Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KAPITA SELEKTA FIKIH

:TENTANG

BAGIAN-BAGIAN AHLI WARIS DAN CARA PERHITUNGAN"


"HARTA WARISAN

OLEH KELOMPOK 13

LIVIA SITI RHOSYADA : 2130104036

PUJA ANDINA PUTRI : 2130104049

: DOSEN PENGAMPU

DRS. H. YASRIZAL, MA

JURUSAN TADRIS BAHASA INGGRIS


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAHMUD YUNUS BATUSANGKAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Allah SWT, yang telah memberikan limpahan rahmat
dan karunia-NYA, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini,
sholawat beserta salam kita kirimkan kepada junjungan kita nabi Muhammad Alaihi
Shalatu Wasalam serta para sahabatnya.
Dalam kesempatan ini, penulisan mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs.
H. Yasrizal, MA, selaku dosen pembimbing mata kuliah Kapita Selekta Fikih dalam
pembuatan makalah ini, serta kepada teman-teman, sehingga kita dapat memperbaiki
bentuk, maupun isi makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu
menambah pengetahuan dan pengalaman teman-teman.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan, oleh karena itu, kami harapkan
kepada teman-teman untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Batusangkar, 20 September 2022

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata secara keseluruhan dan
merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris sangat erat
kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia, bahwa setiap manusia akan
mengalami peristiwa yang merupakan hukum yang lazimnya disebut dengan meninggal
dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang sekaligus
menimbulkan akibat hukum, yaitu bagaimana tentang pengurusan dan kelanjutan hak-
hak dan kewajiban seseorang yang meninggal dunia.

Menurut pakar hukum Indonesia, Wirjono Prodjodikoro, hukum waris diartikan


sebagai hukum yang mengatur tentang kedudukan harta kekayaan seseorang setelah ia
meninggal dunia (Pewaris), dan cara-cara berpindahnya harta kekayaan itu kepada
orang lain (Ahli Waris). Meskipun pengertian hukum waris tidak tercantum dalam KUH
Perdata, namun tata cara pengaturan hukum waris tersebut diatur oleh KUH Perdata.
Sedangkan berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 mengenai
Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam Indonesia, pengertian hukum waris adalah
hukum yang mengatur pemindahan hak pemilikan atas harta peninggalan Pewaris, lalu
menentukan siapa saja yang berhak menjadi Ahli Waris dan berapa besar bagian
masing-masing. Dari pengertian ini dapatlah diketahui bahwa subtansi dari hukum
kewarisan termasuk kewarisan islam ialah pengaturan tentang peralihan hak milik dari
simayit (Pewaris) kepada ahli warisnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Saja Macam-Macam Ahli Waris?

2. Bagaimana Cara Pembagian Harta Warisan?

3. Menjelaskan 'aul dan rad?

C. Tujuan Penulis

1. Untuk mengetahui apa saja macam-macam ahli waris


2. Untuk mengetahui bagaimana cara pembagian harta warisan

3. Untuk mengetahui penjelasan 'aul dan rad


BAB II

PEMBAHASAN
A. Macam-Macam Ahli Waris

Ahli waris atau disebut juga dengan warist dalam istilah Fiqih ialah orang yang
berhak atas harta warisan yang ditinggalkan oleh pewaris. Ahli waris dapat
dikelompokkan kepada tiga kelompok:
1. Ahli Waris Ashab Al-Furud
Ahli waris ashab al-furudh adalah ahli waris yang bagiannya telah
ditetapkan secara pasti di dalam al-Qur’an dan Hadist Nabi. Mereka
menerima harta warisan dalam urutan yang pertama. Ahli waris yang secara
hukum syara’ berhak menerima warisan karena tidak ada yang menutupnya.
Ahli waris ashab al-furudh terdiri dari dua belas orang, yang terdiri dari
delapan orang perempuan dan empat orang dari anak laki-laki. Yang dimaksud
dengan ahli waris ashab al-furudh adalah ahli waris yang mendapat bagian-
bagian tertentu sebagaimana yang telah ditetapkan oleh syara’ baik besar
maupun kecil.
:Bagian-bagian tertentu (al-furudh muqaddharah) itu ada enam macam, yaitu

a. Seperdua (1/2)

b. Seperempat (1/4)

c. Seperdelapan (1/8)

d. Duapertiga (2/3)

e. Sepertiga (1/3)

f. Seperenam (1/6).

Adapun ahli waris tersebut adalah:

1. Anak perempuan, mendapat: ½ jika sendirian dan tidak bersama anak laki-laki,
2/3 jika dua orang atau lebih dan tidak bersama dengan anak laki-laki.
2. Cucu perempuan, mendapat: ½ jika sendirian dan tidak bersama cucu laki-laki
dan tidak terhijab, 2/3 jika dua orang atau lebih dan tidak bersama cucu laki-laki,
1/6 jika bersama seorang anak perempuan.
3. Ibu , mendapat: 1/6 jika ada anak atau cucu atau dua orang bersaudara atau lebih,
1/3 jika tidak meninggalkan anak atau cucu atau dua orang saudara atau lebih.
4. Ayah , mendapat: 1/6 jika ada anak laki-laki atau cucu laki-laki, 1/6 jika+ sisa
jika tidak ada anak laki-laki dan cucu laki-laki.
5. Suami (duda), mendapat: ½ jika tidak meninggalkan anak atau cucu, ¼ jika ada
anak atau cucu.
6. Istri (janda), mendapat: ¼ jika tidak ada anak atau cucu, 1/8 jika ada anak atau
cucu.
7. Saudara perempuan se-ayah, mendapat: ½ jika sendiri dan tidak ada saudara
laki-laki maupun saudara perempuan se-ayah, 2/3 jika lebih dari seorang dan
tidak bersama saudara laki-laki atau saudara perempuan seayah, 1/6 jika bersama
dengan saudara perempuan kandung.
8. Saudara perempuan seibu, mendapat: 1/6 jika hanya sendirian saja, 1/3 jika dari
seorang laki-laki maupun perempuan atau mereka berhimpun laki-laki dengan
perempuan.
9. Saudara perempuan kandung, mendapat: ½ jika sendirian dan tidak ada saudara
laki-laki, 2/3 jika lebih dari seorang dan tidak bersama saudara laki-laki.
10. Saudara laki-laki seibu, mendapat: 1/6 bila dia adalah seorang, 1/3 untuk dua
orang atau lebih.
11. Kakek, mendapat: 1/6 bila bersamanya ada anak atau cucu, mendapat sisa
harta bila tidak ada anak atau cucu laki-laki, 1/6 kemudian sisa harta bila
bersamanya ada anak atau cucu perempuan.
12. Nenek, mendapat: 1/6 selama tidak terhijab oleh ahli waris yang lain.

2. Ahli Waris Ashabah.


Ahli waris ashabah adalah ahli waris yang berhak namun tidak dijelaskan
bagiannya dalam al-Qur’an dan Hadist Nabi. Dia menerima hak dalam urutan
kedua. Dia mengambil seluruh harta bila tidak ada bersamanya ahli waris dzawu
al- furudh dan mengambil sisa harta setelah diberikan lebih dahulu kepada ahli
waris dzawu al- furudh yang ada bersamanya.
Didalam pembagian sisa harta warisan, ahli waris yang memiliki hubungan
kekerabatan yang terdekatlah yang lebih dahulu menerimanya. Konsekuensi cara
pembagianwarisan ini, maka ahli waris, ashabah yang di tingkat kekerabatannya
berada dibawahnya, tidak mendapatkan bagian.
Adapun macam-macam ahli waris ashabah ada tiga macam, yaitu
sebagai berikut:

a. Ashabah bi nafsih yaitu ahli waris yang karena kedudukan dirinya sendiri
berhak menerima bagian ‘ashabah. Ahli waris kelompok ini semuanya
laki-laki, kecuali mu’tiqah (orang perempuan yang memerdekakan
hamba sahaya), yaitu:
1. Anak laki-laki.

2. Cucu laki-laki dari garis laki-laki.

3. Bapak.

4. Kakek (dari garis bapak).

5. Saudara laki-laki sekandung.

6. Saudara laki-laki se-ayah.

7. Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung.

8. Anak laki-laki saudara laki-laki se-ayah.

9. Paman sekandung.

10. Paman se-ayah.

11. Anak laki-laki paman sekandung.

12. Anak laki-laki paman seayah.

13. Mu’tiq dan atau mu’tiqah (orang laki-laki atau perempuan yang
memerdekakan hamba sahaya).
b. Ashabah bi al-ghair, yaitu ahli waris yang menerima bagian sisa karena
bersama-sama dengan ahli waris lain yang telah menerima bahagian sisa.
Apabila ahli waris penerima sisa tidak ada, maka ia tetap menerima
bagian tertentu.
: Ahli waris penerima ‘ashabah bi al-ghair tersebut adalah

1. Anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki.

2. Cucu perempuan dari garis laki-laki bersama dengan cucu laki-laki

garis laki-laki.
3. Saudara perempuan sekandung bersama saudara laki-laki sekandung.

4. Saudara perempua seayah bersama dengan saudara laki-laki seayah.

Ketentuan yang berlaku, apabila mereka bergabung menerima bagian


ashabah. Maka bagian ahli waris laki-laki adalah dua kali bagian
perempuan.
c. ‘Ashabah ma’a al-ghair yaitu ahli waris yang menerima bagian sisa
karena bersama-sama dengan ahli waris yang lain yang tidak menerima
bagian sisa. Apabila ahli waris lain tidak ada, maka ia menerima bagian
tertentu (al-furudl al-muqaddarah). Yang menerima ashabah ma’a al-
ghair adalah:
1. Saudara perempuan sekandung (seorang atau lebih) bersama dengan
anak perempuan atau cucu perempuan garis laki-laki (seorang atau
lebih). Misalnya, seorang meninggalkan ahli warisnya terdiri dari
seorang anakperempuan, saudara perempuan sekandung dan ibu.
Maka bagian masing-masing adalah:
a) Anak perempuan :½

b) Saudara perempuan sekandung : ‘ashabah

c) Ibu : 1/6

2. Saudara perempuan seayah (seorang atau lebih) bersama dengan anak


atau cucu perempuan (seorang atau lebih). Misalnya, seorang
meninggal ahli warisnya terdiri dari: seorang anak perempuan,
seorang cucu perempuan garis laki-laki, dan dua orang saudara
perempuan seayah. Maka bagian masing-masing adalah:
a) Anak perempuan :½

b) Cucu pr dari garis laki-laki : 1/6

c) 2 saudara Pr seayah : ashabah

3. Ahli waris dzawu al-arham

Ahli waris dzawu al-arham adalah orang-orang yang mempunyai


hubungan kerabat dengan pewaris, namun tidak dijelaskan bagiannya dalam al-
Qur’an dan atau Hadis Nabi sebagai dzawu al-furudh dan tidak pula dalam
kelompok ashabah. Bila kerabat yang menjadi ashabah adalah laki-laki, maka
dzawu al-arham itu adalah perempuan atau laki-laki melalui garis keturunan
perempuan.
Menurut penelitian Ibnu Rusy, ahli waris yang termasuk dalam

:dzawilal-arham adalah

a. Cucu (laki-laki atau perempuan) garis perempuan.

b. Anak perempuan dan cucu perempuan saudara laki-laki (bint al-


akh).

c. Anak perempuan dan cucu perempuan saudara-saudara perempuan


(bint al-ukht).
d. Anak perempuan dan cucu perempuan paman (bint al-‘amm).

e. Paman seibu (al-‘amm li al-umm).

f. Anak dan cucu saudara-saudara laki-laki seibu (aulad al-akh li al-


umm).
g. Saudara perempuan bapak (al-‘ammah).

h. Saudara-saudara ibu (al-khal atau al-khalah).

i. Kakek dari garis ibu (al-jadd min jihad al-umm).

j. Nenek dari pihak kakek (al-jaddah min jihat al-jadd).

Para ulama berbeda pendapat dalam menetapkan apakah dzawil


arham ini mendapat warisan atau tidak. Dalam hal ini zaid Ibnu Tsabit dan
sahabat-sahabat yang mengikutinya tidak memberikan harta warisan kepada dzawil
arham. Dengan pengertian, apabila orang yang meninggal tidak ada meninggalkan
ahli waris dari ashbash al- furudh atau ashabah, maka harta warisan yang
ditinggalkannya diserahkan kepada baitul mal. Pendapat ini dipegang pula oleh
golongan tabi’in, kebanyakan fuqaha, diantaranya, Malik, Syafi’i, Auza’iy, Mahkul,
para ulama madinah dan ulama Dzahiriyah di antaranya Ibnu Hazm. Mereka ini
mengemukakan alasan bahwa dalam ayat-ayat Mawaris, tuhan hanya menjelaskan
ketentuan besar kecilnya penerimaan para ahli waris bagi golongan ‘ashabah al-
furudhdan ketentuan tentang ashabah saja. Sedangkan ketentuan ahli waris dzawil
arham tidak dijelaskan sama sekali. Dengan demikian menetapkan adanya hak dan
ketentuan besar kecilnya penerimaan pusaka dzawil arham berarti menambah
ketentuan hukum baru yang tidak tercantum dalam nash yang sharih.

B. Cara Pembagian Harta Warisan

Pembagian ahli waris menurut KHI dibagi berdasarkan kelompok di bawah ini:

1. Pembagian harta warisan menurut hubungan darah

Golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek.

Golongan perempuan terdiri dari: ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek.

2. Pembagian harta warisan menurut hubungan perkawinan

Istri/Janda: mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila
pewaris meninggalkan anak maka janda mendapat seperdelapan bagian.

Suami/Duda : mendapat separuh bagian, bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila
pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagian.

Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya anak,
ayah, ibu, janda atau duda.

Selain itu, seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim
yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:

1. dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau


menganiaya berat para pewaris;

2. dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa


pewaris melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun
penjara atau hukuman yang lebih berat.

Besaran Bagian Ahli Waris

1. Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separuh bagian, bila dua orang
atau lebih mereka bersama sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak
perempuan bersama sama dengan anak laki laki, maka bagian anak laki laki dua
berbanding satu dengan anak perempuan.

2. Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila ada
anak ayah mendapat seperenam bagian.

3. Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih. Bila
tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih maka ia mendapat sepertiga
bagian.

4. Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda
bila bersama sama dengan ayah.

5. Duda mendapat separuh bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila
pewaris meninggalkan anak maka duda mendapat seperempat bagian.

6. Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan
bila pewaris meninggalkan anak, maka janda mendapat seperdelapan bagian.

7. Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara laki-
laki atau saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagian.
Bila mereka itu dua orang atau lebih maka mereka mendapat sepertiga bagian.

8. Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedang ia


mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah maka ia mendapat
separuh bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama sama dengan saudara
perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka sama sama
mendapat dua pertiga bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama sama
dengan sudara laki laki kandung atau seayah, maka bagian saudara laki laki
adalah dua berbanding satu dengan saudara perempuan.

C. 'Aul Dan Rad

1. Definisi 'Aul

Menurut istilah ahli fiqh ‘aul adalah meningkatkan angka asal masalah
yang diperoleh dari jumlah total perolehan (saham) masing-masing ahli waris.
Peningkatan angka asal masalah tersebut dalam rangka menghindari kekurangan
harta, karena jika angka asal masalah tidak ditingkatkan, maka akan terjadi
kekurangan harta. Permasalahan aul ini tenyata berdampak pada berkurangnya
kadar penerimaan warisan karena saham dzawil furudh bertambah.

Ibn Hazm mendefinisikan aul dengan “berkumpulnya beberapa ahli waris


yang mempunyai bagian pasti sedangkan harta waris tidak mencukupi untuk
dibagikan (sesuai dengan bagian pasti tersebut)”. Aul pertama kali terjadi pada masa
khalifah Umar Bin Khattab. Pada masa tersebut ilmu faraidh sedang berkembang
pesatnya, hingga setiap orang mempertahankan pendapatnya masing-masing. Pada
masa kekhalifahan Umar, kasus aul pertama yang muncul ialah ketika sahabat
mendatangi Umar dan bertanya mengenai seorang wanita meninggal dunia dan
meninggalkan seorang suami dan dua orang saudara perempuan kandung. Ketika
itulah Umar dan sahabat lainnya melakukan ijtihad dan menyelesaikan perkara itu
dengan cara aul.
2. Definisi Rad

Definisi selanjutnya ialah perihal radd. Radd secara bahasa mengandung


beberapa arti yaitu:
a. I’addah yang berarti mengembalikan seperti sebuah kalimat radda

.alayh haqqah yang artinya dia mengembalikan hak kepadanya‘

b. Al-Awd,Ar-Ruj’u yang berarti kembali.

Ash-sharf yang berarti memulangkan kembali.

Menurut Wahbah al-Zuhayli, radd adalah adanya seluruh harta yang tersisa
setelah warisan dihitung, kemudian dikembalikan kepada dzhawil furud nasab
(selain suami/isteri) sesuai dengan kadar bagian masing- masingnya. Wahbah Az-
Zuhaily berpendapat bahwa yang mendapatkan harta radd, sebatas ahli waris nasab,
dan ahli waris karena sebab tidak mendapatkan bagiannya seperti suami dan istri.
Menurut Sayyid Sabiq, radd ialah pengembalian harta sisa warisan dari
bagian dzawil furud nasabiyah kepada mereka kembali sesuai dengan kadar bagian.
Menurut Fathurrahman, radd adalah pengembalian atau penambahan harta
kepada masing-masing ahli waris dan pengurangan terhadap saham- sahamnya.
Menurut Hasan Ahmad Khotib, radd adalah adanya kekurangan saham dari asal
masalah, dan terdapat kelebihan harta sehingga bagian tiap ahli waris bertambah.

Dengan demikian secara istilah radd dapat disimpulkan mengembalikan


kelebihan harta kepada ahli waris tertentu secara proporsional dan berimbang
terhadap bagian yang diterimanya. Dalam arti lain radd juga dapat diarahkan
sebagai masalah yang terjadi ketika jumlah saham lebih kecil dari pada asal
masalahnya. Problema tentang radd ini bisa terjadi karena tidak ada ahli waris dari
rumpun ‘asabah, yang menyebabkan terjadinya kelebihan dari harta warisan.
Hazairin menamakannya dengan Dzul Qarabat.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Ahli waris atau disebut juga dengan warist dalam istilah Fiqih ialah orang yang
berhak atas harta warisan yang ditinggalkan oleh pewaris. Ahli waris dapat
dikelompokkan kepada tiga kelompok yaitu Ahli Waris Ashab Al-Furud, Ahli Waris
Ashabah, Ahli waris dzawu al-arham. Pembagian ahli waris menurut KHI dibagi
berdasarkan Pembagian harta warisan menurut hubungan darah, Pembagian harta
warisan menurut hubungan perkawinan. Menurut istilah ahli fiqh ‘aul adalah
meningkatkan angka asal masalah yang diperoleh dari jumlah total perolehan (saham)
masing-masing ahli waris. Menurut Wahbah al-Zuhayli, radd adalah adanya seluruh
harta yang tersisa setelah warisan dihitung, kemudian dikembalikan kepada dzhawil
furud nasab (selain suami/isteri) sesuai dengan kadar bagian masing- masingnya.

B. Saran

Akhir kalimat dari makalah ini, penulis mengharapkan adanya manfaat bagi kita
semua. Sebagai penutup, penulis ingin memberikan saran-saran yang bersifat
membangun dan dapat diterima. Konsep aul dan radd yang terdapat dalam KHI ada
baiknya pemerintah memberikan penjelasan kepada masyarakat agar tidak terjadi
kesalahpahaman, baik melalui workshop, seminar, maupun sosialisasi. Harapan dari
penulis juga kepada pemerintah didalam KHI pasal mengenai radd dipertegas
pembagian terhadap suami dan istri. Karena sering kali terjadi simpang siur dalam
penanganan pembagian harta pengembalian ini.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai