Merujuk Pasal 47 UU KPK yang baru, kewenangan menggeledah dan menyita harus melalui izin
dewan pengawas. Pasal 12B mengatur penyadapan juga harus melalui izin tertulis dewan
pengawas. Jangka waktu penyadapan dibatasi hanya selama 1x6 bulan dan dapat diperpanjang
1x6 bulan.

7. Pasal tentang Penyelidik KPK Pasal 43 UU KPK baru mengatur penyelidik KPK dapat berasal dari
kepolisian, kejaksaan, instansi pemerintah lainnya, dan/atau internal KPK. Namun Pasal 43A
menyebutkan penyelidik tersebut harus lulus pendidikan di tingkat penyelidikan. Berdasarkan UU
Nomor 2 Tahun2002 tentang Kepolisian, pembinaan terhadap penyelidik dan penyidik pegawai
negeri sipil berada di bawah naungan kepolisian.

8. Pasal soal Status Kepegawaian Pasal 24 UU KPK yang baru menetapkan status kepegawaian
lembaga harus aparatur sipil negara (ASN). Hal ini sepertinya malah akan berpotensi akan
mengganggu independensi pegawai KPK dan mendegradasi lembaga independen menjadi
lembaga di bawah pemerintah. Sebab pegawai negeri atau ASN berada di bawah garis komando
subordinasi pemerintah.

9. Pasal tentang Dewan Pengawas Keberadaan dewan pengawas justru berpotensi akan
mendominasi dan mengganggu independensi KPK sebab ia bisa menjadi alat intervensi.
Wewenang dewan pengawas juga bukan cuma mengawasi dan mengevaluasi, tetapi masuk
dalam keseharian teknis penanganan perkara. Peran dewan pengawas ini tertuang dalam Pasal
37B.

10. Pasal tentang Kewenangan Menghentikan Penyidikan dan Penuntutan


UU KPK yang baru mengatur kewenangan menghentikan penyidikan dan penuntutan apabila
penyidikan dan penuntutan suatu perkara tak selesai dalam jangka waktu 2 tahun.
Aturan ini ada di Pasal 40 UU KPK hasil revisi. UU Kepolisian, misalnya, tak mengatur batas
waktu tertentu dalam penghentian penyidikan. Pembatasan hanya berdasarkan kedaluwarsa
perkara sesuai dengan ancaman hukuman.

Pendapat saya mengenai perubahan UU KPK tersebut adalah bahwa beberapa ketentuan yang
disebutkan di atas dapat mengurangi independensi dan efektivitas KPK dalam melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi. Sebagai lembaga yang memiliki peran penting dalam upaya
memberantas korupsi, KPK seharusnya diberikan mandat yang kuat dan kewenangan yang memadai
untuk melaksanakan tugasnya tanpa adanya campur tangan politik yang berlebihan. Dalam semangat
reformasi, pemberantasan korupsi harus menjadi prioritas utama dan diperlukan dukungan penuh
untuk memperkuat KPK agar dapat bekerja secara efektif dan independen.
Referensi
https://antikorupsi.org/id/article/jalan-kelam-pemberantasan-korupsi
https://dntlawyers.com/bagaimana-prosedur-sah-penggeledahan-dan-penyitaan-oleh-kpk/
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=16598

Anda mungkin juga menyukai