Anda di halaman 1dari 7

Tugas terstruktur Dosen pengampu

Fiqih Mawaris Dwi Arini Zubaidah, M.H

DZAWIL AL-ARHAM

Disusun oleh :

M. Nadhif Ardiaputra : 210102030229


M.Ilham Nadhir : 210102030046
Khusnul Khotimah : 210102030096

LOKAL A
JURUSAN HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN
2023
PENDAHULUAN
Latar belakang
Syari’at Islam telah meletakkan aturan kewarisan dan hukum mengenai harta benda
dengan sebaik-baik dan seadil-adilnya. Agama Islam menetapkan hak milik seseorang atas
harta, baik laki-laki atau perempuan melalui jalan syara’. Seperti perpindahan hak milik laki-
laki dan perempuan di waktu masih hidup ataupun perpindahan harta kepada para ahli
warisnya setelah ia meninggal dunia.
Al-Qur’an menjelaskan dan merinci secara detail hukum-hukum yang berkaitan
dengan hak kewarisan tanpa mengabaikan hak seorang pun. Bagian yang harus diterima
semuanya dijelaskan sesuai kedudukan nasab terhadap pewaris, apakah dia sebagai anak,
ayah, istri, suami, kakek, ibu, paman, cucu, atau bahkan hanya sebatas saudara seayah atau
seibu.
Namun seiring berkembangnya zaman, masalah kewarisan dikembangkan secara
kompleks oleh para fuqoha. Dalam kewarisan tersebut mereka mengelompokkan pihak-pihak
dalam hal warisan sebaagai berikut: Ahli waris yang mendapatkan bagian sisa (Ashabah),
Dzawil Arham, Hijab wal Mahjub dan sebagainya.
PEMBAHASAN
Dzawi Al-Arham
Secara etimologi, dzawi al-arham terdiri dari dua kata, yaitu dzowi dan arham. Kata
dzawi al-arham terdiri dari dua kata yang berupa mudhaf dan mudhaf ilaih yang bermakna
'pemilik (ashbah). Sedangkan al-arham mempunyai makna tepat terbentuknya janin dalam
perut ibu. Kemudian dua kata tersebut digunakan menujukkan makna kerabat. Secara
terminologi ilmu faraidh, dzawi al-arham ialah setiap orang yang mempunyai hubungan
pertalian (darah) keturunan dengan pewaris dan cara pewarisanya tidak mendapatkan baglan
pasti dan bagian sisa- (to'shib) Dengan kata lain, dzowi al-arham adalah ahli waris yang
mempunyai hubungan pertalian keturunan, namun tidak termasuk shohib al-fardh dan juga
tidak termasuk ashobuh
Para ulama berbeda pendapat terkait apakah dzawi al-arham berhak mendapatkan
harta warisan dari pewaris atau tidak. Imam Syafi'i, Imam Malik dan Golongan Zhahiriyyah
berpendapat bahwa dzawi af-arham tidak berhak atas harta warisan pewaris. Apabila harta
warisan yang telah diberikan kepada shohib al-fordh masih ada sisa dan tidak memiliki
ashobah, atau pewaris tidak memiliki ahli waris sama sekali, maka harta yang ditinggalkan
oleh pewaris tersebut diserahkan ke bait al-mal, Sedangkan menurut pendapat Imam Abu
Hanifah dan Imam Ahmad, dzawi al-arham berhak mendapatkan seluruh harta atau sisa harta
warisan pewaris dengan ketentuan tidak ada ahli waris dari kelompok shohib Al fardh dan
Ashobah.
Berbeda dengan pendapat Imam Syafi'i sebelumnya, Golongan Ulama Muta'akhir al-
Syafi'iyah, seperti Zaid bin Tsabit, Sa'id bin al-Musayyab dan Sa'id bin Jubair, al-Auza'i, Abu
Tsaur, Dawud, dan Ibnu Jarir ath-Thabari,s berpendapat bahwa dzawi al-arham berhak atas
seluruh atau sisa dari harta warisan pewaris dengan ketentuan apabila bait al-mal tidak
professional dan kredibel dalam pengelolaannya. Kebolehan drawi al- arham berhak
mendapatkan harta warisan pewaris dengan catatan harta tersebut tidak dikembalikan kepada

2
shohib al-fardh dengan cara radd atau tidak ada ahli waris yang termasuk dalam kelompok
shohib al-fardh dan ashobah sama sekali.
Ahli waris yang termasuk ke dalam dzawi al-artiam ini. dikelompokkan oleh Syarifuddin
menjadi empat kelompok, yaitu:
a. Garis ke bawah, yaitu anak dari anak perempuan, baik laki-laki maupun perempuan dan
seterusnya sampai ke bawah, anak dari cucu perempuan dan seterusnya sampai ke bawah
b. Garis ke atas, yaitu bapak dari ibu, bapak dari bapaknya ibu, ibu dari bapaknya ibu, dan
seterusnya sampai ke atas yang dihubungkan kepada pewaris melalui jalur perempuan
c. Garis ke samping pertama, yaitu anak perempuan dari saudara sekandung, senyah dan
saudara seibu; anak laki-laki dan anak perempuan dari saudara perempuan sekandung, seayah
dan seibu, anak laki-laki atau perempuan dari saudara seibu; dan beserta keturunannya
sampai garis ke bawah.
d. Garis ke samping kedua, yaitu saudara perempuan dari ayah kandung atau seayah beserta
anak-anaknya; anak-anak perempuan dari paman sekandung atau seayah beserta anak-
anaknya; saudara seibu dari ayah, baik laki-laki maupun perempuan beserta anak-anaknya,
saudara ibu laki-laki maupun perempuan, baik yang sekandung seayah atau seibu beserta
anak-anaknya.
Adapun cara mewaris dzawi al-arham ialah, mereka menerima harta warisan terdapat
tiga macam, salah satunya adalah menempatkan dzawi al-arham pada tempatnya ahli waris
yang menghubungkan keturunan kepada pewaris atau dengan kata lain menggantikan
kedudukan ahli waris yang menghubungkan pertalian nasab kepada pewaris. Dzawi al-arham
dapat menerima harta warisan dengan syarat pewaris tidak meninggalkan shohib al-fard
selain suami dan istri, serta pewaris tidak meninggalkan ashabah. 1
Menurut penelitian Ibn Rusyd, ahli waris yang termasuk dalam dzawil arham adalah
a. Cucu (laki-laki atau perempuan) garis perempuan.
b. Anak perempuan dan cucu perempuan saudara laki-laki (bint al-akh).
c. Anak perempuan dan cucu perempuan saudara-saudara perempuan (bint al-ukh).
d. Anak perempuan dan cucu perempuan paman (bint al-‘amm).
e. Paman seibu (al-‘amm li al-umm).
f. Anak dan cucu saudara-saudara laki-laki seibu (aulad al-akh li al-umm).
g. Saudara perempuan bapak (al-‘ammah).
h. Saudara-saudara ibu (al-khal atau al-khalah).
i. Kakek dari garis ibu (al-jadd min jihat al-umm).
j. Nenek dari pihak kakek (al-jaddah min jihat al-jadd).2

1
Muhammad Lutfi Hakim, Fikih Mawaris I, Pontianak, 2020, Halaman 77-79
2
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada), hlm. 79.

3
Berikut syarat-syarat yang harus dipenuhi agar Dzawil Arham dapat menerima bagian
warisan:
1. Tidak ada Ashabul Furud.
2. Tidak ada Asabah.
3. Jika yang menjadi Ashabul Furud hanyalah suami atau istri, maka mereka akan menerima
warisannya, dan sisanya akan diberikan kepada Dzawil Arham. 3
PRINSIP PEMBAGIA WARISAN KEPADA DZAWIL ARHAM
Adapun mengenai cara pembagian warisan kepada dzawil arham ada tiga prinsip, yang
kemudian lebih dikenal dengan nama golongan yaitu:

1. Prinsip Ahlur-Rahmi, yaitu cara pembagian hak waris para kerabat, ahlur-rahmi
menyatakan bahwa semua kerabat berhak mendapat waris secara rata, tanpa
membedakan jauh-dekatnya kekerabatan, dan tanpa membeda-bedakan antara laki-
laki dengan perempuan. Mazhab ini dikenal dengan sebutan ahlur-rahmi disebabkan
orang-orang yang menganut pendapat ini tidak mau membedakan antara satu ahli
waris dengan ahli waris yang lain dalam hal pembagian, mereka juga tidak
menganggap kuat serta lemahnya kekerabatan seseorang. Yang menjadi landasan
mereka ialah bahwa seluruh ahli waris menyatu haknya karena adanya ikatan
kekerabatan. Mazhab ini tidak masyhur, bahkan dhaif dan tertolak. Karenanya tidak
ada satu pun dari ulama atau para imam mujtahid vang mengakuinya apalagi
mengikuti pendapat ini dengan alasan telah sangat nyata bertentangan dengan kaidah
syar'iyah yang masyhur dalam disiplin ilmu mawaris.
2. Prinsip Ahlul At-Tanzil karena mereka mendudukkan keturunan ahli waris pada
kedudukan pokok atau induk ahli waris asalnya. Mereka tidak memperhitungkan ahli
waris yang ada atau masih hidup, tetapi melihat pada yang lebih dekat dari Ashabul
furudh dan para ashabah nya. Dengan demikian, mereka membagikan hak ahli waris
yang ada sesuai dengan bagian ahli waris yang lebih dekat, yakni pokoknya. Inilah
pendapat madzhab Imam Ahmad bin hambal juga merupakan pendapat para ulama
mutakhir dari kalangan Maliki dan Syafi’i. Adapun yang dijadikan dalil oleh mazhab
ini adalah riwayat yang marfu atau Sampai sananya kepada Rasulullah SAW, ketika
beliau memberi hak waris kepada seorang Bibi atau saudara perempuan ayah dan Bibi
atau saudara perempuan Ibu kebetulan saat itu tidak ada ahli waris lainnya beliau

3
Pembagian Waris Menurut Islam (isnet.org), di akses pada tanggal 14 November 2023, pukul 09.52

4
memberi Bibi atau dari pihak Ayah dengan 2/3 bagian, dan sepertiga lagi diberikan
kepada Bibi atau dari pihak ibu.
3. Prinsip Al-Qarabah, yaitu dalam pemberian bagian warisan kepada ahli waris dzawil
arham, menggunakan prinsip jauh dekatnya hubungan kekerabatan. Mazhab yang
menganut prinsip ini disebut dengan mazhab ahl-al-qarabah. Untuk menentukan
dekat atau jauhnya kekerabatan, dilakukan pengelompokkan sebagaimana dalam
pembagian ‘ashabah. Pengelompokkan kekerabatan, dilakukan pengelompokkan
sebagaimana dalam pembagian ‘ashabah. Pengelompokkan dzawil arham menurut
prinsip al-qarabah adalah sebagi berikut:
a) Al-Bunuwwah yaitu anak turun al-muwarrits yang tidak termasuk ashab al-
furudl dan ashab al-‘ashabah, seperti cucu perempuan garis perempuan.
b) Al-Ubuwwah yaitu kelompok leluhur yang tidak termasuk ashab al-furdl dan
ashab al’ashabah, seperti kakek ghairu shahih dan nenek ghairu shahihah
(ayahnya ibu).
c) Al-Ukhuwwah yaitu kelompok anak turunnya saudara-saudara yang tidak
termasuk ashab al-furudl dan ashab al-‘ashabah, seperti anak laki-laki saudara
perempuan.
d) Al-‘Umumah yaitu kelompok anak turunannya kakek atau nenek yang tidak
termasuk ashab al-furudl dan ashab al’ashabah, seperti saudara ibu baik laki-
laki maupun perempuan. 4

4
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, hlm. 83.

5
KESIMPULAN

Istilah “Dzawil Arham” mengacu pada suatu konsep dalam hukum waris Islam.
Yang dimaksud dengan sanak saudara seorang ahli waris yang tidak mempunyai
bagian atau hak waris tertentu, baik menurut Al-Qur’an maupun Sunnah, serta tidak
termasuk dalam ‘ashabah. Berikut beberapa poin penting tentang Dzawil Arham:
1. Dzawil Arham merupakan kelompok ahli waris yang terpinggirkan, dan
kedudukan hak waris menjadi bahan perebutan berbagai sudut pandang.
2. Dalam pewarisan Islam, Dzawil Arham adalah kerabat ahli waris yang tidak
mempunyai bagian atau hak waris tertentu.
3. Konsep Dzawil Arham dirinci dalam Al-Qur'an dan merupakan bagian dari hukum
waris dalam Islam.

6
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Lutfi Hakim, Fikih Mawaris I, Pontianak, 2020


Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada)
Pembagian Waris Menurut Islam (isnet.org

Anda mungkin juga menyukai