Anda di halaman 1dari 19

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU) UAS

TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2021/22.1 (2021.2)

Nama Mahasiswa :MAULIZA…………………………………………………………………………..

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 041253479………………………………………………………………………..

Tanggal Lahir :10/03/1999…………………………………………………..…………………..

Kode/Nama Mata Kuliah :ADPU4218/Psikologi Sosial ……………………………………………..

Kode/Nama Program Studi : 50/Psikologi Sosial …………………………………….. ………………….

Kode/Nama UPBJJ : 49/ Banjarmasin………………………………………………………………..

Hari/Tanggal UAS THE : Selasa/ 28 Desember 2021………………………………………………

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Surat Pernyataan Mahasiswa Kejujuran


Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : MAULIZA ……………………………………………………………………..


NIM : 041253479 …………………………………………………………………..
Kode/Nama Mata Kuliah : ADPU4218/Psikologi Sosial …………………….…………………..
Fakultas : FHISIP......……………………………………………………………………..
Program Studi : Psikologi Sosial……………………………………………………………..
UPBJJ-UT : 49 Banjarmasin…………….....……………………………………………

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada laman
https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal ujian
UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai pekerjaan
saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan
akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media apapun, serta
tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik Universitas Terbuka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat pelanggaran atas
pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik yang ditetapkan oleh
Universitas Terbuka.
Mauliza, ………………………

Yang Membuat Pernyataan

Nama Mahasiswa
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

PERTANYAAAN:
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
NASKAH UAS-THE UJIAN AKHIR SEMESTER-TAKE HOME EXAM (THE) UNIVERSITAS
TERBUKA SEMESTER: 2021/22.1 (2021.2)

Psikologi Sosial
ADPU4218

No. Soal Skor


1. Studi kasus : 30

HAMPIR satu bulan, sejak kali pertama kasus virus corona secara resmi diumumkan terjadi di
Indonesia, data menunjukkan bahwa kecenderungan jumlah orang yang terserang Covid-19 setiap
hari makin bertambah. Ironisnya, hal yang sama juga terjadi dengan bertambahnya korban para tenaga
medis yang berjuang mengatasi Covid-19. Pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan, baik
kebijakan penanganan terhadap orang-orang yang sudah terinveksi Covid-19, maupun kebijakan
untuk memutus mata rantai penyebarannya. Akan tetapi, intervensi kebijakan pemerintah melalui
kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), upaya meliburkan sekolah dan tempat kerja,
pembatasan kegiatan keagamaan dan pembatasan kegiatan di area publik dan fasilitas umum belum
mampu mengatasi meluasnya penyebaran Covid-19.
Dari tiga kebijakan tersebut, tampaknya lembaga pendidikan yang paling konsisten menjalankan
kebijakannya. Adapun dunia usaha dan lembaga-lembaga sosial keagamaan masih ada yang
menjalankan aktivitasnya seperti biasa, sekalipun terlihat mulai berkurang. Kebijakan memutus mata
rantai merupakan kebutuhan mendesak saat ini. Berbagai upaya dan imbauan melakukan social
distancing dan physical distancing belum sepenuhnya berjalan.
Sebagian masyarakat, misalnya, tetap bekerja seperti biasa karena insititusi tempat bekerja belum
memberikan ketegasan tentang kebijakan bekerja dari rumah. Para pekerja sektor informalpun masih
melakukan kegiatannya, terlihat masih tingginya aktivitas lalu lalang kendaraan roda dua, serta
padatnya kendaraan di kawasan penunjang dan pemukiman padat pinggiran Jakarta. Ditambah lagi
dengan perilaku mudik tetap berjalan karena bagi para pemudik, larangan mengunjungi kampung
halaman baru sebatas imbauan, belum merupakan larangan dengan konsekuensi hukum ataupun
sanksi. Kenyataan ini tidak dapat dianggap sebagai perilaku sosial yang belum memiliki kesadaran
mengenai bahaya Covid-19. Pandangan ini tentu saja tidak dapat dibenarkan sepenuhnya mengingat
kesadaran sosial publik dapat hilang ketika kehidupan sosial berada dalam ketidakpastian.
Penyebaran Covid-19 dan korban yang semakin banyak, mengindikasikan bahwa kemampuan negara
belum optimal sehingga melahirkan kondisi yang tidak dapat diprediksi dan terdapat ruang
ketidakpastian dalam tatanan kehidupan sosial. Kerumitan masalah bertambah mana kala ada
perbedaan pesan dari pemimpin publik pada tiap level kepemimpinan. Misalnya, ada pemimpin
publik tegas mengatakan larangan terhadap kegiatan mudik, ada yang sebatas imbauan, dan ada yang
tidak memberikan larangan tetapi melakukan isolasi diri setelah tiba di tempat tujuan. Dalam persepsi
publik, perbedaan pesan ini menunjukkan iklim ketidakpastian negara dalam mengatasi bahaya
Covid-19. Kondisi sosial yang tidak dapat diprediksi dan berada dalam ketidakpastian justru akan
mendorong perilaku anomi.
Indonesia dengan besarnya jumlah penduduk, luasnya wilayah, beragamnya aspek sosial, ekonomi
dan budaya akan menjadi pertimbangan berat bagi pemerintah mengambil keputusan. Oleh sebab itu,
pada situasi krisis dan ketidakpastian seperti ini, negara perlu menggunakan pendekatan altruistik
dengan kekuatan memaksa bagi siapa pun yang menghambat upaya mencegah penyebaran Covid-19.
Soal:
a. Silahkan anda analisis mengenai pernyataan diatas, dengan adanya pandemic Covid 19 tentu perlu
untuk memperhatikan berbagai pendekatan agar kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah berjalan
dengan efektif. Silahkan anda analisis pernyataan diatas dengan menghubungkan teori psikologi social
dengan perilaku anomi serta pendekatan altruistik dalam pelaksanaan berbagai kebijakan penanganan
Covid-19 dalam perspektif Psikologi Sosial.
b. Berikan contoh penerapan di organisasi sector public terhadap pendekatan altruism dalam perspektif
teori pertukaran social dalam pelaksanaan kebijakan penanganan pandemic Covid-19 dan berikan
analisis anda terhadap pendekatan tersebut!

Petunjuk: mahasiswa mampu menganalisis apa yang dimaksud konsepsi Teori Pertukaran Sosial dan
Pendekatan Altruisme dalam kebijakan penanganan Covid-19. Kemudian mampu memberikan contoh
penerapan pada satu kasus.

2. Studi Kasus : 20

Sebagai individu, kita senantiasa berusaha untuk memahami orang lain. Hal ini dilakukan misalnya
dengan mencoba menginterpretasikan perilaku orang tersebut. Boleh dikatakan, kenyataan inilah yang
mendasari pengembangan beberapa teori-teori psikologi sosial, termasuk diantaranya teori atribusi.
Teori atribusi berfokus pada bagaimana manusia biasa menjelaskan penyebab perilaku atau kejadian.
Contohnya, apakah seseorang menunjukkan marah karena dia memiliki temperamen yang buruk atau
karena sesuatu yang buruk telah terjadi?
Heider (1958), pengembang awal teori atribusi, percaya bahwa orang-orang seperti seorang psikolog
yang naif. Mereka berusaha untuk memahami dunia sosial dengan melihat hubungan sebab dan akibat,
bahkan ketika dua hal memang tidak memiliki hubungan.
Saat ini, manusia dari berbagai belahan dunia tengah melalui suatu peristiwa kehidupan bersejarah.
COVID-19 yang pertama kali diidentifikasi di Wuhan, Cina pada bulan Desember 2019 ditetapkan
sebagai suatu pandemik. Situasi pandemik ini telah memberikan dampak pada skala makro hingga
mikro, yaitu perilaku individu. Berbagai bentuk perilaku individu dapat kita lihat selama masa
pandemik ini, seperti panic buying, isolasi diri, rajin mencuci tangan, menjadi ahli dan pengamat
dadakan, dan lain-lain. Berbagai pihak juga menunjukkan perilakunya masingmasing sebagai individu
yang tentunya memiliki naluri untuk bertahan hidup di tengah krisis, mulai dari presiden, menteri,
petugas kesehatan, polisi, pengusaha, hingga masyarakat biasa.

Soal :
Di antara semua pihak itu, petugas kesehatan dianggap sebagai pejuang garis depan selama perjuangan
melalui pandemik ini. Tidak sedikit rasa takut, pengorbanan harta dan nyawa, hingga stigma yang
melekat padanya.
1. Silahkan anda analisis mengenai pernyataan diatas, bagaimana dinamika yang terjadi pada saat
pandemic Covid 19 dikaitkan dengan teori Atribusi Weiner!
2. Silahkan anda berikan contoh penerapan teori Atribusi dalam suatu organisasi sektor public dengan
mengaitkan isu fenomena penanganan Covid-19 di Indonesia

Petunjuk: mahasiswa mampu menganalisis apa yang dimaksud konsepsi Teori Atribusi Weiner.
Kemudian mampu memberikan contoh penerapan pada satu kasus.
3. Studi kasus : 20

Pandemi global dinyatakan oleh WHO (World Health Organization) pada 11 Maret 2020 akibat wabah
covid-19 yang menyebar luas. WHO meminta negara-negara termasuk Indonesia untuk mengambil
tindakan yang mendesak dan agresif untuk mencegah dan mengendalikan covid-19. Kasus terdeteksi
pertama kali di Kalimantan Tengah pada 20 Maret 2020 sehingga Kalimantan Tengah meningkatkan
status menjadi gawat darurat (Gugus Tugas Covid-19 Ka Hal serupa dijelaskan oleh Nicola, Alsafi,
Sohrabi, Kerwan, & Al-jabir (2020) bahwa terdapat kesenjangan pada suatu populasi yang memiliki
pendapatan tinggi dapat memenuhi akses teknologi dan mengikuti pendidikan secara digital. limantan
Tengah, 2020).
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa memiliki sikap sebagian besar baik yaitu mematuhi himbauan
pemerintah terkait protokol kesehatan, namun lebih dari 80% orang disibukkan oleh pemikiran tentang
covid-19. Informasi tentang covid-19 beredar luas baik di televisi, media masa maupun media sosial
sehingga membuat orang selalu memikirkan dan mencemaskan tentang covid-19. Hal tersebut
dikawatirkan berdampak pada kesehatan mental seseorang. Penelitian tersebut menunjukkan beberapa
dampak yang dialami terkait covid-19 yaitu kesulitan tidur 12,5%, paranoia tentang infeksi covid-19
37,8% dan merasakan tekanan akibat media sosial sebesar 36,4% (Roy et al., 2020).
Dampak covid-19 juga dialami oleh mahasiswa. Perkuliahan daring dipilih sebagai solusi dalam
kegiatan perkuliahan konvensional yang tidak dapat diterapkan akibat pembatasan sosial.
Pembelajaran jarak jauh meminimalisir kerumunan sebagai langkah nyata menerapkan protokol
kesehatan dalam rangka pencegahan penularan covid-19 (Firman & Rahayu, 2020)
Namun pada beberapa penelitian, perkuliahan daring membutuhkan penyesuaian sehingga menjadi
kendala bagi mahasiswa. Mahasiswa mengalami dampak secara langsung maupun tidak langsung,
termasuk dalam hal keuangan. Mahasiswa sebagian tidak dapat mengikuti kuliah online karena tidak
memiliki uang untuk membeli kuota internet, karena uang saku berkurang atau tidak ada. Sebagian
kesulitan bekerja karena jalan-jalan ditutup atau tempat bekerja mereka tidak beroperasional, sebagian
pula merasakan dampak tidak langsung berupa penurunan bahkan berhentinya uang saku karena orang
tua mereka tidak lagi bisa bekerja.

Soal:
Silahkan anda analisis terkait berita pada artikel diatas terhadap perubahan sikap diatas menggunakan
model perubahan sikap lalu berikan contoh penerapan Teori Planned Behavior dalam menganalisis
hubugan sikap dan perilaku terhadapa fenomena diatas.

Petujuk: Mahasiswa mampu mengidentifikasi terlebih dahulu kaitan postmodernisme dan inovasi
dalam perubahan organisasi, lalu menganalisis bagaimana mengelola suatu inovasi dalam
pengembangan organisasi.
4. Studi Kasus : 30

Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki keragaman etnis. Menurut Jawa Pos National
Network, hasil sensus penduduk, diketahui bahwa Indonesia terdiri dari 1.128 etnis (Afiz, 2010).
Menjadi negara dengan banyak keberagaman etnis adalah tidak mudah karena cenderung dihadapkan
pada permasalahan antar etnis.
Prasangka yang terjadi antara pendatang dengan penduduk lokal yang berakhir pada konflik salah
satunya adalah masyarakat etnis Jawa yang bertransmigrasi ke tanah Papua. Dalam penelitian Mulyadi
(dalam Putra, 2012), bagi masyarakat Papua, para pendatang, khususnya pendatang Jawa dipandang
sebagai penjajah. Bahkan mereka mereduksi kategori pendatang pada mereka yang berambut lurus.
Lebih sempit lagi, pendatang yang berambut lurus digambarkan oleh orang asli Papua sebagai orang
Jawa. Terkadang mereka memanggil orang Jawa dengan “amber” sebagai bentuk pengategorian
kelompok yang dibenci. Menurut pandangan mereka, orang Jawa telah menguasai sebagian
perekonomian di Papua.
Fenomena yang terjadi antara kedua etnis ini, yaitu Papua dan Jawa pada akhirnya menghadirkan
prasangka. Menurut Levy dan Hughes (dalam Putra, 2012), prasangka sejatinya adalah fenomena yang
hadir dalam hubungan antar kelompok, bukan antar individu. Individu yang menjadi target prasangka
adalah individu yang menjadi bagian dari kelompok, bukan karena karakteristik individu itu sendiri.
Individu disimplifikasi ke dalam satu kesatuan karakteristik yang sama dengan kelompoknya. Sama
halnya dengan penduduk pendatang dari Jawa di Papua.

Soal:
Dari uraian diatas, saudara diminta untuk menganalisis/menelaah bagaimana pembentukan prasangka
berdasarkan pendekatan-pendekatan yang dijelaskan dalam modul. Setelah itu saudara diminta untuk
menganalisis dampak prasangka dan memberikan contoh penerapan mengatasi prasangka berdasarkan
fenomena tersebut!

Note: Mahasiswa dapat memberikan contoh penerapan mengatasi prasangkaberdasarkan Teknik-


teknik yang dijelaskan oleh pakar psikologi (bisa melihat penjelasan dalam modul).

(Petunjuk: kemukakan terlebih dahulu apa yang dimaksud prasangka, lalu menjelaskan pembentukan
prasangka dan dampak prasangka yang terjadi terhadap fenomena, lalu memberikan contoh penerapan
dalam mengatasi prasangka.)

Skor Total 100

Jawaban:
1. a. Penyebaran Pandemi COVID-19 secara cepat dan luas mengakibat perubahan signifikan
pada segała aspek kehidupan masyarakat. Pandemi psikologi COVID-19 telah
menyebarkan" ketakutan, kecemasan dan kepanikan secara cepat di seluruh dunia. Ada
beberapa dinamika psikologi pandemic COVID-19yang menjadi perhatian dalam
perspektif psikologi sosial, yaitu pengolahan informasi dan bias kognisi, perubahan emosi
dan perilaku, serta perngaruh sosial dan konformitas. Dinamika psikologi itu tidak lepas
dari interaksi antara karakteristik personal (kepribadian, nilai. pengatahuan), situasi
(budaya, norma, agama), dan kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi COVID-
19. Memahami dinamika sosial psikologis pandemi COVID-19 membantu kita untuk
bagiamana berpikir, bersikap dan berperilaku, serta memberikan masukan bagi pemerintah
dan pihak-pihak terkait dalam membuat kebijakan penanganan COVID-19 secara akurat.
efektif dan komprehensif, Bagi, pemerintah dan piha-pihak terkait yang bertangung jawab
dalam penanganan COVID-19, dapat meiningkatkan sosialisasi tentang cara pencegahan
dan penganan COVID-19, serta memberikan informasi yang jelas dan akurat dalam
penanganan wabah ini. Selain itu, pemimpin harus mampu menunjukkan kebijakan
kebijakun yang mampu mengurangi dampak COVID-19 khususnya bagi orang-orang yang
rentan, seperti buruh, pekerja harian, pedagang kecil dan sebagainya.Pemerintah harus
mampu menjamin aksek layanan kesehatan, dan kebutuhan hidup dengan menjamin
stabilitas harga. Akhimya, kesuksesan program pemerintah tergantung kerjasama semua
pihak dalam membantu pemerintah Indonesia dalam mengurangi penularan dan dampak
pandemic COVID-19 baik secara materi maupun psikologis1.
b. Pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan, baik kebijakan penanganan terhadap
orang-orang yang sudah terinveksi Covid-19, maupun kebijakan untuk memutus mata
rantai penyebarannya. Akan tetapi, intervensi kebijakan pemerintah melalui kebijakan
pembatasan sosial berskala besar (PSBB), upaya meliburkan sekolah dan tempat kerja,
pembatasan kegiatan keagamaan dan pembatasan kegiatan di area publik dan fasilitas
umum belum mampu mengatasi meluasnya penyebaran Covid-19. Dari tiga kebijakan
tersebut, tampaknya lembaga pendidikan yang paling konsisten menjalankan
kebijakannya. Adapun dunia usaha dan lembaga-lembaga sosial keagamaan masih ada
yang menjalankan aktivitasnya seperti biasa, sekalipun terlihat mulai berkurang.
Kebijakan memutus mata rantai merupakan kebutuhan mendesak saat ini.
Berbagai upaya dan imbauan melakukan social distancing dan physical
distancing belum sepenuhnya berjalan. Sebagian masyarakat, misalnya, tetap
bekerja seperti biasa karena insititusi tempat bekerja belum memberikan
ketegasan tentang kebijakan bekerja dari rumah. Para pekerja sektor informalpun
masih melakukan kegiatannya, terlihat masih tingginya aktivitas lalu lalang
kendaraan roda dua, serta padatnya kendaraan di kawasan penunjang dan
pemukiman padat pinggiran Jakarta. Ditambah lagi dengan perilaku mudik tetap
berjalan karena bagi para pemudik, larangan mengunjungi kampung halaman
baru sebatas imbauan, belum merupakan larangan dengan konsekuensi hukum
ataupun sanksi. Kenyataan ini tidak dapat dianggap sebagai perilaku sosial yang
belum memiliki kesadaran mengenai bahaya Covid-19. Pandangan ini tentu saja
tidak dapat dibenarkan sepenuhnya mengingat kesadaran sosial publik dapat
hilang ketika kehidupan sosial berada dalam ketidakpastian. Dalam persepsi
publik, perbedaan pesan ini menunjukkan iklim ketidakpastian negara dalam mengatasi
bahaya Covid-19. Kondisi sosial yang tidak dapat diprediksi dan berada dalam
ketidakpastian justru akan mendorong perilaku anomi. Anomi merupakan suatu perilaku
sosial yang oleh Emile Durkheim diartikan sebagai situasi tanpa dukungan kejelasan
norma dan arah, adanya kesenjangan antara kenyataan dan harapan. Dalam konteks ini
perilaku anomi merupakan perlawanan publik terhadap realitas, dapat berbentuk apatisme
sosial, bahkan bisa mendorong perilaku destruktif lainnya. Albertine Minderop, seorang
ahli sastra dari Inggris, mengatakan bahwa perilaku apatis adalah sikap atau perilaku

1Psikobuletin: Buletin Ilmiah Psikologi Vol. 1. No. 2, Mei, 2020 (6-84) e-ISSN 2726-8958 DOI: 10.24014/pib.v
1i2.9616, hal. 80
seseorang atau kelompok yang menarik diri dan seakan-akan pasrah pada keadaan.
Konsepsi ini dapat diartikan sebagai rasa putus asa secara kolektif. Publik menerima
kenyataan, karena tidak mampu menghadapi kenyataan yang terjadi. Jadi, yang penting
untuk dicermati dan diantisipasi adalah akumulasi dari apatisme sosial dan rasa putus asa
kolektif yang makin meluas. Tentu saja tidak ada satupun yang menginginkan situasi
destruktif terjadi akibat akumulasi apatisme sosial dan rasa putus asa kolektif. Indonesia
dengan besarnya jumlah penduduk, luasnya wilayah, beragamnya aspek sosial, ekonomi
dan budaya akan menjadi pertimbangan berat bagi pemerintah mengambil keputusan.2
2. Sebagai individu, kita senantiasa berusaha untuk memahami orang lain. Hal ini dilakukan
misalnya dengan mencoba menginterpretasikan perilaku orang tersebut. Boleh dikatakan,
kenyataan inilah yang mendasari pengembangan beberapa teori-teori psikologi sosial,
termasuk diantaranya teori atribusi. Teori atribusi berfokus pada bagaimana manusia biasa
menjelaskan penyebab perilaku atau kejadian. Contohnya, apakah seseorang menunjukkan
marah karena dia memiliki temperamen yang buruk atau karena sesuatu yang buruk telah
terjadi? Heider (1958), pengembang awal teori atribusi, percaya bahwa orang-orang seperti
seorang psikolog yang naif. Mereka berusaha untuk memahami dunia sosial dengan
melihat hubungan sebab dan akibat, bahkan ketika dua hal memang tidak memiliki
hubungan. Saat ini, manusia dari berbagai belahan dunia tengah melalui suatu peristiwa
kehidupan bersejarah. COVID-19 yang pertama kali diidentifikasi di Wuhan, Cina pada
bulan Desember 2019 ditetapkan sebagai suatu pandemik. Situasi pandemik ini telah
memberikan dampak pada skala makro hingga mikro, yaitu perilaku individu. Berbagai
bentuk perilaku individu dapat kita lihat selama masa pandemik ini, seperti panic buying,
isolasi diri, rajin mencuci tangan, menjadi ahli dan pengamat dadakan, dan lain-lain. Situasi
pandemik ini telah memberikan dampak pada skala makro hingga mikro, yaitu perilaku
individu. Berbagai bentuk perilaku individu dapat kita lihat selama masa pandemik ini,
seperti panic buying, isolasi diri, rajin mencuci tangan, menjadi ahli dan pengamat
dadakan, dan lain-lain. Berbagai pihak juga menunjukkan perilakunya masing-masing
sebagai individu yang tentunya memiliki naluri untuk bertahan hidup di tengah krisis,
mulai dari presiden, menteri, petugas kesehatan, polisi, pengusaha, hingga masyarakat
biasa. Di antara semua pihak itu, petugas kesehatan dianggap sebagai pejuang garis depan
selama perjuangan melalui pandemik ini. Tidak sedikit rasa takut, pengorbanan harta dan
nyawa, hingga stigma yang melekat padanya. Sebagai individu, bagaimana dinamika
perilaku para petugas kesehatan dijelaskan dari teori atribusi Weiner?
"Salut Atas Perjuangan Petugas Kesehatan di Tengah Pandemi Virus Corona, Dirjen
WHO: Kalian Melakukan Pekerjaan yang Heroik", "Anies Tulis Surat Ucapan Terima
Kasih ke Tenaga Medis di Tengah Pandemi Corona" Dua judul berita ini setidaknya
menggambarkan apresiasi yang diberikan kepada tenaga kesehatan atas pencapaiannya
selama masa pandemik. Suatu prestasi di tengah krisis.
Namun di balik pretasi tersebut, sebuah kepahitan tersendiri terkadang harus diterima
tenaga kesehatan. "BPBD Sleman Ungkap Ada Tenaga Kesehatan Ditolak Warga",
"Tragedi Sang Pahlawan Medis, Jenazahnya Ditolak Warga", "Kisah Tenaga Medis

2https://nasional.kompas.com/read/2020/04/18/11350451/upaya-mengatasi-potensi-anomi-sosial-di-tengah-
pandemi?amp=1&page=2&jxconn=1*1v0k1yq*other_jxampid*cXJHaDdRNVg2YmpkRzYzM2VUMmZGZFd2eGxmV
mxENlFVLTY0OGJuQ0NqYjBiekhkNU1GSzhmMVYwUHBDX1haLQ..
selama Pandemi: Ditampar Pasien hingga Jenazah Ditolak". Upaya mencapai prestasi diri
di tengah penolakan dan stigma serta kemungkinan keputusan perilaku tenaga medis
adalah penjabaran kasus yang akan dianalisis.

2. Menurut Fiske and Taylor (1991), teori atribusi berkaitan dengan bagaimana social
perceiver, dalam hal ini orang-orang/masyarakat, menggunakan informasi untuk sampai
pada penjelasan sebab-akibat suatu peristiwa. Mereka mengkaji informasi yang telah
dikumpulkan dan menggabungkan informasi-informasi tersebut untuk membentuk suatu
penilaian kausal. Teori Atribusi banyak dikembangkan di kemudian hari, seperti Jones
dan Davis dengan Teori Inferensi Koresponden (1965) dan yang dikenal luas adalah Teori
Atribusi Kelley’s Covariation Model. Bernard Weiner (1974) juga dikenal sebagai
pengembang teori atribusi yang berbasis motivasi yang dikenal dengan Three-
Dimensional Model.
3. Misalnya Hubungan Norma Subjektif Kontak Erat Dengan Niat Melakukan Upaya
Pencegahan Penularan COVID-19 Berdasarkan hasil penelitian. Norma yang subjektif
memiliki hubungan signifikan dengan niat. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh (Hernawily & Amperaningsih, 2015) bahwa terdapat hubungan yang
signifikan. Antara norma subyektif dengan niat berhenti merokok pada pegawai laki-laki
di Poltekkes Tanjungkarang, niat berhenti merokok ini didasari untuk mencegah penyakit
yang ditimbulkan akibat merokok. Hal ini berarti responden yang mempunyai norma
subjektif maka pasti akan memiki niat untuk melakukan pencegahan penularan COVID-
19. Norma subjektif pada kontak erat diambil berdasarkan anggapan keluarga dan teman
atau orang yang dianggap penting mengenai pentingnya melakukan pencegahan penularan
COVID-19. Mayoritas responden atau kontak erat menunjukkan bahwa semakin baik
norma subjektif maka niat untuk melakukan upaya pencegahan penularan COVID-19
semakin kuat. Hal ini sejalan dengan penelitian (Setyobudihono & Istiqomah, 2014) bahwa
semakin positif norma subjektif seseorang maka akan mendorong seseorang tersebut
memiliki niat yang semakin tinggi. Hal ini juga sesuai dengan Ajzen (2005) bahwa norma
subjektif memiliki peran secara tidak langsung mempengaruhi perilaku yaitu melalui niat.
Hubungan Kontrol Perilaku Kontak Erat Dengan Niat Melakukan Upaya Pencegahan
Penularan COVID-19 Hasil penelitian hubungan kontrol perilaku pada kontak erat dengan
niat memiliki hubungan yang signifikan. Hal ini berarti kontak erat yang memiliki kontrol
perilaku pasti memiliki niat mengenai pencegahan penularan COVID-19. Kontrol
perilaku pada penelitian ini adalah kemudahan untuk melakukan upaya pencegahan
penularan COVID-19 dan pengambilan keputusan untuk melakukan upaya pencegahan
penularan COVID-19. Mayoritas responden atau kontak erat dengan kontrol perilaku baik
memiliki niat yang kuat untuk melakukan upaya pencegahan penularan COVID-19. Hal
ini menunjukkan bahwa kontak erat yang tidak mengalami kesulitan atau menanggap
mudah untuk mengambil keputusan untuk melakukan upaya pencegahan penularan
COVID-19 memiliki niat yang kuat untuk melakukan upaya pencegahan penularan
COVID-19. Hal sesuai dengan Ajzen (2005) bahwa kontrol perilaku memiliki peran tidak
langsung untuk mempengaruhi suatu perilaku yaitu melalui niat.
4. Casey (2017) mengatakan bahwa secara garis besar kita dapat mengatasi prasangka dengan
menantang bias (kecenderungan berat sebelah) kita sendiri, meningkatkan hubungan
sosial, dan mengatasi prasangka dari orang lain secara sehat. Berikut uraiannya.
Menantang bias pribadi
Dalam psikologi sosial ada alat yang dapat digunakan untuk menilai perasaan dan
keyakinan implisit tentang individu yang berbeda, yang disebut Implicit Association Test
(IAT). Tes ini akan memberi tahu tingkat bias kita yang melekat pada kelompok orang
tertentu. Kita dapat mengisi IAT, yang dibuat oleh Harvard University secara online,
dalam sejumlah topik, termasuk seksualitas, agama, dan ras. Menjaga agar kita
bertanggungjawab. Prasangka adalah semacam cacat pada perspektif kita karena
melarang berpikir melampaui asumsi kita dan membangun dinding virtual seputar
pemikiran obyektif kita. Kenali bias dan prasangka kita sendiri, dan secra aktif
menggantinya dengan berbagai alternatif yang lebih masuk akal. Misalnya, jika kita
memikirkan sesuatu yang stereotip tentang jender tertentu, “perempuan pasti eosional”,
maka ingkatkan diri kita bahwa ini adalah bias terhadap kelompok tertentu dan bahwa kita
terlalu menggeneralisasi. Mengenali dampak negatif dari berprasangka. Menjadi kroban
prasangka atu diskriminai dapat mengganggu kesehatan mental, dapat menyebabkan
rendahnya harga diri, depresi serta penurunan perawatan kesehatan, perumahan,
pendidikan, dan pekerjaan yang memadai. Berada dalam situasi yang seseorang
berprasangka terhadap kita dapat menurunkan kontrol diri kita. Jadi, ingatkan diri bahwa
jika kita memiliki bias terhadap orang lain, dapat menyebabkan konsekuensi yang
mengerikan bagi individu tersebut. Mengurangi stigma diri. Stigma diri terjadi saat kita
memiliki keyakinan negatif tentang diri sendiri. Contoh dari hal ini adalah jika seseorang
memiliki keyakinan negatif bahwa gangguan mental yang dia alami menandakan bahwa
dia “gila”. Kenali kemungkinan berbagai cara agar secara aktif mencoba untuk mengubah
keyakinan ini. Misalnya, daripada berpikir, “Saya gila karena saya memiliki diagnosis,”
kita dapat mengubahnya menjadi, “Gangguan mental adalah hal yang wajar dan sejumlah
besar populasi memilikinya. Ini tidak berarti saya gila.”
Meningkatkan hubungan sosial
Mengelilingi diri dengan beragam jenis orang. Keberagaman mungki juga mejadi faktor
yang berkontribusi terhadap kempuan untuk mengatasi prasangka dengan baik. Jika kita
tidak terpapar pada berbagai ras, budaya, dan agama, kita tidak dapat sepenuhnya
menerima keberagaman yang ada di dunia ini. Kita benar-benar telah mengenal seseorang
ketika kita berhenti menilai, mulai mendengarkan dan belajar sesuatu. Salah satu cara
untuk mengalami keberagaman itu adalah edngan melakukan perjalana ke kota atau
negara lain. Setiap kota kecil memiliki budayanya sendiri, termasuk makanan, tradisi, dan
aktivitasnya yang populer.
Berada di sekitar orang yang kita kagumi. Tampilkan diri di hadapan individu-individu
yang berbeda dari kita (secara rasial, kultural, jender, dan sebagainya), yang kita hormati
atau kagumi. Hal ini dapat membantu mengubah sikap negatif implisit terhadap anggota
dari budaya yang berbeda. Bahkan melihat gambar atau membaca tentang keberagaman
orang yang dikagumi dapat membantu mengurangi bias yang kita hadapi terhadap grup di
mana mereka menjadi anggotanya. Cobaah membaca majalah atau buku yang ditulis oleh
seseorang yang berbeda dari kita. Hindari membenarkan prinsip steriorip saat berinteraksi
dengan orang lain. Prasangka dapat terjadi apabila ide yang dimiliki sebelumnya
dibenarkan melalui stigma atau steriotip. Hal ini mungkin terjadi karena steriotip
terkadang dianggap dapat diterima secara sosial. Misalnya, wanita berambut pirang itu
bodoh, bangsa Asia itu lebih pintar, orang gemuk itu pemalas, dan sebagainya. Jika kita
mengharapkan sekelomok orang untuk menjadi sama, mungkin kita akan menilai individu
secara negatif jika mereka tidak memenuhi standar kita, yang dapat menyebabkan
diskriminasi. Salah satu cara untuk menghindari pembenaran steriotip adalah dengan tidak
setuju pada orang-orang ketika mereka membuat komentar steriotip. Kita dapat melawan
steriotip teman dengan cara menghadapinya dengan halus dan mengatakan sesuatu
seperti, “Itu adalah steriotip negatif. Anda harusnya mempertimbangkan berbagai budaya
dan tradisi.”
Mengatasi prasangka dari orang lain
Membuka dan menerima diri. Terkadang saat kita merasa terancam oleh prasangka atau
diskriminasi dari orang lain, kita menyembunyikan diri dari dunia sehingga tidak ada lagi
gangguan yang akan kita peroleh. Bersembunyi dan menututpi identitas mungkin
merupakan tindakan yang melindungi diri, tetapi juga dapat meningkatkan stres dan reaksi
negatif terhadap prasangka. Lebih baik mengenali siapa kita dan menerima diri sendiri
terlepas dari apa yang kita yakini mengenai hal yang orang lain pikirkan tentang kita.
Identifikasi siapa yang dapat kita percayai dengan informasi pribadi kita dan bersikap
terbuka terhadap orang-orang tersebut. Bergabunglah dalam suatu kelompok.
Kesetiakawanan kelompk membantu seseorang menjadi lebih tangguh dan bertahan
terhadap prasangka dan melingdungi diri terhadap masalah kesehatan mental. Setiap jenis
kelompok akan melakukannya, tetapi akan sangat membantu jika kita bergabung dengan
grup yang sesuai dengan kekhasannya, memiliki kesamaan ataupun pandangan kita. Hal
ini dapat membantu ketahanan emosional, menjadi tidak cepat marah atau merasa tertekan
dalam menghadapi prasangka. Dapatkan dukungan keluarga. Dukungan sosial dapat
menjadi sangat penting untuk menyesuaikan diri dengan isi yang ada dan
penyembuhannya. Dukungan keluarga, didapat dengan berbicara pada anggota keluarga
atau teman dekat mengenai ketidakadilan yang dialami, dapat membantu mengurangi
ketegangan yang dirasakan. Mengharapkan hasil yang positif atau netral. Jika kita pernah
mengalami prasangka atau diskriminasi di masa lalu, kita akan sangat sangat berhati-hato
ketika kembali mengalami hal ini. Meskipun demikian, mengharapkan orang lain
berprasangka terhadap kita atau berpikir bahwa orang lain akan bertindak dengan cara
tertentu, dapat meningkatkan munculnya stres. Dalam hal ini, upayakan untuk tidak
erharap akan ditolak orang lain. Lebih baik mencoba untuk melihat setiap situasi dan
interaksi sebagai pengalaman baru

Anda mungkin juga menyukai