Anda di halaman 1dari 43

TEORI TENTANG SIFAT

HAKEKAT NEGARA
TEORI TENTANG SIFAT HAKEKAT NEGARA
(DAS WESEN DES STAATED / THE THEORY OF
THE NATURE OF THE STATE)

Apa sebenarnya yang disebut negara itu?


Untuk menjawab pertanyaan yang filsafat ini harus
dilihat dari beberapa sudut pandang antara
lain :
1. Definisi para sarjana.
2. Tinjauan historis, sosiologis, dan yuridis tentang
negara.
3. Teori Satu Segi, Teori Dua Segi, dan Tiga Segi
tentang negara.
4. Sifat-sifat khusus yang dimiliki oleh negara.
5. Unsur-unsur yang dimiliki oleh negara .
I. Beberapa Definisi
1. George Jellinek
negara ialah organisasi kekuasaan dari
sekelompok manusia yang telah berkediaman
yang tertentu

2. R.M. Kranenburg
negara adalah suatu organisasi yang timbul
karena kehendak suatu golongan atau
bangsanya sendiri

3. Logemann
negara ialah organisasi (ikatan kerja)
kemasyarakatan yang bertujuan mengatur dan
memelihara masyarakat tertentu dengan
kewibawaannya
4. Bellefroid
negara adalah suatu masyarakat hukum
yang secara kekal menempati suatu
daerah tertentu dan yang diperlengkapi
dengan kekuasaan tertinggi untuk
mengurus kepentingan umum

5. R.M. Mac Iver


negara adalah asosiasi (persekutuan)
yang menyelenggarakan penertiban di
dalam suatu masyarakat dalam suatu
wilayah dengan berdasarkan suatu
sistem hukum yang diselenggarakan oleh
suatu pemerintah yang untuk maksud
tersebut diberi kekuasaan memaksa
6. Max Weber
negara adalah suatu masyarakat yang
mempunyai monopoli dalam penggunaan
kekuasaan fisik secara sah dalam suatu
wilayah
7. Ludwig Gumplowicz
negara itu tidak lain daripada organisasi dari
kekuasaan golongan kecil atas golongan
besar
8. Prof. Mr. Sunarko
negara ialah suatu jenis dari suatu
organisasi masyarakat yang mengandung
tiga hakekat atau kriteria, yaitu harus ada
daerah, warga negara dan kekuasaan
tertentu.
II. Tinjauan Historis, Sosiologis,
dan Yuridis tentang negara

 Tinjauan secara HISTORIS adalah


tinjauan perkembangan penggunaan
istilah dan dasar pemakaian istilah
mengenai apa yang kini disebut
sebagai “negara”, yakni sejak masa
Yunani dan Romawi kuno, masa abad
menengah, masa permulaan abad
modern, hingga masa kini.
 Masa Yunani Kuno :
 Negara dikenal dengan istilah
Polis, yang kalau kita tinjau dari
sudut pandang sekarang artinya
“suatu negara kota”(city state)
dengan segala sifat khususnya,
seperti misalnya demokrasi
langsung. Dari sini kemudian
timbul pengertian politik dan ilmu
politik
• Masa Romawi Kuno :
• Negara dikenal dengan istilah “empiri,
Empirio, Empirium”, dengan wilayah
yang sudah sangat luas (country state),
dan penekanan pada segi pemerintahan
(empire).
• Negara menjadi semacam milik suatu
dinasti (wangsa, keturunan). Hal ini
terus berkembang hingga jaman
modern dengan istilah : Kerajaan,
Kekaisaran, Kesultanan, Kesunanan, dll
• Masa Abad Menengah :Tinjauannya
bersifat keagamaan, sehingga negara
disebut dengan istilah
“civitas”(masyarakat).
• Dalam hal ini oleh Augustinus, negara
dipisahkan antara yang bersifat
keagamaan/keilahian (civitas Dei) dan
negara yang bersifat keduniawian (civitas
terrena atau civitas diaboli), dengan
pandangannya yang bersifat teokratis-
langsung, Augustinus berpendirian bahwa
civitas terrena harus mendekati “civitas
Dei” yang diatur oleh hukum-hukum
Tuhan. (teori ini sering dikenal sebagai
“Teori Matahari-Rembulan” yaitu bahwa
Tuhan adalah matahari yang sinar
keilahiannya menerangi Raja/negara
sebagai Rembulan).
• Dalam masa perkembangannya, dengan
munculnya faham untuk memisahkan soal duniawi
dengan soal keagamaan (sekularisme), timbul teori
yang oleh Thomas Aquino disebut “Teori Dua
Pedang”( Zwei Zwaaden Theori) yaitu :
 Pedang Tuhan (Penguasa Keagamaan) dipegang

Gereja
 Pedang Dunia (Penguasa Dunia) yang dipegang

Raja, dimana keduanya terpisah, berkedudukan


sama/sederajat
• Selanjutnya dikenal pula istilah
• “La Stato” (staat, state) yang
dikemukakan oleh Machiavelli, yang
mengandung maksud bahwa negara
itu hakekatnya adalah suatu ikatan
tertentu atau status tertentu.
Pemikiran ini terus mengalami
perkembangan terutama dengan
perkembangan teori hukum alam
dimana bernegara berarti suatu
peralihan status dari status alamiah
ke status bernegara (dari status
naturalis ke status civilis)
• Istilah lain kita jumpai dari perkembangan di
Jerman pada masa perang dunia I, yaitu
istilah ‘Reich’ atau ‘Rijk’ yang timbul akibat
adanya teori Kedaulatan Negara.

• Istilah ini berasal dari kata “Regne-Regnum”


yang artinya memerintah, lalu menjadi
Regering. Dengan demikian penekanan ada
pada unsur Pemerintah, yang kemudian
menimbulkan percampuradukan pengertian
“state” (negara) dengan Government
(Pemerintah).
Tinjauan secara SOSIOLOGIS
 bertitik tolak dari keberadaan manusia
yang selalu bermasyarakat (Aristoteles :
Zoon Politicon, manusia ‘in concreto’)
sehingga negara pada hakekatnya adalah
semacam organisasi sosial yang ada dan
berdampingan dengan organisasi lain.
Negara merupakan suatu kenyataan atau
gejala sosial.
 Pertanyaan dasarnya ialah bagaimana
bentuk pengelompokan manusia sebelum
dan sampai adanya negara ?
• Pengelompokan sederhana : negara adalah
kelanjutan dari masyarakat keluarga -from
the familiy to state (Mac Iver). Negara
adalah organisasi masyarakat yang
bertujuan untuk mengatur dirinya sendiri.
Yakni mengatur kekuasaan.
• Jadi negara hanyalah semata sebagai alat.
Sehingga sifat hakekat negara adalah
sebagai : Organisasi kekuasaan/
kewibawaan, Dwang Organisatie, Zwang
ordnung, coersive instrument.
• Pengelompokan yang lebih komplek :
negara merupakan pengelompokan
manusia yang merasa dirinya senasib
dan punya tujuan sama.
• Tetapi bagaimana mereka
berkelompok ?
• Ada beberapa pandangan :
 Mac Dougall menggunakan kriteria :
• Terjadi secara wajar dan alamiah -
natural
• Terjadi secara sengaja dan buatan -
artivicial (negara)
Ferdinand Tonnies
mengelompokkan manusia
kedalam :
•Gemeninscaft/paguyuban
misalnya keluarga-dinasti

•Geselscaft /pamrih :
organisasi– masyarakat---
negara
Kranenburg menggunakan kriteria setempat-tidak
setempat dan teratur-tidak teratur, sehingga
menghasilkan 4 model pengelompokan :
• Setempat-teratur misal sekolah, gereja, mesjid
• Setempat-tidak teratur misal pasar
• Tidak setempat-tidak teratur misal pembaca
koran
• Tidak setempat-teratur misal negara
Untuk hal yang ke empat tidak setempat-tetapi
teratur, misal karena merasa ada bahaya
bersama, membutuhkan kesadaran nasional, jadi
ada rasa bersatu yang erat untuk menghadapi
bahaya bersama.
 Tinjauan sosiologis bersifat politis
dikemukan oleh Rudolf Smend yang
mengatakan bahwa tugas/fungsi negara
yang terpenting adalah untuk integrasi
(mempersatukan).
 Jadi hakekat negara ialah sebagai faktor

pengintegrasi, yang meliputi persoonlijk


(misal rakyat), zakelijk (tanah/wilayah),
dan functioneel(fungsi memerintah dan
diperintah). Oleh karena itu negara ialah
ikatan-ikatan keinginan dari manusia agar
dalam keadaan tetap (punya status),
begitu lepas keninginan itu negara tidak
ada.
Variasi pendangan bersifat sosiologis
karena beda penekanan :
 Rudolf Smend menekankan pada
‘willen verhalthis’( keinginan
bersama) bukan ‘herrschafts
verhalthis’
(kekuasaan/pemerintahan)
 Kranenburg menekankan hakekat
negara sebagai ikatan orang-orang
yang satu bangsa (group verbanu,
volksgemeinscahft)
 Herman Heller dan Logemann menekankan
pada kewibawaan (gezag) yaitu kekuasaan
tertinggi ada pada siapa dan berlakunya untuk
siapa. Sebab kenyataan menunjukkan bahwa
banyak negara yang bukan merupakan suatu
bangsa.
 Penekanan pada kewibawaan berarti
memandang negara itu sebagai organisasi atau
kesatuan untuk memutuskan dan kesatuan
untuk bekerjasama.
 Sebagai kesatuan untuk memutuskan, negara
merupakan organisasi kewibawaan.
• Menurut max weber, ada 3 macam dasar
kewibawaan :
 Charismatisch gezag : kekuasaan yang

bersandarkan sifat gaib (magisch


religieus, seperti pada nabi, wali,dsb)
 Tradisioneel gezag : kewibawaan yang

bersandar pada tradisi, misal


kewibawaan yang dimiliki para raja
karena keturunan
 Rationeel gezag : kewibawaan karena

dasar pertimbangan rasional. Misal


kewibawaan pada para tentara dan
birokrasi, karena hierarki dan disiplin
serta adanya sanksi
• Menurut Prof Logemann, ada 5 macam
gezag /kewibawaan :
 Magisch-gezag (termasuk teocratisch

gezag)
 Dynastiek gezag : kewibawaan bersandar

keturunan
 Charismatisch gezag : kewibawaan karena

kekuatan pribadi seseorang


 Kewibaan yang dilegitimasikan sebagai

simbol perwakilan (mitos politik pada abad


19 : kedaulatan rakyat dan perwakilan )
 Kewibawaan suatu elit : misal mitos abad

20, pasukan pelopor, kaum proletar,


fasisme, nasional-sosialisme.
• Oppenheimer memandang negara sebagai
organisasi penaklukan wilayah yang satu
terhadap wilayah lain. Jadi sifat hakekat
negara adalah organisasi yang menaklukan
kelompok lain.
• Leon Duguit menyatakan bahwa sifat
hakekat negara ialah organisasi dari orang-
orang kuat yang memaksakan kehendaknya
terhadap orang-orang yang lemah
• Pandangan lain dari Johan Kaspar yang
melihat sifat hakekat negara sebagai
organisasi yang hidup (organis/de organische
staatleer) dan mempunyai kehidupan sendiri
yang dalam berbagai hal menunjukkan
kemiripan dengan organisme manusia serta
dapat bertindak seolah-olah seperti orang,
bahkan mempunyai kehendak sebagai orang,
kehendak negara dilakukan oleh organ
negara (seperti parlemen, presiden dll)
 Johan kaspar menggambarkan negara sebagai
suatu pribadi moral dan spiritual yang dapat
dibandingkan dengan manusia.
Yang seolah-olah merupakan badannya organisasi
konstiusionalnya negara yang seperti manusia yang
juga tunduk pada hukum pertumbuhan, kemunduran,
dan akhirnya kematian.
Yang dapat dipandang sebagai nyawanya ialah
semangat nasional dari rakyatnya yang terjelma
dalam bentuk bahasa nasional dan adat kebiasaan
serta pandangan hidup rakyatnya.

 Teori organisme ini sebenarnya sudah dirintis oleh


Plato, Aristoteles, Thomas Aquino, dan Alfarabi. Kata
Alfarabi : negara sebetulnya adalah suatu tubuh
yang hidup sebagai halnya tubuh manusia ( the state
is the body politics as the body pysical)
Tinjauan YURIDIS tentang sifat
hakekat negara
 Tinjauan YURIDIS tentang sifat hakekat negara
dimulai dengan bertitik tolak pada manusia ‘in
abstracto’/ manusia di alam bebas terlepas dari
masyarakat yang hanya dikuasai oleh hukum
alam.
 Manusia bebas tersebut dengan rasionya ingin
mengikatkan diri sehingga mempunyai status
tertentu, yaitu status ‘civilis’(status bernegara).
Metodenya bersifat fiksi, spekulatif, tak peduli
apakah dalam kenyataannya ada, sehingga juga
a histori. Sifat teori ini logis-rasional, yakni
memberi tempat pada logika dan rasio manusia.
 Pandangan yuridis ada 3 variasi :

• Teori hak milik yang memandang


negara sebagai obyek hukum (rechts
objekt)
negara sebagai objek hukum berarti
negara sebagai obyek dari orang-orang
yang telah bisa bertindak.
Teori ini dengan sendirinya
memandang negara sebagai suatu alat
dari manusia dan dalam hal ini manusia
tertentu yang lebih tinggi daripada
yang dijadikan objek (negara).
 Teori ini dijumpai pada abad menengah, dimana
negara dianggap sebagai objek perjanjian dari
para tuan tanah, raja-raja, dan para panglima.
Prosesnya : tuan-tuan tanah yang memiliki
wilayah/tanah luas tidak dapat sendiri menguasai
tanahnya, lalu mengangkat para panglima
tentara dengan imbalan jasa tanah. Tanah yang
dimiliki panglima tambah luas lalu lama-lama
menjadi negara, karena pemilikan tanah-tanah
itu menimbulkan hak-hak lain menurut hukum,
seperti hak atas orang-orang yang diam disitu,
hak untuk memungut pajak, hak untuk kerja
paksa, dll. Sehingga raja, tuan tanah dan para
panglima kedudukannya lebih tinggi daripada
negara
• Teori Perjanjian, yang memandang negara sebagai
‘Rechtsverhaltnis’ yaitu negara sebagai hasil
perjanjian dari orang-orang tertentu dan kemudian
orang-orang tertentu itu membentuk bangunan yang
disebut negara. Teori perjanjian ini ada 2 macam,
yaitu:
 Perjanjian Perdata yang bersifat dualistis

(bertemunya dua kepentingan yang berbeda,


misal kepentingan akan uang dan kepentingan
akan perlindungan)
 Perjanjian Publik/perjanjian kemasyarakatan

(social contract) yang didasarkan atas persamaan


kepentingan (gesamt-akt), yakni kepentingan
bernegara.
Jadi pada hakekatnya negara adalah produk suatu
perjanjian baik bersifat Perdata (dualistik)
maupun bersifat Publik (gesamt-akt).
• Pandangan mengenai negara
sebagai subjek hukum
(rechtssubjekt), yakni negara
bertindak sebagai pembentuk
hukum, sebagai ‘rechtspersoon’,
sebagai badan hukum, sebagai
penjelmaan tata hukum nasional
(kelsen), sebagai organisasi
kekuasaan atau jabatan yang
dapat memaksakan kehendaknya
berupa hukum. Dari pandangan ini
sangat terkenal ialah “reine
rechtslehre” Hans kelsen.
• Menurut kelsen negara pada hakekatnya
adalah suatu ketertiban norma-norma
hukum, suatu ‘normen ordnung’, karena
tersusun dari norma-norma hukum yang
mengikat, maka sebagai konsekuensi logis
negara punya kekuasaan. akibatnya negara
kedudukannya lebih tinggi daripada rakyat.
dalam pandangan yang ‘norm logisch’ ini
yaitu yang memandang negara sebagai suatu
sistem hukum semata, ketertiban negara
tidak lain adalah merupakan ketertiban
hukum. Dengan demikian negara dan hukum
dianggap identik, sedangkan organ negara
adalah identik dengan organ hukum. Negara
merupakan personifikasi dari hukum.
Stufen Theorie
 Hans kelsen (general Theoriy of law
and state, 1945) mengemukakan teori
yang sangat terkenal tentang hirarki
norma-norma hukum (stufen theorie)
yang berbentuk kerucut/stupa. Kelsen
mengemukakan dua lapis norma
hukum, sedangkan muridnya Hans
nawiasky mengemukakan tiga lapis
norma hukum. Yaitu :
• Hans nawiasky mengemukakan tiga lapis norma hukum. Yaitu :
• Lapis pertama norma hukum menurut kelsen
maupun nawiasky ialah apa yang disebut
‘Grundnorm’ yaitu norma dasar yang tertinggi
yang bersifat presupposed dan tidak dapat ditelusuri
lebih lanjut dasar berlakunya, tidak perlu
diperdebatkan lagi, karena merupakan sesuatu yang
fiktif, hipotetis, aksioma. Pencerminannya di
Indonesia ialah Pancasila dan Pembukaan UUD 1945
(yang bersifat Filosofis)
• Kalau kelsen langsung menuju ke lapis norma-norma
hukum yang bertingkat-tingat, nawiasky
mengemukakan lapis kedua setelah ‘grundnorm’
ialah staatsgrundgesetze (aturan dasar negara),
pencerminan di Indobnesia ialah batang tubuh UUD
1945, ini masih aturan dasar yang pokok bagi
negara sebagai penjabaran dari Grundnorm
• Lapis ketiga ialah yang oleh kelsen disebut norm
(biasa) atau oleh nawiasky disebut formelle Gestze,
berupa peraturan perundangan, misal di Indonesia
UU dan perpu, PP, Kepres, dsb.
Teori satu segi
 Teori satu segi tentang hakekat negara
maksudnya bahwa pandangan-pandangan
teoritik tentang hakekat negara baik yang
bersifat sosiologis, maupun yang bersifat
yuridis menunjukkan bahwa pandangannya
tentang hakekat negara hanya terhadap satu
aspek/segi saja. Yaitu kalau tidak pada hakekat
negara dalam sosoknya sebagai suatu
kenyataan sosial atau institusi sosial, atau pada
hakekatnya negara sebagai suatu
bangunan/bentukan hukum, suatu institusi
hukum. Pandangan yang demkian di sebut
“Eine-seiten-theorie” tentang hakekat negara,
yang tentunya belum dapat memberikan
gambaran sesungguhnya tentang negara
secara lebih utuh. Sehingga mendorong
lahirnya teori dua segi
teori dua segi
 Teori dua segi dikemukan oleh Jellinek yang
membagi ilmu negara umum dalam dua aspek yakni
ilmu negara sosiologis dan ilmu hukum negara atau
ilmu negara yuridis.
• Negara dalam pengertian sosiologis ialah kesatuan
ikatan yang hidup bersama dan kerjasama, yang
dilengkapi dengan kekuasaan memerintah yang
asli, pada suatu wilayah tertentu, maka pengertian
negara sosiologis mengandung empat unsur :
 Wilayah negara

 Bangsa negara

 Kewibawaan

 Konstitusi negara

• Negara dalam makna yuridis ialah badan wilayah


yang dilengkapi dengan kekuasaan untuk
mengatur diri sendiri.
 Lebih jelas lagi menurut Jellinek, hakekat negara
sosiologis ialah negara sebagai ‘soziales factum’,
yaitu negara dipandang dari luar yang menampak
sebagai suatu ‘ganzneiy’ (kebulatan/totalitas)
dari suatu bentuk kehidupan sosial.
 Sedangkan negara secara yuridis ialah
pandangan terhadap negara dari dalam yang
menampak sebagai suatu struktur atau
organisasi yang terdiri dari lembaga-lembaga
kenegaraan yang adanya karena penetapan
didalam ketentuan hukum tertentu dan
melaksanakan tugasnya berdasarkan ketentuan
hukum pula.
 Atas jasanya dalam mengemukakan hakekat
negara secara lebih lengkap, baik dalam sosok
sebagai kenyataan sosial maupun sebagai
bentukan hukum, Jellinek digelari sebagai bapak
Ilmu Negara.
teori tiga segi
 Pelopor teori ini adalah Han
nawiasky yang mengemukakan
hakekat negara dilihat dalam tiga
segi, yakni :
• Negara sebagai idea
• Negara sebagai gejala sosial
• Negara sebagai gejala/ pengertian
hukum
 Negara sebagai idea/gagasan,
dirangkum sebagai persekutuan sosial
yang membulat/organisasi, yang
berdaulat, mengatasi perhubungan
pribadi individual, dari tingkat yang
tertinggi dengan tujuan duniawi yang
mencakup (terakhir). Jadi sebagai
suatu gagasan negara itu harus
bersifat menyeluruh atau mengatasi
individu dan kolektifitas yang lain.
Yang pertama ialah gagasan bernegara
dulu, setelah itu baru aspek sosiologis
dan yuridis.
 Negara senagai gejala sosial, dapat
diringkas dalam rumusan sebagai
suatu institusi sosial untuk
mewujudkan gagasan negara
(modalita) dalam realita.

 Negara sebagai pengertian hukum


ialah pengertian yang menyeluruh
dari organisasi yang merupakan suatu
ikatan duniawi yang memangku
jabatan pengaturan hukum yang
tertinggi. Ini menuntut perhubungan
antara warga-warganya diperkuat
dengan sanksi.
Sifat-sifat khusus
yang dimiliki negara
 Prof. Miriam Budiarjo mengemukakan tiga sifat
karakteristik negara, yaitu :
• Sifat memaksa, dalam arti mempunyai
kekuasaan untuk memakai kekerasan fisik secara
legal, misalnya menggunakan sarana polisi,
tentara, dll agar peraturan perundangan ditaati,
sehingga ketertiban masyarakat tercapai dan
anarki dapat dicegah.
• Sifat monopoli, dalam arti negara sendirilah
yang mempunyai hak tunggal untuk menetapkan
tujuan-tujuan bersama dalam masyarakat,
menetapkan asas/ideologi negara, dll
• Sifat mencakup semua, dalam arti kekuasaan
negara itu meliputi dan mengatasi semua
kekuasaan organisasi atau entitas lainnya yang
ada di masyarakat
Unsur-unsur
yang dimiliki negara
 Prof. Nasrun mengatakan bahwa negara adalah
organisasi kemasyarakatan yang khusus dan
tertinggi, dimana kekhususan dan ketinggiannya
terletak pada unsur-unsurnya yang hanya dimiliki
negara, dan tidak dimiliki oleh organisasi yang lain.

 Unsur negara di bedakan antara unsur yang bersifat


konstitutif yaitu unsur pembentuk, yang merupakan
syarat mutlak yang bersifat primer untuk adanya
negara, dan unsur yang bersifat deklaratif, yang
merupakan syarat yang bersifat sekunder (fakultatif)

 Unsur yang bersifat konstitutif ialah :


• Unsur wilayah negara (darat, laut. Udara);
• Unsur bangsa (rakyat);
• Unsur pemerintah yang berdaulat (baik ke dalam
maupun ke luar)
 Sedangkan Unsur yang bersifat deklaratif ialah
berupa adanya pengakuan negara lain. Ini
merupakan unsur tambahan agar suatu negara
dapat diterima dilingkungan pergaulan
internasional. Unsur ini tidak harus ada untuk
negara bisa eksis.

 Tetapi dipandang dari sudut hukum internasional,


masalah pengakuan termasuk unsur mutlak.
Seperti tercantum dalam Pasal 1 Konvensi
Montevideo tahun 1933 yang menegaskan bahwa
negara sebagai persona internasional harus
memiliki kemampuan menyelenggarakan
perhubungan-perhubungan dengan negara lain.

Anda mungkin juga menyukai