ILMU NEGARA
DOSEN PENGAMPU :
Dr.Ferdinandus N. Lobo,SH.,M.H
DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
FAKULTAS HUKUM
2023/2024
BAB 1
PERISTILAH ILMU NEGARA DAN RUANG LINGKUP ILMU KENEGARAAN
1. Istilah Ilmu Negara
Ilmu Negara berasal dari bahasa Belanda yaitu "Statsleer", Staat diterjemahkan
sebagai negara, dan "leer" berarti ilmu. Istilah serupa dalam bahasa Jerman yaitu
"Statslehre". Dalam bahasa Inggris terdapat istilah "Theoryof state/ General theory of
state", "political Science" atau "Politics". Sedangkan dalam bahasa Perancis dikenal
istilah "Theori d'etat", atau di Amerika dikenal istilah "Political Science".
Ini merupakan hasil dari penyelidikan seorang Sarjana Jerman bernama Georg
Jellinek dalam buku-nya Allgemeine Staatslehre. Jellineck membahas teori ilmu negara
secara menyeluruh dan kemudian menyusunnva secara sistematis dalam bukunya yang
berjudul Aligemeine Staatslehre. George Jellineck kemudian disebut sebagai bapak ilmu
negara karena merupakan orang pertama yang menyelidiki serta membahas ilmu
pengetahuan tentang negara secara menyeluruh, kemudian menyusunnya secara
sistematis. Teori Jellinek dianggap sebagai penutup masa lampau, dan menjadi pangkal
tolak bagi peninjauan lebih lanjut terhadap teori ilmu negara. George Jellinek
mengumpulkan seluruh ilmu pengetahuan tentang negara, meneliti, mengumpulkan
teori-teori yang sama kemudian menyusunnya secara sistematis.
Teorinya tersusun dalam sistematika diagram sebagai berikut:
BAB 2
TEORI SIFAT HAKEKAT NEGARA
1. Sifat Negara
Negara memiliki sifa-sifat khusus yang merupakan menifestasi kedaulatan yang
dimilikinya dan yang membedakannya dari organisasi lain juga memiliki kedaualatan.
Adapun sifat-sifat negara adalah sebagai berikut;
1. Sifat Memaksa
Sifat memaksa, ini bearti bahwa negara memiliki kekuasaan untuk menggunakan
kekerasan fisik secara legal agar peraturan undang-undang ditaati sehingga penertiban
dalam masyarakat tercapai dan tindakan anarkhi dapat dicegah. Sifat memaksa juga
bertujuan agar peraturan perundang-undangan ditaati dengan demikian terjadi sebuah
penetiban.
2. Sifat Monopoli
Sifat monopoli ini berarti bahwa negara memegang monopoli dalam menetapkan
tujuan bersamamasyarakat.dalam hal ini negara dapat melarang suatu aliran
kepercayaan atau politik tertentu yang membahayakan kehidupan masyarakat
berbangsa dan bernegara. Sifat monopoli ini agar negara mempunyai tujuan dalam
menempatkan tujuan bersama masyarakat.
3. Sifat Mencakup Semua (All-Encompassing, All-Embracing)
Yang berarti bahwa seluruh peraturan undang-undang dalam suatu negara berlaku
untuk semua orang yang terlibat didalamnya tanpa terkecuali. Apanila ada orang
yangberada diluar ruang lingkup aktivitas negara, maka usaha kolektif negara agar
tercapainya masyarakat yang dicita-citakan akan gagal karena menjadi warga negara
tidak berdasarakan kemauan sendiri sebagaimana berlaku dalam asosiasi/organisasi
yang lain keanggotanya bersifat sukarela. Kerena mencangkup semua(allencom-
passing, allembracing), semua peraturan perundang-undangan brlaku untuk semua
tanpa terkecuali.
1. Hakekat Negara
Berikut ini adalah pendapat beberapa tokoh menurut para ahli tentang hakekat
negara.
a. Menurut Ahli
Bahwa hakikat negara pada prinsipnya dapat disimak dari pendapat pakar berikut
ini:
1) Plato
Menurut Plato hakikat negara adalah suatu tubuh yang senantiasa maju,
berevolusi, dan terdiri dari orang-orang (individu-individu)
BAB 3
TEORI PEMBENARAN HUKUM NEGARA
Teori pembenaran negara atau rechtsvaardigings theorieen adalah teoriyang
digunakan dasar pembenran perilaku negara, yang mana berasal dari Tuhan, menurut
padmo wahjono. Namun ternyata teori ini tidak hanya berdasarkanalasan ketuhanan
melainkan juga alasan kekuatan penguasa.
Jika diklasifikasikan maka teori pembenaran negara dapat dibagi sebagaimana berikut;
1. Pembenaran Negara dari sudut keagamaan( ketuhanan )/theokratische theorieen
Teori ini bersifat mutlak, apalagi terhadap orang-orang yang percaya akan agama.
Menurut teori ini tindakan dari penguasa itu dibenarkan karena negara itu tadi diciptakan
oleh Tuhan. Maka Tuhan yang berkuasa dan segala apapun tindakannya dibenarkan.
Mengenai pembenaran dari sudut keagamaan dibagi menjadi 2 yaitu:
BAB 4
TEORI TUJUAN NEGARA
Setiap Negara mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Apa yang menjadi tujuan Negara
merupakan hal yang penting, karena akan menjadi pedoman bagaimana Negara disusun
dan dikendalikan, dan bagaimana rakyatnya diatur sesuai dengan tujuan tersebut. Teori
tujuan Negara pada umumnya digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu: Teori tujuan Negara
yang klasik dan Teori tujuan Negara yang modern.
1.Teori Tujuan Negara Klasik.
Ada beberapa tokoh yang dapat digolongkan penganut Teori tujuan Negara klasik
yaitu: Lord Shang, Niccolo Macchiavelli, Dante Allegheire. Shang Yang adalah Menteri
Tiongkok yang terkenal pula dengan nama Lord Shang, hidup pada tahun 523-428 SM.
Bukunya yang terpenting adalah A classic of the Chinese School of Law. Pada masanya,
pemerintahan Tiongkok sangat kacau dan pemerintahannya sangat lemah, dimana
daerahdaerah yang diperintah oleh gubernur tidak tunduk pada pemerintah pusat. Lord
Shang menjelaskan bahwa di dalam setiap Negara terdapat subyek yang selalu
berhadapan dan bertentangan, yaitu pemerintah dan rakyat. Kalau yang satu lemah maka
yang lainnya kuat. Dalam hal itu sebaiknya pihak pemerintahlah yang lebih kuat daripada
rakyat supaya jangan timbul kekacauan dan anarchism.Jadi Tujuan Negara yang utama
adalah suatu pemerintahan yang berkuasa penuh terhadap rakyat. Sistem Lord Shang ini
dapat ditemukan pada peraturan yang dibuat oleh tokoh seperti Dzengis Khan dan Timur
Lenk.
a. Niccolo Macchiavelli adalah seorang diplomat Italia yang hidup Antara Tahun
1429 – 1527. Bukunya adalah Il Principe (kepala Negara). Gagasannya tentang
tujuan Negara hampir mirip dengan Lord Shang, yakni Negara harus lebih kuat
daripada rakyatnya. Tujuan Negara adalah untuk memupuk kekuasaan guna
mencapai kemakmuran rakyat. Menurutnya pemerintah harus selalu berusaha
agar tetap berada diatas segala aliran yang ada, ia harus lebih berkuasa, dan
kadang-kadang harus bersikap sebagai singa terhadap rakyat, supaya rakyat takut
kepada pemerintah. Jadi disini menurut Macchiavelli, dalam upaya untuk
mencapai tujuan Negara yaitu “kekuasaan”, Raja dapat menghalalkan segala cara
(ends justifies means).
b. Dante Allegheire adalah seorang filosof dan penyair yang hidup antara Tahun
1265-1321. Teorinya ditulis dalam bukunya Die Monarchia. Tujuan Negara
menurutnya adalah menciptakan perdamaian dunia, dengan jalan menciptakan
undang-undang yang seragam bagi seluruh umat manusia. Kekuasaan sebaiknya
berada ditangan raja/kaisar supaya perdamaian dan keamanan terjamin. Dengan
demikian maka secara tersirat tujuan Negara menurut Dante adalah menciptakan
“kerajaan dunia” (world emperium).
2. Teori Tujuan Negara Modern
Teori Tujuan Negara Modern dianut oleh beberapa sarjana antara lain Immanuel
Kant, Jacobsen dan Lipman, danJ.Barents. Immanuel Kant adalah seorang filsuf
Jerman yang hidup Antara Tahun 1724-1804, ia menulis dalam bukunya; Mataphysische
Afangsrunde (ajaran metafisika dalam hukum). Menurut pendapatnya manusia
dilahirkan sederajat dan segala kehendak,kemauan dalam masyarakat Negara harus
berdasarkan pada UU. Peraturan hukum harus dirumuskan secara tertulis dan menjadi
dasar pelaksanaan pemerintahan.Selain itu juga ia memandang perlunya pemisahan
kekuasaan dalam Negara,sebagaimana dikemukakan oleh Montesquieu.
Tujuan Negara menurut Kant adalah menegakkan hak-hak dan dan kebebasan
warga Negara atau kemerdekaan individu. Untuk menjamin kebebasan individu harus
berupa jaminan perlindungan HAM dan harus diadakan pemisahan kekuasaan dalam
Negara.Jacobsen dan Lipman, adalah sarjana Belanda yang membedakan antara tujuan
dengan fungsi Negara. Dalam bukunya Political Science, tujuan dari Negara yaitu:
a. Pemeliharaan ketertiban,
b. Memajukan kesejahtraan individu dan kesejahtraan umum, dan
c. Mempertinggi moralitas.
Sementara fungsi Negara adalah: fungsi esensial (fungsi yang diperlukan demi
kelanjutan Negara), fungsi jasa, dan fungsi perniagaan.
1. J.Barents, dalam bukunya De Wetenschap der Politiek (Ilmu Politik), tujuan Negara
dikelompokkan dalam 2 klasifikasi yakni:
Terjadinya negara secara primer adalah suatu teori yang membahas mengenai negara
yang tidak dihubungkan dengan negara yang telah ada sebelumnya. Sesuai dengan teori
tersebut, perkembangan negara secara primer melalui beberapa fase, yaitu:
1) Phase Genootshap (Genossenschaft)
Fase ini merupakan pengelompokan dari orang- orang yang menggabungkan
dirinya untuk kepentingan bersama, yang disandarkan pada persamaan. Mereka
menyadari bahwa ada kepentingan yang sama. Di sini, kepemimpinan dipilih secara
Primus Interpares atau yang terkemuka di antara yang sama. Dengan demikian, yang
penting pada fase ini adalah unsur bangsa.
BAB 6
Menurut penulis-penulis Barat tipe Negara Timur Purba adalah Tryannie atau Despotie.
Sebagai alasan dikemukakan bahwa Negara Timur Purba itu diperintah raja-raja yang berkuasa
mutlak dan sewenang-wenang. Pendapat mereka itu tidak bisa dibenarkan seluruhnya oleh
karena tinjauan mereka dilihat dari segi kacamata Barat yang kurang mengenal latar belakang
dari struktur masyarakat Timur. Raja dianggap sebagai pusat sumber kekuatan atau central
wrachtbon sedangkan Negara itu merupakan pencerminan dari pada makrokosmos dan
mikrokosmos. Raja berdiri di tengahtengahnya, dan oleh karena itu ia harus bertanggung jawab
terhadap segala suka duka rakyat dan negaranya. Dalam tugasnya raja dibantu oleh menteri-
menterinya yang merupakan jari-jari daripada raja. Karena itu pula para menteri tidak
bertanggung jawab kepada rakyat dan yang bertanggung jawab itu tetap raja. Dari kerajaan-
kerajaaan di Barat dikenal kalimat yang berbunyi: The King can do no wrong artinya bahwa raja
itu tidak bisa berbuat salah. Kalau raja itu tidak bisa berbuat salah. Kalau raja itu dipersalahkan
atas perbuatannya, jadi siapa yang akan bertanggung jawab terhadap masyarakat.
Negara Yunani Kuno mempunyai tipe sebagai kota atau polis. Negara kota ini
mempunyai wilayah sebesar kota yang dilingkari oleh tembok-tembok yang merupakan benteng
pertahanan kalau ada serangan musuh dari luar. Penduduknya sedikit jumlahnya dan
pemerintahannya demokratis. Negara-negara kota ini misalnya Athena, Sparta dan sebagainya.
Jumlah penduduknya sedikit, hanya sekitar 300 ribu penduduk. Rakyat langsung ikut serta dalam
pemerintahan, dan pemerintahan ini merupakan pemerintahan demokrasi langsung. Untuk
melaksanakan demokrasi langsung itu rakyat harus memiliki pengetahuan yang cukup, dan dari
sinilah istilah asal encyclopaedia yang artinya lingkaran pengetahuan.
Dalam negara Yunani Kuno demokrasi dapat dilaksanakan secara langsung, hal ini
disebabkan karena:
b) Jumlah penduduk yang masih sedikit, dan dari jumlah yang sedikit tersebut hanya
warga polis saja yang berhak ikut demokrasi, para pedagang dari luar polis dan budak
belian tidak mempunyai hak untuk ikut melaksanakan demokrasi. Pemerintahan itu
diselenggarakan dengan mengumpulkan rakyat di satu tempat yang disebut ecclesia.
Dalam rapat 3 itu dikemukakan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah, kesulitan-
kesulitan yang dihadapi pemerintah untuk dipecahkan bersama, mengadakan
perbaikanperbaikan yang perlu diselenggarakan bersama.
Fakta-fakta menunjukkan bahwa sebenarnya apa yang dikatakan sebagai demokrasi
lansung itu tidak benar, Faktor-faktor ini di ataranya adalah sebagai berikut:
1) Tidak semua rakyat Yunani adalah bebas karena itu tidak semua rakyat Yunani
mempunyai hak suara dalam ecclesia;
2) Demokrasi di Yunani dilaksanakan dengan musyawarah untuk mendapatkan kata sepakat,
tapi dalam kenyataannya tidak semua warga polis dapat ikut serta, bahkan sebagian besar
akan menyerahkan hak suaranya itu kepada orang-orang yang pandai berbicara,
berdiskusi atau menyerahkan kepada pemimpin-pemimpin yang lebih pandai memainkan
lidahnya yang disebut“rethorica”.
Negara-negara pada abad pertengahan sudah merupakan country state yang bersifat
mendua. Dua lisme itu disebabkan oleh karena adanya dua macam hak yang menjadi dasar bagi
terbentuknya, yaitu:
Negara hukum itu diartikan sebagai Negara di mana tindakan pemerintah maupun
rakyatnya didasarkan atas hukum untuk mencegah adanya tindakan sewenangwenang dari pihak
penguasa dan tindakan rakyat menurut kehendaknya sendiri. Sebagai unsur-unsur klasik, yang
dipakai dalam Negara hukum yaitu diakuinya adanya hak-hak asasi yang harus dilindungi oleh
pihak penguasa dan sebagai jaminannya ialah diadakan pembagian kekuasaan. Negara hukum
timbul sebagai reaksi terhadap kekuasaan raja-raja yang absolut, oleh karena itu tujuan dari
hukum mula-mula hendak membebaskan diri dari campur tangan Negara.
Dalam perkembangan selanjutnya unsur-unsur itu ditambah dengan dua unsur baru
sehingga kini Negara hukum mempunyai empat unsur yaitu:
1. Hak-hak asasi;
2. Pembagian kekuasaan;
3. Adanya UU bagi tindakan pemerintah;
4. Peradilan administrasi yang berdiri sendiri;
Unsur yang ketiga dimaksud bahwa pemerintah boleh bertindak setelah ada peraturan
undang-undangannya. Jadi pemerintah tidak boleh bertindak sebelum ada peraturan undang-
undangnya. pemerintah semacam ini adalah pelaksanaan dari pada paham Trias Politica
Montesqieu dimana pemerintah sebagai badan eksekutif tugasnya sebagai pelaksana UU yang
disebut oleh badan legislative untuk mencegah adanya kekuasaan Negara didalam suatu tangan.
Sebutan lainnya untuk Negara hukum yang berdasarkan kedaulatan hukum adalah “rule of law”
menurut paham Dicey.
Jika ditinjau dari sisi hukum maka penggolongan tipe negara didasarkan pada hubungan
antara penguasa dan rakyat. Tipe negara dapat dibedakan dalam:
BAB 7
TEORI UNSUR-UNSUR NEGARA
Untuk mengetahui unsur-unsur negara ada tiga sudut pandang.
1. Meninjau unsur-unsur negara secara klasik atau tradisional
2. Meninjau unsur-unsur negara secara yuridis
3. Meninjau unsur-unsur negara secara sosiologis
Yang dimaksud dengan wilayah tertentu ialah batas wilayah dimana kekuasaan
negara itu berlaku. Dengan kata lain kekuasaan negara tidak berlaku diluar batas wilayahnya
karena bisa menimbulkan sengketa internasional walaupun sebagai pengecualian dikenal apa
yang disebut daerah-daerah eksteritorial yang artinya kekuasaan negara bisa berlaku diluar
daerah kekuasaannya. Sebagai pengecualian misalnya di tempat ke- diaman kedutaan asing
berlaku kekuasaan negara asing. Oleh Jellinek berpendapat urisur wilayah dapat pula
dipandang dari segi negatif dan positif Wilayah dari segi negatif pengertian- nya tidak ada
organisasi kekuasaan lain yang berpengaruh diatas wilayah tertentu itu. Kecuali dalam hal
ini :
Negara dari segi positip adalah setiap orang yang berada diatas wilayah tertentu itu
tunduk kepada penguasanya.
1.1.2 Rakyat
Rakyat adalah sekumpulan orang yang hidup disuatu tempat. Ada istilah Rumpun
(Ras), bangsa (natie), suku yang erat pengertiannya dengan rakyat. Rumpun (ras) adalah
kumpulan orang yang mempunyai ciri-ciri jasmaniah yang sama (warna kulit, rambut,
bentuk muka, bentuk badan). Misalnya: Rumpun Melayu. Bangsa (natie) adalah rakyat
yang sudah berkesadaran mem- bentuk negara. Suku yaitu orang yang berkesamaan
dalam kebudayaan.
1.2 Unsur-unsur Negara Secara Yuridis dikemukakan oleh Logemann yang terdiri dari :
Paham ini dikemukakan oleh Rudolf Kjellin yang melanjutkan ajaran Ratzel dalam
bukunya Der Staat als Lebensform. Menurut beliau unsur-unsur negara itu adalah :
1) Faktor Sosial yang meliputi :
a. Unsur Masyarakat
b. Unsur Ekonomis
c. Unsur Kulturil
2) Faktor Alam yang meliputi :
a. Unsur Wilayah
b. Unsur Bangsa
BAB 8
TEORI BENTUK NEGARA DAN BENTUK PEMERINTAHAN
1. BENTUK NEGARA
Bahwa Istilah "bentuk negara" berasal dari bahasa Belanda, yaitu 'staat vormen. Istilah
staatvormen tersebut kemudian diterjemahkan menjadi "bentuk negara", yang dapat digolongkan
setidaknya menjadi 4 (empat) bentuk, meliputi negara kesatuan, federasi, konfederasi, dan
Khilafah.
Negara Konfederasi
Negara konfederasi adalah negara yang terdiri dari persatuan beberapa negara yang
berdaulat. Persatuan tersebut diantaranya dilakukan guna mempertahankan kedaulatan dari
negara-negara yang masuk ke dalam Konfederasi tersebut. Bentuk Negara Perserikatan
(Konfederas) pada hakikatnya, bukanlah negara itu sendiri, melainkan gabungan dari negara-
negara merdeka. Masing-masing negara memiliki kedaulatan penuh. Pada umumnya, konfederasi
dibentuk untuk maksud-maksud tertentu, misalnya pertahanan bersama dan politik luar negeri.
Konfederasi adalah bentuk perserikatan antara negara merdeka ber-dasarkan perjanjian atau
undang-undang misalnya yang menyangkut berbagai kebijakan bersama. Bentuk konfederasi
tidak diakui sebagai negara berdaulat tersendiri dalam hukum internasional, karena masing-
masing negara yang membentuk konfederasi tetap memiliki kedudukan internasional sebagai
negara berdaulat. Contoh dari konfederasi antara lain Perserikatan Bangsa Bangsa dan ASEAN.
Konfederasi dapat diartikan juga sebagai bentuk perkembangan selanjutnya dari bentuk Negara
Federal. Negara ini dibentuk sebagai perserikatan antara Negara-negara atau gabungan beberapa
Negara untuk membuat sebuah system kehidupan bersama yang lebih besar lagi. Unsur
pembentuknya bukan lagi koloni atau kelompok- kelompok masyarakat akan tetapi Negara
dalam pengertiannya yang harafiah. Dapat dikatakan bahwa Negara Konfederasi adalah Negara
yang berbentuk Negara.
Negara Khilafah
Bentuk negara ini dikenal dalam sistem politik Islam, dimana negara ini berbentuk negara
global yang meliputi seluruh wilayah di dunia dengan kekuasaan yang terpusat, namun bukan
tanpa batas pada diri seorang kepala negara yaitu khalifah. Khilafah, secara etimologis, adalah
kedudukan pengganti yang menggantikan orang sebelum-nya. Menurut terminologi syari,
khilafah diartikan sebagai kepemimpinan umum, yang menjadi hak seluruh kaum muslimin di
dunia untuk menegakkan hukum syariat Islam (hukum Allah) dan mengemban dakwah Islam ke
seluruh dunia. Batasan "kepemimpinan umum" mempunyai konotasi, bahwa khilafah Islam
bertugas mengurusi seluruh urusan, yang meliputi pelaksanaan semua hukum syara' terhadap
rakyat, tanpa terkecuali meliputi muslim dan non-muslim. Mulai dari masalah akidah, ibadah,
ekonomi, sosial, pendidikan, politik dalam dan luar negeri, semuanya diurus oleh khilafah Islam.
Jika Anda membuka kitab Lisanul Arab karya Imam Ibnu Mandzur, maka Anda semua akan
mendapatkan definisi seperti ini. Bentuk dan system pemerintahan Islam adalah sebagai berikut:
a. Negara Islam tidak berbentuk federasi ataupun persemakmuran (common-wealth), tetapi
berbentuk kesatuan (union).
b. Sistem pemerintahan Islam tidak berbentuk kerajaan (monarki), baik absolut, seperti
kerajaan Saudi Arabia, maupun perlementer, seperti kerajaan Malaysia. Juga tidak
berbentuk republik, baik presidensial, seperti Indonesia, maupun parlementer, seperti
Rusia. Tetapi sistem pemerintahan Islam adalah sistem khilafah, dimana khalifah tidak
seperti presiden, juga tidak seperti perdana menteri, atau raja.
c. Sistem pemerintahan Islam juga tidak berbentuk demokrasi, teokrasi, ataupun autokrasi.
Tetapi, sistem pemerintahan Islam adalah sistem khilafah yang tidak sama dengan model
pemerintahan yang ada di dunia saat ini.
2. Bentuk Pemerintahan
Bentuk pemerintahan yang dianut dalam suatu negara, dalam kepustakaan Belanda
dikenal dengan istilah “Staatvormen” yakni Monarchieu (monarkhi ) dan Republicken
(republik). Ada bermacam-macam tolok ukur yang dipergunakan untuk membedakan kedua
macam staatvormen tersebut. Seperti dikemukakan oleh Leon Duguit yang menggunakan
tolok ukur yakni “de wyze van dan wazing van het staatshoofa” (cara pengisian jabatan
kepala negara). Apabila jabatan kepala negara diisi melalui aturan aturan tertentu tentang
pewarisan (Ari Opvalging) maka kita berhadapan dengan monarkhi, sedangkan seandainya
jabatan kepala negara itu diisi dengan cara lain umpama melalui pemilihan, kita berhadapan
dengan republik. Berdasarkan jalan pemikiran Duguit sebenarnya membicarakan mengenai
forme de gouvernment atau Regerings vormn. Dalam bahasa Indonesia perkataan staat
diterjemahkan dengan negara, government atau regering diterjemahkan pemerintahan,
sedangkan forme atau vorum berarti bentuk. Dengan demikian staatvorem diartikan sebagai
bentuk negara atau susunan negara, yakni kesatuan atau serikat sedangkan regeringvoremn
berarti bentuk pemerintahan yakni republik atau monarkhi. Oleh sebab itu, Sri Sumantri
mengatakan baiknya kita menggunakan perkataan negara kesatuan sebagai bentuk negara dan
republik serta monarkhi sebagai bentuk pemerintahan.
Bentuk pemerintahan Indonesia dapat kita lihat dalam Pasal 1 Ayat ( 1 ) UUD NKRI yang
berbunyi negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Apabila dikaitkan
dengan pendapat Sri Sumantri berarti bentuk negara Indonesia adalah kesatuan dan bentuk
pemerintahannya republik. Pemilihan bentuk pemerintahan Indonesia yang berbentuk
republik ini adalah melalui proses yang panjang dalam menampung berbagai pemikiran para
pendiri negara ini, dalam sidang-sidang yang diadakan oleh BPUPKI. Untuk menentukan
bentuk republik atau kerajaan maka diadakan pilihan dari 64 suara yang memillih republik 55,
monarkhi 6, 1 bleng, dan 2 lain-lain. Dari itulah maka Pasal 1 Ayat ( 1 ) UUD 1945 mengatur
bentuk pemerintahan republik yakni kepala negara dipilih melalui pemilihan umum
sebagaimana diatur dalam Pasal 22 E Ayat (2) pemilihan umum diselenggarakan untuk
memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden dan DPRD.
BAB 9
FUNGSI NEGARA
e. Policie
Bertugas mengurus kepentingan negara yang belum menjadi wewenang dari
Departemen lainnya ( keempat departemen diatas)
2. Fungsi Negara Menurut John Locke
John Locke, seorang sarjana Inggris membagi fungsi negara atas tiga fungsi, yaitu
Menurut John Locke fungsi mengadili adalah termasuk tugas dari eksekutif. Teori John
Locke diatas kemudian disempurnakan oleh Montesquieu. Dia membagi negara menjadi 3
fungsi tetapi masing-masing fungsi itu terpisah dan dilaksanakan oleh lembaga yang terpisah
pula.
BAB 10
TEORI KONSTITUSI
1.1 Istilah dan Pengertian Konstitusi
Konstitusi dengan istilah lain Constitusion atau Verfassung dibedakan dari
Undang-undang Dasar atau Grundgeset. Karena kekhilafan dalam pandangan
orang mengenai konstitusi pada negara-negara modern, maka pengertian konstitusi
itu kemudian disamakan dengan Undang-undang dasar. Subhi Rajab Mahmassani
mengatakan, Bangsa Barat menyebut Undangundang Dasar itu Konstitusi
(Constitutio) berasal dari bahasa Latin. Dulu istilah ini dipergunakan untuk perintah-
perintah Kaisar Romawi (Constitution Principum). Kemudian ia digunakan di Itali
untuk menunjukan Undang-undang Dasar (dirritio constututionalle). Menurut
Heman Heller konstitusi mempunyai arti yang lebih luas dari
undang-undang dasar. Ia membagi konstitusi dalam tiga pengertian sebagai
berikut:
a. Konstitusi mencerminkan kehidupan politik di dalam suatu masyarakat
sebagai suatu kenyataan. Ia belum merupakan konstitusi dalam arti hukum.
Dengan perkataan lain kontitusi itu masih dalam pengertian sosiologi atau
politis dan belum merupakan pengertian hukum;
b. Baru setelah orang mencari unsur-unsur hukumnya dari kontitusi yang hidup
dalam masyarakat itu untuk dijadikan sebagai suatu kesatuan kaidah
hukum,maka konstitusi itu disebut Rechtsverfassung. Tugas mencari
unsurunsur hukum itu dalam ilmu pengetahuan hukum disebut abstraksi;
c. Kemudian orang mulai menulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang
yang tertinggi di suatu negara.
Menurut makna kata-katanya, konstitusi memiliki arti sebagai landasan struktur
politik yang disebut negara. Konstitusi mencakup seluruh sistem tata negara yang ada
dalam suatu negara, yang bertujuan untuk mengatur dan mengelola negara melalui
kumpulan peraturan yang membentuk sistem tertentu. Istilah konstitusi memiliki dua
pengertian yang berkembang:
a. Konstitusi dalam arti luas mengacu pada seperangkat aturan atau hukum dasar (droit
constitutionelle), baik yang tertulis maupun tidak tertulis, atau kombinasi keduanya;
Fungsi konstisusi dapat dibagi dua jika dilihat dari fungsinya, yaitu: membagi
kekuasaan dan membatasi penguasa dalam negara atau kekuasaan pemerintah. Bagi
meraka yang menganggap sebagai organisasi kekuasaan serta memandang negara dari
sudut kekuasaan, konstitusi bisa dipandang menjadi kumpulan asas atau organ negara
yang membagi kekuasaan dalam beberapa lembaga kenegaraan, sebagai contohnya antara
badan yudikatif, legislatif, dan badan eksekutif. Konstitusi mengatur cara kerja sama
antara pusat- pusat kekuasaan serta mengatur mekanisme untuk menyesuaikan dan
merekam hubungan kekuasaan di dalam negara antara berbagai entitas. Konsep konstitusi
menurut Venter sifatnya itu dinamis. Artinya, konstitusi dapat mengalami perubahan, baik
secara sebagian maupun keseluruhan, jika dianggap perlu. Bahkan, konstitusi yang tidak
dapat diubah dianggap lemah, seperti yang diungkapkan secara jelas oleh Romano Prodi.
Perubahan ini dapat dilakukan dengan empat cara perubahan konstitusi menurut C.F.
Strong:
a. Perubahan konstitusi yang dilakukan menurut batasan-batasan tertentu oleh
pemegang kekuasaan legislatif
b. Perubahan konstitusi melalui suatu referendum yang dilakukan oleh rakyat
c. Negara-negara bagian dalam sebuah federasi memiliki kekuasaan untuk
melakukan perubahan terhadap konstitusi yang berlaku di tingkat nasional.
d. Dengan konvensi ketatanegaraan perubahan konstitusi
BAB 11
TEORI KEDAULATAN
A. Pengertian Kedaulatan
Kedaulatan berasal dari bahasa Arab yaitu “daulah” yang artinya kekuasaan tertinggi, yang
artinya adalah kekuasaan yang tertinggi untuk membuat UU dan melaksanakannya. Sedangkan
kedaulatan rakyat berarti pemerintah mendapatkan mandatnya dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Negara yang berdaulat adalah negara yang mempunyai kekuasaan tertinggi atas suatu
pemerintahan negara.
Arti dari kedaulatan dapat dibagi menjadi dua aspek, yaitu eksternal dan internal. Secara internal,
konsep kedaulatan merujuk pada supremasi individu atau sekelompok orang di dalam suatu
negara terhadap individu-individu di wilayah yurisdiksinya.
Sementara itu, dari segi eksternal, kedaulatan mencerminkan independensi mutlak suatu negara
secara keseluruhan dalam hubungannya dengan negara lain. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
bahwa kedaulatan mengandung arti kekuasaan yang penuh, baik dalam maupun luar negara
tertentu, dan sering diidentifikasi dengan pengertian kekuasaan dalam penyelenggaraan kegiatan
negara.
1. C.F. Strong
Menurut C.F Strong, kedaulatan berarti superioritas yang dalam konteks
kenegaraan mengisyaratkan adanya kekuasaan untuk membuat hukum. Jadi, kedaulatan
(sovereignty) merupakan konsep kekuasaan yang tertinggi (supreme authority) dalam
suatu negara.
2. Jean Bodin
Menurut Jean Bodin yaitu dengan mengasosiasikan kedaulatan dengan negara,
sehingga kedaulatan merupakan atribut negara. Dalam pengertian ini, kedaulatan
dipandang mengekspresikan kapasitas untuk menjalankan kewajiban dan mempunyai hak
serta kemampuan untuk melakukan tindakan.”
3. Jimly Asshiddiqie
Mendefinisikan kedaulatan sebagai konsep mengenai kekuasaan tertinggi dalam
suatu negara.
4. Rousseau
Kedaulatan bersifat kerakyatan dan didasarkan pada kemauan umum rakyat yang
menjelma melalui perundang-undangan. Oleh sebab itu, menurut Rousseau konsep
kedaulatan mempunyai sifat-sifat, yaitu (i) kesatuan, bersifat monistis; (ii) bulat dan tak
terbagi; (3) tak dapat dialihkan; dan (iv) tidak dapat berubah
Kesimpulan
Setiap negara pasti akan memilih teori kedaulatan yang sesuai dengan karakteristik
dan ideologi dari negara itu sendiri. Setiap teori kedaulatan selalu berfungsi untuk
mensejahterakan masyarakat, walaupun ada teori yang sangat rentan memunculkan
pemerintahan yang otoriter. Akan tetapi, teori-teori yang berpotensi memunculkan
terjadinya pemerintahan sudah mulai ditinggalkan oleh banyak negara.
BAB 12
Teori lembaga perwakilan adalah konsep dalam ilmu politik yang mengkaji
bagaimana sistem perwakilan dalam pemerintahan berfungsi. Ini berkaitan dengan cara
wakil-wakil yang terpilih mewakili kepentingan rakyat dalam proses pengambilan
keputusan politik.
Lembaga perwakilan merujuk pada badan atau institusi dalam pemerintahan yang
bertanggung jawab untuk mewakili kepentingan rakyat atau kelompok-kelompok tertentu
dalam proses pengambilan keputusan politik. Lembaga-lembaga ini ada dalam berbagai
bentuk dan tingkat pemerintahan, terutama dalam sistem demokratis. Mereka memiliki
peran penting dalam menjembatani antara rakyat dan pemerintah.
Dari sudut hukum,menurut Rousseau teori lembaga perwakilan muncul karena asas
demokrasi langsung tidak mungkin lagi dapat dijalankan, disebabkan bertambahnya
penduduk, luasnya wilayah negara dan bertambah rumitnya urusan kenegaraan. Lembaga
perwakilan adalah cara yang sangat praktis untuk memungkinkan anggota masyarakat
menerapkan pengaruhnya terhadap orang-orang yang menjalankan tugas kenegaraan.
George Jellinek menyatakan timbulnya konstruksi lembaga perwakilan dikarenakan adanya
3 hal yaitu:
1. Teori Mandat
Si wakil dianggap duduk di Lembaga Perwakilan karena mendapat mandate dari rakyat
sehingga disebut mandataris. Ajaran ini muncul di Perancis sebelum revolusi dan dipelopori oleh
Rousseau dan diperkuat oleh Petion. Sesuai dengan perkembangan zaman, maka teori mandat ini
pun menyesuaikan diri dengan kebutuhan zaman. Pertama kali lahir teori mandat ini disebut
sebagai:
Mandat Imperatif
Mandat Bebas
Ajaran ini dipelopori antara lain oleh Abbe Sieyes di Perancis dan Black Stone di
Inggris. Ajaran ini berpendapat bahwa si wakil dapat bertindak tanpa tergantung dari
instruksi yang diwakilinya. Menurut ajaran ini si wakil adalah orang-orang yang
terpercaya dan terpilih serta memiliki kesadaran hukum masyarakat yang diwakilinya,
sehingga si wakil dapat bertindak atas nama mereka yang diwakilinya atau atas nama
rakyat.
Mandat Representative
2. Teori Organ
Teori ini dibangun oleh Von Gierke yang berkebangsaan Jerman. Menurut teori ini
negara merupakan suatu organisme yang mempunyai alat-alat perlengkapannya seperti
Eksekutif, Parlemen dan mempunyai rakyat yang kesemuanya mempunyai fungsi sendiri-
sendiri dan saling tergantung satu sama lain. Maka sesudah rakyat memilih Lembaga
Perwakilan mereka tidak perlu lagi mencampuri Lembaga tersebut dan lembaga ini bebas
berfungsi sesuai dengan wewenang yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar. Teori ini
juga didukung oleh George Jellinek yang menyatakan bahwa rakyat adalah organ yang
primer, tetapi tidak dapat menyatakan kehendaknya maka harus ada organ sekunder yaitu
Parlemen, jadi tidak perlu mempersoalkan hubungan antara si wakil dengan yang diwakili
dari segi hukum.
C. Lembaga-Lembaga Negara
Secara umum, terdapat tiga lembaga utama yang menjalankan pemerintahan, yakni
lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Berikut penjelasannya:
2.)Lembaga Legislatif
Lembaga legislatif adalah lembaga yang bertugas untuk membuat atau merumuskan
undang-undang yang diperlukan negara. Lembaga legislatif ini contohnya, antara lain
MPR, DPR, dan DPD.
3.)Lembaga Yudikatif
Lembaga Yudikatif merupakan suatu badan dengan sifat yuridis yang berfungsi untuk
mengadili penyelewengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan oleh institusi
pemerintahan. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, lembaga yudikatif bersifat
independen dan terbebas dari intervensi pemerintah. Lembaga yudikatif di Indonesia terdiri
dari Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial.
BAB 13
BAB 14
A. Sendi-sendi Pemerintahan
Sendi-sendi negara atau Die Gliederung des Staates dalam ilmu negara terbagi menjadi
dua, yaitu:
Kerja sama antar negara merujuk pada berbagai bentuk interaksi dan koordinasi antara
dua atau lebih negara untuk mencapai tujuan bersama. Hal ini bisa mencakup bidang politik,
ekonomi, sosial, keamanan, lingkungan, dan banyak lagi. Kerja sama dapat terjadi melalui
perjanjian bilateral, multilateral, atau melalui lembaga internasional.Tujuan kerja sama antar
negara dapat bervariasi, termasuk peningkatan perdamaian dan keamanan, penanggulangan
masalah global seperti perubahan iklim, atau meningkatkan kesejahteraan ekonomi melalui
perdagangan bebas. Prinsip dasar kerja sama antar negara melibatkan saling ketergantungan dan
kesepakatan bersama untuk mencapai hasil yang menguntungkan semua pihak yang terlibat.
Teori hubungan antar negara adalah kerangka konseptual yang digunakan untuk memahami
dinamika interaksi antara negara-negara di tingkat internasional. Beberapa teori utama
melibatkan realisme, liberalisme, konstruktivisme, dan teori ketergantungan.
1. Teori Realisme
Teori realisme adalah salah satu grand theory dalam ilmu politik yang digunakan untuk
menjelaskan hubungan politik internasional.Teori ini menempatkan konsep power
sebagai pusat dari semua perilaku negara-bangsa, dan berasumsi bahwa negara-negara
bertindak untuk memaksimalkan power mereka, sehingga dapat mencapai tujuan mereka
sendiri dengan lebih baik.Realisme dalam hubungan internasional menekankan bahwa
dunia politik internasional selalu dan pasti menjadi medan konflik antara aktor-aktor yang
saling bersaing untuk mencapai kekayaan dan kekuasaan Beberapa asumsi teori realisme
dalam hubungan internasional adalah sebagai berikut
a) Negara adalah aktor utama dalam hubungan internasional.
b) Negara bertindak rasional dan egois untuk memaksimalkan kepentingan
nasionalnya.
c) Negara memiliki kekuasaan yang berbeda-beda, dan kekuasaan adalah sumber
utama konflik antara negara.
d) Negara tidak dapat mengandalkan hukum atau lembaga internasional untuk
menyelesaikan konflik.
Teori realisme memiliki beberapa cabang, di antaranya adalah realisme klasik,
realisme modern, dan neorealisme
Realisme klasik menekankan bahwa sifat manusia untuk memaksa negara dan
individu mengutamakan kepentingan di atas ideologi sudah ada sejak dulu
Realisme modern bermula sebagai bidang penelitian mendalam di Amerika
Serikat sepanjang Perang Dunia II
Neorealisme atau realisme struktural menekankan gagasan ‘struktur’ dalam
penjelasannya, dan menawarkan kontribusi teoretis yang disebut ‘neorealisme’
atau ‘realisme struktural.
2. Teori liberalisme
Teori liberalisme dalam hubungan internasional menekankan pada pentingnya kerjasama
antar negara untuk mencapai kemakmuran dan stabilitas nasional
Teori ini percaya bahwa manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang bisa diajak
bekerjasama satu sama lain
Berikut adalah beberapa ciri-ciri teori liberalisme dalam kerjasama antar negara:
Menekankan pada pentingnya kerjasama antar negara untuk mencapai kemakmuran
dan stabilitas nasional
Memiliki asumsi dasar bahwa dalam politik internasional, kerjasama masih mungkin
terjadi
Menolak saran realisme yang menekankan kemandirian atau self-help (pertolongan
yang datang dari negara sendiri) untuk bertahan di dunia internasional
Menekankan pada pentingnya institusi internasional dalam memajukan kerjasama di
antara negara-negara
Dalam praktiknya, teori liberalisme terkadang dianggap kurang memperhatikan
perbedaan kepentingan antar negara dan kurang memperhatikan ketimpangan dalam
hubungan internasional namun, teori ini tetap menjadi salah satu pendekatan penting
dalam hubungan internasional dan sering digunakan dalam analisis kerjasama antar
negara
3. Teori Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah teori hubungan internasional yang menekankan bahwa aspek-
aspek penting dalam hubungan internasional dikonstruksi oleh sejarah dan interaksi
sosial. Teori ini menolak pandangan realisme dan liberalisme yang menganggap identitas
dan kepentingan negara sebagai hal yang objektif dan ditentukan oleh faktor material.
Konstruktivisme memandang bahwa identitas dan kepentingan negara ditentukan oleh ide
dan konstruksi sosial. Konstruktivisme juga menekankan pentingnya norma dan nilai
dalam hubungan internasional, dan bahwa lembaga internasional dapat mempengaruhi
perilaku negara melalui konstruksi sosial
Implementasi paradigma konstruktivisme dapat membuat kerja sama antarnegara lebih
dinamis, damai, setara, dan produktif, sehingga menumbuhkan banyak kerja sama baik
bilateral, multilateral, dan regional.
4. Teori Ketergantungan
Teori ketergantungan atau teori dependensi menjelaskan bagaimana negara terpinggir
atau negara dunia ketiga memiliki perekonomian yang sangat bergantung pada negara
maju atau negara inti.Teori ini memiliki fokus pada persoalan keterbelakangan dan
pembangunan negara-negara pinggiran Teori ini menjadi wakil dari suara-suara negara
pinggiran untuk menantang hegemoni ekonomi, politik, budaya, dan intelektual dari
negara maju.Teori ketergantungan ini memiliki beberapa ciri-ciri, yaitu:
Adanya pola Ketergantungan antar masyarakat yang satu dengan masyarakat yang
lainnya dalam kehidupan berbangsa di dunia
Terdapat hipotesis utama yang selalu diangkat oleh teori ketergantungan, diantaranya
pertama, dengan alasan demi meningkatkan kesejahteraan ekonominya banyak negara
yang melakukan kerjasama dengan negara lainnya untuk mengurangi biaya yang
harus ditanggung negara tersebut dalam memproduksi suatu produk kebutuhan bagi
rakyatnya karena adanya keterbatasan yang dimiliki negara tersebut
Terdapat empat jenis negara dalam teori ketergantungan, yaitu negara pusat, negara
semi-periferi, negara periferi, dan negara terpinggir
Teori ketergantungan ini muncul sebagai kritik terhadap anggapan di masa awal
perang dingin yang mengkonsepsikan pembangunan ekonomi akan menguntungkan
setiap negara yang tergabung dalam sistem internasional.Namun pada kenyataannya,
kesejahteraan ekonomi di suatu negara dapat menyebabkan permasalahan
keterbelakangan di negara lain