FARAHDINNY SISWAJANTHY, SH MH
AHLI WARIS DAN BAGIANNYA
Ahli waris adalah :
“Orang-orang yang berhak mendapatkan harta
pusaka (peninggalan = tirkah) seseorang yang
meninggal dunia”.
Adapun tertib ahli waris yaitu :
1. Suami atau isteri
2. Ayah dan/atau ibu
3. Anak (laki-laki maupun perempuan)
4. Kakek dan/atau nenek
5. Cucu dari anak laki-laki (laki-laki ataupun perempuan)
6. Saudara sekandung
7. Saudara seayah
8. Saudara seibu
9. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
10. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
11. Saudara laki-laki ayah sekandung
12 Saudara laki-laki ayah seayah
13. Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah sekandung
14. Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah seauah
15. Mu’liq, yaitu orang yang memerdekakan budak atau
hamba sahaya baik laki-laki maupun perempuan.
Dalam pembagian waris (harta pusaka), jika semua
ahli waris tsb. di atas berkumpul, tidak semuanya berhak
mendapatkan warisan, karena terdapat ahli waris yang ke
dudukannya terhijab (tertutup/tercegah) oleh ahli waris
yang lain.
Ashobah
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa ahli
waris ada yang bagiannya telah tertentu (Dzawill Furuudl)
dan ada yang akan mendapat semua harta atau semua
sisa (Dzawill Arham atau Ashobah).
Ashobah adalah ahli waris yang tidak memperoleh
bagian tertentu, tetapi (mungkin) mereka berhak
mendapatkan seluruh harta peninggalan jika tidak ada
Dzawill Furuudl, atau (mungkin) berhak mendapatkan
seluruh sisa harta peninggalan setelah dibagikan kepada
Dzawill Furuudl.
Kemungkinan lainnya dari ashobah yaitu tidak
menerima apa-apa, karena harta peninggalan sudah habis
dibagikan kepada Dzawill Furuudl.
Ahli waris ashobah ini ada 3 (tiga) macam, yaitu :
1. Ashobah Binnafsi
2. Ashobah Bilghair
3. Ashobah Ma’alghair
Penjelasan dan rinciannya sbb. :
1. Ashobah Binnafsi
Adalah ahli waris yang berhak mendapat semua
sisa harta secara langsung dengan sendirinya (bukan
bersama ahli waris yang lain atau tanpa disebabkan orang
lain), mereka berjumlah 12 orang, yaitu :
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki dari anak laki-laki (terus ke bawah asal
pertaliannya laki-laki)
c. Bapak (dalam hal ini bapak memperoleh sebagai
furuudl dan juga memperoleh ashobah
d. Kakek (dari pihak bapak dan terus ke atas)
e. Saudara laki-laki sekandung
f. Saudara laki-laki sebapak
g. Anak saudara laki-laki sebapak
h. Paman sekandung dengan bapak
i. Paman sebapak dengan bapak
j. Anak laki-laki paman sekandung dengan bapak
k. Anak laki-laki paman sebapak dengan bapak.
Catatan :
Apabila para ahli waris (ashobah) tsb. semuanya
ada, maka tidak seluruhnya mendapat bagian, tetapi
harus didahulukan yang lebih dekat pertalian
keluarganya dengan muwaris. Urutan para ashobah di
atas telah menunjukkan jauh dekatnya kekerabatan,
jadi penentuannya diatur menurut nomor urut. Jika
para ashobah itu terdiri dari anak laki-laki dan anak
perempuan mereka mengambil semua harta atau
semua sisa, sesuai dengan ketentuan umum bagian anak
laki-laki
dua kali bagian anak perempuan (QS. An-Nissa :
11).
2. Ashobah Bilghair
Adalah ahli waris yang berhak mendapatkan semua
sisa harta karena bersama (ditarik/tertarik) bersama ahli
waris yang lain. Para ashobah ini semuanya perempuan
dan ada 4 (empat) orang, yaitu :
a. Anak perempuan (menjadi ashobah karena ada
saudaranya yang laki-laki atau bersama anak laki- laki)
b. Cucu perempuan (karena bersama cucu laki-laki)
c. Saudara perempuan sekandung (menjadi ashobah
bersama/ditarik saudara laki-laki sekandung)
d. Saudara perempuan sebapak (jika bersama/ditarik
saudaranya laki-laki).
Catatan :
Jika para ahli waris ashobah ini dua orang saudara
atau lebih, maka cara pembagiannya untuk laki-
laki dua kali lipat bagian untuk perempuan (QS.
An-Nissa : 176).
3. Ashobah Ma’alghair
Adalah ahki waris yang berhak menjadi ashobah
bersama-sama ahli waris yang lain, ashobah ini ada 2
orang, yaitu :
a. Saudara perempuan sekandung (seorang atau lebih)
bersama-sama anak perempuan atau cucu perempu
an. Tentu saja mereka mendapat bagian setelah
ahli waris yang lainnya mengambil bagiannya.
b. Saudara perempuan sebapak (seorang atau lebih)
bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu
perempuan.
Catatan :
Perlu diingat bahwa saudara perempuan
sekandung atau sebapak dapat menjadi ashobah
maalghair, apabila mereka tidak mempunyai
saudara laki-laki. Apabila mereka mempunyai
saudara laki-laki, maka kedudukannya berubah
menjadi ashobah bilghair (karena ada/tertarik
saudara laki-laki).
Dzawill Arham
Setelah dari Dzawill Furuudl dan ashobah
sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, maka
dalam sistem pembagian waris Islam dikenal satu
kelompok lagi yang disebut Dzawill Arham yaitu ahli waris
yang tidak berhak mendapat bagian tertentu (furuudl) dan
juga tidak berhak mendapat bagian sisa (ashobah), hal
tersebut disebabkan pertalian keluarganya telah jauh.
Sebagaimana ulama dan sahabat Nabi Muhammad
SAW berpendapat, apabila dzawill Furuudl tidak ada,
demikian juga ashobahnya tidak ada, maka harta pusaka/
waris tersebut dapat dibagi-bagikan kepada rahim yang
dekat hubungannya dengan muwaris (hal tersebut di atas
dasarnya yaitu QS. An-Anfal : 75 ).
Cara pembagian warisan.
Sebelum diadakan pembagian warisan, terlebih
dahulu diadakan penelitian beberapa hal di bawah ini :
1. Menginventarisir (pencatatan) seluruh ahli waris yang
ada, baik laki-laki maupun perempuan, yang dekat
maupun yang jauh.
2. Meneliti lebih jauh, apakah ada diantara mereka yang
terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat hubungannya
dengan muwaris atau kemungkinan lainnya ada yang
hilang haknya (mammu) karena sesuatu sebab.
3. Menentukan siapa-siapa yang berhak mendapat bagian
ttt. (dzawill furuudl) dan berapa bagiannya.
4. Ditetapkan pula siapa-siapa diantara mereka yang
berhak menerima semua atau sisa harta (ashobah)
Sebelumnya telah diterangkan tentang bagian masing-
masing ahli waris, yaitu ada yang mendapat 1/2, ¾, 1/8,
1/3 dan 1/6 bilangan-bilangan mana, semua pecahan.
Cara pelaksanaan pembagian suatu warisan, dapat
dicontohkan sbb. :
a. Seseorang mendapat 1/3
b. Seseorang lainnya mendapat ½
Maka pertama-tama menurut Kelipatan Persekutuan
Terkecil (KPK) yang habis dibagi 3 dan 2, yaitu bilangan
6.
Di dalam istilah Imu Faraidl, KPK itu disebut atau
dinamakan asal masalah, dimana asal masalah ini
dalam faraidl ada 7, yaitu :
a. Masalah dua
b. Masalah tiga
c. Masalah empat
d. Masalah enam
e. Masalah delapan
f. Masalah dua belas
g. Masalah dua puluh empat
Beberapa masalah yang menyalahi ketentuan umum
Perlu diketahui bahwa tidak selamanya jumlah
bagian masing-masing (saham masing-masing) selalu
sama dengan asal masalahnya. Kadang-kadang asal
masalah (penyebut) lebih kecil atau lebih sedikit dari
jumlah saham yang seharusnya (pembilang).
Dalam Ilmu Faraidl disebut “AUL”, yaitu
menambah angka asal masalah (ditambah/menambah).
Sebaliknya dari keadaan di atas, kadang-kadang asal
masalahnya justru lebih besar atau banyak drpd jumlah
saham/bagian yang ada. Dalam penyelesaian pembagian
harta warisan semacam ini, asal masalahnya dikurangi
sehingga sama/sesuai dengan bagian yang ada. Dalam
Ilmu Faraidl , masalah semacam ini disebut “RAD”
Catatan :
Menurut ulama Ilmu Faraidl, khusus menyangkut
masalah “AUL” (ditambah/menambah), hanya untuk 3
masalah saja, yaitu :
a. Masalah enam (6)
b. Masalah dua belas (12)
c. Masalah dua puluh empat (24)
Ad. 1. Masalah enam hanya boleh di AUL, menjadi :
a. Tujuh
b. Delapan
c. Sembilan
d. Sepuluh
Ad. 2. Masalah dua belas hanya di AUL menjadi :
a. Tiga belas
b. Lima belas
c. Tujuh belas
Ad.3. Masalah dua puluh empat hanya boleh di AUL
menjadi dua puluh tujuh.
Masalah AUL dan RAD yang dijelaskan di atas,
termasuk masalah-masalah yang menyalahi ketentuan
umum (istimewa) dalam kewarisan Islam.
Ada masalah lain lagi yang masih termasuk dalam
istimewa karena menyalahi ketentuan umum,yang
terkenal dengan “masalah Al Gharrawan”, artinya dua
yang sangat terang karena masalah ini dua-duanya
telah diketahui dan masalah Al Musyarakah, yaitu yang
menyangkut :
a. Ahli waris hanya seorang (isteri atau suami dan 2
orang ibu dan bapak
b. Ashobah yang tidak mendapat bagian berserikat
dengan orang yang mendapat bagian.
Al-Qur’an dan Hadist tidak mengatur mengenai
AUL dan RAD. Dalam KHI, masalah AUL diatur dalam
Ps 192 :
“Apabila dalam pembagian harta warisan di
antara para ahli warisnya Dzawil Furuudl
menunjukkan bahwa angka pembilang lebih
besar dari angka penyebut, maka angka
penyebut dinaikkan sesuai dengan angka
pembilang, dan baru sesudah itu harta
warisannya dibagi secara AUL menurut angka
pembilang”.