Anda di halaman 1dari 76

KAPITA

SELEKTA
HAL KHUSUS DALAM HUKUM WARIS
ISLAM
MATERI 1
AHLI WARIS DZUL ARHAM
pengertian
Asal kata: arham= rahim= kandungan
Keluarga selain dzul furudl dan ashabah
14 golongan ahli waris laki-laki:
1 = anak laki-laki
2 = cucu laki-laki dari anak laki-laki
3 = bapak
4 = kakek dari bapak dan seterusnya ke atas
5 = saudara laki-laki sekandung
6 = saudara laki-laki sebapak
7 = saudara laki-laki seibu
8 = anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
9 = anak laki-laki dari saudara sebapak
10 = paman (saudara laki-laki bapak yang sekandung)
11 = paman (saudara laki-laki bapak yang sebapak)
12 = anak laki-laki dari paman yang sekandung dengan bapak
13 = anak laki-laki dari paman yang sebapak dengan bapak
14 = suami
9 Golongan ahli waris
perempuan:
1 = anak perempuan
2 = cucu perempuan (anak perempuan dari anak laki-laki)
3 = ibu
4 = nenek (ibu dari bapak)
5 = nenek (ibu dari ibu dan seterusnya ke atas)
6 = saudara perempuan sekandung
7 = saudara perempuan sebapak
8 = saudara perempuan yang seibu
9 = istri
Siapa Dzul Arham?
Anak perempuan Anak paman seibu
dari anak Paman seibu
perempuan (cucu) Saudara laki-laki ibu
Keponakan dari Saudara perempuan
saudara perempuan ibu
Anak perempuan Saudara perempuan
dari saudara laki-laki ayah
Anak perempuan Anak saudara seibu
paman
Bapak dari ibu
paman seibu
Beberapa pandangan
Mazhab ahl al qarabah: diantara ahli waris ada
kelompok yang lebih diutamakan:
Banuwwah (anak, cucu dst), Ubuwwah (kakek nenek dst),
Ukhuwwah (anak saudara/kemenakan), Umummah
(paman, bibi dan keturunan)
Mazhab Ahl Al Tanzil: dalam menentukan siapa
diantara dzul arham yang berhak mewaris maka
menempatkan kedudukan ahli waris yang
menghubungkan pada pewaris. Misalnya: cucu
perempuan dari anak perempuan dianggap sebagai
anak perempuan
Mazhab Ahl al Rahim: semuanya punya kedudukan
Cara pembagian:
Secara penggantian: ahli waris dzul arham menerima
kewarisan menurut ahli waris terdekat yang
menghubungkan dengan pewaris.
misalnya ayah dari ibu, cucu dari anak perempuan
Karena Ibu 1/6, maka ayah dari ibu mendapat 1/6
Anak perempuan ½, maka cucu dari anak perempuan
mendapat 1/2
Secara kedekatan: ahli waris dzul arham mendapat
warisan berdasar kedekatan, seperti halnya urutan
ashabah. (ashabah versi dari keluarga perempuan)
ANAK DALAM KANDUNGAN
WARISAN ANAK DALAM
KANDUNGAN
Syarat kewarisan: ahli waris adalah seseorang yang
pada saat si pewaris meninggal dunia jelas hidupnya.
Anak yang dalam kandungan belum memiliki
kejelasan:
Apakah dia akan hidup atau mati
Apakah laki-laki atau perempuan
Dapat diatasi dengan pembagian sementara, dimana
setelah anak lahir dilakukan pembagian yang
sebenarnya.
Prinsip pembagian sementara, misalnya memberi
pada sebagian yang pasti, atau memberi yang paling
banyak bagi janin (misalnya sbg anak laki-laki),
Syarat anak dalam kandungan
Dapat diyakini bahwa anak itu telah ada dalam
kandungan ibunya pada saat si pewaris
meninggal dunia
Bayi yang ada dalam kandungan tersebut
dilahirkan dalam keadaan hidup, sebab hanya
ahli waris yang hidup (pada saat kematian
pewaris) yang berhak untuk mendapat harta
warisan.
Bayi lahir hidup, kemudian meninggal? “tanda
menangis”. Jadi jika sudah menangis
kemudian meninggal, maka akan ada
ASIR (ORANG TERTAWAN)
pengertian
Orang yang tidak diketahui hidup matinya,
orang yang terputus beritanya
Pandangan mazhab:
Hanafi: dinyatakan meninggal dengan melihat
orang yang sebaya dengannya
Maliki: batasannya 70 tahun
Hambali: 4 tahun
Cara pembagian
Orang yang hilang sebagai penghalang: harta
dibekukan sementara sampai ada kepastian
Ahli waris yang hilang bukan sebagai
penghalang, bahkan ia berhak mendapat
warisan: jika bagian sama maka dibagi sama,
jika bagian beda, maka yang ada menerima
bagian yang lebih sedikit
WASIAT DAN WASIAT
WAJIBAH
WASIAT
Adalah penghibahan harta dari seseorang kepada
orang lain sesudah meninggalnya orang lain
tersebut.
Suatu tasharruf (pelepasan)terhadap harta
peninggalan yang dilaksanakan sesudah
meninggal dunia seseorang.
Menurut hukum asal, wasiat adalah ikhtiyariyah,
suatu perbuatan yang dilakukan dengan kemauan
hati dalam keadaan apapun. Karenanya tidak ada
dalam syariat islam suatu wasiat yang wajib
dilakukan dengan jalan putusan hakim.
KADAR WASIAT
Tidak boleh melebihi 1/3 (sepertiga) dari
hartanya
Dasar: Hadist Riwayat Bukhari Muslim, disaat
ada seseorang yang hanya memiliki ahli waris
seorang anak perempuan, dan akan
mewasiatkan hartanya untuk amal. Rasul
melarang memberikan saat memberikan 2/3
(dua pertiga), kemudian juga melarang saat
akan memberikan ½ (setengah), dan
menyatakan 1/3 (sepertiga). Hal ini dengan
tujuan melindungi ahli waris dalam keadaan
miskin.
WASIAT WAJIBAH
Pada dasarnya wasiat adalah tindakah ikhtiyariyah
(suatu perbuatan yang dilakukan dengan kemauan
hati dalam keadaan apapun). Akan tetapi
kebebasan hanya berlaku untuk orang-orang yang
BUKAN KERABAT DEKAT.
Jadi, untuk kerabat dekat yang TIDAK MENDAPAT
WARISAN, maka wajib membuat WASIAT.
Apabila TIDAK diadakan wasiat untuk kerabat dekat
yang tidak mendapat warisan, maka HAKIM harus
bertindak sebagai PEWARIS. Yakni memberikan
sebagian warisan kepada kerabat yang tidak
mendapat warisan sebagai suatu wasiat wajib bagi
CONTOH

Wasiat wajibah untuk seorang cucu (baik dari


anak laki-laki atau anak perempuan), karena
ada ahli waris anak laki-laki.
• Cucu diberi wasiat wajibah,
pewari dengan nilai maksimal 1/3 dari
s harta peninggalan.
• Bagian ini tidak sebesar
bagian apabila orang tuanya
Anak laki2 Anak laki2 masih hidup. Sehingga inilah
pertama kedua perbedaan prinsipil dengan
PERGANTIAN TEMPAT
• Wasiat wajibah dapat
Tidak mendapat warisan mengobati kekecewaan atas
cucu
karena terhijab anak laki- keadaan yang dirasa kurang
laki2
laki adil.
Pendapat Ibnu Hazm
(diikuti UU Wasiat di Mesir)
Besarnya wasiat wajibah adalah sebesar yang
SEHARUSNYA diterima kedua orang tuanya
seandainya mereka masih hidup, dengan
ketentuan TIDAK BOLEH MELEBIHI 1/3
(sepertiga) warisan.
Cucu tersebut bukan termasuk orang yang
berhak menerima warisan.
Si mati TIDAK memberikan kepadanya dengan
jalan lain sebesar yang telah ditentukan
padanya. Misalnya hibah.
Lanjutan...
Contoh lain, seorang kakek memiliki 2 cucu
laki-laki. Satu cucu dari anak perempuan, satu
cucu dari anak laki-laki. Maka ahli waris hanya
cucu dari anak laki-laki. Karena cucudari anak
perempuan terhijab cucu dari anak laki-laki.
Kemenakan tidak disinggung
Jadi pusat perhatian wasiat wajibah adalah
pada CUCU
MUQASAMAH
KAKEK BERSAMA
SAUDARA SEKANDUNG
DAN SEBAPAK
ARTI
Menurut istilah adalah kerjasama atau
persekutuan antara kakek dengan saudara si
pewaris dalam hal pembagian harta antara
kakek dengan saudara
SYARAT DAN KONDISI
Apabila seorang kakek shahih (kakek dari
pihak ayah) mewaris bersama saudara
pewaris
Saudara pewaris mencakup saudara laki-laki
maupun perempuan
Saudara pewaris dibatasi hanya saudara
sekandung dan saudara seayah. Saudara
seibu tidak ikut dalam permasalahan ini.
Ulama faraid menyatakan kedudukan para
saudara seayah dikategorikan sama dengan
saudara kandung, mereka dianggap satu jenis.
MUQASAMAH TERMASUK
PERKARA YANG BELUM
DISEPAKATI
GOLONGAN YANG MENOLAK MUQASAMAH
(a.l. Abu Bakar Ash-Shidiq), Muadz bin Jabbal):
Kekerabatan kakek sama dengan kekerabatan
keturunan ayah, jadi kakek hanya dihalangi ayah
saja. Adapun saudara dapat dihalangi oleh ayah,
anak laki-laki dan cucu laki-laki.
Jadi kedudukan kakek sama dengan ayah, dan
dapat menggantikan ayah ketika posisi ayah tidak
ada. Dengan demikian kakek dapat menghalangi
saudara
GOLONGAN YANG MENYETUJUI MUQASAMAH (Ali ra, Zaid bin
Tsabit)
Karena saudara saudara punya hubungan dengan pewaris sama2
anak ayah (hubungan al bunuwwah), sedang kakek sebagai orang
tua ayah pewaris (hubungan al-ubuwwah), dan kakek dapat
mengganti posisi ayah. Akan tetapi kakek tidak dapat menghalangi
saudara. Kakek dapat berbagi dengan dianggap sebagai saudara
Pendapat Zaid (dalam surat balasan kepada Muawiyah
menyatakan):
kakek apabila bersama dengan seorang saudara laki-laki, akan
memperoleh ½ bagian
Kakek apabila bersama dengan 2 orang saudara laki-laki, akan
memperoleh 1/3 bagian
Kakek bersama dengan banyak saudara laki-laki, maka hak waris
kakek tidak boleh kurang dari 1/3
Umar bin Khathtab, Utsman bin Affan dan Zaid bin Tsabit
menetapkan bagian furudl untuk kakek adalah 1/3 bagian (jika
bersama dengan beberapa saudara laki-laki)
Pendapat Ali ra, yang kemudian
diadopsi UU Mesir no. 77 Tahun
1943
1. Diambil mana yang lebih baik untuk kakek, apakah
1/6 atau muqasamah
2. Tidak ada bedanya apakah ada dzul furudl atau
tidak
3. Kakek dihitung sama seperti saudara laki-laki, atau
2 saudara perempuan
4. Hak waris kakek tidak boleh kurang dari 1/6 dalam
kondisi apapun
5. Tidak ada pertentangan antara saudara kandung
dengan seayah, namun saudara sekandung dapat
menutup saudara seayah
6. Kakek tidak menempatkan beberapa saudara
perempuan sebagai ashobah, bahkan memberikan
kedudukan sebagai furudl
Contoh perhitungan muqasamah dimana kakek
mendapat lebih besar dari 1/6 bagian warisan

Ahli waris ∑
ahli
keterangan
waris
Kakek dan saudara laki- 2 Kakek ½ bagian, maka muqasamah lebih baik
laki daripada hanya mendapat 1/6 bagian
Kakek, saudara laki-laki 5 Kakek 2/5 bagian, maka muqasamah lebih baik
dan saudara perempuan daripada hanya mendapat 1/6 bagian
Kakek, saudara laki-laki 6 Kakek 2/6 bagian, maka muqasamah lebih baik
dan 2 saudara daripada hanya mendapat 1/6 bagian
perempuan
Kakek, 2 saudara laki- 7 Kakek 2/7 bagian, maka muqasamah lebih baik
laki, dan saudara daripada hanya mendapat 1/6 bagian
perempuan
Kakek dan 3 saudara 4 Kakek ¼ bagian, maka muqasamah lebih baik
laki-laki daripada hanya mendapat 1/6 bagian
Kakek, 3 saudara laki- 9 Kakek 2/9 bagian, maka muqasamah lebih baik
laki dan saudara daripada hanya mendapat 1/6 bagian
Contoh perhitungan muqasamah
dimana kakek mendapat sama besar
dari 1/6 bagian warisan

Ahli waris seorang kakek, 4 saudara laki-laki


dan 2 saudara perempuan
Jumlah 12 bagian, kakek mendapat 2/12 (1/6)
bagian
Jadi kakek memperoleh 1/6 bagian menurut
ketentuan muqasamah atau boleh juga sejak
awal menggunakan
Contoh perhitungan muqasamah
dimana kakek mendapat bagian lebih kecil
dari 1/6 bagian warisan

Ahli waris kakek, 5 saudara lelaki dan seorang


saudara perempuan
Jumlah bagian 13 bagian, kakek mendapat
2/13 bagian
Karena 2/13 lebih kecil dari 2/12, maka sejak
awal tidak dipergunakan perhitungan
muqasamah. Kakek dihitung mendapat 1/6
bagian, sisanya dibagi dengan perempuan 1
bagian laki-laki 2 bagian
MATERI 2
ANAK ZINA dan ANAK LI’AN
Anak Zina
Anak zina: anak yang lahir di luar perkawinan
Anak zina tidak berhak saling mewaris dengan laki-
laki yang berzina dengan ibunya.
Anak zina hanya saling mewaris dengan ibunya dan
kerabat ibunya.
Jika siibu kemudian menikah dan punya anak, maka
hubungannya adalah saudara seibu.
Jika anak zina dilahirkan kembar, maka hubungannya
adalah saudara seibu
Anak Li’an
Anak li’an: anak yang tidak diakui oleh ayahnya,
karena si ayah menuduh zina ibunya.
Anak li’an tidak menjadi anak “ayahnya”, sehingga
tidak berhak saling mewaris.
Anak li’an hanya saling mewaris dengan ibunya
dan kerabat ibunya
Hubungan anak li’an dengan anak-anak
sebelumnya, adalah sebagai saudara seibu saja.
Keterangan:
Apabila seorang suami mengingkari hubungan darah yang
dilahirkan istrinya, karena menuduhnya berzina, maka suami
harus bersaksi di muka hakim dengan mengucap sumpah 4 kali
sbb:
“Saya bersaksi dengan Allah, sesungguhnya saya benar tentang apa yang
saya tuduhkan kepada istri saya bahwa dia telah berzina”
Sumpah yang kelima suami menyatakan, “Biarlah Aku dilaknat Tuhan jika
aku berdusta dalam tuduhan ini”
Selanjutnya si istri yang dituduh melakukan pula persaksian
sebanyak 4 kali dengan menyatakan:
“Saya bersaksi dengan nama Allah, bahwasanya dia berdusta terhadap
tuduhan atas diri saya”
Sumpah yang kelima, istri menyatakan, “kemarahan Allah atasku, jika dia
benar dalam tuduhannya”.
Selanjutnya hakim menyatakan mereka bukan suami istri lagi,
anak yang dilahirkan sebagai anak li’an.
KHUNTSA
WARISAN KHUNTSA
Khuntsa adalah orang-orang yang memiliki
jenis kelamin laki-laki dan perempuan
secara sekaligus, atau tidak memiliki alat
kelamin sama sekali.
Dalam hukum islam orang-orang ini disebut
khuintsa al-musykil yang sering disebut
dengan wadam (wanita adam) atau waria
(wanita pria), walau dalam hukum islam
antara wadam/waria dengan khuntsa al
musykil tidak sama.
Perbedaan:
Wadam/waria adalah orang yang secara fisik
berjenis kelamin pria/laki-laki akan tetapi secara
hormonal atau kejiwaan berperilaku/
berpenampilan sebagai seorang perempuan
Khuntsa al musykil: memang tidak jelas identitas
kelaminnya, baik disebabkan karena berkelamin
ganda atau juga tidak mempunyai alat kelamin
sama sekali
Masalah:
BAGAIMANA MENENTUKAN BESAR BAGIAN
KHUNTSA?
Beberapa kemungkinan cara
menentukan bagian waris khuntsa:
Menentukan jenis kelamin yang dominan dalam
buang air kecil, namun apabila sulit maka adalah
dengan mengidentifikasi indikasi fisik yang
dimiliki oleh orang yang bersangkutan (bukan
psikis)
dasar ungkapan rasulullah riwayat Ibnu Abbas:
ketika beliau menimang anak banci orang anshar
dan ditanya tentang hak warisnya, beliau berkata,
“berilah anak khuntsa ini (seperti bagian anak
laki-laki atau perempuan) mengingat alat kelamin
mana yang pertama kali digunakan untuk buang
air kecil”
Lanjutan:
Meneliti tanda-tanda kedewasaanya, sebab lazimnya
antara laki-laki dengan perempuan terdapat tanda-tanda
kedewasaan yang khas. Misalnya jenggot, kumis,
demikian pula pada tanda2 fisik laki-laki.
Apabila poin 1 dan 2 belum jelas, terdapat beberapa
doktrin:
Memberikan bagian terkecil dari dua perkiraan laki-laki atau
perempuan dan memberi bagian terbesar pada ahli waris lain.
Maksudnya, dibandingkan berapa bagian dia sebagai laki-laki
dan berapa apabila sebagai perempuan. Bagian terkecil akan
diberikan kepadanya
Sda, dan sisa harta ditangguhkan sampai jelas statusnya.
Memberikan separuh dari dua perkiraan laki-laki dan
perempuan kepada khuntsa musykil dan ahli waris lain.
Masalah pergantian kelamin karena
teknologi kedokteran menjadi tampak
rumit karena telah disahkan oleh
pengadilan, dan dapat menikah.
Jika konsisten pada hukum Islam,
masalah ini tidak sulit. Sebab untuk
menentukan jenis kelamin seseorang
yang khuntsa bukan berdasar operasi
jenis kelamin, putusan pengadilan, KTP
atau SIM, tetapi berpedoman pada jenis
kelamin semula.
Contoh soal:
Seseorang meninggal dunia dengan ahli waris,
harta warisan sebesar Rp.120 juta
Seorang anak laki-laki
Seorang anak khuntsa
Menghitung khuntsa sebagai
anak laki-laki
Ahli waris adalah 2 orang anak laki-
laki, karena anak laki-laki sebagai
ashobah, maka seluruh harta
warisan dibagi 2 kepada 2 anak laki-
laki
@ Rp.60 juta
1 anak laki-laki Rp.60 juta
1 anak khuntsa (dianggap laki-laki)
Rp.60 juta
Menghitung khuntsa sebagai
anak perempuan
Ahli waris 1 anak perempuan ½
Karena mewaris bersama anak laki-laki, maka
anak perempuan menjadi ashobah bil ghoiri
Harta warisan Rp120 juta
Penyebut = 3
(1anak laki-laki x 2) + (1 anak perempuan x 1)
Bagian anak laki-laki 2/3
Bagian anak perempuan 1/3
Bagian anak laki-laki 2/3 x Rp.120jt = Rp.80 jt
Bagian anak perempuan 1/3 x Rp.120jt = Rp.40 jt
3 CARA PEMBAGIAN
1. Memberikan bagian terkecil dari dua perkiraan laki-laki
atau perempuan dan memberi bagian terbesar pada ahli
waris lain
1. Bagian khuntsa sebagai laki-laki Rp.60 juta
2. Bagian khuntsa sebagai perempuan Rp.40 juta
2. Sama dengan di atas, dan sisa harta ditangguhkan
sampai jelas statusnya.
3. Memberikan separuh dari dua perkiraan laki-laki dan
perempuan kepada khuntsa musykil dan ahli waris lain.
1. ½ bagian khuntsa sebagai laki-laki Rp.30 juta
2. ½ bagian khuntsa sebagai perempuan Rp. 20 juta
3. Maka bagian khuntsa musykil adalah Rp. 50 juta
4. Bagian anak laki-laki adalahRp. 70 juta
Soal 1:
Ahli waris:
1 anak perempuan
1 anak khuntsa
Suami
Bapak
Harta warisan 26 M
Khuntsa sebagai anak
perempuan
2 anak perempuan: 2/3
Suami: ¼
Bapak: 1/6 +ashobah
Perhitungan:
Asal masalah 12
2 anak perempuan 8/12
Suami 3/12
Bapak 2/12 + sisa
8/12 + 3/12 + 2/12 = 13/12, maka penyebut dinaikkan
menjadi 13, sehingga 8/13+3/13+2/13= 13/13
2 anak perempuan 8/13 x Rp.26 M = Rp. 16 M
Suami 3/13 x Rp.26 M = Rp. 6 M
Bapak 2/13
2/13 x Rp.26 M = Rp.4 M

JADI BAGIAN KHUNTSA SEBAGAI ANAK PEREMPUAN


ADALAH RP. 8 M
Khuntsa sebagai anak laki-laki
1 anak perempuan, bersama khuntsa sebagai anak
laki-laki menjadi ashobah bil ghoiri
Suami: ¼
Bapak: 1/6
Perhitungan:
Asal masalah 12
Suami 3/12
Bapak 2/12
3/12 + 2/12 = 5/12, maka sisa 7/12 untuk 2 anak, yaitu
anak perempuan dan khuntsa sebagai anak laki-laki
Suami 3/12 x Rp. 26 M = Rp. 6,5 M
Bapak 2/12 x Rp. 26 M = Rp. 4,3 M
2 anak 7/12 x Rp. 26 M = Rp. 15,2 M
Khuntsa sebagai anak laki laki 2/3 x Rp 15,2 M =
10,1M
Anak perempuan 1/3 x Rp. 15,2 M = Rp. 5,1 M
CARA PEMBAGIAN
Memberikan bagian terkecil dari dua perkiraan laki-laki
atau perempuan dan memberi bagian terbesar pada
ahli waris lain
Bagian khuntsa sebagai laki-laki Rp.10,1 M
Bagian khuntsa sebagai perempuan Rp.8 M
Sda, dan sisa harta ditangguhkan sampai jelas
statusnya.
Memberikan separuh dari dua perkiraan laki-laki dan
perempuan kepada khuntsa musykil dan ahli waris lain.
½ bagian khuntsa sebagai laki-laki Rp.5,05 M
½ bagian khuntsa sebagai perempuan Rp. 4 M
Maka bagian khuntsa musykil adalah 9,05 M
MAFQUD (ORANG HILANG)
WARISAN ORANG YANG HILANG
(MAFQUD)

Yaitu orang yang tidak diketahui kabar


beritanya (apakah masih hidup atau
meninggal dunia)
Adalah orang yang pergi (tidak di tempat)
yang tidak diketahui alamatnya/tempat
tinggalnya, dan tidak diketahui apakah ia
masih hidup atau mati.
Menyangkut status orang yang hilang, para
ahli hukum Islam menetapkan:
1. Istri orang yang hilang tidak boleh dikawinkan
2. Harta orang yang hilang tidak boleh diwariskan
3. Hak-hak orang yang hilang tidak boleh
dibelanjakan

Masalah: SAMPAI KAPAN?


Ketetapan hakim dalam memutus kematian,
Ada kalanya berdasarkan dalil, seperti kesaksian
orang yang adil, sehingga kematiannya pasti dan
tetap sejak adanya dalil mengenai kematiannya.
Adakalanya berdasar tanda-tanda yang tidak adil,
dimana hakim memutuskan kematian berdasar
daluwarsa. Sehingga kematiannya adalah
kematian secara hukum, karena mungkin ia masih
hidup.
Batas waktu untuk menetapkan
kematian Mafqud
Terdapat perbedaan pandangan
Seseorang dianggap meninggal dunia apabila
teman-teman sebayanya yang ada sudah mati
(Hanafi)
Seseorang yang hilang dianggap sudah meninggal
apabila terlewati tenggang 70 tahun
Orang hilang menurut situasi dan kebiasaannya
akan binasa (perang, tenggelam dalam pelayaran
dll), maka orang yang hilang harus diselidiki
selama 4 tahun. Jika tidak ada kabarnya maka
hartanya sudah dapat dibagi.
Lanjutan...
Imam Malik: masa tunggu adalah 4 tahun. Dasar hadist
HR Al Bukhari “setiap istri yang ditinggal suaminya,
sedang dia tidak mengetahui dimana suaminya maka dia
menunggu 4 tahun, kemudiandia beriddah selama 4 bulan
10 hari, kemudian lepaslah dia”.
Abu Hanifah: masa tunggu tidak adanya ketentuan batas
waktu, tetapi diserahkan kepada ijtihad hakim sepanjang
masa.
Imam Ahmad: apabila ia pergi ke tempat yang
memungkinkan diamati, maka sesudah diselidiki dengan
teliti, ditetapkan kematiannya dengan berlalunya masa 4
tahun. Apabila ke tempat yang tidak dapat diamati, hakim
yang memutuskan.
Pembagian harta kewarisan
mafqud
Mafqud sebagai PEWARIS:
Harta tetap menjadi miliknya dan tidak dibagikan
kepadaahli waris sampai nyata kematiannya atau hakim
menetapkan kematiannya.
Mafqud sebagai AHLI WARIS:
Harta warisannya ditahan, sampai jelas persoalannya.
Apabila ia muncul dalam keadaan hidup, maka ia berhak
mengambilnya
Apabila muncul dalam keadaan hidup, dia berhak
menerimanya.
Apabila ditetapkan kematiannya, bagiannya dikembalikan
kepada ahli waris yang berhak di saat kematian pewaris.
Jika dia muncul dalam keadaan hidup, dia mengambil sisa
MUNASAKHAH
MUNASAKHAH

Dari bahasa arab: menghilangkan atau


memindahkan
Apabila seseorang meninggal dunia, sebelum
harta pusakanya dibagi-bagikan kepada ahli
warisnya, salah seorang ahli warisnya meninggal
dunia pula dengan meninggalkan beberapa waris
pula.
Istilah ulama faraid: ialah meninggalnya sebagian
anggota ahli waris sebelum dilakukan pembagian
harta waris, kemudian sebagian warisannya
berpindah pada ahli waris yang lain.
ISTRI YANG DITALAQ
ISTRI YANG DITHALAQ RAJA-i’
Thalaq raja’i ialah apabila seorang suami
menthalaq istrinya dengan thalaq ke I atau ke II
Apabila seorang suami menthalaq istrinya dengan
thalaq raja’i (ke I atau II) maka antara suami istri
itu tetap saling mewaris selama masih dalam
iddah raja’i
Sepakat empat imam (Syafi’I, Hambali, Hanafi dan
Maliki), bahwa istri yang dithalaq raja’i (I atau II)
tetap saling mewaris selama masih dalam iddah,
apakah istrinya dalam keadaan sehat atau sakit
yang membawa kepada kematiannya, karena istri
yang dithalaq raja-i statusnya masih istri (hanya
ISTRI YANG DITHALAQ TIGA (BAIN)

Imam syafi’i: tidak saling mewaris, apabila


seseorang menthalaq istrinya dengan thalaq 3
yang dithalaqnya sewaktu sakit yang membawa
kepada kematiannya
Imam Hanafi, Hambali dan Maliki: tetap saling
mewaris
pendapat para imam:
Hanafi: tetap mewaris selama masih dalam iddah
Hambali: tetap mewaris selama istri belum menikah
Maliki: tetap mewaris sekalipun habis masa
iddahnya, dan ia sudah menikah lagi
GHARQO, HADMA, HARQO
Warisan untuk orang yang mwninggal
secara serentak (bersamaan)
GHARQO, HADMA, HARQO
Dari bahasa arab: tenggelam, keruntuhan
dan kebakaran
Artinya: orang-orang yang mati karena
tenggelam dalam air, keruntuhan
bangunan rumah, gunung dsb, dan mati
karena kebakaran secara serentak, tidak
diketahui siapa di antara mereka yang
mati lebih dahulu atau kemudian.
Harta peninggalannya:
Matan al rahbiyah hal. 16: …, maka diantara
mereka tidak saling mewaris, seolah-olah
mereka adalah orang lain yang tidak ada
hubungannya tentang warisan
Syarah al rahbiyah hal. 47: …..(+ mati dalam
peperangan) maka diantara mereka tidak
saling mewaris, anggaplah mereka orang lain
yang tidak ada hubungan sama sekali tentang
warisan, bahkan yang akan mewaris adalah
waris-waris mereka masing-masing
Alasan ketidakbolehan:

Syarat (siapa pewaris, siapa ahli waris) tidak


jelas
Harta warisan hanya diberikan kepada yang
masih hidup
Contoh: A, B dan C dalam perjalanan
dengan pesawat, yang kemudian
mengalami kecelakaan
Pewaris A:
Bapak B dan C TIDAK dipandang
A sebagai ahli waris A, karena
tidak diketahui siapa yang
Istri B (Anak C (Anak
lebih dahulu meninggal.
B A) A) Ahli waris A adalah D (anak B),
E, F dan G (anak2 C).
Istri B, Bukan ahli waris A
Pewaris B
D E F G
Ahli waris adalah istri dan D
E sebagai ashobah binafsihi
Pewaris C
Ahli waris adalah E, F dan G
MENIKAH DI WAKTU
SAKIT YANG MEMBAWA
PADA KEMATIAN
MENIKAH DI WAKTU SAKIT YANG
MEMBAWA KEPADA KEMATIAN
Imam Maliki:
Seseorang yang menikah di waktu sakit yang
membawa kepada kematiannya, maka akad
nikahnya batal, sehingga seorang istri yang
dinikahi itu tidak mewaris,
begitu pula apabila seorang perempuan yang
sakit menikah dengan seorang laki-laki dimana
sakit ini membawa kepada kematiannya,
maka suaminya itu tidak mewaris.
TAKHARUJ
Mengundurkan diri dari menerima bagian
warisan
Takharuj ialah pengajuan perdamaian salah
seorang ahli waris untuk mengundurkan diri
dari menerima warisan. Sehingga ia tidak
mengambil harta bagian yang setara dengan
haknya.
Contoh: seorang ahli waris tidak mengambil
haknya, tetapi diberikan kepada ahli waris
lainnya.
Cara melakukan takharuj
Perjanjian ini ini haris diselesaikan oleh semua ahli
waris atau salah seorang ahli waris, atau sebagian
ahli waris.
Diselesaikan oleh semua ahli waris
Menggenapkan masalahnya, dan bagian yang takharuj
dihilangkan
Diselesaikan oleh salah seorang ahli waris
Bagian yang takharuj diberikan pada salah seorang
ahli waris
Diselesaikan sebagian ahli waris
Bagian yang takharuj diberikan pada salah sebagian
HAK WARIS JANDA BILA IA MENIKAH
LAGI
Hak waris bagi seorang istri adalah hak yang
sudah diatur, dan tidak akah hilang atau gugur
walau janda ini menikah kembali.

Anda mungkin juga menyukai