Anda di halaman 1dari 9

Wonogiri, 08 Juni 2022

DosenPengampu : Saiful Khoifah, S.Pd.I.,M.Pd.


LembagaPerkuliahan : Ma’had Aly Sunan Gunung Jati
Mata Kuliah : Fiqh Mawarits
JurusanAkademik : Fiqh danUshulFiqh
TahunAjaran : 2022/2023
Tugas : Menjabarkan hukum mawaris Ashobah BinNafsih
PenyusunTugas : Nur Hoji Ramadhoni (202033008)
WahyuKinasih (202033015)

‫ِبْس ِم ِهللا الَر َمْح ِن الَر ِح ِمْي‬

1. Ashabah bin Nafsi

Ashabah bin nafsi adalah mereka yang memiliki nasab dengan si mayit tanpa ada
unsur perempuan (Musthafa Al-Khin, 2013:299).
Yang termasuk dalam kategori ashabah ini adalah semua ahli waris laki-laki sebagaimana
telah disebut di atas. Sesuai dengan namanya mereka bisa mendapatkan bagian ashabah
dengan sendirinya, bukan karena dijadikan ashabah oleh ahli waris lain dan juga bukan
karena bersamaan dengan ahli waris yang lain. Kerabat-kerabat sang mayit dari golongan
perempuan (ibu, anak perempuan, cucu perempuan dan sebagainya) dan siapa saja yang
memiliki hubungan nasab dengan si mayit dengan adanya unsur perempuan (seperti cucu
laki-laki dari anak perempuan, anak laki-laki dari saudara perempuan dan sebagainya) tidak
masuk dalam kategori ashabah bin nafsi, mereka tidak bisa mendapatkan sisa harta waris
dengan sendirinya.
Berikutnya dilihat dari sisi nasab mereka yang masuk dalam ashabah bin nafsi diklasifikasi
dalam 4 (empat) sisi:
1. Sisi keanakan (jihhatul bunuwwah), terdiri dari anak keturunannya si mayit, seperti anak
laki-laki dan cucu laki-laki dari anak laki-laki, terus kebawah.
2. Sisi kebapakan (jihhatul ubuwwah), terdiri dari orang tuanya si mayit, seperti bapak dan
kakek dari bapak.
3. Sisi kesaudaraan (jihhatul ukhuwwah), terdiri dari anak keturunan bapaknya si mayit yang
hubungan nasabnya dengan si mayit tidak ada unsur perempuannya, seperti saudara laki-laki
sekandung, saudara laki-laki sebapak, anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung, dan
anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak.
4. Sisi kepamanan (jihhatul ‘umûmah), terdiri dari keturunan kakeknya si mayit yang berupa
orang laki-laki yang hubungan antaranya dengan si mayit tidak diperantarai unsur
perempuan, seperti paman sekandung, paman sebapak, anak laki-lakinya paman sekandung,
dan anak laki-lakinya paman sebapak.

Keempat arah 'ashabah bin nafs tersebut kekuatannya sesuai urutan di atas. Arah anak
lebih didahulukan (lebih kuat) daripada arah ayah, dan arah ayah lebih kuat daripada arah
saudara. Dari sekian banyak pihak laki-laki yang masuk dalam kategori ashabah bin nafsi
tentunya tidak semuanya bisa mendapatkan bagian waris. Sebagaimana pernah disinggung
pada pembahasan sebelumnya bahwa apabila semua ahli waris berkumpul maka hanya orang-
orang tertentu saja yang bisa menerima warisan, selainnya terhalang. Begitu pula dengan
mereka yang mendapatkan bagian ashabah, bila semua berkumpul maka sebagiannya
terhalang oleh sebagian yang lain.

Para ulama faraidl membuat beberapa kaidah untuk menentukan siapa saja para penerima
ashabah yang bisa tetap menerima warisan dan siapa saja yang terhalang menerima warisan
bila semua berkumpul. Dalam kaidah-kaidah tersebut para ulama menjelaskan:

1. Ahli waris ashabah yang masuk pada kategori yang lebih akhir tidak bisa mendapat
warisan bila ia bersamaan dengan ahli waris ashabah yang masuk pada kategori sebelumnya.
Sebagai contoh, seorang bapak tidak bisa menerima warisan secara ashabah bila ia
bersamaan dengan seorang anak laki-laki atau cucu laki-laki dari anak laki-laki. Ia hanya
akan menerima bagian 1/6, bukan ashabah. Saudara laki-laki sekandung tidak bisa menerima
warisan (mahjûb) bila ia bersamaan dengan bapaknya si mayit. Demikian pula seorang
paman terhalang mendapat warisan (mahjûb) bila ia bersamaan dengan saudara laki-laki.
2. Bila ahli waris ashabah dengan kategori yang sama berkumpul maka ahli waris yang lebih
jauh dari mayit tidak bisa menerima warisan karena terhalang oleh ahli waris yang lebih
dekat ke mayit.
Sebagai contoh kakek terhalang mendapat warisan bila bersama dengan bapak, cucu
laki-laki terhalang bila bersama dengan anak laki-laki, dan seterusnya.
Dengan kata lain ahli waris yang bernasab ke mayit melalui perantara tidak bisa menerima
warisan bila bersamaan dengan si perantara tersebut. Pada contoh di atas, seorang cucu laki-
laki itu berhubungan nasab dengan si mayit melalui perantara anak laki-lakinya si mayit,
maka sang cucu terhalang mendapat waris karena bersamaan dengan anak laki-lakinya si
mayit. Seorang kakek berhubungan nasab dengan si mayit melalui perantara bapaknya si
mayit yang juga merupakan anaknya si kakek. Maka ia terhalang mendapat warisan bila
bersamaan dengan bapaknya si mayit yang merupakan perantara antara dirinya dengan si
mayit.
3. Bila ada kesamaan sisi kekerabatan dan setara pula derajat para ashabah namun berbeda
kekuatan kekerabatannya dengan si mayit, maka ahli waris yang lebih kuat kekerabatannya
dengan si mayit lebih didahulukan dari pada ahli waris yang lebih lemah kekerabatannya
dengan si mayit. Sebagai contoh, saudara laki-laki sekandung lebih kuat kekerabatannya
dengan si mayit dibanding saudara laki-laki sebapak. Karenanya saudara sekandung lebih
didahulukan dari pada saudara laki-laki sebapak. Demikian pula paman sekandung lebih
didahulukan dari pada paman sebapak, dan seterusnya.
4. Bila ada kesamaan para ahli waris dalam sisi kekerabatan, derajat, dan kekuatan maka
semuanya berhak untuk mendapatkan harta warisan. Harta waris yang ada dibagi sama rata di
antara mereka. Seperti ahli waris yang terdiri dari tiga orang anak laki-laki, atau terdiri dari
empat orang saudara laki-laki sekandung, dan seterusnya.

Hukum Asobah bi Nafsi

Telah di jelaskan bahwa 'ashabah bi nafsihi mempunyai empat arah, dan derajat
kekuatan hak warisnya sesuai urutannya. Bila salah satunya secara tunggal (sendirian)
menjadi ahli waris seorang yang meninggal dunia, maka ia berhak mengambil seluruh
warisan yang ada. Namun bila ternyata pewaris mempunyai ahli waris dari ashhabul furudh,
maka sebagai 'ashabah mendapat sisa harta setelah dibagikan kepada ashhabul furudh. Dan
bila setelah dibagikan kepada ashhabul furudh ternyata tidak ada sisanya, maka para 'ashabah
pun tidak mendapat bagian. Sebagai misal, seorang istri wafat dan meninggalkan suami,
saudara kandung perempuan, saudara laki-laki seayah. Sang suami mendapat bagian setengah
(1/2), saudara perempuan mendapat bagian setengah (1/2). Saudara seayah tidak mendapat
bagian disebabkan ashhabul furudh telah menghabiskannya.
Adapun bila para 'ashabah bin nafs lebih dari satu orang, maka cara pentarjihannya
(pengunggulannya) sebagai berikut:

Pertama: Pertarjihan dari Segi Arah

Apabila dalam suatu keadaan pembagian waris terdapat beberapa 'ashabah bin nafsih,
maka pengunggulannya dilihat dari segi arah. Arah anak lebih didahulukan dibandingkan
yang lain. Anak akan mengambil seluruh harta peninggalan yang ada, atau akan menerima
sisa harta waris setelah dibagikan kepada ashhabul furudh bagian masing-masing. Apabila
anak tidak ada, maka cucu laki-laki dari keturunan anak laki-laki dan seterusnya. Sebab cucu
akan menduduki posisi anak bila anak tidak ada. Misalnya, seseorang wafat dan
meninggalkan anak laki-laki, ayah, dan saudara kandung. Dalam keadaan demikian, yang
menjadi 'ashabah adalah anak laki-laki. Sebab arah anak lebih didahulukan daripada arah
yang lain. Sedangkan ayah termasuk ashhabul furudh dikarenakan mewarisi bersama-sama
dengan anak laki-laki. Sementara itu, saudara kandung laki-laki tidak mendapatkan waris
dikarenakan arahnya lebih jauh. Pengecualiannya, bila antara saudara kandung laki-laki
maupun saudara laki-laki seayah berhadapan dengan kakak. Rinciannya, insya Allah akan
saya paparkan pada bab tersendiri.

Kedua: Pentarjihan secara Derajat

Apabila dalam suatu keadaan pembagian waris terdapat beberapa orang 'ashabah bi
nafsihi, kemudian mereka pun dalam satu arah, maka pentarjihannya dengan melihat derajat
mereka, siapakah di antara mereka yang paling dekat derajatnya kepada pewaris. Sebagai
misal, seseorang wafat dan meninggalkan anak serta cucu keturunan anak laki-laki. Dalam
hal ini hak warisnya secara 'ashabah diberikan kepada anak, sedangkan cucu tidak
mendapatkan bagian apa pun. Sebab, anak lebih dekat kepada pewaris dibandingkan cucu
laki-laki.Contoh lain, bila seseorang wafat dan meninggalkan saudara laki-laki seayah dan
anak dari saudara kandung, maka saudara seayahlah yang mendapat warisan. Sebab ia lebih
dekat kedudukannya dari pada anak saudara kandung. Keadaan seperti ini disebut pentarjihan
menurut derajat kedekatannya dengan pewaris.
Ketiga: Pentarjihan Menurut Kuatnya Kekerabatan

Bila dalam suatu keadaan pembagian waris terdapat banyak 'ashabah bi nafsihi yang
sama dalam arah dan derajatnya, maka pentarjihannya dengan melihat manakah di antara
mereka yang paling kuat kekerabatannya dengan pewaris. Sebagai contoh, saudara kandung
lebih kuat daripada seayah, paman kandung lebih kuat daripada paman seayah, anak dari
saudara kandung lebih kuat daripada anak dari saudara seayah, dan seterusnya.

Catatan

Perlu untuk digarisbawahi dalam hal pentarjihan dari segi kuatnya kekerabatan di sini,
bahwa kaidah tersebut hanya dipakai untuk selain dua arah, yakni arah anak dan arah bapak.
Artinya, pentarjihan menurut kuatnya kekerabatan hanya digunakan untuk arah saudara dan
arah paman.

Mengapa Anak Lebih Didahulukan daripada Bapak?

Satu pertanyaan yang sangat wajar dan mesti diketahui jawaban serta hikmah di
dalamnya. Sebab, keduanya memiliki posisi sederajat dari segi kedekatan nasab pada
seseorang, ayah sebagai pokok dan anak merupakan cabang. Berdasarkan posisi ini sebaiknya
garis anak tidak didahulukan daripada garis ayah.Namun demikian, ada dua landasan
mengapa garis anak lebih didahulukan. Landasan pertama berupa dalil Al-Qur'an, sedangkan
yang kedua berupa dalil aqli. Firman-Nya (artinya) "dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi
masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu
mempunyai anak." (an-Nisa: 11).

Dalam ayat tersebut Allah SWT menjadikan ayah sebagai ashhabul furudh bila
pewaris mempunyai anak, sedangkan bagian anak tidak disebutkan. Dengan demikian,
jelaslah bahwa anak akan mendapatkan seluruh sisa harta peninggalan pewaris, setelah
masing-masing dari ashhabul furudh telah mendapatkan bagiannya. Hal ini sekaligus
menunjukkan bahwa garis anak lebih didahulukan daripada garis bapak.

Sedangkan secara aqli, manusia pada umumnya merasa khawatir terhadap anak
(keturunannya), baik dalam hal keselamatannya maupun kehidupan masa depannya. Oleh
sebab itu, orang tua berusaha bekerja keras untuk memperoleh harta dan berhemat dalam
membelanjakannya, semuanya demi kesejahteraan keturunannya. Bahkan, tidak sedikit orang
tua yang bersikap bakhil, sangat kikir dalam membelanjakan hartanya, demi kepentingan
masa depan anaknya. Maka sangat tepat apa yang disabdakan Rasulullah saw. dalam sebuah
haditsnya "al-waladu mabkhalah majbanah" (anak dapat membuat seseorang berlaku bakhil
dan pengecut).

Makna hadits tersebut sangat jelas bahwa orang tua menjadi kikir --bahkan pengecut--
karena sangat khawatir terhadap masa depan anaknya. Karena itu mereka tidak segan-segan
menimbun hartaan kekayaan demi menyenangkan keturunan pada masa mendatang. Tidak
sedikit orang tua yang menjadi pengecut hanya disebabkan menjaga kemaslahatan
keturunannya pada hari depannya. Dengan demikian, mereka takut berhadapan dengan
musuh atau siapa pun yang mengganggu kemudahan jalan rezekinya. Inilah alasan bahwa
hati seseorang cenderung lebih dekat kepada anaknya dibandingkan kepada ayahnya.
Wallahu a'lam.

Berikutnama-namaahliwaris :
1. Ayah ( ‫) أ ب‬
2. Ibu ( ‫) أّم‬
3. Kakekdarijalur ayah( ‫) جّد لأل ب‬
4. Nenekdarijalur ayah( ‫) جّد ة لأل ب‬
5. Nenekdarijaluribu( ‫) جّد ة لألّم‬
6. AnakLk( ‫) ابن‬
7. AnakPr( ‫) بنت‬
8. CucuLkjalurdariAnakLk( ‫) ابن ابن‬
9. CucuPrjalurdariAnakLk( ‫) بنت ابن‬
10. Saudarakandung ( ‫) أخ شقيق‬
11. Saudarikandung ( ‫) أخت شقيقة‬
12. Saudaraseayah( ‫) أخ لأل ب‬
13. Saudariseayah ( ‫) أخت لأل ب‬
14. Saudaraseibu( ‫) أخ لألّم‬
15. Saudaraseibu( ‫) أخ لألّم‬
16. AnakLkdarisaudarakandung( ‫) ابن أخ شقيق‬
17. AnakLkdarisaudaraseayah( ‫) ابن أخ لأل ب‬
18. Suami( ‫) زوج‬
19. Istri( ‫) زوجة‬
20. PamanKandung( ‫) عّم شقيق‬
21. Pamanseayah( ‫) عّم لأل ب‬
22. AnakLkpamankandung( ‫) ابن عّم شقيق‬
23. AnakLkpamanseayah( ‫) ابن عّم لأل ب‬
CacatanSekilastentangpembagianAshobah Bin Nafsi
1. Ayah ( ‫ )أ ب‬: 1/6
2. Kakekjalurdari ayah ( ‫ ) جّد لأل ب‬: 1/6
3. Nenekjalurdari ayah ( ‫ )جّد ة لأل ب‬: 1/6
4. Nenekjalurdariibu ( ‫ ) جّد ة لأل ّم‬: 1/6
5. Ibu( ‫ ) أّم‬: 1/3 atau1/6 jikaadaanakatausaudara/ i : _>2.
6. AnakPr ( ‫ ) بنت‬: ½ atau2/3 _>2
7. CucuPrjalurdariAnakLk( ‫ ) بنت ابن‬: ½ atau2/3jika_>2 atau1/6 jikaada 1
bintundanjikaadabintun_> 2 makamahjub.
8. Suami ( ‫ ) زوج‬: 1/2 atau1/4 jikaadaanak_>1
9. Istri ( ‫ ) زوجة‬: 1/4 atau1/8 jikaadaanak_>1
10. Saudarisekandung ( ‫ ) أخت شقيقة‬: 1/2 atau2/3 jika_>2
11. Saudariseayah( ‫ب‬ ‫لأل‬ ‫أخت‬ ) : 1/2 atau2/3 jika_>2 1/6 jikaada
1ukhtunlilabdanjikaadaukhtunlilab_>2 makamahjub.
12. Saudaraseibu ( ‫& ) أخ لأل ّم‬Saudariseibu ( ‫ ) أخت لأل ّم‬: 1/6 atau1/3 jika_>2
BerikutbagandariAshobah Bin Nafsi :

Nb :

1. Suami, tidakbisamenjadiAshobahkarenatidaksealirandarah.
Tetapimasihberkaitandenganjalurpernikahan.
2. SaudaraLaki-lakiseibu,
tidakbisamenjadiAshobahkarenadiabersaudaradengansimayitdarijaluribu.
3. UrutanAshobah Bin Nafsi yang paling kuatadalahyaitu :
a. Dari furu’ ‫ ابن ابن‬, : ‫ابن‬
‫اب ‪ ,‬جّد ‪b. Dari Ushul :‬‬
‫اخ شقيق ‪ ,‬أخ األب ‪ ,‬ابن اخ شقيق ‪ ,‬ابن اخ األب ‪(KerabatDekat) :‬قريب خاوش‪c. Dari‬‬
‫عّم شقيق ‪ ,‬عّم األب ‪ ,‬ابن عّم شقيق ‪ ,‬ابن عّم األب ‪ (KerabatJauh) :‬خاوش بعيد ‪d. Dari‬‬

Anda mungkin juga menyukai