Anda di halaman 1dari 2

Nama : Bunga Kadisha Riyoedra

NIM: 1111190036

Kelas : 1F (Fakultas Hukum)

RUU KPK

Dalam hal ini saya kurang setuju, karena lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) yang berasal dari
lembaga Independent menjadi lembaga milik Negara. Hal ini yang membuat gerak-gerik atau
kewenangan KPK menjadi terhambat atau melemah. Hal ini merujuk kepada RUU pasal 43 ayat 1, 2, dan
3, yaitu:

Pasal 43

(1) Penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan penyelidik yang diangkat dari
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2) Penyelidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi.
(3) Penyelidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib tunduk pada mekanisme
penyelidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Yang sebelum direvisi seperti berikut:

Pasal 43

(1) Penyelidik adalah penyelidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan
diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
(2) Penyelidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan fungsi penyelidikan tindak
pidana Korupsi.

Dalam hal ini semua pergerakan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi terhambat. Jika dipikir
dengan logika, jika penyelidik KPK diubah menjadi anggota kepolisian bisa saja segala penyelidikan
menjadi terhambat. Dilihat dari kasus Novel Baswedan yang sampai detik ini saja pihak kepolisian belum
selesai, bagaimana jika pihak kepolisian melaksanakan tugas penyelidikan tentang korupsi. Sedangkan
kasus Novel Baswedan terjadi pada tanggal 11 April 2017, sudah lebih dari 2 tahun kasus ini tidak
terselesaikan. Tidak terbayang jika penyelidikan sekarang harus dipersingkat, bisa saja oknum tertentu
membuat rencana agar proses penyelidikan diperlama dan kasusnya dibatalkan. Terkait kewenangan
KPK menerbitkan Surat Perintah Penghentian (SP3), juga hanya berubah dari sisi waktu. DPR
mengusulkan KPK memiliki jangka waktu satu tahun dalam mengusut suatu kasus sebelum akhirnya bisa
menerbitkan SP3. Jokowi hanya meminta waktunya diperpanjang menjadi dua tahun. Waktu
pengusutan kasus yang dibatasi ini akan membuat KPK tidak dapat menangani perkara korupsi yang
kompleks, tapi hanya bisa menangani kasus kecil.
Dan saya tidak setuju juga dengan RUU KPK Pasal 37 ayat (1), yang dimana hal ini berkaitan dengan
Dewan Pengawas yang diusulkan DPR dan Presiden hanya berubah dari sisi mekanisme pemilihan.
Eksistensi dan fungsinya tetap sama, menjadi perangkat birokratis ijin penyadapan KPK. Konsekuensinya,
penyadapan KPK prosesnya lambat, dan bisa jadi akan kehilangan momentum untuk menangkap pelaku
suap. Penyadapan KPK bisa batal dilakukan jika Dewan Pengawas tidak memberikan ijin. Akibatnya, kerja
penegakan hokum KPK akan turun drastis.

RUU KUHP

Saya tidak setuju terhadap RUU KUHP Bagian Kedelapan Penggelandangan Pasal 432, yang berbunyi, “
Setiap orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum yang menggangggu ketertiban umum
dipidana dengan pidana denda paling banyak Kategori I “.
Di Indonesia banyak sekali gelandangan. Bagaimana tidak, pengurangan karyawan yang menyebabkan
PHK diberbagai perusahaan menyebabkan pesatnya angka penggangguran yang menjadikannya sebagai
gelandangan. Sebaiknya jika pemerintah tidak ingin ada gelandangan di Indonesia ini, karena
mengganggu ketertiban umum jangan malah didenda atau dipidana sebaiknya pemerintah membuka
lowongan kerja untuk para penggangguran atau gelandangan, meraka menggalandang karena mereka
tidak mempunyai uang atau harta untuk kebutuhan hidupnya, jika gelandangan harus dipidana
bagaimana dia membayar dendanya, mencukupi hidupnya saja tidak bisa.

Anda mungkin juga menyukai