Anda di halaman 1dari 6

HAKEKAT NEGARA Hakekat negara adalah suatu penggambaran tentang sifat-sifat negara.

Negara sebagai wadah diciptakan untuk mencapai cita-cita bangsanya. Pandangan tentang
hakekat negara sangat erat hubungannya dengan filsafat yang dianutnya. Ini disebabkan
karena pengaruh keadaan atau sifat pemerintahan yang dialaminya, dengan demikian
pandangan tentang hakekat negara juga berlainan. Dari uraian sebelumnya telah dijelaskan
tentang hakikat negara dari para sarjana. Maka dari itu perhatikanlah sebab di bab ini tidak
diulangi lagi.

TUJUAN NEGARA Sama halnya dalam pembicaraan tentang hakikat negara, di Bab ini
tidak secara khusus dibicarakan tersendiri melainkan ajaran tentang tujuan negara dari
masing-masing sarjana telah dibahas sebelumnya. Tetapi bagaimanapun juga orang tidak
boleh melupakan pentingnya perihal tujuan negara ini. Dimana letak pentingnya? Pentingnya
pembicaraan tujuan negara ini ditelisik dari sudut pandang bentuk negara, susunan negara,
organ-organ negara atau badan negara yang harus dilaksanakan, fungsi dan tugas dari organ-
organ itu serta hubungannya antar keduanya yang senantiasa disesuaikan dengan tujuan
negara. Disamping itu, kita harus ingat bahwasanya perihal perkara tujuan negara ini tidak
ada satu pun ahli sarjana hukum yang dapat merumuskan dengan tepat satu rumusan yang
meliputinya atau mencakup semuanya. Mengapa demikian? Sebab tujuan negara tergantung
daripada lokasi, kondisi, dimensi waktu serta sifat dari kekuasaan penguasa, umpamanya
persoalan ekonomi. Dalam beberapa abad yang lampau soal ini tidak menjadi tugas negara.
Ingat akan azas ekonomi pada zaman liberal: 1. Laissez faire 2. Laissez aller Maka dari itu
suatu penyebutannya bersifat samar-samar dan umum dan mungkin dapat meliputi semua
unsur dari tujuan negara tersebut, bahwa tujuan negara sesuai dengan Preambule/Mukadimah
UUD 1945 alinea 4 yang menyatakan “Menyelenggarakan kesejahteraan dan kebahagiaan
rakyatnya secara adil dan makmur”.

TEORI LEGITIMASI KEKUASAAN Ditinjau dari hukum Tata negara, negara itu adalah
suatu organisasi yang merupakan tata kerja dari keutuhan alat-alat perlengkapan negara.
Maka permasalahannya sekarang di dalam membahas Bab ini adalah : a) Tentang Sumber
kekuasaan b) Tentang pemegang kekuasaan/kedaulatan tertinggi c) Tentang pengesahan
kekuasaan Sebagai akibat daripada hal tersebut diatas maka orang lalu mengenal : Interne
souvereiniteit (Kedaulatan ke dalam) Externe souvereiniteit (Kedaulatan ke luar) Sekarang
persoalannya siapakah yang memiliki kekuasaan itu. Artinya kekuasaan tertinggi suatu
negarayaitu kekuasaan yang dapat menentukan taraf tertinggi dan terakhir. Terhadap masalah
atau persoalan ini ada beberapa paham yang memberikan jawaban masing-masing, yakni
ajaran kedaulatan: 1. Teori Kedaulatan Tuhan Teori Kedaulatan Tuhan merupakan teori
kedaulatan yang pertama dalam sejarah, mengajarkan bahwa Negara dan pemerintah
mendapat kekuasaan tertinggi dari Tuhan sebagai asal segala sesuatu (Causa Prima). Menurut
teori Kedaulatan Tuhan, kekuasaan yang berasal dari tuhan itu diberikan kepada tokoh-tokoh
Negara terpilih, yang secara kodrati diterapkan-Nya menjadi pemimpin Negara dan berperan
selaku wakil Tuhan di dunia. Teori ini umumnya dianut oleh raja-raja yang mengaku sebagai
keturunan dewa, misalnya para raja Mesir Kuno, Kaisar Jepang, Kaisar China, Raja Belanda
(Bidde Gratec Gods, kehendak Tuhan), Raja Ethiopia (Haile Selasi, singa penakluk dari suku
Yuda pilihan Tuhan). Demikian pula dianut oleh para raja Jawa zaman Hindu yang
menganggap diri mereka sebagai penjelmaan dewa Wisnu. Ken Arok bahkan menganggap
dirinya sebagai titisan Brahmana, Wisnu, dan Syiwa sekaligus Pelopor teori kedalulatan
tuhan antara lain : Augustinus (354-430), Thomas Aquino (1215-1274), F. Hegel (1770-
1831) dan F.J. Stahl (1802-1861). Karena berasal dari Tuhan, maka kedaulatan Negara
bersifat mutlak dan suci. Seluruh rakyat harus setia dan patuh kepada raja yang melaksanakan
kekuasaan atas nama dan untuk kemuliaan Tuhan. Menurut Hegel, raja adalah manifestasi
keberadaan Tuhan. Maka, raja atau pemerintah salalu benar, tidak mungkin salah. 31 2. Teori
Kedaulatan Raja Dalam Abad Pertengahan Teori Kedaulatan Tuhan berkembang menjadi
Teori Kedaulatan Raja, yang menganggap bahwa raja bertanggung jawab terhadap dirinya
sendiri. Kekuasaan raja berada di atas konstitusi. Ia bahkan tidak perlu menaati hukum moral
agama, justru karena statusnya sebagai representasi atau wakil Tuhan di dunia, maka pada
saat itu kekuasaan raja berupa tirani bagi rakyatnya. Peletak dasar utama teori ini adalah
Niccolo Machiavelli (1467-1527) melalui karyanya, II Principle. Ia mengajarkan bahwa
Negara harus dipimpin oleh seorang Raja yang berkekuasaan mutlak. Sedangkan Jean Bodin
menyatakan bahwa kedaulatan Negara memang dipersonifikasikan dalam pribadi raja, namun
raja tetap harus menghormati hukum kodrat, hukum antar bangsa, dan konstitusi kerajaan
(leges imperii). Di Inggris, teori ini dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-1679) yang
mengajarkan bahwa kekuasaan mutlak seorang raja justru diperlukan untuk mengatur Negara
dan menghindari homo homini lupus. 3. Teori Kedaulatan Negara Menurut teori Kedaulatan
Negara, kekuasaan tertinggi terletak pada Negara. Sumber kedaulatan adalah Negara, yang
merupakan lembaga tertinggi kehidupan suatu bangsa. Kedaulatan timbul bersamaan dengan
berdirinya suatu Negara. Hukum dan konstitusi lahir menurut kehendak Negara, dan
diabdikan kepada kepentingan Negara. Para penganut teori ini melaksanakan pemerintahan
tiran, teristimewa melalui kepala Negara yang bertindak sebagai diktator. Pengembangan
teori Hegel menyebar di Negara-negara komunis. Peletak dasar teori antara lain: Jean Bodin
(1530-1596), F.Hegel (1770-1831), G.Jellinek (1851-1911), Paul Laband (1879-1958). 4.
Teori Kedaulatan Hukum Berdasarkan pemikiran teori Kedaulatan Hukum, kekuasaan
pemerintah berasal dari hukum yang berlaku. Hukumlah (tertulis maupun tidak tertulis) yang
membimbing kekuasaan pemerintah. Etika normatif Negara yang menjadikan hukum sebagai
“panglima” mewajibkan penegakan hukum dan penyelenggaraan Negara dibatasi oleh
hukum. Pelopor teori kedaulatan hukum antara lain : Hugo de Groot, Krabbe, Immanuel Kant
dan Leon Daguit. 5. Teori Kedaulatan Rakyat atau Teori Demokrasi Teori kedaulatan rakyat
menyatakan bahwa kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat (teori ajaran demokrasi).
Pemerintah harus menjalankan kehendak rakyat dan konstitusi menjamin hak asasi manusia.
32 Beberapa pandangan pelopor teori kedaulatan Rakyat : a. JJ. Rousseau JJ. Rousseau
Menyatakan bahwa kedaulatan itu perwujudan dari kehendak umum dari suatu bangsa
merdeka yang mengadakan perjanjian masyarakat (social contract). b. Johanes Althusius
Johanes Althusius menyatakan bahwa setiap susunan pergaulan hidup manusia terjadi dari
perjanjian masyarakat yang tunduk kepada kekuasaan, dan pemegang kekuasaan itu dipilih
oleh rakyat. c. John Locke John Locke menyatakan bahwa kekuasaan Negara berasal dari
rakyat, bukan dari raja. Menurutnya, perjanjian masyarakat menghasilkan penyerahan hak-
hak rakyat kepada pemerintah dan pemerintah mengembalikan hak dan kewajiban asasi
kepada rakyat melalui peraturan perundang-undangan. d. Mostesquie Mostesquieu membagi
kekuasaan Negara menjadi : kekuasaan Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif (Trias Politica).
Jadi sebenarnya persoalan legitimasi kekuasaan itu sangat erat hubungannya dengan
persoalan tujuan negara itu sendiri. Namun saat revolusi Perancis berlangsung dan nantinya
akan berakhir dengan jatuhnya Napoleon,maka timbullah system pemerintahan kerajaan
dengan syarat bahwa raja harus mendasarkan tindakannya pada undang-undang dasar dan
lahirlah Charte Octroyee yakni suatu UUD yang disetujui oleh raja berbentuk jaminan bahwa
raja tidak akan bertindak secara sewenang-wenang. Lalu muncullah aliran reaksioner
terhadap hal tersebut di Perancis dipelopori oleh: 1. Chateaubriand  Menulis buku De la
Monarchi Selon la Charte (=Tentang kerajaan yang sesuai dengan piagam)  Ajarannya
adalah hak istimewa pada raja dan pertangung jawaban menteri  Menteri harus mendapat
dukungan dari mayoritas anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2. De Bonald  Menulis buku
Theorie du Pouvoir Politique et Religiux Dans la Societe Civile (=Teori kekuasaan negara
dan gereja dalam kehidupan penduduk) 33  Ajarannya menekankan bahwa negara bukanlah
buatan secara bebas dari individuindividu yang bersatu dan bukan orang yang menentukan
bagaimana negara harus terjadi, tetapi sebaliknya  Jadi konklusinya adalah rakyat untuk
negara 3. Joseph de Maistre  Menulis buku Considerations sur la France (=Pandangan
tentang negara Perancis)  Ajarannya kurang lebihnya sama dengan persepsi De Bonald
diatas Sementara itu, aliran tersebut juga ada penganutnya di Jerman, antara lain: 1) Ludwig
von Haller (1768-1854)  Menulis buku Restauration der Staatswissenschaften  Secara
tegas menentang azas dari pemikiran revolusioner yakni: Perjanjian masyarakat Keadaan
alam Ketidaktentuan yang tumbuh Penyerahan kekuasaan dengan perjanjian masyarakat
Susunan negara yang layak pembentukkannya  Semuanya itu bertentangan dengan sejarah
dan akal  Sifat negara yang sesungguhnya adalah susunan dari Tuhan yang bersifat kekal.
2) Adam Mǜller (1799-1829)  Menulis buku Die Elementer der Staatskuntst  Ajarannya
tidak mengakui adanya keadaan alamiah yang mendahului adanya negara. 3) Joseph von
Gȍrres (1776—1848)  Ajarannya adalah mengembalikan system kerajaan oleh Napoleon
selama revolusi berjalan  Menentang adanya azas perwakilan rakyat dalam pemerintahan

KLASIFIKASI NEGARA Pada Bab ini dibahas mengenai masalah tentang kemungkinan-
kemungkinan dari bentuk negara dan ajaran-ajarannya perihal klasifikasi bentuk-bentuk
negara. Maka dari itu, hal ini adalah 34 salah satu tugas pokok Ilmu Negara yaitu perlunya
kita mengetahui bahwasanya sampai sekarang ini belum mendapatkan kesatuan pendapat dari
para ahli. Hal ini disebabkan: a. Negara, adalah proses yang setiap waktu mengalami
perubahan sesuai dengan kondisi pada saat itu. Ingatlah Cyclus Theori seperti teori-teori
negara yang dikemukakan oleh Aristoteles, Plato dan Polybius. b. Perkembangan ilmu
kenegaraan khususnya menelisik dalam peristilahannya sering berubah. c. Para ahli sarjana
pada sat itu mengargumentasikan opini perihal kriteria dengan memakai parameter (tolak
ukur) yang berbeda-beda. d. Pengertiannya dipengaruhi oleh aliran filsafat yang bersangkutan
e. Istilah yang bermacam-macam bentuknya 1. Klasifikasi Negara Klasik Tradisional •
Bentuk negara terbagi: Monarki, Aristokrasi, dan Demokrasi. • Bentuk negara Tirani,
Oligarki, dan Anarki tidak dianggap karena sebagai ekses dari bentuk Negara yang baik. •
Kriteria yang digunakan: a. Susunan pemerintahan Siapa dan berapa jumlah orang yang
memegang kekuasaan: tunggal, beberapa orang, atau seluruh rakyat b. Sifat pemerintahan
Ditujukan untuk kepentingan umum (baik) atau se-golongan tertentu (buruk). 2. Klasifikasi
Negara dalam bentuk Monarki dan Republik • Menurut Niccolo Machiaveli dalam bukunya
“Il Principe” - Bentuk Negara: Monarki dan Republik. - Negara dalam pengartian genus;
sedangkan bentuk Negara Monarkhi dan Republik dalam pengartian species. • Menurut
George Jellinek dalam bukunya “Allgemene Staatslehre” - Bentuk Negara: Monarki dan
Republik; keduanya saling berlawanan dalam sistem pemerintahannya (bentuknya). - Dasar
kriteria yang digunakan: Bagaimana cara terbentuknya kemauan Negara? Kemauan Negara
yang abstrak diwujudkan konkret melalui hukum yang diciptakan Negara, terbagi dalam 2
cara: 35 a) Ditentukan oleh satu orang tunggal yang disebut Monarki. b) Ditentukan oleh
dewan secara yuridis yang terdiri dari beberapa orang yang disebut Republik. Yang dijadikan
tolak ukur adalah pada siapa yang memegang kekuasaan tadi, hal ini dikritik oleh: •
Kranenburg. - Hukum kebiasaan ada jika diakui dan ditetapkan Negara. - Wahl-monarchie
Adalah suatu Negara di mana kepala negaranya dipilih dan diangkat oleh suatu badan khusus,
dan setelah itu menjadi bawahan daripada kepala Negara tersebut. Kekuasaan kepala Negara
menjadi sangat besar dalam lingkup pemerintahan dan undang-undang. Contoh: Kerajaan
Jerman, Negeri Polandia. • Leon Deguit - Bentuk Negara: Negara kesatuan, Negara Serikat,
dan Perserikatan Negara-negara. - Bentuk Pemerintahan: Monarkhi dan Republik. - Dasar
kriteria yang digunakan: Cara atau system penunjukan atau pengangkatan kepala Negara;
yang terbagi: a. Kepala Negara yang mendapat kedudukan karena pewarisan disebut
Monarkhi. Sistem pemerintahan Monarkhi terbagi: 1. Monarki Absolut 2. Monarki Terbatas
3. Monarki Konstitusional b. Kepala Negara yang mendapat kedudukan bukan karena
pewarisan (missal: pemilu, kudeta) disebut Republik. Sistem pemerintahan Republik terbagi:
1. Referendum, system pemerintahan rakyat secara langsung. 2. Parlementer, system
pemerintahan perwakilan rakyat. 3. Presidensiil, system pemisahan kekuasaan. - Terhadap
teori Wahl-monarchie, Leon Deguit menyebutkan dengan istilah Republik Aristrokat. 3.
Klasifikasi Negara Autoritaren Fuhrerstaat  Diajarkan oleh Prof. Otto Koellreutter yang
bersifat Nasional-Sosialis. 36  Autoritaren Fuhrerstaat adalah sebuah bentuk Negara yang
memadukan antara Monarki (asas ketidaksamaan) dengan Republik (asas kesamaan), dengan
penjelasannya bahwa pemegang kekuasaan pemerintahan Negara bukan pewarisan dari satu
dinasti saja.  Penunjukkan atau pengangkatan kepala Negara berdasarkan pada pandangan
otoritas Negara, yaitu kemampuan memerintah dan menguasai rakyatnya. 4. Klasifikasi
Negara Menurut Prof. DR. R. Kranenburg  Terdapat dua macam kriteria pengelompokan
manusia: a. Sifat Ketempatan b. Sifat Keteraturan  Klasifikasi kelompok manusia: a.
Kelompok manusia yang sifatnya setempat tetapi tidak teratur. Sifat: insidental, tidak saling
mengenal, tidak teratur Ciri istimewa: sifatnya sangat sugestif b. Kelompok manusia yang
sifatnya setempat dan teratur (objektif) Keadaan teratur → Adanya tujuan bersama c.
Kelompok manusia yang sifatnya tidak setempat dan tidak teratur Bersifat golongan →
mempunyai kepentingan bersama yang kuat dirasakan Menimbulkan: suasana golongan,
kerjasama golongan, kepentingan golongan d. Kelompok manusia yang sifatnya tidak
setempat tetapi teratur (merupakan kelompok tertinggi/subyektif) Faktor pokok: kelompok itu
sendiri mempunyai kepentingan bersama → kehendak bersama (mengadakan tata tertib) →
untuk mencapai dan melaksanakan tujuan kelompok  Klasifikasi Negara (pertama): 1.
Negara di mana semua fungsi atau kekuasaan negara dipusatkan pada satu organ (sistem
absolut) Sifatnya : a. Bersifat tunggal → monarki b. Bersifat beberapa orang →
aristokrasi/oligarki c. Bersifat jamak → demokrasi Sistem absolut ditambah sifat organnya,
menjadi klasifikasi negara: a) Monarki absolut → satu organ = satu orang b)
Aristokrasi/oligarki absolut → saru organ = beberapa orang c) Demokrasi absolut → satu
organ = seluruh rakyat 2. Negara di mana fungsi-fungsi atau kekuasaan-kekuasaan negara
dipisahkan 37 a. Negara dengan Sistem Pemerintah Presidensil Badan legislatif dengan badan
eksekutif tidak dapat saling memengaruhi b. Negara dengan Sistem Pemerintahan
Parlementer Kedua badan saling memengaruhi dan bersifat politis. Jika kebijaksanaan suatu
badan tidak disetujui, badan tersebut dapat dibubarkan. c. Negara dengan Sistem
Pemerintahan Referendum Badan eksekutif hanya sebagai badan pelaksanaan dari apa yang
telah diputuskan badan legislatif.  Klasifikasi negara berdasarkan perkembangan sejarah,
dan penjenisan negara modern yang timbul akibat daripada perkembangan zaman modern. 1.
Negara dalam bentuk-bentuk historis a. Federasi dari negara-negara zaman kuno b. Sistem
provincia Romawi c. Negara-negara dengan sistem feodal 2. Negara-negara dalam bentuk
modern atau dari zaman modern a. Perserikatan negara-negara b. Negara Serikat (Federal) c.
Negara Kesatuan d. Negara Persemakmuran Bersama Inggris (Commonwealth) 5. Klasifikasi
Negara menurut Hans Kelsen Hans Kelsen penganut ajaran Positivisme. Dalam ajaran Hans
Kelsen negara itu pada hakikatnya adalah merupakan Zwangsordnung, yaitu suatu tertib
hukum atau tertib masyarakat yang mempunyai sifat memaksa, yang menimbulkan hak
memerintah dan kewajiban tunduk. Jadi dalam hal ini ada pembatasan terhadap kebebasan
warga negara padahal menurut Hans Kelsen kebebasan warga negara itu merupakan nilai
yang fundamental atau pokok dalam suatu negara. Menurut Hans Kelsen sifat kebebasan
warga negara itu ditentukan oleh dua hal, yaitu : a. Sifat mengikatnya peraturan-peraturan
hukum yang dikeluarkan atau dibuat oleh penguasa yang berwenang. b. Sifat keleluasaan
penguasa atau pemerintah dalam mencampuri atau mengatur peri kehidupan daripada warga
negaranya. Berdasarkan kriteria tersebut Hans Kelsen mengklasifikasikan negara menjadi : 1.
Berdasarkan kriteria yang pertama maka : 38 a) Pada asasnya peraturan-peraturan hukum
yang dikeluarkan oleh penguasa yang berwenang itu hanya mengikat atau berlaku terhadap
rakyatnya saja, jadi tidak berlaku atau mengikat pada penguasa yang membuat peraturan-
peraturan hukum tersebut. b) Pada asasnya peraturan-peraturan hukum yang dikeluarkan oleh
penguasa yang berwenang itu kecuali mengikat warga negaranya atau rakyatnya juga
mengikat si pembuat peraturan-peraturan hukum itu sendiri. 2. Berdasarkan kriteria yang
kedua maka : a) Pada asasnya penguasa atau negara mempunyai keleluasaan untuk
mencampuri atau mengatur segala segi kehidupan daripada para warga negaranya. b) Pada
asasnya penguasa atau negara hanya dapat mencampuri atau mengatur perihal kehidupan
daripada para warga negaranya yang pokok-pokok saja, yang menyangkut kehidupan warga
negara secara keseluruhan. 6. Klasifikasi Negara menurut R. M. Mac Iver Mac Iver
mengemukakan adanya dua macam sistem pengklasifikasian negara, yaitu : 1. A Tri Partite
Classification of State, disebut pula sistem traditional classification, mempergunakan dasar
atau kriteria suatu pertanyaan : Siapakah yang memegang kekuasaan pemerintahan negara itu
? Terhadap hal ini Mac Iver mengemukakan keberatan-keberatan atau kritikan yang dianggap
sebagai kelemahan sistem tersebut, yaitu pemerintahan pada negara-negara bukan primitif
pasti selalu berada pada tangan Roling-Class, kelas atau golongan yang memerintah kalau
kekuasaan tertinggi negara hanya dipegang oleh satu orang saja, maka sesungguhnya telah
memuat bentuk-bentuk pemerintahan yang sangat berbeda sekali, sebab dapat meliputi
monarki kadang-kadang dapat juga sebagai diktator ataupun tirani. Dalam
mengklasifikasikan negara tidak cukup kalau hanya mempergunakan satu kriteria saja. 2. A
Bi Partite Classification of State, dasar atau kriteria sistem ini adalah dasar atau alasan yang
bersifat praktis, yaitu mempergunakan dasar konstitusional. Jadi penggolongan negara
dengan sistem ini menghasilkan dua golongan besar, yaitu demokrasi dan oligarki. Menurut
Mac Iver perlu untuk diketahui bahwa dalam proses perubahan politik pada setiap bentuk
pemerintahan atau negara sering didapatkan ciri-ciri yang sesuai atau sama daripada beberapa
bentuk negara. 7. Klasifikasi Negara menurut Maurice Duverger Maurice Duverger dalam
mengklasifikasikan negara menggunakan kriteria bagaimanakah sifat relasi atau hubungan
antara para penguasa dengan rakyat yang diperintah. Relasi 39 tersebut nampak dengan jelas
pada cara atau sistem pemilihan atau pengangkatan para penguasa tersebut. Cara atau site
mini dapat digolongkan dalam dua cara, yaitu : a. Dalam pengangkatan para penguasa itu
dimana rakyat tidak diikutsertakan dalam pengangkatan/pemilihan orang-orang yang akan
memegang kekuasaan pemerintahan negara. b. Dalam pengangkatan para penguasa dimana
dalam pengangkatan tersebut rakyat diikutsertakan. c. Dalam pengangkatan atau pemilihan
para penguasa adalah suatu sistem campuran antara sistem demokrasi dengan sistem
autokrasi, yang akan menimbulkan negara oligarki. 8. Klasifikasi Negara menurut H.J Laski.
Ia mengatakan bahwa yang menjadi inti dalam organisasi negara adalah hubungan antara
rakyat dan undang-undang. Berdasarkan kriteria ini maka negara dikalsifikasikan menjadi: a.
Bila rakyat mempunyai wewenang ikut campur dalam pembuatan undang-undang, maka
bentuk negara tersebut adalah demokrasi. b. Bila rakyat tidak mempunyai wewenang ikut
campur dalam pembuatan undang-undang, maka bentuk negara tersebut adalah autokrasi. H.J
Lasky berpendapat dalam tiap-tiap penyelidikan tentang sistem peraturan-peraturan hukum
menunjukkan akan kebutuhan tiga jenis kekuasaan yaitu: a. Adanya badan yang menetapkan
peraturan-peraturan umum. Badan ini disebut badan perundang-undangan. b. Adanya badan
yang bertugas melaksanakan peraturan-peraturan hukum. Badan ini adalah pemerintah. c.
adanya badan yang berwenang memberikan keputusan dalam pelaksanaan terjadinya
pelanggaran-pelanggaran. Badan ini disebut pengadilan. 9. Klasifikasi negara menurut Sir
John Marriott. Marriott mengajukan klasifikasi yang dapat mencakup semua bentuk negara
modern. Dalam klasifikasinya ia menggunakan dasar sistem kenegaraannya yaitu : •
Mengenai susunan pemerintahannya : negara kesatuan dan negara federasi • Mengenai sifat
konstitusinya: negara yang konstitusinya mempunyai sifat-sifat istimewa dan negara yang
undang-undang dasarnya bersifat fleksibel. • Mengenai sistem pemerintahannya: negara yang
memakai sistem pemerintahan presidensial dan negara memakai sistem pemerintahan
parlementer.

Anda mungkin juga menyukai