1. Georg Jelinnek
Dalam mempelajari ilmu negara dikenal seorang sarjana bernama
Georg Jellinek. Jellinek dianggap sebagai bapak ilmu negara, karena
jellinek adalam merupakan seorang sarjana Jerman yang pertama kali
membahas Ilmu Negara secara sistematis, yaitu dengan cara
mengumpulkan berbagai cabang ilmu pengetahuan dan mencoba
meletakkannya di dalam satu sistem.
Bagaimanakah Jellinek meninjau sebuah negara?
Didalam sebuah bukunya yang terkenal, yang berjudul “Algemeine
Staatlehre” (Ilmu Negara Umum), Jellinek meninjau negara dari 2 (dua)
segi, yaitu:
1. Segi Sosiologis
Negara dipandang sebagai bangunan masyarakat.
2. Segi Yuridis
Negara dipandang sebagai bangunan Hukum.
Karena Jellinek meninjau negara dari 2 (dua) segi, maka teorinya
disebut “Teori Dua Segi” (Zweiseiten Theorie). Metode yang digunakan
adalah menggunakan metode sistematik, yaitu suatu metode yang
melakukan pelukisan, penguraian dan penilaian terhadap bahan-bahan
yang sudah tersedia, kemudian dilakukan klasifikasi dalam golongan-
golongan di dalam suatu sistematik.
Masa Jellinek disebut juga sebagai “legger” yaitu penutup masa lalu
dan pembuka di masa yang akan datang. Sebelum Jellinek, sebenarnya
telah ada beberapa ahli yang membahas mengenai negara, akan tetapi
pembahasannya tidak bersifat sistematis. Para ahli tersebut antara lain:
a. Plato
Yaitu filsuf Yunani yang terkenal dengan bukunya yang
berjudul “Politea”. Plato menulis tentang bagaimanakah corak
negara yang sebaiknya atau bentuk negara yang bagaimanakah
yang ideal. Pada zaman plato ilmu negara merupakan cakupan
dari seluruh kehidupan yang meliputi Polis (negara kota). Karena
itu Ilmu Negara pada zaman tersebut diajarkan sebagai
Civics/Staatsburgerlijke opvoeding yang masih merupakan Sosial
moral dan differensiasi ilmu pengetahuan pada waktu itu belum
ada. Didalam bukunya diterangkan sekaligus tentang kota atau
polis dan tidak diterangkan apa yang dimaksud dengan negara
dan hanya menggambarkanya dalam bentuk ideal. Dalam
uraiannya ia menyamakan negara dengan manusia yang
mempunyai 3 (tiga) kemampuan jiwa yaitu:
a. Kehendak
b. Akal pikiran.
c. Perasaan.
Sesuai dengan 3 (tiga) kemampuan jiwa tersebut maka
didalam negara juga terdapat tiga golongan masyarakat yang
mempunyai kemampuan masing-masing. Golongan pertama
disebut golongan yang memerintah, yang merupakan otaknya
didalam negara. Golongan yang kedua golongan kesatria/prajurit
dan bertugas menjaga keamanan negara yang disamakan
dengan hasrat manusia. Golongan ketiga adalah golongan rakyat
biasa yang disamakan dengan perasaan manusia.
Paham dari plato hanya angan saja dan ia sadar bahwa
negara semacam itu tidak mungkin terjadi didalam kenyataan
karena sifat manusia itu sendiri tidak sempurna. Selanjutnya ia
membentuk suatu negara yang maksimal dapat dicapai yaitu
disebut sebagai negara hukum. Dalam negara hukum semua
orang tunduk terhadap hukum termasuk juga penguasa atau raja.
b. Aristoteles
Aristoteles melihat negara lebih riel. Dalam menyiapkan
bukunya yang berjudul Politica, ia mengadakan penyelidikan
terlebih dahulu terhadap 158 konstitusi-konstitusi yang berlaku
dalam polis-polis di Yunani. Suatu bukti bahwa ia telah
meninggalkan cara kerja dari gurunya (Plato) yaitu
mempergunakan metode dedukatif dan metode empiris. Dalam
bukunya ia membedakan negara kedalam 3 bentuk negara yang
sempurna seiring dengan bentuk kemerosotannya. Pada negara
sempurna itu, tugas negara adalah menyelenggarakan
kepentingan umum, akan tetapi kenyataan yang ada ialah bentuk
kemerosotan karena penyelewengan pihak penguasa.
2. Hans Kelsen
Secara definitif kita akan kesulitan mencari ungkapan tepat bagi
Negara, karena terlalu banyak istilah yang dapat digunakan untuk objek
tersebut. Sebagai contoh terkadang Negara digunakan untuk istilah
masyarakat, atau lebih sempit dari itu yaitu pemerintah, bangsa atau
wilayah yang didiami.
Hans Kelsen adalah merupakan murid dari Jellinek yang tidak
sependapat dengan gurunya. Sehingga Hans Kelsen mendirikan mazhab
sendiri yaitu mazhab wina (Austria) dengan alirannya yaitu “Aliran Ilmu
Hukum Murni” atau “Reine Rechttslehre”. Menurut Hans Kelsen bahwa
pendapat Jellinek dalam meninjau negara telah menggunakan metode
campur baur (syncretismus) dan menurut Hans Kelsen hal ini tidak sesuai
dengan syarat-syarat yang dikehendaki dari Ilmu Pengetahuan. Menurut
Hans Kelsen Ilmu Pengetahuan harus memiliki 3 (tiga) syarat, yaitu:
3. Herman Heller
Menurut Herman Heller bahwa ajaran Hans Kelsen terlalu asbtrak, ia
ingin membuktikan dimanakah letak kenyataan dari negara itu? Menurut
Herman Heller terletak pada fungsinya, untuk itu maka Herman Heller
mengatakan bahwa negara merupakan: “Territoriale gezagsorganisatie”
(suatu organisasi kewibawaan yang diakui”
Direktorat Jendral
Direktorat
Dst