FIQIH MAWARIS II
Di Susun
Oleh:
MUNAWAR
Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas taufik dan
keluarga, sahabat, serta semua umatnya hingga kini. Dan Semoga kita termasuk
semua pihak yang telah berkenan membantu pada tahap penyusunan hingga
selesainya makalah ini. Harapan penulis semoga makalah yang telah tersusun ini
dapat bermanfaat sebagai salah satu rujukan maupun pedoman bagi para pembaca,
memperbaiki bentuk ataupun isi makalah ini menjadi lebih baik lagi.
Penulis sadar bahwa penulis ini tentunya tidak lepas dari banyaknya
kekurangan, baik dari aspek kualitas maupun kuantitas dari bahan penelitian yang
dipaparkan. Semua ini murni didasari oleh keterbatasan yang dimiliki penulis.
Oleh sebab itu, penulis membutuhkan kritik dan saran kepada segenap pembaca
Penulis
( ……………………..)
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Syari’at Islam telah meletakkan aturan kewarisan dan hukum mengenai harta
benda dengan sebaik-baik dan seadil-adilnya. Agama Islam menetapkan hak milik
seseorang atas harta, baik laki-laki atau perempuan melalui jalan syara’. seperti
perpindahan hak milik laki-laki dan perempuan di waktu masih hidup ataupun
dengan hak kewarisan tanpa mengabaikan hak seorang pun. Bagian yang harus
dia sebagai anak, ayah, istri, suami, kakek, ibu, paman, cucu, atau bahkan hanya
pihak-pihak dalam hal warisan sebaagai berikut: Ahli waris yang mendapatkan
bagian sisa (Ashabah), Dzawil Arham, Ahli Waris yang Terhijab dsb.
B. Rumusan Masalah
1. Perbedaan Antara Dzawil Furudh dan Dzawil Arham
2. Hubungan Pertalian Dzawil Furudh Dengan Mawaris
3. Hubungan Pertailan Dzawil Arham Dengan Mawaris
BAB II
PEMBAHASAN
3
A. Pengertian Dzawil furud
1. Pengertian Dzawil furud
Furudlu menurut istilah fiqih mawarits, ialah saham yang sudah ditentukan
jumlahnya untuk warits pada harta peninggalan, baik dengan nash maupun
dengan ijma’.
Secara bebas, arti lugowi zawi al-furud adalah orang-orang yang
mempunyai saham (bagian) pasti. Secara istilahi zawi al-furud adalah ahli
2. Ahli waris
Menurut jumhur ‘ulama, ahli warits yang tergolong adalah:
a. Suami, mendapat ½ jika tidak ada anak (keturunan), dan ¼ jika ada
keturunan.
b. Istri, mendapat ¼ jika tidak ada anak (keturunan), dan 1/8 jika ada
keturunan.
c. Anak perempuan, mendapat ½ jika hanya satu orang dan mendapat
2/3 jika dua orang atau lebih, menjadi asobah sekiranya ada anak
kalau ada dua orang atau lebih, 1/6 kalau ada anak kandung
atau isteri-ibu-bapak.
f. Ayah, 1/6 jika bersama anak laki-laki, 1/6 sisa jika bersama anak
4
g. Saudara perempuan kandung, ½ kalau ia seorang saja, 2/3 jika dua
perempuan.
h. Saudara perempuan seayah, ½ jika seorang saja, 2/3 jika dua orang
menjadi ‘ashabah.
i. Saudara perempuan atau laki-laki seibu, 1/6 kalu seorang (laki-
banyak dari 1/3. kalau kurang dari 1/3 maka bagian kakek 1/3
(kalau tidak ada waris lain dzawil furudh), terhalang jika ada ayah.
k. Nenek, 1/6 untuk seorang atau lebih jika sederajat, terhalang jika
ada ibu.
3. Furudh Muqoddaroh
5
b. Cucu perempuan dari anak laki-laki
a. Dua orang anak perempuan atau lebih jika tidak ada anak
laki-laki
6
5. Ahli waris yang mendapat bagian sepertiga
B. Dzawil Arham
Dzawil Arham ialah orang-orang yang secara hukum memiliki kekerabatan
tertentu yang telah ditetapkan Al-Qur’an dan Hadits (ash-habul furud), dan juga
tidak termasuk pada golongan an ashabah.
7
Beberapa pendapat ulama mengenai masalah kewarisan dzawil arham antara lain :
Allah berfirman:
Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
An-Nisa ayat 1)
Adapun lafazh dzawil arham yang dimaksud dalam istilah fuqaha adalah kerabat
pewaris yang tidak mempunyai bagian/hak waris yang tertentu, baik dalam Al-
Qur'an ataupun Sunnah, dan bukan pula termasuk dari para 'ashabah. Maksudnya,
dzawil arham adalah mereka yang bukan termasuk ashhabul furudh dan bukan
pula 'ashabah. Jadi, dzawil arham adalah ahli waris yang mempunyai tali
furudh dan tidak pula secara 'ashabah. Misalnya, bibi (saudara perempuan ayah
8
atau ibu), paman (saudara laki-laki ibu), keponakan laki-laki dari saudara
Beberapa pendapat ulama mengenai masalah kewarisan dzawil arham antara lain :
seperti ibu dari ayahnya ibu dan ibu dari ibunya ayah.
terus ke bawah.
Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu, dan semua
saudara seibu.
9
d. Golongan keempat, orang yang dinasabkan kepada kedua kakek
atau kedua nenek orang yang mati, baik dari jihat ayah atau jihat
ashabah, yaitu: Mereka yang pertama kali memperoleh bagian adalah anak
turunan (jihat bunuwah).Jika jihat ini tidak ada maka digantikan oleh orang tua si
mati terus ke atas (jihat ubuwah).Bila tidak ada maka digantikan oleh jihat
ukhuwah.Bila juga tidak ada barulah keturuna bibi dari ayah dan paman dari ibu
10
(jihat umumah dan jhat khalah).Dan bila tidak ada maka baru kemudian anak-
anak mereka dan orang-orang yang statusnya menggantikan mereka, seperti anak
1. Harus tidak ada ashabul furud. Karena jika ada ashabul furud, maka ia
jalan rad.
2. Harus tidak ada orang yang mendapatkan bagian ashabah. Tetapi, bila ahli
warisnya itu hanya salah seorang suami atau isteri, maka salah satu dari
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
11
Furudlu menurut istilah fiqih mawarits, ialah saham yang sudah ditentukan
jumlahnya untuk warits pada harta peninggalan, baik dengan nash maupun dengan
ijma’
pembagian ahli waris yang telah ditentukan jumlahnya, merujuk pada 6 jenis
pembagian, yaitu: bagian setengah, satu perempat, bagian seperlapan, bagian dua
DAFTAR PUSTAKA
12
Lubis, Suhrawardi K., Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam; lengkap dan
Muhammad Hasbi Ash Shiddiqie, Teungku, Fiqh Mawaris, cet III, (Semarang :
Rofiq, Ahmad, Fiqh Mawaris, cet IV (Jakarta : Raja Grafindo persada, 2001)
Salman, Otje, Mustafa Haffas, Hukum Waris Islam. (Bandung: Refika Aditama,
2006)
13