Dosen Pengampu
Drs. M. Ilham Masykuri Hamdie, M.Ag
Disusun Oleh
Amir Ahmad Fasya
Laily Hidayanti
My Shicry Tricla Maysei
(HTN LOKAL B 2019)
Segala puji bagi Allah swt. yang telah memberikan kemudahan kepada kami
selaku penulis dapat menyelesaikan tugas makalah akhlak tasawuf.
Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad saw. yang
telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang. Tak lupa
pula terima kasih kepada Bapak Drs. M. Ilham Masykuri Hamdie, M.Ag. atas
bimbingannya sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan kepada kita
semua. Hal ini juga bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 3
A. Kebebasan..................................................................................................... 3
B. Tanggung Jawab............................................................................................ 5
C. Kesadaran Moral........................................................................................... 6
D. Hati Nurani.................................................................................................... 8
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari kebebasan.
2. Untuk mengetahui pengertian dari hati nurani.
3. Untuk mengetahui hubungan antara kebebasan, tanggung jawab dan
kesadaran moral/hati nurani dengan akhlak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KEBEBASAN
Berbicara mengenai kebebasan tidak dapat lepas dari persoalan
kesusilaan. Maka tidak ada fungsinya memuji atau mencela seseorang atas
suatu perbuatan apabila dia dalam melakukan “tidak bebas”. Seseorang bisa
melakukan atau tidak melakukan sesuatu, karena tidak ada pilihan lain.
Kondisi demikian dapat terjadi karena ada unsur paksaan atau adanya unsur
penekanan kepadanya.
Dalam kondisi tertekan (tidak bebas), manusia tidak akan mungkin
menjadi makhluk. Kesalahan yang paling berat bagi manusia adalah
menyerahkan kebebasannya, dan meminta petunjuk perilaku apa yang harus
diambilnya. Bentuk paling buruk dari kesalahan seseorang adalah
membuatkan diri untuk terperangkap dalam keburukan. Maka posisi
demikian hanya satu hal yang dapat dikerjakannya yang berbuat Asusila. Dan
hal itu apabila ditinjau secara batiniah menjadi tidak bebas.
Kebebasan sebagaimana dikemukakan Ahmad Charris Zubair adalah
terjadi apabila kemungkinan-kemungkinan untuk bertindak tidak dibatasi
oleh suatu paksaan dari atau keterikatan kepada orang lain. Paham ini
disebut bebas negatif, karena hanya dikatakan bebas dari apa, tetapi tidak
ditentukan bebas untuk apa.
1. Dapat menentukan sendiri tujuan-tujuannya dan apa yang dilakukannya.
2. Dapat memilih diantara kemungkinan-kemungkinan yang tersedia
baginya.
3. Tidak dipaksa atau terikat untuk membuat sesuatu yang tidak akan
dipilihnya sendiri ataupun dicegah dari berbuat apa yang dipilihnya
sendiri, oleh kehendak oang lain, Negara atau kekuasaan apa pun.
Dilihat dari segi sifatnya, kebebasan itu dibagi menjadi tiga, yaitu:
Ketiga, kebebasan moral yang dalam arti luas berarti tidak adanya
macam-macam ancaman, tekanan, larangan dan lain desakan yang tidak
sampai berupa fisik. Sedangkan dalam arti sempit berarti tidak adanya
kewajiban, yaitu kebebasan berbuat apabila terdapat kemungkinan-
kemungkinan untuk bertindak.
Manusia dikatakan bebas, apabila dia dalam arti yang lebih tinggi
terikat, yaitu terikat pada norma-norma. Apabila ia tidak mengakui hal itu,
maka ia total tidak bebas, karena secara demikian ia dikuasai oleh
kecenderungan-kecenderungan ini senantiasa tetap kuat pengaruhnya dan
keterikatan pada hukum yang lebih tinggi senantiasa tidak sempurna,
sehingga manusia tidak sepenuhnya bebas.
Manusia bebas untuk menerima atau tidak menerima norma. Norma
tidak memaksanya norma memberikan kebebasan kepadanya. Manusia
dapat memutuskan untuk tunduk kepada norma ia dapat memutuskan untuk
membiarkan dirinya digerakkan oleh kecenderungan alaminya.
B. TANGGUNG JAWAB
Tanggung jawab dalam kerangka akhlak adalah keyakinan bahwa
tindakan itu baik. Ini pun sesuai dengan ungkapan Indonesia, yaitu kalau
dikatakan bahwa orang yang melakukan kekacauan sebagai orang yang tidak
bertanggung jawab, maka yang dimaksud adalah bahwa perbuatan yang
dilakukan orang tersebut seacara moral tidak dapat dipertanggung
jawabkan. Mengingat perbuatan tersebut tidak dapat diterima oleh
masyarakat.
Uraian tersebut menunjukkan bahwa tanggung jawab erat dengan
kaitannya dan kesengajaan atau perbuatan yang dilakukan dengan
kesadaran. Orang yang melakukan perbuatan tapi dalam keadaan tidur atau
mabuk atau semacamnya tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan yang
dapat dipertanggungjawabkan, karena perbuatan tersebut dilakukan bukan
karena pilihan akalnya yang sehat.
Dalam kerangka tanggung jawab, kebebasan mengandung arti
sebagai:
1. Kemampuan untuk menentukan dirinya sendiri.
2. Kemampuan untuk bertanggung jawab.
3. Keseluruhan kondisi yang memungkinkan manusia melakukan tujuan
hidupnya.
Tingkah laku yang didasarkan pada sikap, sistem nilai dan pola pikir
berarti tingkah laku dasarkan kesadaran, bukan instingsif, melainkan
terdapat makna kebebasan manusia yang merupakan objek materia etika.
D. HATI NURANI
Hati nurani atau intuisi merupakan tempat dimana manusia dapat
memperoleh saluran ilham dari Tuhan. Hati nurani ini diyakini selalu
cenderung kepada kebaikan dan tidak suka kepada keburukan. Atas dasar
inilah munculnya aliran atau paham intuisisme, yaitu paham yang
mengatakan bahwa perbuatan yang baik adalah perbuatan yang sesuai
dengan kata hati, sedang kan perbuatan yang buruk adalah perbuatan yang
tidak sejalan dengan kata hati atau hati nurani.
Hati nurani menurut pengagumnya bukanlah hasil dari pemikirran
teoretis akliah, tetapi dia lahir dari kerja perasaan yang bisa jadi tidak
mudah, kalau enggan berkata sangat sulit untuk didefinisikan substansinya,
namun setiap orang dapat merasakannya dan juga tidak mudah
mengabaikan tuntunannya.
Immanuel kant, Jean Jacques Rousseau (1712-1778), Rene Descartes
(1596-1650) adalah tokoh-tokoh berpendapat bahwa nurani adalah insting
yang melekat yang ada pada semua manusia. Ada juga yang berpendapat
bahwa nurani tercipta melalui pengalaman keseharian, yakni yang baik
adalah yang dibuktikan oleh pengalaman dan disepakati oleh masyarakat
kebaikannya, sedangkan sebaliknya adalah keburukan.
John stuart mill (1820-1903) berpandangan lain lagi, Filsuf inggris ini
berpendapat bahwa tingkah laku yang berkaitan dengan moral, nilai-nilainya
diperoleh manusia secara turun menurun, generasi demi generasi. Jadi, ia
tidak bersifat individual, melainkan kolektif. Ia berkembang melalui
pewarisan dari masyarakat sebelumnya agar terlaksana harminisme antara
manusia dengan likngkungan nya dan dari sini tolok ukur akhlak adalah
pembedaan antara yang bermanfaat dengan yang tidak bermanfaat.
Hati nurani tebentuk dari pendidikan, pengalaman, dan lingkungan
sehingga tidak mustahil ada bisikan nurani yang dibisikkan oleh setan.
Dalam konteks ini Nabi SAW menegaskan bahwa dalam diri manusia
ada potensi menerima Lammah Malakiyah atau Lammah Syaithaniyah yang
selau berbisik ke dalam diri manusia. Memang, jika bisikan malaikat yang
menang, dorongan kebaikan muncul dan sebaliknnya yang terjadi jika
menang adalah dorongan setan.
Jika hati nurani dijadikan sebagai tolok ukur, itu bisa terbentuk
melalui pendidikan dan lingkungan sesuai nilai-nilai kebenaran universal
serta nilai-nilai agama dan norma budaya positif.
B. Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat
banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki
makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang
membangun dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin. 2014. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Pers.
Quraish Shihab, M. 2016. Akhlak: Yang hilang dari kita. Tangerang: Lentera
Hati.