Anda di halaman 1dari 4

SEDANG : 6 Kondisi Seseorang Disunnahkan Berhenti Melafalkan Dzikir6 Kondisi

Seseorang Disunnahkan Berhenti Melafalkan Dzikir WARISAN Mengenal Bagian


Ashabah dalam Warisan: Definisi dan Macamnya Rabu 14 Maret 2018 18:30 WIB
Bagikan: Sebagaimana diketahui bahwa di hearts get harta warisan Seorang ahli waris
can through shalat Satu Dari doa Cara, yakni DENGAN Menjadi dzawil furudl Yang get
Bagian Pasti sebagaimana Yang Telah ditentukan di hearts Al-Qur'an Dan DENGAN
Menjadi ashabah untuk review get Bagian Sisa. Di dalam ilmu faraidl (warisan) resolusi
ashabah yang diajukan oleh Dr. Wahbah Az-Zuhaili di dalam kitab al-Mu'tamad adalah:
Unduh sekarang untuk Android Artinya: "Setiap ahli waris yang tidak memiliki bagian
yang telah ditentukan, ia mengambil semua harta waris jika ia mengambil diri sendiri dan
mengambil sisa harta waris setelah sebelumnya diambil oleh orang-orang yang memiliki
bagian pasti." (Wahbah Az-Zuhaili, al-Mu 'tamad fil Fiqhis Syâfi'i , Damaskus, Darul
Qalam, 2011, juz IV, halaman 383) Disyari'atkannya mengambil harta waris dengan
ashabah didasarkan pada banyak ayat, hadis dan ijma 'para ulama. Dijawab dalam
surat An-Nisa ayat 11 Allah berfirman: ‫وألبويه لكل واحد منهما السدس مما ترك إن كان له ولد فإن لم يكن له‬
‫ ولد وورثه أبواه فألمه الثلث‬Artinya: “Bagi kedua orang tua, masing-masing mendapatkan
bagian yang terpisah dari harta yang dikembalikan orang yang meningal, ia memiliki
anak. Jika orang yang meninggal tidak memiliki anak dan kedua orang tuanya
mewarisinya maka bagi saya bagian seperttiga. ” Dari ayat di atas bisa membuktikan
jika si memiliki anak maka bapak dan ibu masing-masing mendapat bagian 1/6 yang
disetujui ayat tersebut. Namun bila si mungkin tidak memiliki anak sementara yang
mewarisi adalah orang tua kedua, maka — sesuai kalimat ayat tersebut — sang ibu
mendapatkan bagian 1/3. Lalu berapa bagian untuk sang bapak? Ayat tersebut tak
disebutkannya. Lalu untuk siapa yang menerima harta setelah diambil 1/3 oleh ibu? Dari
sini para ulama menganggap sebagai sisa harta waris ini adalah bagian sang bapak.
Dari sinilah adanya bagian ashabah. Macam-macam Ashabah Ada 2 (dua) macam
ashabah dalam ilmu faraidl, yaitu ashabah sababiyah dan ashabah nasabiyah .
Ashabah sababiyah adalah ashabah karena adanya sebab, yaitu sebab memerdekakan
budak. Ketika dunia telah dimerdekakan meninggal dunia dan tak memiliki kerabat
nasab maka sang tuan yang memerdekakannya bisa mewarisi harta peninggalannya
dengan ashabah, dan yang lebih menguntungkan yang telah memerdekakan sang
budak (Wahbah Az-Zuhaili, 2011: 385). Sementara ashabah nasabiyah adalah ashabah
karena adanya hubungan nasab dengan si mayit. Mereka yang masuk dalam kategori
ini adalah semua orang laki-laki yang telah mendapat persetujuan dari pihak penerima
waris dari pihak laki-laki selain suami dan saudara laki-laki seibu, yang hanya dapat
menerima dari bagian pasti saja (Musthafa Al-Khin, al-Fiqhul Manhaji, Damaskus, Darul
Qalam, 2013, jilid II, halaman 298). Dengan demikian maka yang termasuk dalam
ashabah nasabiyah adalah bapak, kakek, anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki,
saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki sebapak, anak laki-laki dari saudara laki-
laki sekandung , anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak, paman sekandung, paman
sebapak, anak laki-laki lakinya paman sekandung, dan anak laki-laki lakinya paman
sebapak. Mereka semua adalah para ahli waris yang bisa mendapatkan warisan dengan
ashabah. Meskipun bapak dan kakek terkadang dapat menerima warisan melalui bagian
pasti. Macam-macam Ashabah Nasabiyah Para ulama dibagi Ashabah Nasabiyah
menjadi 3 (tiga) macam, yaitu: 1. Ashabah bin nafsi 2. Ashabah bil ghair 3. Ashabah
ma'al ghair Berikut penjelasannya tentang jenis-jenis ashabah ini sebagai berikut:
Ashabah bin Nafsi Ashabah bin nafsi adalah mereka yang memiliki nasab dengan si
mayit tanpa ada perempuan (Musthafa Al-Khin, 2013: 299). Yang termasuk dalam
kategori ashabah ini adalah semua ahli waris laki-laki yang dimaksud disebut atas.
Sesuai dengan namanya mereka bisa mendapatkan bagian ashabah dengan
sendirinya, bukan karena dibuat ashabah oleh ahli waris lain dan juga bukan karena
bersamaan dengan ahli waris yang lain. Kerabat-kerabat menyanyikan mayit dari
golongan perempuan (ibu, anak perempuan, cucu perempuan dan sebagainya) dan
siapa saja yang memiliki hubungan nasab dengan si mayit dengan mewakili tidak
perempuan (seperti cucu laki-laki dari perempuan, anak laki-laki dari perempuan) dan
sebagainya) tidak masuk dalam kategori ashabah bin nafsi, mereka tidak bisa
mendapatkan sisa harta waris dengan sendirinya. Dibagikan dilihat dari sisi nasab
mereka yang masuk dalam ashabah bin nafsi diklasifikasi dalam 4 (empat) sisi: 1. Sisi
keanakan ( jihhatul bunuwwah ), terdiri dari anak mayoritasnya si mayit, seperti anak
laki-laki dan cucu laki-laki dari anak laki-laki, terus kebawah. 2. Sisi kebapakan ( jihhatul
ubuwwah ), terdiri dari orang tuanya si mayit, seperti bapak dan kakek dari bapak. 3. Sisi
kesaudaraan ( jihhatul ukhuwwah ), terdiri dari anak-anak yang bangki si mayit yang
terkait nasabnya dengan si mayit tidak ada yang tidak perempuannya, seperti saudara
laki-laki sekandung, saudara laki-laki sekandung, anak laki-laki , dan anak laki-laki dari
saudara laki-laki sebapak. 4. Sisi kepamanan ( jihhatul 'umûmah ), terdiri dari mayoritas
kakeknya si mayit yang terdiri atas orang laki-laki yang pertikaian dengan si mayit tidak
diperantarai dengan perempuan, seperti paman sekandung, paman sebapak, anak laki-
laki-lakinya paman sekandung, dan laki-laki -lakinya paman sebapak. Dari sekian
banyak pihak laki-laki yang masuk dalam kategori ashabah bin nafsi tidak semuanya
bisa mendapatkan bagian waris. Jika pernah dihadiri pada saat diskusi sebelumnya,
maka harus ada orang yang berhak menerima warisan, selain itu terhalang. Begitu pula
dengan mereka yang mendapatkan bagian dari ashabah, memilih segala yang ada
maka sebagiannya terhalang oleh sebagian yang lain. Para ulama faraidl membuat
beberapa kaidah untuk menentukan siapa saja yang menerima ashabah yang bisa tetap
menerima warisan dan siapa saja yang terhalang menerima warisan jika semuanya
bergabung. Dalam kaidah-kaidah tersebut para ulama menjelaskan: 1. Ahli waris
ashabah yang masuk pada kategori yang lebih akhir tidak bisa mendapat warisan bila ia
bersama ahli waris ashabah yang masuk pada kategori sebelumnya. Sebagai contoh,
seorang ayah tidak dapat menerima warisan ashabah jika ia menerima bersama
seorang anak laki-laki atau laki-laki atau laki-laki dari anak laki-laki. Ia hanya akan
menerima bagian 1/6, bukan ashabah. Saudara laki-laki sekandung tidak dapat
menerima warisan (mahjûb) bila ia berbicara dengan bapaknya si mayit. Demikian pula
seorang paman terhalang mendapat warisan (mahjûb) bila ia muncul bersama saudara
laki-laki. 2. Bila ahli waris ashabah dengan kategori yang sama ikut maka ahli waris
yang lebih jauh dari mayit tidak bisa menerima warisan karena terhalang oleh ahli waris
yang lebih dekat ke mayit. Sebagai contoh kakek terhalang mendapat warisan jika
bersama dengan ayah, cucu laki-laki terhalang jika bersama dengan anak laki-laki, dan
seterusnya. Dengan kata lain ahli waris yang bernasab ke mayit tidak dapat menerima
warisan jika dilakukan dengan si memfasilitasi tersebut. Pada contoh di atas, seorang
cucu laki-laki itu berhubungan nasab dengan si mayit melalui hubungan anak laki-
lakinya si mayit, maka sang cucu terhalang mendapat waris karena bersamaan dengan
anak laki-laki-lakinya si mayit. Seorang kakek terkait nasab dengan si melalui bapaknya
si mayit yang juga merupakan si si kakek. Maka ia terhalang mendapat warisan ketika
bersama bapaknya si mayit yang merupakan perantara antara si dengan mayit. 3. Bila
ada sisi lain dari kekerabatan dan tingkat tinggi dari ashabah namun berbeda dengan
kekerabatannya dengan si mayit, maka ahli waris yang lebih kuat kekerabatannya
dengan si mayit lebih didahulukan dari pada ahli waris yang lebih lemah kekerabatannya
dengan si mayit. Sebagai contoh, saudara laki-laki sekandung lebih kuat
kekerabatannya dengan si mayit lebih dari saudara laki-laki sebapak. Karenanya
saudara sekandung lebih didahulukan dari pada saudara laki-laki sebapak. Demikian
pula paman sekandung lebih didahulukan dari pada paman sebapak, dan seterusnya. 4.
Ketika ada yang menyetujui para ahli waris dalam sisi kekerabatan, derajat, dan
kekuatan maka semuanya berhak untuk mendapatkan harta warisan. Harta waris yang
ada dibagi sama rata di antara mereka. Seperti ahli waris yang terdiri dari tiga orang
anak laki-laki, atau terdiri dari empat orang laki-laki sekandung, dan seterusnya.
Ashabah bil Ghair Ashabah bil ghair adalah setiap ahli waris perempuan yang memiliki
bagian pasti harus berbarengan dengan saudara laki-laki maka ahli waris perempuan ini
menjadi ahli waris ashabah karena memiliki saudara laki-laki tersebut. Dalam hal ini
anak perempuan menjadi ashabah saat bersamaan dengan anak laki-laki, cucu
perempuan menjadi ashabah saat bersamaan dengan cucu laki-laki, saudara
perempuan sekandung menjadi ashabah saat bersamaan dengan saudara laki-laki laki-
laki, dan perempuan perempuan menjadi ashabah bila besutama dengan sauadara laki-
laki sebapak. Dengan demikian maka dapat disimpulkan ada 4 (empat) ahli waris yang
masuk dalam kategori ashabah bil ghair di mana keempatnya adalah ahli waris
perempuan yang terdiri dari anak perempuan, cucu perempuan dari anak perempuan,
laki-laki perempuan, dan perempuan perempuan -masing bersamaan dengan orang
yang mengashabahkan (mu'ashshib) -nya. Dapat dibicarakan oleh para ahli waris ini
adalah orang-orang betina yang mendapatkan bagian pasti 1/2 dan 2/3 bila diambil
dengan mu'ashshib-nya. Hanya dalam hal ini untuk pengecualiaan bagi waladul umm.
Terkait saudara perempuan seibu bila dilakukan dengan saudara laki-laki seibu maka
saudara laki-laki seibu tidak bisa menjadikan saudara perempuan seibu sebagai
ashabah. Karena saudara laki-laki seibu juga termasuk ashabah bin nafsi maka ia tidak
bisa mengashabahkan saudara perempuan seibu. Mesti dimengerti pula dalam ilmu
faraidl saudara laki-laki seibu dan saudara perempuan seibu derajatnya adalah sama.
Bila disetujui, tidak boleh ada ketentuan laki-laki yang mendapat bagian perempuan.
Karenanya, dalam ilmu faraidl kedua ahli waris ini sering disebut dalam satu istilah
waladul umm (keturunan ibu) tanpa membedakan jenis kelamin. Tentang ashabah bil
ghair ini Imam Muhammad bin Ali Ar-Rahabi menulis: ‫ يعصبانهن في‬... ‫واألبن واألخ مع اإلناث‬
‫ الميراث‬Berarti: Anak laki-laki dan laki-laki laki-laki bersama-sama perempuan Merujuk
mengashabahkan mereka dalam warisan (Muhammad bin Ali Ar- Rahabi , Matnur
Rahabiyyah dalam ar-Rabahiyyatud Dîniyyah , Semarang, Toha Putra, tanpa tahun,
halaman 38) Penjelasan dari para ulama faraidl di atas didasarkan pada firman Allah
dalam surat An-Nisa ayat 11: ‫َّللاُ فِي أ َ ْو ََل ِد ُك ْم لِلذهك َِر مِ ثْ ُل َحظِ ِّ ْاأل ُ ْنثَيَي ِْن‬
‫ُوصي ُك ُم ه‬
ِ ‫ ي‬Artinya: "Allah
berwajah kepada kalian di dalam anak-anak kalian bagi anak laki-laki dua bagian anak
perempuan." Juga firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 176: ‫سا ًء‬ َ ِ‫َوإِ ْن كَانُوا إِ ْخ َوة ً ِر َج ًاَل َون‬
‫ فَلِلذهك َِر مِ ثْ ُل َحظِ ِّ ْاأل ُ ْنثَيَي ِْن‬Artinya: "Jika para saudara terdiri dari laki-laki dan perempuan
maka bagi saudara laki-laki dua bagian saudara perempuan." Para ulama menyamakan
cucu perempuan dari anak laki-laki dengan anak perempuan, sedangkan saudara laki-
laki dan perempuan termasuk di dalamnya adalah saudara sekandung dan saudara
sebapak. Ashabah ma'al Ghair Ashabah ma'al ghair adalah bagian ashabahnya
saudara perempuan sekandung dan saudara perempuan sebapak bila dipertemukan
dengan anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki. Untuk contoh
sebagai berikut: Contoh 1 Bila seorang meninggal dunia dengan ahli terdiri dari seorang
anak perempuan dan seorang saudara perempuan sekandung atau sebapak, maka
pembagian harta warisnya adalah: Sebuah. Anak perempuan mendapatkan bagian 1/2
karena ia keluar, tidak lebih dari satu orang dan tidak ada mu'ashshib-nya. b. Saudara
perempuan sekandung atau sebapak menjadi ashabah, mendapat harta setelah diambil
lebih dulu oleh anak perempuan. Jika saudara laki-laki perempuan ini lebih suka dari
satu maka harta yang ada dibagi rata untuk semua saudara perempuan yang ada.
Contoh 2 Bila seorang meninggal dunia dengan ahli 2 orang cucu perempuan dan 3
orang saudara perempuan sekandung atau sebapak, maka pembagian harta warisnya
adalah: Sebuah. 2 orang cucu perempuan mendapat bagian 2/3 lebih dari satu orang
dan tidak mu'ashshib -nya. b. 3 orang saudara perempuan sekandung atau sebapak
menjadi ashabah, mendapat harta setelah diambil lebih dulu oleh cucu perempuan di
atas. Sisa harta tersebut kemudian dibagi rata untuk 3 orang saudara perempuan yang
ada. Demikian Musthafa Al-Khin menjelaskan. Tentang ashabah ma'al ghair ini Imam
Muhammad bin Ali menyatakan: ‫ فهن معهن معصبات‬... ‫ واألخوات إن تكن بنات‬Berarti: Saudara-
saudara perempuan bila ada anak-anak perempuan Mereka bersama anak-anak
perempuan menjadi ashabah Wallâhu a'lam . (Yazid Muttaqin)

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/87179/mengenal-bagian-ashabah-dalam-
warisan-definisi-dan-macamnya
Konten adalah milik dan hak cipta www.islam.nu.or.id

Anda mungkin juga menyukai