Anda di halaman 1dari 13

HAND OUT/PERKULIAHAN

Mata Kuliah : Ilmu Negara


SKS : 2 SKS
Status Mata Kuliah : Wajib
Dosen : Aryono Putra, S.H., M.H
Pokok Bahasan : Pengertian Ilmu Negara
Pertemuan ke :3
Kompetensi : Memberikan gambaran kepada mahasiswa mengenai dasar-
dasar pengertian Negara.

BAB I
PENGANTAR ILMU NEGARA
A. Pendahuluan
Ilmu negara mempelajari negara secara umum mengenai sendi-sendi pokok atau
asas-asas pokok, hal ihwal negara-negara pada umumnya (Staat als qenus) yakni
tentang sejarah terjadinya atau asal mulanya pertumbuhan dan perkembangnnya,
hakekatnya dasar-dasar atau sifatnya, bentuk-bentuknya, lenyapkan dan sebagainya,
serta mengenai bagaimana hubungan antara negara dengan negara, dengan hukum,
negara dengan masyarakat dan negara dengan agama dan sebagainya.
Dalam bab ini akan dibahas tentang obyek penyelidikan Ilmu Negara adalah negara-
negara secara umum sehingga sering disebut Ilmu Negara Umum. Disamping Ilmu
Negara Umum dikenal lagi Ilmu Tata Negara, yang mempelajari negara-negara tertentu,
bagaimana pemerintahan negara itu disusun dan dijalankan mulai dari pusat hingga
kedaerah-daerah, misalnya khusus mengenai negara Amerika Serikat, khusus tentang
negara Soviet, Perancis, Inggris, Belanda, Swiss, Jepang, juga Indonesia dan lain-lain.
Disamping itu dikenal pula Tata Negara, yakni hukum yang mengatur organisasi
pemerintahan Negara, yaitu peraturan-peraturan tentang struktur dan mekanisme
pemerintahan negara.Ilmu Negara berusaha mencari hal-hal yang bersifat umum dalam
bentuk kehidupan bersama yang berupa negara.
Karena itulah maka yang diselidiki Ilmu Negara bukanlah suatu negara yang secara
positif ada, melainkan negara sebagai suatu pengertian yang abstrak, dalam arti bahwa
penyelidikan dan pembahasan yang dilakukan Ilmu Negara itu tidaklah mengenai suatu
negara yang secara kongkrit ada pada suatu waktu dan tempat tertentu, melainkan

1
negara yang terlepas baik dari waktu maupun dari tempat. Ruang lingkupnya tidak
terbatas kepada pelajaran kenegaraan pada waktu sekarang saja, akan tetapi juga
mengenai pelajaran kenegaraan pada masa yang lampau dan juga untuk masa
mendatang pula.
Berkenaan dengan itu Ilmu Negara menyelidiki pengertian-pengertian pokok dan
sendi-sendi pokok saja dari pada negara yang berlaku untuk dan terdapat pada negara.
Ilmu Negara mencari hakekat, wujud, sifat-sifat, ciri-ciri, syarat-syarat dan
konstruksi-konstruksi dasar dari pada negara “ in Abstracto “ tersebut.
Dalam bukunya Mr. Sunarko “ Susunan negara kita “ disebut Negara itu adalah
organisasi masyarakat yang mempunyai daerah atau territoir yang tertentu, dimana
kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai souverein.
Di Jerman ilmu negara itu biasanya disebut ‘ Staatslehre “.
Tetapi disamping istilah ini di Jerman masih terdapat pula istilah “Staatswissenschaft“,
yang diartikan sebagai ilmu yang mencakup ilmu-ilmu hukum, politik, administrasi
negara, ekonomi, ilmu masyarakat dan sebagainya.
Yang mula-mula membahas ilmu negara sebagai suatu ilmu kenegaraan tersendiri
adalah George Jellinek dalam bukunya “Die Allgemeine Staatslehre“, dimana
dibuktikan, bahwa ilmu negara mempunyai sifat teoritis atau mempunyai sifat ilmiah
murni. Ilmu negara ini oleh G. Jellinek disebut pula dengan “Theoritische
Staatswssenscaft “ atau Staatslehre.
Walaupun ilmu negara sesungguhnya sudah lama sekali dikenal yakni sejak zaman
Yunani kuno tetapi sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri belum lama diakui. Di
negara-negara berbahasa Inggris seperti Inggris, Canada, Amerika serikat, Australia dan
sebagainya digunakan istilah “ political Science “ atau political theory.1
Ilmu negara dianggap identik dengan ilmu politik. Pada hemat kami ini kurang
benar, Ilmu negara tidak identik dengan ilmu politik. Walaupun benar kata politik itu
berasal dari kata bahasa Yunani “ Polis “ yang berarti negara kota, maupun sekarang ini
kata politik sudak mendapat arti lain dari pada sekandar negara dalam arti yang biasa.
Negara adalah suatu bentuk organisasi kekuasaan dengan tata pemerintahan atas
umat manusia di daerah tertentu. Sedang politik yakni kebijaksanaan dalam menghadapi
soal-soal mengenai negara. Walaupun negara dan politik itu selalu bersama-sama

1
Max Weber, Sosiologi, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, Cetakan II Februari 2009), Hlm. 191.
2
namun ini tidaklah berarti bahwa negara itu identik dengan politik. Karena itu maka
kitapun harus tegas-tegas membedakan ilmu negara dari ilmu politik.
Ilmu negara dan ilmu politik adalah dua hal yang sangat erat hubungannya satu sama
lain saling isi mengisi dan saling lengkap melengkapi tetapi satu dan lainnya tidak
identik pula.
B. Metode Penyelidikan Ilmu Negara
Sebagaimana suatu proses maka negara mempunyai situasi dimasa sekarang,
mempunyai sejarah dimasa lampau dan mempunyai kemungkinan-kemungkinan dimasa
datang. Situasinya, fakta-faktanya dan fenomina-fenominanya sekarang kita selidiki dan
kita pelajari dengan analisa deskriptif, dengan menyelidiki dan mempelajari fakta-fakta
dan fenomina-fenomina itu sebagaimana adanya.
Perkembangan sejarahnya dimasa lampau kita pelajari dengan analisa historis dengan
mempelajari asal-usul, sebab musabab dan peranan serta pengaruhnya dalam
perkembangan negara.
Dan kemungkinan-kemungkinannya dimasa datang kita perhitungkan dengan analisa
logis konstruktif. Dalam menganalisa ini kita akan menggunakan metode-metode
observatif, komperatif dan dialektis. Dengan metode observatif berarti kita bekerja
dengan observasi dengan memperhatikan, menanggapi segala sesuatunya, segala
keadaan dan kejadian, segala fakta dan fenomena dalam tubuh dan jiwa negara, dengan
perkembangan wilayahnya, rakyat dan tata pemerintahan.
Segala bahan-bahan itu dikumpulkan, disusun, diteliti, dikwalifikasi dan
diklassifikasi untuk kemudian disusun menurut korelasi dan urutan yang wajar. Metode
observatif ini adalah dasar segala penyelidikan. Dengan metode komperatif berarti kita
bekerja dengan komperasi dengan menimbang-menimbang dan membanding-banding
dengan fakta-fakta, fenomina-fenomina dan juga peristiwa-peristiwa itu ada yang sama
dan ada yang tidak sama, tidak saja sifat hakekat dan corak ragamnya, tetapi juga
ditanggapinya. Maka perlulah kita pelajari dengan seksama hakekat persamaan dan
perbedaan itu dengan segala sebab musabab dan akibat-akibatnya, serta pengaruhnya
satu sama lain untuk memperoleh evaluasi yang tepat.
Dengan metode dialektis berarti kitaabekerja dengan dialektika, dengan menguji
fakta-fakta, fenomina-fenomina dan peristiwa-peristiwa itu yang satu dengan yang lain.
Kenyataan bahwa mengenai setiap hal selalu terdapat unsur-unsur yang berlawanan, ada
positif dan ada yng negartifnya, maka perlulah unsur-unsur yang berlawanan itu kita uji
3
yang satu dengan yang lain, agar kita ketahui kekuatan dan kelemahannya masing-
masing, tiap fakta dan fenomina lawannya agar kita dapatkan kesimpulan pandangan
yang lebih sempurna, lebih matang dan lebih mantap.
Metode deduksi bekerja apriori menggunakan ketentuan-ketentuan dasar-dasar
dengan dalil-dalil, aksioma-aksioma dan kaidah-kaidah yang merupakan petunjuk
umum untuk memperoleh keterangan-keterangan bagi fakta-fakta dan persoalan-
persoalan yang beraneka ragam. Sebaliknya metode induksi bekerja dengan terlebih
dahulu menanggapi situasi, mengumpulkan bahan-bahan, menyusun fakta-fakt,
mempelajari fenomina-fenomina dan dari semua itu ditarik kesimpulan-kesimpulan
untuk memperoleh ketentuan-ketentuan dasar bersifat umum.
1. Sifat dan Hakekat
Mengenai sifat negara, Harold J. Laski dalam bukunya “ Pengantar dalam Politik “
menuliskan sebagai berikut : negara-negara itu adalah satu dengan tindakan-tindakan
paksaan satu cara hidup yang tertentu. Dalam pengetahun sosiolagi, negara adalah
kelompok politis persekutuan hidup orang yang banyak jumlahnya dan terikat oleh
perasan senasib dan seperjuangan.
Kalau kita membicarakan negara, sebenarnya kita yakni membicarakan masyarakat
manusia. Tidak ada satu negara pun yang terjadi dengan sendirinya tanpa tindakan
manusia itu sendiri. Perkembangan sesuatu negara berarti perkembangan kemauan dan
tindakan manusia.
Sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membicarakan masyarakt manusia, ilmu
negara itu juga termasuk sebagai suatu cabang khusus dari sosiologi. Keistimewaan
ilmu negara adalah mempelajari masyarakat manusia itu dari segi ketata negaraan,
susunan pemerintahan dan kekuasaaan yang memegang serta menguasai susunan itu.
Negara merupakan bentuk pergaulan yang spesifik, yakni mempunyai syarat-syarat
tertentu, daerah, rakyat dan juga pemerintahannya. Menurut Arestoteles negara (polis)
itu adalah persekutuan dari pada keluarga dan desa guna memperoleh hidup yang
sebaik-baiknya. Pendapat Jean Bodin negara itu yakni suatu persekutuan dari pada
keluarga-keluarga dengan segala kepentingannya yang dipimpin oleh akal dari suatu
kuasa yang berdaulat. Sedangkan Hugo de Groot menafsirkan negara itu yakni suatu

4
persekutuan yang sempurna dari pada orang-orang yang merdeka untuk memperoleh
perlindungan hukum.2
Menurut Hans Kelsen negara itu adalah suatu susunan pergaulan hidup bersama
dengan tata paksa. Ini mirip dengan pendapat Harrold Laski yang juga memandang
negara itu sebagai organisasi paksaan. Pendapat Logemann seorang Profesor Belanda,
menulis dalam bukunya adalah suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan untuk
dengan kekuasaannya mengatur dan mengurus satu masyarakat tertentu.
Sedangkan dalam buku “ Het Staatsrecht van Indonesia “ ia mengatakan bahwa
negara adalah suatu organisasi artinya sekelompok orang-orang yang dengan bekerja
sama dan pembagian kerja mengejar satu tujuan bersama, lebih lanjut diterangkan oleh
Logemann bahwa negara adalah organisasi yang menertibkan keseluruhan hubungan-
hubungan antara orang-orang satu sama lain di dalam masyarakat tertentu serta
memelihara ketertiban itu dengan kekuasaan.
Pada hakekatnya negara itu adalah suatu organisasi kekuasaan dan kerena itu
kelompok orang-orang terhadap siapa kekuasaan itu dilakukan, merupakan masyarakat
kekuasaan. Seorang guru besar Belanda lainnya Bellefroid di dalam bukunya “ Inleiding
tot de Rechtswetenschap in Nederland “ memberikan defenisi sebagai berikut : Negara
yakni suatu masyarakat hukum secara kekal menempati suatu daerah tertentu yang
diperlengkapi dengan kekuasaan tertinggi untuk mengurus kepentingan umum.
Menurut G. S. Diponolo dalam bukunya Ilmu Negara, negara itu adalah suatu
organisasi kekuasaan yang berdaulat yang dengan tata pemerintahan melaksanakan tata
tertib atas suatu umat disuatu daerah tertentu. Dengan kata lain organisasi disini kita
maksud suatu tata kerja sama untuk merangkaikan dan menggerakkan unsur-unsur
kekuatan guna mencapai suatu tujuan.
Yang diartikan dengan kekuasan disini yakni kemampuan untuk melaksanakan
kehendak terhadap orang-orang lain. Kemampuan untuk membuat orang bersikap atau
berbuat menurut kehendak pihak yang mempunyai kekuasaan itu. Jadi negara sebagai
organisasi kekuasaan adalah suatu tata kerja sama untuk membuat suatu umat berbuat
atau bersikap menurut kehendak negara itu.
Organisasi kekuasaan yang dinamakan negara itu harus berdaulat intern dan extern
kedalam dan keluar artinya.

2
George Ritzer, Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi, (Bantul: Kreasi Kencana, Cetakan
Kelima Juni 2010, Hlm. 475.
5
Kedalam : Negara adalah tata paksa dengan wewenang tertinggi yang merupakan
monopoli kekuasaan didalam daerahnya, dengan tiada kekuasaan lain apapun yang
menyamai, menandingi, apalagi mengatasinya. Segala kekuasaan apapun didalam
daerah suatu negara hanya ada satu susunan kekuasaan saja dan tidak lebih.
Keluar : Negara adalah bebas, tiada terikat, tiada tergantung dan tiada tunduk pada
kekuasaan lain apapun, selain ketentuan-ketentuan yang telah disetujuinya dengan
segala kekuasaan dan kebesarannya.
Dari defenisi-defenisi yang telah diuraikan di atas nampak kepada kita bahwa
defenisi-defenisi itu satu sama lainnya menunjukkan perbedaan. Hal ini untuk sebagian
besar adalah disebabkan karena defenisi ini berlain-lainan segi perhatian dan
approachny terhadap negara. Sebagai contoh yang dapat kita kemukakan disini suatu
tinjau dan anggapan seseorang ahli hukum terhadap negara adalah lain dengan
pandangan seorang ahli ekonomi, seorang ahli sejarah berbeda pandangannya dengan
seorang ahli filsafat.
Selain itu ada sebab lainnya yang menyebabkan timbulnya perbedaan defenisi-
defenisi itu yakni karena terlalu banyaknya dan beraneka ragamnya bentuk-bentuk
negara dan terlalu besarnya perbedaan luas daerah negara serta karena bermacam-
macam system organisasi kekuasaan Negara sehingga sukar untuk dapat menemukan
rumusan dari pada defenisi Negara yang dapat berlaku secara tepat dan menyeluruh baik
untuk suatu Negara kecil yang mempunyai system pemerintahan yang sederhana
maupun untuk suatu Negara besar dengan sistem birdkrasi yang luas.
Justru karena itulah maka defenisi-defenisi hendaknya jangan dianggap mutlak dan
menyeluruh kebenarannya. Setiap defenisi negara seharusnya hanya dianggap sebagai
pedoman atau sebagai pegangan saja untuk dipergunakan dalam penyelidikan
selanjutnya yang mengandung hanya satu atau beberapa aspek dan sifat dari pada
negara itu yang ditonjolkan oleh si pembuat defenisi karena aspek-aspek atau sifat-sifat
itulah yang terutama menarik perhatiannya dalam hubungan dengan masalah atau materi
yang sedang dibahas.

2. Hakekat Negara
Manusia adalah mahluk pergaulan. Manusia dilahirkan dalam pergaulan dan
mendapatkan nasibnya dalam pergaulan. Manusia tidak dapat lepas dari pergaulan
sesama manusia. Dalam pergaulan antara manusia itu, kebutuhan dan kepentingan orang
6
dapat bersamaan atau berlainan, dapat sejalan atau bertentangan, bersesuai atau
berlawanan. Dimana kebutuhan dan kepentingan orang bersesuaian, disitu timbul
persatuan dan kerjasama. Sebaliknya apabila kebutuhan dan kepentingan itu
bertentangan atau berlawanan, disitu timbul persaingan dan perjuangan.
Karena itu maka pergaulan hidup manusia inipun diliputi oleh daya tarik menarik
dan daya tolak menolak, daya kerjasama dan daya perlawanan, daya persatuan dan daya
pertentangan.
Daya-daya yang bersesuaian dan yang berlawanan satu sama lain itu simpang siur
jalin perjalinan dan serta pengaruh mempengaruhi dalam pergaulan manusia ini.
Tiap umat atau sekumpulan manusia, tiap satuan tata pergaulan memerlukan
organisasi dan memerlukan pimpinan. Pimpinan ini adalah orang yang mempunyai
kelebihan dari pada orang lain, baik kelebihan kemampuan jasmani, kelebihan
kemampuan rohani, kelebihan pengaruh atau kelebihan lain apapun. Karena kelebihan
ini ia memperoleh kewibawaan pada orang lain dan dengan demikian ia dipilih atau
tampil kemuka atas kemampuan atau kekuatan sendiri sebagai pemimpin.3
Dimana saja ada tata pergaulan manusia disitu ada organisasi dan ada pemimpin,
seorang atau lebih dan disitu berlaku ketentuan-ketentuan dan peraturan-peraturan yang
mentertibkan tata pergaulan itu. Dimana tata pergaulan manusia berlaku ketentuan-
ketentuan dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap warga pergaulan itu.
Ketentuan-ketentuan yang menjadi sendinya tata pergaulan manusia.
Persekutuan manusia yang pertama adalah perksekutuan yang dibawakan oleh ikatan
darah, oleh kelahiran yakni keluarga. Dalam keluarga inilah pertama-tama manusia
secara alami terikat satu sama lain dan bekerja bersama-sama untuk memenuhi
kebutuhan dan kepentingan hidupnya.
Disamping ikatan darah ada pula ikatan daerah, yakni ikatan oleh ruangan hidup dan
penghidupan bersama, satu tempat tinggal, satu lingkungan, satu kampung, desa, marga,
negeri atau satu daerah lain yang lebih besar adanya orang-orang disatu tempat
menimbulkan situasi dan kondisi yang menjadikan ikatan untuk bekerja sama.
Ikatan darah dan ikatan daerah ini dapat timbal balik pengaruh mempengaruhi
menambah eratnya ikatan itu atau sebaliknya membawa perpecahan atau pertentangan.
Ikatan lain yang juga penting dalam pergaulan manusia yakni ikatan sejarah, jadi

3
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2008), Hlm. 60.
7
manusia sebagai mahluk pergaulan satu sama lain terikat oleh darahnya, terikat oleh
daerahnya dan terikat oleh sejarahnya.
Ikatan-ikatan darah, daerah dan sejarah ini jalin menjalin, saling mempengaruh
mempengaruhi satu sama lain dalam kehidupan manusia, dengan daya tarik menarik dan
daya tolak menolak, dengan daya kerjasama dan daya pertentangan, yang membawa
proses perkembangan masyarakat, dan apabila proses perkembangan ini dengan cara
bagaimanapun telah mewujudkan ketertiban umum dengan satu tata kekuasaan yang
meliputi seluruh umat di daerah tertentu dengan tiada kekuasaan lain yang menandingi
atau mengatasinya kecuali kekuasaan Tuhan, inilah negara.4
Disamping ikatan negara tentu masih ada berbagai persekutuan dan ikatan lain yang
kurang atau lebih erat seperti ikatan agama, ikatan kepercayaan atau keyakinan yang
mewujudkan berbagai kelompok kepercayaan dan persekutuan agama dan atau partai
politik atau perkumpulan sosial, ikatan-ikatan sekerja yang membawakan berbagai
organisasi kaum butuh, serikat-serikat sekerja, ikatan berbagai kegiatan ilmiah,
kebudayaan, kesenian dan sebagainya.
Persamaan kepentingan, baik untuk waktu yang terbatas ataupun untuk waktu yang
tidak terbatas, menjadikan ikatan-ikatan yang membawakan persekutuan atau kerjasama
dengan organisasi, sempit atau luas, dengan pimpinan dan dengan peraturan-peraturan
sendiri.
Tetapi kesemuanya ini bersifat sukarela sehingga pasti berbeda dengan ikatan tata
kekuasaan negara yang bersifat territory dan obligatory, terikat pada daerah dan sifat
keharusan yang tidak dapat dielakkan. Artinya siapa saja yang ada di dalam daerah
sesuatu negara, ia mau tak mau harus tunduk kepada kehendak negara itu.
Sebagai susunan tata kekuasaan yang tertinggi dibawah kekuasaan Tuhan negara
mempunyai arti dan pengaruh yang sungguh amat luas, kuat dan mendalam bagi hidup
dan kehidupan manusia.
Mengapa dapat terjadi susunan kekuasaan yang begitu luas dan begitu besar peranan
dan pengaruhnya, begitu dalam menyangkut kehidupan manusia dan yang notabene
bersifat demikian itu.

4
Ibnu Khaldun, Muqaddimah, yang dikutif kembali oleh A. Rahman Zainuddin, Kekuasaan dan
Negara Pemikiran Politik Ibnu Khaldun, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, Hlm. 137.

8
Karena sifat negara yang terikat pada wilayah itu dengan konsekwensinya yang
bagitu jauh, begitu luas, kuat dan dalam bagi peri kehidupan manusia, maka sangatlah
penting bagi setiap orang dan bagi setiap pengusaha khususnya untuk merenungkan hal
ini sedalam-dalamnya apa arti dan hubungannya semua itu dengan sikap kegiatan
hidupnya.
Sangat pentingnya bagi setiap orang, bagi setiap warga negara, untuk menyadari
benar-benar bagaimana kedudukan dan peranannya dalam negara, apa hak-haknya, apa
kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai peserta dalam peri kehidupan negara,
penting untuk disadari sikap apa yang sebaik-baiknya dapat diambil, perbuatan apa yang
sebaiknya dapat dilakukan. Sumbangan apa yang sebaliknya dapat diberikan, untuk
menjadikan negara ini suatu susunan tata tertib yang sebaik-baiknya.
Tidak saja bagi dirinya sendiri dan bagi keluarganya tetapi juga bagi generasinya,
bahkan juga bagi generasi-generasi yang akan datang. Juga bagi seluruh umat manusia,
karena sesungguhnya nasib seorang itu tidak dapat lepas dari nasib bangsanya dan nasib
sesuatu bangsa tidak dapat lepas dari nasib umat manusia pada umum.
Keadaan negara telah kita terima dari generasi yang lampau dan kini ada dalam
tanggung jawab kita bersama untuk menjadikannya sebaik-baiknya dan akhirnya akan
kita serahkan kepada generasi yang datang.
Sangat penting khususnya bagi tiap-tiap penguasa untuk sungguh-sungguh
menyadari betapa kemampuan dan kekuasaan yang ada padanya, apa arti semuanya itu
bagi hidupnya dan bagi hidup orang lain, apa sebab dan apa akibatnya jika kemampuan
dan kekuasaannya itu digunakan atau tidak digunakan dan bagaimana menggunakan
atau tidak menggunakannya itu untuk memperoleh effek yang sebaik-baiknya dan dapat
dipertanggung jawabkan dengan hati murninya sebagai pemimpin terhadap rakyatnya,
terhadap bangsanya, terhadap umat manusia, terhadap sejarah dan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.

3. Beberapa Pandangan Tentang Hakekat Negara.


Manusia sebagai mahluk sosial dan mahluk berakal yang telah sekian lama hidup
dalam keadaan alam pada suatu ketika berusaha untuk mencari dan menemukan suatu
susunan organisasi yang luas kompleks yang dapat memungkinkan mereka tinggal
bersama-sama dalam mengejar tujuannya. Bersamaan dengan meningkatnya pula
kepribadiannya ketingkat yang lebih tinggi dalam berbagai segi kehidupannya maka
9
organisasi kehidupan bersama dan organisasi kerjasama itupun harus ditingkatkan
ketaraf yang lebih atas lagi.
Tertib masyarakat yang mula-mula sangat primitif dalam susunan dan tugasnya
diganti dengan bentuk-bentuk kehidupan saja dalam arti historis, melainkan juga dalam
kenyataan sosial yang sebenarnya dewasa ini.
Ada beberapa teori yang mengadakan pembahasan mengenai hakekat negara, antara
lain :
1. Teori Sosiologi Tentang Negara yang memandang negara sebagai suatu institusi
sosial yang tumbuh di dalam masyarakat karena diperlukan untuk mengurus,
mengurus dan menyelenggarakan kepentingan masyarakat.
2. Teori Organis Tentang Negara (de oeganische Staatslear) yang memandang negara
sebagai suatu organisasi yang hidup dan mempunyai kehidupan sendiri yang dalam
berbagai hal menunjukkan persamaan dengan organisme manusia serta dapat
bertindak seolah-olah seperti orang, bahkan juga mempunyai kehendak seperti
orang. Komponen-komponennya terdiri dari individu-individu.
Kehendak negara itu dilaksanakan oleh organ-organ negara seperti kepala negara,
menteri-menteri, parlemen, dewan-dewan dan lain-lain sebagainya. Selanjutnya dikenal
pula ‘ Zweiseitentheorie “ yang juga berasal dari G. Jellinek. Di dalam teori ini negara
dipandang :
a. Sebagai suatu “ Sosiales Faktum “, suatu kenyataan sosial.
b. Sebagai suatu “ Rechtliche Institution “, suatu lembaga hukum.
Hal ini adalah disebabkan karena negara dianggap mempunyai dua aspek yakni
aspek sosial dan aspek yuridis.
Bila kita memandang negara dari luar, maka negara nampak kepada kita sebagai
suatu “ Ganzheit “, sebagai suatu kebulatan, sebagai suatu totalitas. Disini negara
dipandang sebagai suatu bentuk kehidupan sosial, sebagai suatu sosiales faktum,
sehingga metode yang dipergunakan dalam meninjau aspek ini adalah metode
sosiologis.
Dilihat dari sudut yuridis negara nampak sebagai suatu struktur atau organisasi yang
terdiri dari lembaga-lembaga dan organ-organ kenegaraan seperti M.P.R., Presiden,
raja, kabinet dan sebagainya. Lembaga-lembaga dan organ-organ itu adanya karena
penetapan didalam ketentuan-ketentuan hukum tertentu dan melaksanakan tugasnya

10
berdasarkan ketentuan-ketentuan hukum pula. Karena itu metode yang dipergunakan
pandangan ini adalah metode yuridis.
Berdasarkan pandangan sosiologis dan yuridis tersebut maka Staatslehre dalam
ajaran Jellinek dibedakan dalam :
1. Allgemeine Staatslehre
2. Besondere Staatslehre
Ad. 1. Allgemeine Staatslehre dibagi lagi dalam
a. Allgemeine Soziale Staatslehre yang mempelajari negara dari aspeknya
sebagai soziale faktum.
Yang diselidiki disini adalah Ganzheit dari pada negara sebagai suatu
kenyataan sosial yakni negara sebagai salah satu bentuk kehidupan
bermasyarakat, negara sebagai satu jenis kehidupan sosial, negara dalam arti
genus (umum).
Soziale Staatslehre merupakan hasil penyelidikan atas berbagai negara sebagai
suatu Ganzbeit di seluruh dunia.
b. Allgemeine Staatsrechtlehre yang mempelajari negara sebagai rechtliche
institution, yakni sebagai lembaga hukum. Dalam hal ini negara dilihat dari
segi susunannya atau strukturnya yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan
hukum dan dibanding-bandingkan dengan negara lain yang juga dipandang
dari sudut strukturnya.
Ad. 2. Adapun “ Besondere Staatslehre “ mempelajari suatu species dari pada negara
dan terdiri dari :
a. Individuelle Staatslehre yang memandang negara sebagai suatu individu
dalam arti sesuatu hal yang tidak dapat dibagi-bagi ( Indivisitle ).
b. Specielle Staatshre yang mempelajari satu bangunan khusus dari pada
negara.
Keterangan dari schema George Jellinek. Jika kita katakan Staatswissenschaften dalam
arti luas maka didalamnya telah termuat norma-norma hukumnya dan norma-norma
hukum ini terdapat dalam Staatswissenschaften ini.
Staatswissenschaften dalam arti luas dapat dibagi dalam dua bagian yakni :
1.Staatswissenschaften dalam arti sempit yang menyelidiki negara ar sich (
negara sendiri ) dan tidak mengenai hukumnya.
2.Rechtswissenschaften mengenai hukumnya.
11
Staatswissenschaften dalam arti sempit dibagi lagi tiga bagian yakni :
1. Beschreibende Staatswissenschaften : ilmu pengetahuan ini hanya
melukiskan unsur-unsur atau aspek-aspek tentang negara.
2. Theoritische Staatswissenschaften : bahan-bahan yang dikumpulkan tadi lalu
diolah dan dianalisa, mana yang sama digolongkan sesamanya dan yang berbeda
dipisahkan yang kemudian diletakkan di dalam sistimatik. Jadi disini dicari pengertian-
pengertian pokok dan sendi-sendi pokok saja.
3. Praktische Staatswissenschaften : Jika hasil yang sudah tetap itu telah didapat
yakni pengertian-pengertian pokok dan sendi-sendi pokok maka kemudian dijalankan
dalam praktek.
Rechtswissenschaften ini sebenarnya terdiri atas hukum private dan hukum public.
Hukum private atau hukum perdata walaupun dibuat oleh negara untuk mengatur
hubungan yang satu dengan yang lainnya tetapi karena tidak berhubungan langsung
dengan Staatswissenschaften sehingga tidak dimasukkan dalam schema Jellinek ini.
Jadi yang dimasukkan dalam sistimatik George Jellinek hanya hukum public dan
yang termasuk hukum public yakni
a. Hukum Tata Negara ( Staatsrechet )
b. Hukum Tata Usaha Negara ( Administratifrecht )
c. Hukum Antar Negara ( Volkanrecht )
Di negara Belanda di dalam hubungan ilmu pengetahuan bahwa Staatsrecht dan
Administratifrecht dikatakan Staatsrecht adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
negara di dalam keadaan diam ( de Stat in rust ) sedangkan administratifrecht dikatakan
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari negara di dalam keadaan bergerak ( de staat
in beweging ).
Ilmu pengetahuan tentang hukum antar negara ini menjadikan pokok
penyelidikannya adalah hubungan negara yang satu dengan yang lain. Istilah
Volkenrecht ini seharusnya diterjemahkan dengan hukum bangsa-bangsa tetapi karena
yang merupakan subyect hukum atau rechtsubyect adalah negara bukan bangsa maka
diterjemahkan sebagai hukum antar negara. Istilah yang dipakai dalam bahasa Inggris
kita kenal dengan Internasional Law.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ibnu Khaldun, 2010. Muqaddimah, yang dikutif kembali oleh A. Rahman Zainuddin,
Kekuasaan dan Negara Pemikiran Politik Ibnu Khaldun, (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.

Miriam Budiardjo, 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Max Weber, 2009. Sosiologi, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, Cetakan II Februari.

George Ritzer, Douglas J. Goodman, 2010. Teori Sosiologi, (Bantul: Kreasi Kencana,
Cetakan Kelima Juni.

13

Anda mungkin juga menyukai