Anda di halaman 1dari 15

Makalah Akhlak Tasawuf

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akhlak Tasawuf:


Kebebasan, Tanggung Jawab, dan Kesadaran Moral/Hati Nurani

Dosen Pengampu
Drs. M. Ilham Masykuri Hamdie, M.Ag

Disusun Oleh
Amir Ahmad Fasya
Laily Hidayanti
My Shicry Tricla Maysei
(HTN LOKAL B 2019)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS SYARIAH
JURUSAN HUKUM TATA NEGARA
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt. yang telah memberikan kemudahan kepada kami
selaku penulis dapat menyelesaikan tugas makalah akhlak tasawuf.

Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad saw. yang
telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang. Tak lupa
pula terima kasih kepada Bapak Drs. M. Ilham Masykuri Hamdie, M.Ag. atas
bimbingannya sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan kepada kita
semua. Hal ini juga bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Kami selaku penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah


ini. Itu semua karena keterbatasan kami, serta kami masih dalam proses belajar.
Dengan demikian, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk
kesempurnaan makalah ini.

Banjarmasin, 14 Februari 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah......................................................................................... 2
C. Tujuan Masalah............................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 3

A. Kebebasan..................................................................................................... 3
B. Tanggung Jawab............................................................................................ 5
C. Kesadaran Moral........................................................................................... 6
D. Hati Nurani.................................................................................................... 8

E. Hubungan Kebebasan, Tanggung Jawab Dan Kesadaran Moral/Hati


Nurani Dengan Akhlak ……………………………………………………………………. 9
BAB III PENUTUP.................................................................................................. 11
A. Simpulan....................................................................................................... 11
B. Saran ........................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diantara masalah yang menjadi bahan perdebatan sengit dari sejak
dahulu hingga sekarang adalah masalah kebebasan atau kemerdekaan
menyalurkan kehendak dan kemauan. Ada dua kelompok atau golongan
dalam teologi yang bertentangan dalam menafsirkan tentang kebebasan.
Pertama, kelompok yang berpendapat bahwa manusia memiliki kehendak
bebas dan merdeka untuk melakukan perbuatannya menurut kemauannya
sendiri. Kedua, kelompok yang berpendapat bahwa manusia tidak
memiliki kebebasan untuk melaksanakan perbuatannya, perbuatan mereka
dibatasi dan ditentukan oleh Tuhan.
Selanjutnya kebebasan sebagaimana disebutkan diatas ditantang jika
berhadapan dengan kewajiban moral. Sikap moral yang dewasa adalah
sikap bertanggung jawab. Tidak mungkin ada tanggung jawab tanda ada
kebebasan. Disinilah letak hubungan kebebasan dan tanggung jawab.
Namun manusia dalam melakukan tindakanya tidak bisa lepas dari yang
namanya hati nurani. Hati nurani atau intuisi merupakan tempat dimana
manusia dapat memperoleh saluran ilham dari Tuhan. Hati nurani ini
diyakini selalu cenderung kepada kebaikan dan tidak suka kepada
keburukan. Karena sifatnya yang demikian, maka hati nurani harus
menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam melaksanakan kebebasan
yang ada dalam diri manusia, yaitu kebebasan yang tidak menyalahi atau
membelenggu hati nuraninya, dalam artian bahwa kebebasan yang
diperbuat itu secara hati nurani dan moral harus dapat dipertanggung
jawabkan. Dalam makalah ini saya akan membahas tentang kebebasan,
tanggung jawab dan hati nurani serta hubungan diantara ketiganya
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kebebasan?
2. Apa yang dimaksud dengan hati nurani?
3. Apa hubungan antara kebebasan, tanggung jawab dan kesadaran
moral/hati nurani dengan akhlak?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari kebebasan.
2. Untuk mengetahui pengertian dari hati nurani.
3. Untuk mengetahui hubungan antara kebebasan, tanggung jawab dan
kesadaran moral/hati nurani dengan akhlak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KEBEBASAN
Berbicara mengenai kebebasan tidak dapat lepas dari persoalan
kesusilaan. Maka tidak ada fungsinya memuji atau mencela seseorang atas
suatu perbuatan apabila dia dalam melakukan “tidak bebas”. Seseorang bisa
melakukan atau tidak melakukan sesuatu, karena tidak ada pilihan lain.
Kondisi demikian dapat terjadi karena ada unsur paksaan atau adanya unsur
penekanan kepadanya.
Dalam kondisi tertekan (tidak bebas), manusia tidak akan mungkin
menjadi makhluk. Kesalahan yang paling berat bagi manusia adalah
menyerahkan kebebasannya, dan meminta petunjuk perilaku apa yang harus
diambilnya. Bentuk paling buruk dari kesalahan seseorang adalah
membuatkan diri untuk terperangkap dalam keburukan. Maka posisi
demikian hanya satu hal yang dapat dikerjakannya yang berbuat Asusila. Dan
hal itu apabila ditinjau secara batiniah menjadi tidak bebas.
Kebebasan sebagaimana dikemukakan Ahmad Charris Zubair adalah
terjadi apabila kemungkinan-kemungkinan untuk bertindak tidak dibatasi
oleh suatu paksaan dari atau keterikatan kepada orang lain. Paham ini
disebut bebas negatif, karena hanya dikatakan bebas dari apa, tetapi tidak
ditentukan bebas untuk apa.
1. Dapat menentukan sendiri tujuan-tujuannya dan apa yang dilakukannya.
2. Dapat memilih diantara kemungkinan-kemungkinan yang tersedia
baginya.
3. Tidak dipaksa atau terikat untuk membuat sesuatu yang tidak akan
dipilihnya sendiri ataupun dicegah dari berbuat apa yang dipilihnya
sendiri, oleh kehendak oang lain, Negara atau kekuasaan apa pun.

Dilihat dari segi sifatnya, kebebasan itu dibagi menjadi tiga, yaitu:

Pertama, Kebebasan Jasmaniah, yaitu kebebasan dalam


menggerakkan dan mempergunakan anggota badan yang kita miliki. Dan jika
dijumpai adanya batas-batas jangkauan yang dapat dilakukan oleh anggota
badan kita, hal itu tidak mengurangi kebebasan, melainkan menentukan sifat
dari kebebasan itu.

Kedua, kebebasan kehendak (rohaniah), yaitu kebebasan untuk


menghendaki sesuatu. Jangkauan kebebasan kehendak adalah sejauh
jangkauan kemungkinan untuk berfikir, karena manusia dapat berpikir apa
saja dan dapat menghendaki apa saja.

Ketiga, kebebasan moral yang dalam arti luas berarti tidak adanya
macam-macam ancaman, tekanan, larangan dan lain desakan yang tidak
sampai berupa fisik. Sedangkan dalam arti sempit berarti tidak adanya
kewajiban, yaitu kebebasan berbuat apabila terdapat kemungkinan-
kemungkinan untuk bertindak.

Manusia dikatakan bebas, apabila dia dalam arti yang lebih tinggi
terikat, yaitu terikat pada norma-norma. Apabila ia tidak mengakui hal itu,
maka ia total tidak bebas, karena secara demikian ia dikuasai oleh
kecenderungan-kecenderungan ini senantiasa tetap kuat pengaruhnya dan
keterikatan pada hukum yang lebih tinggi senantiasa tidak sempurna,
sehingga manusia tidak sepenuhnya bebas.
Manusia bebas untuk menerima atau tidak menerima norma. Norma
tidak memaksanya norma memberikan kebebasan kepadanya. Manusia
dapat memutuskan untuk tunduk kepada norma ia dapat memutuskan untuk
membiarkan dirinya digerakkan oleh kecenderungan alaminya.

B. TANGGUNG JAWAB
Tanggung jawab dalam kerangka akhlak adalah keyakinan bahwa
tindakan itu baik. Ini pun sesuai dengan ungkapan Indonesia, yaitu kalau
dikatakan bahwa orang yang melakukan kekacauan sebagai orang yang tidak
bertanggung jawab, maka yang dimaksud adalah bahwa perbuatan yang
dilakukan orang tersebut seacara moral tidak dapat dipertanggung
jawabkan. Mengingat perbuatan tersebut tidak dapat diterima oleh
masyarakat.
Uraian tersebut menunjukkan bahwa tanggung jawab erat dengan
kaitannya dan kesengajaan atau perbuatan yang dilakukan dengan
kesadaran. Orang yang melakukan perbuatan tapi dalam keadaan tidur atau
mabuk atau semacamnya tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan yang
dapat dipertanggungjawabkan, karena perbuatan tersebut dilakukan bukan
karena pilihan akalnya yang sehat.
Dalam kerangka tanggung jawab, kebebasan mengandung arti
sebagai:
1. Kemampuan untuk menentukan dirinya sendiri.
2. Kemampuan untuk bertanggung jawab.
3. Keseluruhan kondisi yang memungkinkan manusia melakukan tujuan
hidupnya.
Tingkah laku yang didasarkan pada sikap, sistem nilai dan pola pikir
berarti tingkah laku dasarkan kesadaran, bukan instingsif, melainkan
terdapat makna kebebasan manusia yang merupakan objek materia etika.

Apabila diperhatikan, tanggung jawab ditegaskan adalah untuk


mempertahankan keadilan, keamanan dan kemakmuran. Maka kemampuan
seseorang bertanggung jawab segala tindakan merupakan salah satu
diantara kelebihan manusia. Apabila pertanggung jawaban didalam
kehidupan tidak diutamakan atau diperdulikan maka harga dirinya pun akan
jatuh. Manusia adalah makhluk mukallaf dengan maksud bahwa manusia
diberikan beban atau tugas dari Allah dalam berbagai bidang yang akan di
minta pula pertanggung jawabannya. Kerawanan manusia sekarang adalah
adalah kegelisahan kegoncangan dan kedzoliman karena sikap banyak yang
meremehkan tanggung jawab sebenarnya.
Manusia yang hidup sebagai makhluk sosial, tidak bisa bebas, dan
terhadap semua tindakannya ia harus bertanggung jawab. Tanggung jawab
yang paling tinggi adalah kepada Allah para sahabat Nabi selalu memenuhi
segala amanah Allah sebagai khalifah islam. Abu bakar bersifat tegas
terhadap golongan murtad dan anti zakat. Dan Abu bakar pernah
meneteskan air mata nya ketika umatnya mengalami kesukaran bahan
makanan, Umar bin khatab tegas terhadap perpajakan Negara walaupun
juga terhadap keluarganya. Sebagai khalifah Umar tercatat sebagai
pemimpin islam yang memikirkan tentang orang miskin yang lapar, orang
sakit yang tersia-sia, pejuang dimedan laga, si lemah yang diperkosa haknya,
orang dagang yang kesulitan, orang tua yang pikun.
C. KESADARAN MORAL
Kesadaran moral adalah kesadaran tentang diri sendiri di dalam
berhadapan dengan baik dan buruk. Disini manusia membedakan antara
yang baik dan buruk, yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, meskipun
dapat dilakukan. Jika kita meninjau hidup manusia, maka Nampak manusia
itu tidak dari semula memperlihatkan kesadaran moral. Pada waktu
permulaan hidupnya, manusia belum mampu menjalankan kemanusiannya.
Ini hanya dengan lambat dapat tumbuh, yakni ia dapat berpikir dan
berkehendak.
Bila manusia sudah dapat berpikir dan berkehendak sendiri, baru dia
memasuki dunia moral, artinya baru dia dapat membedakan antara baik dan
yang buruk. Datangnya cahaya ini tidak sekaligus, beralihnya menjadi terang
berjalan dengan proses dan tidak dapat dipastikan dengan tepat pada saat
manakah terang dimulai, seperti tidak dapat dikatakan pada saat mana buah
yang hijau menjadi kuning.
Karena kecenderungan manusia itu selalu iungin berbuat sesuai
dengan hukum-hukum moral atau akhlak, maka segala perbuatan yang
menyimpang dari padanya adalah merupakan penyimpangan dan melawan
fitrah nya. Dengan demikian betapapun musyriknya seseorang misalnya, dia
adalah seorang yang bertauhid asalnya, karena berdasarkan ikrar rohnya
dahulu kepada Tuhan. Kalau sekarang ia menyatakan dirinya aties atau
musyrik, itu semata-mata penghianatan terhadap ikrar yang pernah dia
ucapkan di hadapan Allah SWT.
Kesadaran moral ini timbul dari hati. Ia memerintahkan agar
melakukan kewajiban dan memerintahkan supaya jangan menjauhinya,
walaupun kita tidak mengharapkanbalasan atau takut siksaan. Keasadaran
moral ini sering diidentikkan denagn suara hati (damir) yang memantulkan
macam-macam tingkah laku dan juga dapat menilai suatu perbuatan dengan
baik atau buruk. Ia juga dapat membimbing manusia untuk berbuat baik dan
menjauhkannya dari perbuatan buruk.
Sebenarnya tidaklah dapat dikatakan bahwa manusia secara otomatis
akan berkembang kearah kesadaran moral. Manusia itu bisa membelok-
belokkan hidupnya kemana saja. Macam-macam masalah yang dapat
membelokkan dari kesadaran moralnya. Manusia itu agar menjadi manusia
sebagaimana seharusnya, harus berjuang.
Kesadaran moral harus dibangun dan terus dibangun. Dan hal ini
bukan lah hanya soal pengertian, tetapi soal praktek. Moral harus diajarkan
dengan menjalankan, anak-anak harus disadarkan tentang baik dan buruk,
harus dipimpin menuju kesana. Di samping itu harus diberi contoh kongkret
tentang perbuatan baik.

D. HATI NURANI
Hati nurani atau intuisi merupakan tempat dimana manusia dapat
memperoleh saluran ilham dari Tuhan. Hati nurani ini diyakini selalu
cenderung kepada kebaikan dan tidak suka kepada keburukan. Atas dasar
inilah munculnya aliran atau paham intuisisme, yaitu paham yang
mengatakan bahwa perbuatan yang baik adalah perbuatan yang sesuai
dengan kata hati, sedang kan perbuatan yang buruk adalah perbuatan yang
tidak sejalan dengan kata hati atau hati nurani.
Hati nurani menurut pengagumnya bukanlah hasil dari pemikirran
teoretis akliah, tetapi dia lahir dari kerja perasaan yang bisa jadi tidak
mudah, kalau enggan berkata sangat sulit untuk didefinisikan substansinya,
namun setiap orang dapat merasakannya dan juga tidak mudah
mengabaikan tuntunannya.
Immanuel kant, Jean Jacques Rousseau (1712-1778), Rene Descartes
(1596-1650) adalah tokoh-tokoh berpendapat bahwa nurani adalah insting
yang melekat yang ada pada semua manusia. Ada juga yang berpendapat
bahwa nurani tercipta melalui pengalaman keseharian, yakni yang baik
adalah yang dibuktikan oleh pengalaman dan disepakati oleh masyarakat
kebaikannya, sedangkan sebaliknya adalah keburukan.
John stuart mill (1820-1903) berpandangan lain lagi, Filsuf inggris ini
berpendapat bahwa tingkah laku yang berkaitan dengan moral, nilai-nilainya
diperoleh manusia secara turun menurun, generasi demi generasi. Jadi, ia
tidak bersifat individual, melainkan kolektif. Ia berkembang melalui
pewarisan dari masyarakat sebelumnya agar terlaksana harminisme antara
manusia dengan likngkungan nya dan dari sini tolok ukur akhlak adalah
pembedaan antara yang bermanfaat dengan yang tidak bermanfaat.
Hati nurani tebentuk dari pendidikan, pengalaman, dan lingkungan
sehingga tidak mustahil ada bisikan nurani yang dibisikkan oleh setan.
Dalam konteks ini Nabi SAW menegaskan bahwa dalam diri manusia
ada potensi menerima Lammah Malakiyah atau Lammah Syaithaniyah yang
selau berbisik ke dalam diri manusia. Memang, jika bisikan malaikat yang
menang, dorongan kebaikan muncul dan sebaliknnya yang terjadi jika
menang adalah dorongan setan.
Jika hati nurani dijadikan sebagai tolok ukur, itu bisa terbentuk
melalui pendidikan dan lingkungan sesuai nilai-nilai kebenaran universal
serta nilai-nilai agama dan norma budaya positif.

E. HUBUNGAN KEBEBASAN, TANGGUNG JAWAB DAN KESADARAN


MORAL/HATI NURANI DENGAN AKHLAK
Pada uraian diatas telah di bahas bahwa suatu perbuatan baru dapat
dikategorikan sebagai perbuatan akhlaki atau perbuatan yang dapat dinilai
berakhlak, apabila perbuatan tersebut dilakukan atas kemauan sendiri,
bukan paksaan dan bukan pula dibuat-buat dan dilakukan dengan tulus
ikhlas. Untuk mewujudkan perbuatan akhlak yang ciri-cirinya demikian, baru
bisa terjadi apabila orang yang melakukan nya memiliki kebebasan atau
kehendak yang timbul dalam dirinya sendiri.
Perbuatan yang berakhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan
sengaja secara bebas. Akhlak juga harus dilakukan atas kemauan diri sendiri
dan bukan dengan paksaan. Perbuatan seperti ini lah yang dapat dimintakan
pertanggungjawabannya dari orang yang melakukannya. Maka disinilah
letak hubungan antara kebebasan dan perbuatan akhlak.
Dalam perbuatan itu, perbuatan akhlak juga harus muncul dari
keikhlasan hati yang melakukannya, dan dapat dipertanggungjawabkan
kepada hati sanubari, maka hubungan akhlak dengan kata hati menjadi
demikian penting.
Dengan demikian, masalah tentang kebebasan, tanggung jawab, dan
kesadaran moral atau hati nurani adalah merupakan faktor dominan yang
menentukan suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan akhlaki.
Inilah yang menjadi letak hubungan fungsional antara kebebasan, tanggung
jawab, dan hati nurani dengan akhlak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kebebasan sebagaimana dikemukakan Ahmad Charris Zubair adalah
terjadi apabila kemungkinan-kemungkinan untuk bertindak tidak
dibatasi oleh suatu paksaan dari atau keterikatan kepada orang lain.
2. Hati nurani atau intuisi merupakan tempat dimana manusia dapat
memperoleh saluran ilham dari Tuhan.
3. Perbuatan yang berakhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan
sengaja, secara bebas, dan atas kemauan diri sendiri serta muncul
dari keikhlasan hati yang melakukannya.

B. Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat
banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki
makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak sumber serta kritik yang
membangun dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin. 2014. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Pers.
Quraish Shihab, M. 2016. Akhlak: Yang hilang dari kita. Tangerang: Lentera
Hati.

Anda mungkin juga menyukai