Anda di halaman 1dari 8

Lex Crimen Vol. V/No.

1/Jan/2016

PRAPENUNTUTAN DALAM KUHAP DAN mengadakan prapenuntutan apabila ada


PENGARUH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG kekurangan pada penyidikan dengan
NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3)
REPUBLIK INDONESIA1 dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam
2
Oleh: Angela A. Supit rangka penyempurnaan penyidikan dari
penyidik.
ABSTRAK Jadi, untuk tindak-tindak pidana umum, jika
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk Jaksa memandang masih ada kekurangan pada
mengetahui bagaimana prapenuntutan dalam hasil penyidikan yang dilakukan oleh Polisi,
UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan maka yang dapat dilakukannya adalah yang
bagaimana prapenuntutan dan pidana dinamakan prapenuntutan. Dalam pasal 14
tambahan dalam UU No. 16 Tahun 2004 dan UU huruf (b) KUHAP, sebagaimana telah
No. 2 Tahun 2002. Penelitian ini menggunakan dikemukakan di atas, dikatakan bahwa
metode penelitian yuridis normatif dan dapat Penuntut Umum mempunyai wewenang
disimpulkan: 1. Prapenuntutan dalam sistem mengadakan prapenuntutan apabila ada
KUHAP adalah pengembalian berkas perkara kekurangan pada penyidikan dengan memberi
oleh Jaksa Penuntut Umum kepada Penyidik, petunjuk dalam rangka penyempurnaan
yang disertai petunjuk tentang hal yang harus penyidikan dari penyidik. Sudah tentu tata
dilakukan untuk dilengkapi. 2. Pemeriksaan hubungan kerja yang sedemikian itu
tambahan dalam Undang-undang No. 16 Tahun membangkitkan pertanyaan apakah tidak
2004 tentang Kejaksaan pada hakekatnya menimbulkan hambatan-hambatan terhadap
merupakan pengembalian sebagian wewenang kelancaran proses beracara pidana. Apakah
penyidikan tindak pidana umum kepada Jaksa tidak akan justru memperlambat penyelesaian
Penuntut Umum dan dalam UU No. 2 Tahun suatu perkara?
2002 tentang Kepolisian terdapat ketentuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991
bahwa Polri memiliki tugas dan wewenang tentang Kejaksaan Republik Indonesia, pada
untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan tanggal 26 Juli 2004 telah dicabut dan
terhadap semua tindak pidana, dengan tetap diundangkan Undang-undang Nomor 16 Tahun
memperhatikan kewenangan yang dimiliki 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
penyidik lainnya yang diatur dalam berbagai (Lembaran Negara RI Tahun 2004 No.67). Pasal
peraturan perundang-undangan tertentu. 30 ayat (1) huruf e undang-undang ini
Kata kunci: Prapenuntutan, KUHAP, Undang- menegaskan bahwa Dibidang Pidana, Kejaksaan
Undang Nomor 16 Tahun 2004. mempunyai tugas dan wewenang melengkapi
berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat
PENDAHULUAN melakukan pemeriksaan tambahan sebelum
A. Latar Belakang Penulisan dilimpahkan ke pengadilan yang dalam
Istilah prapenuntutan ini tidak dapat pelaksanaannya dikoordinasikan dengan
ditemukan dalam Pasal 1 KUHAP yang berisi penyidik.
tafsiran-tafsiran otentik, yaitu tafsiran yang Ketentuan tentang wewenang pemeriksaan
dibuat oleh pembentuk undang-undang sendiri, tambahan dari kejaksaan tersebut merupakan
terhadap sejumlah istilah yang digunakan perkembangan baru yang menimbulkan
dalam KUHAP Istilah prapenuntutan nanti pertanyaan tentang seberapa besar
ditemukan dalam pasal yang mengatur pengaruhnya terhadap pembagian wewenang
mengenai wewenang Penuntut Umum, yaitu antara polisi dan jaksa sebagaimana yang telah
pada Pasal 14 KUHAP, di mana dalam huruf (b) diatur dalam KUHAP serta hubungan tata kerja
pasal ini ditentukan bahwa sebagai salah satu antara kedua instansi tersebut.
wewenang Penuntut Umum adalah Disamping itu, aturan tentang Kepolisian
telah diundangkan dalam beberapa perundang-
1
Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Frans Maramis, SH, undangan yang antara lain adalah Undang-
MH; Nontje Rimbing, SH, MH; Debby Telly Antouw, SH,
undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang
MH
2
Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
0907115421 menggantikan undang-undang kepolisian

99
Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016 100

sebelumnya, yaitu Undang-undang Nomor 13 maka menurut Pasal 138 ayat (1) KUHAP, ia
Tahun 1961 tentang Ketentuan-ketentuan wajib memberitahukan hal ini kepada Penyidik
Pokok Kepolisian Negara (Lembaran Negara (Polri) dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah
Tahun 1961 Nomor 245, Tambahan Lembaran menerima hasil penyidikan itu.
Negara Nomor 2289). Kemudian ketentuan Dalam hal inipun sebenarnya masih terdapat
tersebut pada tanggal 8 Januari 2002 telah dua kemungkinan lagi, yaitu :
dicabut dan diundangkannya Undang-undang a. Jaksa Penuntut Umum berpendapat
Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara bahwa dari hasil penyidikan dapat
Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun dilakukan penuntutan. Menurut Pasal
2002 Nomor 2). 140 ayat (1) KUHAP, jika Jaksa Penuntut
Umum berpendapat bahwa dari hasil
B. Perumusan Masalah penyidikan dapat dilakukan penuntutan,
1. Bagaimana prapenuntutan dalam UU No. maka ia dalam waktu secepatnya
8 Tahun 1981 tentang KUHAP? membuat surat dakwaan.
2. Bagaimana prapenuntutan dan pidana b. Jaksa Penuntut Umum berpendapat
tambahan dalam UU No. 16 Tahun 2004 bahwa tidak terdapat cukup bukti atau
dan UU No. 2 Tahun 2002? peristiwa tersebut ternyata bukan
merupakan tindak pidana atau perkara
C. Metode Penelitian harus ditutup demi hukum. Jika Jaksa
Penulis Skripsi ini menggunakan beberapa Penuntut Umum berpendapat seperti ini,
metode penelitian dan teknik pengolahan data. maka menurut Pasal 140 ayat 2 huruf a
Seperti yang diketahui bahwa “dalam penelitian KUHAP, ia memutuskan untuk
setidak-tidaknya dikenal beberapa alat menghentikan penuntutan.
pengumpul data seperti, studi dokumen atau Untuk itu Jaksa Penuntut Umum membuat
bahan pustaka, pengamatan atau observasi, surat ketetapan yang turunannya disampaikan
3
wawancara atau interview”. Oleh karena ruang kepada tersangka atau keluarga atau penasihat
lingkup penelitian ini adalah pada disiplin ilmu hukum, pejabat rumah tahanan negara,
hukum, maka penelitian ini merupakan bagian penyidik dan hakim (Pasal 140 ayat (2) huruf c
dari penelitian hukum kepustakaan yakni KUHAP).
dengan “cara meneliti bahan pustaka” atau
yang dinamakan “penelitian hukum normatif”.4 2. Jaksa penuntut umum berpendapat bahwa
hasil penyidikan belum lengkap.
PEMBAHASAN Menurut Pasal 138 ayat (2) KUHAP, jika
A. PRAPENUNTUTAN DALAM KUHAP Penuntut Umum berpendapat bahwa hasil
Pasal 138 ayat (1) KUHAP ditentukan bahwa penyidikan belum lengkap, maka
Jaksa Penuntut Umum setelah menerima hasil pemberitahuan tentang hal ini wajib
penyidikan dari penyidik segera mempelajari disampaikan kepada penyidik dalam waktu 7
dan menelitinya dan dalam waktu 7 (tujuh) hari (tujuh) hari setelah penerimaan berkas itu dari
wajib memberitahukan kepada penyidik apakah penyidik. Dalam hal seperti ini maka Jaksa
hasil penyidikan itu sudah lengkap atau belum. Penuntut Umum mengembalikan berkas
Dengan demikian, setelah mempelajari dan perkara kepada penyidik disertai petunjuk
meneliti berkas perkara yang dikirimkan oleh tentang hal yang harus dilakukan untuk
Penyidik, ada dua kemungkinan pendapat dari dilengkapi.
Jaksa Penuntut Umum, yaitu : Pengembalian berkas perkara oleh Jaksa
1. Jaksa Penuntut Umum berpendapat bahwa Penuntut Umum kepada Penyidik, yang disertai
hasil penyidikan sudah lengkap. petunjuk tentang hal yang harus dilakukan
Dalam hal Jaksa Penuntut Umum untuk dilengkapi, dalam peristilahan KUHAP
berpendapat hasil penyidikan sudah lengkap, dinamai: prapenuntutan.
3
Apabila Jaksa Penuntut Umum melakukan
Soerjono Soekanto, Pengantar Ilmu Hukum, UI Press,
tindakan prapenuntutan, yaitu berkas perkara
Jakarta, 1982, hal.66.
4
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Pengantar Hukum dikembalikan karena belum lengkap, maka
Normatif, Rajawali, Jakarta, 1985, hal. 14 Penyidik wajib segera melakukan penyidikan

100
Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016

tambahan sesuai dengan petunjuk dari jaksa batas waktu lamanya penahanan dapat
penuntut umum (Pasal 110 ayat 3 KUHAP). dikenakan. Jika akan melampaui batas waktu
Penyidik dalam waktu 14 (empat belas) hari penahanan tersebut maka tersangka harus
setelah tanggal penerimaan berkas harus sudah dilepas demi hukum dari penahanan.
menyampaikan kembali berkas perkara itu Kemungkinan yang kedua, yaitu
kepada jaksa penuntut umum (Pasal 138 ayat 2 menghentikan penuntutan dengan alasan tidak
KUHAP). cukup bukti, membawa konsekuensi buruk
Setelah jaksa penuntut umum menerima sebab penghentian penuntutan semata-mata
kembali hasil penyidikan yang lengkap dari karena alasan prosedur jelas akan membawa
penyidik, ia segera menentukan apakah berkas citra buruk untuk penegakan hukum.
perkara itu sudah memenuhi persyaratan untuk Dengan latar belakang kemungkinan-
dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan kemungkinan ini, maka kemudian masalah
(Pasal 139 KUHAP). Dalam KUHAP tidak berkas perkara menjadi salah satu pokok yang
diatur lebih lanjut apa yang harus dilakukan diangkat dalam Keputusan Menteri Kehakiman
oleh Jaksa Penuntut Umum setelah menerima Republik Indonesia Nomor :M.01.PW.07.03
kembali berkas perkara dari Penyidik. Tahun 1982 tentang Pedoman Pelaksanaan
Dalam kenyataan, ada kemungkinan bahwa Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
setelah menerima kembali berkas perkara dari Berkenaan dengan Pasal 110 ayat (2), ayat
Penyidik, Jaksa Penuntut Umum masih juga (3) dan 138 ayat (2) KUHAP diuraikan dalam
berpendapat bahwa hasil penyidikan tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP (Bidang
itu belum lengkap atau tidak sesuai dengan Penyidikan, Bab III : Permasalahan Yang Timbul
petunjuk yang diberikannya yang disertakan dari KUHAP atau Tinbul Sehubungan dengan
pada waktu pengembalian berkas perkara itu Penerapan KUHAP, butir 4: Masalah penyerahan
kepada Penyidik. berkas perkara dari Penyidik kepada Penuntut
Karena Jaksa Penuntut Umum dalam sistem Umum), sebagai berikut:
KUHAP tidak lagi memiliki wewenang Berdasarkan ketentuan pasal-pasal di atas,
melakukan penyidikan, maka ada dua kemungkinan selalu terbuka timbulnya
kemungkinan untuk itu, yakni : permasalahan yang sebenarnya tidak perlu
1. Mengembalikan sekali lagi berkas perkara terjadi, yang antara lain sebagai berikut:
itu kepada Penyidik. Malahan apabila a. Dengan tidak ditentukan batas berapa
kemudian Penyidik mengirim berkas perkara kali penyerahan atau penyampaian
untuk ketiga kalinya, Jaksa Penuntut Umum kembali berkas perkara secara timbal
dapat saja mengembalikan lagi berkas balik dari penyidik kepada penuntut
perkara itu apabila dalam pandangannya umum atau sebaliknya, maka
tetap masih belum lengkap. Dengan kemungkinan selalu bisa terjadi, bahwa
demikian dapat terjadi bolak balik berkas atas dasar pendapat penuntut umum
perkara tanpa batas, karena KUHAP memang hasil penyidikan tambahan penyidik
tidak menentukan batas berapa kali suatu dinyatakan belum lengkap, berkas
berkas perkara dapat dikembalikan oleh perkara bisa berlarut-larut mondar-
Jaksa Penuntut Umum. mandir dari penyidik kepada penuntut
2. Memutuskan menghentikan penuntutan umum atau sebaliknya.
dengan alasan tidak terdapat cukup bukti. Keadaan demikian jelas tidak
Kedua kemungkinan tersebut jelas dapat menguntungkan bagi Tersangka di mana
membawa konsekuensi-konsekuensi yang tidak berdasarkan Pasal 50 ayat (2) Tersangka
baik untuk penegakan hukum pidana. berhak perkararanya segera dimajukan ke
Kemungkinan yang pertama, yaitu Pengadilan oleh penuntut umum, yang
pengembalian berkas kepada penyidik secara selanjutnya berhak segera diadili oleh
berulang kali, akan memperlambat Pengadilan (ayat (3)-nya). Secara yuridis
penyelesaian perkara. Akibat lainnya dari formil keadaan di atas memang bisa saja
kemungkinan yang pertama ini, yaitu terjadi, karena tidak ada satu ketentuan
berkenaan dengan masa penahanan dari yang memberikan pembatasan berapa
seorang tersangka. Ini karena KUHAP mengenal kali dapat dikembalikan, tetapi apabila

101
Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016 102

dikaitkan dengan tujuan hukum yaitu penuntut umum melengkapi berkas hasil
dalam rangka pemberian perlidungan penyidikan atau penyidikan tambahan
dan jaminan hukum terhadap hak asasi terpaksa tidak dapat dipenuhi dalam jangka
seorang yang mengejawantah dalam hak- waktu empat belas hari itu, wajib segera
hak tersangka/terdakwa antara lain memberitahukan hasilnya dan
seperti yang diatur dalam Pasal 50 mengembalikan berkas perkara itu kepada
KUHAP ini, serta demi kepastian hukum penuntut umum. Selanjutnya penuntut
bagi pencari keadilan, maka umum dapat bersikap akan mengembalikan
pengembalian hasil penyidikan atau hasil lagi atau akan menghentikan penuntutan
penyidikan tambahan oleh penuntut (vide Pasal 140 ayat (2) huruf a dengan
umum kepada penyidik, haruslah ada segala konsekuensi hukumnya yang mungkin
6
suatu kriteria pembatasan, misalnya timbul.
apabila petunjuk penuntut umum yang
wajib dilengkapi itu menyangkut Keterangan yang diberikan dalam Pedoman
persyaratan unsur pembuktian tindak Pelaksanaan KUHAP di atas menunjukkan
pidana yang dipersangkakan atau apakah rumitnya proses bolak balik berkas perkara
telah memenuhi syarat pembuktian (vide antara Polisi dengan Jaksa. Diberikan contoh
Pasal 138 dan penjelasannya). Sehingga dalam Pedoman Pelaksanaan KUHAP bahwa
dengan demikian baik secara hukum jika Polisi tidak dapat menyelesaikan
maupun atas dasar perlindungan dan pemeriksaan tambahan dalam waktu 14 hari,
jaminan hukum terhadap hak asasi maka Polisi harus mengembalikan berkas
manusia, tindakan pengembalian itu kepada Jaksa sesuai dengan ketentuan undang-
dapat dipertanggungjawabkan. 5 undang. Pengembalian berkas kepada Jaksa ini
Mengenai batas waktu 14 (empat belas) hari sekedar agar Pasal 138 ayat (2) KUHAP tidak
kewajiban dari Polisi untuk melakukan dilanggar, sebab dibuka kemungkinan Jaksa
penyidikan tambahan dan mengembalikan akan mengembalikannya lagi kepada Polisi
berkas perkara kepada Jaksa Penuntut Umum, untuk melanjutkan penyidikan tambahan.
dikemukakan dalam Pedoman Pelaksanaan Sebagai salah satu jalan untuk mengatasi
KUHAP itu sebagai berikut, terhadap permasalahan seperti di atas, dalam
Selanjutnya bila dikaitkan dengan batas Pedoman Pelaksanaan KUHAP dikemukakan,
waktu sebagaimana ditentukan dalam Pasal Dalam melengkapi permasalahan di atas,
138 ayat (2) di mana dalam waktu empat tidakkah seyogyanya dipertimbangkan
belas hari sejak tanggal penerimaan berkas untuk mencegah berkas perkara itu
penyidik harus sudah melengkapi hasil berlarut-larut bolak-balik dari penyidik
penyidikannya sesuai petunjuk penuntut kepada penuntut umum atau sebaliknya,
umum. Permasalahannya, bagaimana bila untuk menunjuk pejabat Polri sebagai
dalam waktu empat belas hari penyidik penghubung antara Polri dengan
belum berhasil melengkapi hasil penyidikan Kejaksaan, di mana dalam hal terjadi
atau penyidikan tambahan sesuai dengan seperti tersebut di atas, dapat
petunjuk penuntut umum? Apakah penyidik mengkonsultasikannya dengan pihak
harus segera menyerahkan berkas kembali Kejaksaan, guna mendapatkan petunjuk-
dalam keadaan belum lengkap seperti petunjuk/saran-saran yang diperlukan
diharapkan oleh penuntut umum atau tetap demi lengkap/sempurnanya berkas
diusahakan oleh penyidik untuk dilengkapi, perkara.
walau batas waktu telah dilewati. Hal ini sesuai dengan pendapat yang
................................................................... berkembang dalam pembahasan RUU-HAP
................. waktu itu.
Sebagai pemecahan, apabila karena suatu Alternatif lain dapat dibawa dalam forum
keadaan tertentu, di mana petunjuk rapat koordinasi guna dipecahkan
bersama, sebagaimana telah diberikan
5
Abdul Hakim G. Nusantara, et al, KUHAP dan Peraturan-
6
peraturan Pelaksana, Djambatan, Jakarta, 1986, hal.214. Ibid., hal.214-215.

102
Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016

landasan hukumnya dalam instruksi 1. Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:


bersama antara Kapolri dengan Jaksa a. untuk melengkapi berkas perkara
Agung tanggal 6 Oktober 1981 Nomor : tertentu; dan,
Inster 006/J.A/10/1981. Nopol: b. untuk itu dapat melakukan
7
Ins/17/X/1981. pemeriksaan tambahan sebelum
dilimpahkan ke pengadilan;
B. Prapenuntutan dan Pidana Tambahan c. yang dalam pelaksanaannya
Dalam UU No. 16 Tahun 2004 dan UU No. 2 dikoordinasikan dengan penyidik.
Tahun 2002 2. Pemeriksaan tambahan itu dilakukan
Tanggal 22 Juli 1991 diundangkan Undang- dengan memperhatikan syarat-syarat yang
undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun disebutkan dalam bagian penjelasan pasal
1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang bersangkutan.
(Lembaran Negara R.I. Tahun 1991 Nomor 59, Keempat syarat yang disebutkan dalam
penjelasan dalam Tambahan LN Nomor 3451). bagian penjelasan pasal dan yang harus
Undang-undang ini menggantikan Undang- diperhatikan oleh Jaksa Penuntut Umum akan
undang Nomor 15 Tahun 1961 tentang dibahas secara satu persatu berikut ini.
Ketentuan-ketentuan Pokok Kejaksaan Republik 1. Tidak dilakukan terhadap tersangka.
Indonesia. Syarat “tidak dilakukan terhadap
Undang-undang Kejaksaan Tahun 1991 ini tersangka” merupakan pembatasan yang
memberikan wewenang pemeriksaan pertama. Syarat ini berarti pemeriksaan
tambahan kepada Jaksa. Dalam Bab III: Tugas tambahan hanya dapat dilaksanakan
dan Wewenang, Bagian Pertama: Umum, pada terhadap para saksi/saksi ahli dan alat bukti
Pasal 27 ayat (1) huruf d ditentukan bahwa di yang lain, yaitu alat bukti surat.
bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan Kata “pemeriksaan” di sini seharusnya
wewenang untuk melengkapi berkas perkara diartikan pemeriksaan dalam bentuk
tertentu dan untuk itu dapat melakukan apapun juga. Dengan demikian, pertanyaan-
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan pertanyaan, baik yang diarahkan untuk
ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya mendengarkan keterangan tentang
dikoordinasikan dengan penyidik. tersangka itu sendiri maupun untuk
Dalam Penjelasan Pasal Demi Pasal terhadap memperoleh alat-alat bukti lain di luar
Pasal 27 ayat (1) huruf d UU No. 5 Tahun 1991 keterangan tersangka, tidak dibenarkan
dikatakan bahwa untuk melengkapi berkas diajukan kepada tersangka.
perkara, pemeriksaan tambahan dilakukan
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut 2. Hanya terhadap perkara-perkara yang sulit
: pembuktiannya dan/atau dapat
1) tidak dilakukan terhadap tersangka; meresahkan masyarakat, dan/atau yang
2) hanya terhadap perkara-perkara yang sulit dapat membahayakan keselamatan negara.
pembuktiannya, dan/atau dapat meresahkan Jelas bahwa pemeriksaan tambahan
masyarakat, dan/atau yang dapat dilakukan tidak terhadap semua perkara.
membahayakan keselamatan negara; Perkara-perkara terhadap mana dapat
3) harus dapat diselesaikan dalam waktu 14 dilakukan pemeriksaan adalah :
(empat belas) hari setelah dilaksanakan a. Yang sulit pembuktiannya.
ketentuan Pasal 110 dan Pasal 138 ayat (2) b. Yang dapat meresahkan masyarakat.
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana; c. Yang dapat membahayakan keselamatan
4) prinsip koordinasi dan kerjasama dengan Negara.
penyidik.
Berdasarkan rumusan Pasal 27 ayat (1) dan 3. Harus dapat diselesaikan dalam waktu 14
penjelasan pasalnya dapat diketahui bahwa (empat belas) hari setelah dilaksanakan
sejak berlakunya Undang-undang Kejaksaan ketentuan Pasal 110 dan Pasal 138 ayat (2)
Tahun 1991, maka: Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana.
7
Ibid., hal.215.

103
Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016 104

Dalam syarat ini sebenarnya terkandung dua lanjut bahwa ini merupakan prinsip koordinasi
macam syarat, yaitu: dan kerjasama dengan penyidik.
3.1. Setelah dilaksanakan ketentuan Pasal Pembahasan terhadap Pasal 30 ayat (1)
110 dan Pasal 138 ayat (2) KUHAP; huruf (e) dan penjelasan pasalnya di atas
dan menunjukkan adanya dua pengaruh berlakunya
3.2. harus dapat diselesaikan dalam waktu Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
14 (empat belas) hari setelah dilaksanakan Kejaksaan, terhadap lembaga prapenuntutan
Pasal 110 dan Pasal 138 ayat (2) KUHAP dalam KUHAP, yaitu:
tersebut. 1. Persoalan kemungkinan terjadinya bolak
Dengan syarat ke-1, berarti Jaksa Penuntut balik berkas perkara yang terlalu
Umum tidak dibenarkan untuk segera berkepanjangan antara Polisi-Jaksa, telah
melakukan pemeriksaan tambahan pada diakhiri. Dengan wewenang pemeriksaan
waktu Jaksa Penuntut Umum menerima tambahan berarti kemungkinan hanya satu
penyerahan berkas perkara yang pertama kali saja berkas dikembalikan kepada Polisi,
kali dari Polisi. Pada penerimaan berkas di mana jika hasilnya dipandang belum
perkara yang pertama ini, jika Jaksa mencukupi maka Jaksa langsung melakukan
menganggap hasil penyidikan tersebut pemeriksaan tambahan.
masih kurang lengkap maka Jaksa harus 2. Lembaga pemeriksaan tambahan dalam
melakukan prapenuntutan, yaitu harus Undang-undang Kejaksaan Tahun 2004 telah
segera mengembalikan berkas perkara mengurangi peran lembaga prapenuntutan
kepada Polisi disertai dengan petunjuk untuk dalam KUHAP.
dilengkapi. Bagaimanapun juga, pemberian wewenang
Hanya setelah Polisi melakukan penyidikan pemeriksaan tambahan kepada Jaksa Penuntut
tambahan dan menyerahkan kembali berkas Umum menunjukkan telah terjadi pergeseran
perkara, di mana Jaksa masih juga pandangan mengenai hakekat KUHAP tentang
memandangnya sebagai masih kurang pejabat penyidik dan hubungan kerja antara
lengkap, barulah Jaksa Penuntut Umum Polisi dan Jaksa.
memiliki kemungkinan untuk melakukan Pemberian wewenang pemeriksaan
pemeriksaan tambahan. tambahan kepada Jaksa Penuntut Umum ini
Syarat ini menentukan batas waktu dapat dipandang sebagai pengembalian
dilakukannya pemeriksaan tambahan oleh sebagian wewenang Jaksa untuk melakukan
Jaksa. Dalam rumusan Penjelasan Pasal 30 penyidikan terhadap tindak pidana umum.
Huruf e UU No. 16 Tahun 2004 ditentukan Tetapi, pengembalian sebagian wewenang
bahwa batas waktu tersebut adalah dalam ini tidak berarti kembali ke sistem HIR, sebab
waktu 14 (empat belas) hari setelah ada syarat-syarat tertentu untuk melaksanakan
dilaksanakan ketentuan Pasal 110 dan Pasal lembaga pemeriksaan tambahan oleh Jaksa ini.
138 ayat (2) KUHAP. Dihubungkan dengan Menurut pendapat penulis, pemberian
Pasal 138 ayat (2) KUHAP, berarti batas wewenang pemeriksaan tambahan dengan
waktu tersebut adalah dalam waktu 14 syarat-syarat tertentu kepada Jaksa Penuntut
(empat belas) hari setelah Penyidik Polri Umum sebagaimana ditentukan dalam Undang-
menyerahkan kembali berkas perkara itu undang Kejaksaan Tahun 2004 merupakan
kepada Jaksa Penuntut Umum. suatu hal yang dapat diterima dalam
perkembangan hukum acara pidana di
4. Prinsip koordinasi dan kerjasama dengan Indonesia.
penyidik. Hal ini karena Jaksa Penuntut Umum adalah
Dalam Pasal 30 ayat (1) huruf e UU No.16 penegak hukum yang akan maju ke depan
Tahun 2004 sendiri sudah ditentukan bahwa sidang pengadilan dalam kedudukan sebagai
Jaksa dapat melakukan pemeriksaan tambahan Penuntut Umum berhadapan dengan terdakwa
sebelum perkara dilimpahkan ke pengadilan dan penasihat hukumnya. Untuk itu, Jaksa
yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan Penuntut Umum seharusnya benar-benar
dengan penyidik. Dalam Penjelasan Pasal Demi memahami secara rinci kasus yang
Pasal terhadap ketentuan ini dikatakan lebih ditanganinya. Pemahaman secara rinci ini

104
Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016

seringkali hanya dapat diperoleh apabila Jaksa hal yang harus dilakukan untuk
Penuntut Umum itu sendiri yang melakukan dilengkapi.
penyidikan. 2. Pemeriksaan tambahan dalam Undang-
Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang undang No. 16 Tahun 2004 tentang
Kepolisian Negara dalam Pasal 14 ayat (1) Kejaksaan pada hakekatnya merupakan
huruf g dikatakan bahwa dalam melaksanakan pengembalian sebagian wewenang
tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, penyidikan tindak pidana umum kepada
Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas Jaksa Penuntut Umum dan dalam UU No.
“melakukan penyelidikan dan penyidikan 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
terhadap semua tindak pidana sesuai dengan terdapat ketentuan bahwa Polri memiliki
hukum acara pidana dan peraturan tugas dan wewenang untuk melakukan
perundang-undangan lainnya”. penyelidikan dan penyidikan terhadap
Dalam bagian penjelasan dikatakan bahwa semua tindak pidana, dengan tetap
ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana memperhatikan kewenangan yang
memberikan peranan utama kepada Kepolisian dimiliki penyidik lainnya yang diatur
Negara Republik Indonesia dalam penyelidikan dalam berbagai peraturan perundang-
dan penyidikan sehingga secara umum diberi undangan tertentu.
kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan
penyidikan terhadap[ semua tindak pidana. B. SARAN
Namun demikian, hal tersebut tetap 1. Lembaga prapenuntutan untuk tindak
memperhatikan dan tidak mengurangi pidana umum masih dapat
kewenangan yang dimiliki oleh penyidik lainnya dipertahankan dalam hukum acara
sesuai dengan peraturan perundang-undangan pidana di Indonesia sebab merupakan
yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. upaya memberikan perlindungan yang
Dari pasal dan penjelasannya dapat lebih baik terhadap Hak Asasi Manusia
diketahui bahwa Polri memiliki tugas dan tersangka, tetapi terhadap lembaga
wewenang untuk melakukan penyelidikan dan prapepenuntutan tersebut perlu
penyidikan terhadap semua tindak pidana, dilakukan penyempurnaan.
dengan tetap memperhatikan kewenangan 2. Penyempurnaan yang dimaksudkan, yaitu
yang dimiliki penyidik lainnya yang diatur agar lembaga pemeriksaan tambahan
dalam berbagai peraturan perundang- dalam Undang-undang No. 16 Tahun
undangan tertentu. 2004 dimasukkan ke dalam KUHAP.
Dengan demikian, Polri bukan satu-satunya
penyidik dalam hukum acara pidana di DAFTAR PUSTAKA
Indonesia. Kewenangan melakukan penyidikan Harahap, M. Yahya, Pembahasan Permasalahan
yang ada pada instansi lain yang diatur dalam dan Penerapan KUHAP, II, Pustaka Kartini,
peraturan perundang-undangan tertentu tetap Jakarta, 1985.
berlaku. Oleh karenanya dapat dikatakan Hamzah, Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia,
bahwa berlakunya Undang-undang Kepolisian Penerbit CV Sapta Artha Jaya,Jakarta 1996.
Negara Republik Indonesia tidak membawa Husen, M, Harun, Penyidikan dan Penuntutan
perubahan pada ketentuang tentang Dalam Proses Pidana. Penerbit Rineka Cipta,
prapenuntutan maupun pemeriksaan Jakarta, 1991.
tambahan oleh Kejaksaan yang diatur dalam Nusantara, Abdul Hakim G., et al, KUHAP dan
Undang-undang Kejaksaaan Republik Indonesia. Peraturan-peraturan Pelaksana, Djambatan,
Jakarta, 1986.
PENUTUP Prakoso, Djoko, Penyidik, Penuntut Umum,
A. KESIMPULAN Hakim, dalam Proses Hukum Acara Pidana,
1. Prapenuntutan dalam sistem KUHAP Bina Aksara, Jakarta, 1987.
adalah pengembalian berkas perkara Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Acara Pidana di
oleh Jaksa Penuntut Umum kepada Indonesia, Penerbit Sumur Bandung, Jakarta
Penyidik, yang disertai petunjuk tentang 1967.

105
Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016 106

Rosjadi, H.Imron, Badjeber, H.Z, Proses


Pembahasan DPR-RI tentang R.U.U. Hukum
Acara Pidana, PT Bumi Restu, Jakarta, 1979.
Soerjono Soekanto, Pengantar Ilmu Hukum, UI
Press, Jakarta, 1982.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Pengantar
Hukum Normatif, Rajawali, Jakarta, 1985.
Tresna, R., Komentar H.I.R., Pradnya Paramita,
Jakarta, cet.ke-6, 1976.
Wahid, Abdul, Menggugat Idealisme KUHAP,
Penerbit Tarsito. Bandung, 1993.

Sumber-sumber Lain:
Redaksi Bumi Aksara, KUHAP Lengkap, Bumi
Aksara, Jakarta, cet.ke-2, 1990.
Redaksi P.T. Ichtiar Baru - van Hoeve, Himpunan
Peraturan Perundang-undangan Republik
Indonesia, P.T. Ichtiar Baru - van Hoeve,
Jakarta, 1989.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia.
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia.
Undang-undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Undang-undang RI Nomor 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.

106

Anda mungkin juga menyukai