Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH HUKUM WARIS

GOLONGAN AHLI WARIS DAN CARA MEWARISI MENURUT


HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA

DOSEN PENGAMPU : SALMAH SH.I, M.H

DISUSUN OLEH :

MUHAMMAD ZULFIKAR

AHMAD JAELANI

FIRDAN JUNIAR

STIH PAINAN CIPONDOH

2022
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Hukum waris merupakan suatu hal yang penting dan mendapat perhatian yang
besar. Karena pembagian warisan sering menimbulkan akibat-akibat yang tidak
menguntungkan bagi keluarga yang di tinggal mati pewarisnya. Hubungan
persaudaraan bisa berantakan jika masalah pembagian harta warisan seperti rumah
atau tanah tidak dilakukan dengan adil. Untuk menghindari masalah, sebaiknya
pembagian warisan diselesaikan dengan adil. Salah satu caranya adalah menggunakan
Hukum Waris menurut Undang-Undang (KUH Perdata).
Banyak permasalahan yang terjadi seputar perebutan warisan, seperti masing-
masing ahli waris merasa tidak menerima harta waris dengan adil atau ada
ketidaksepakatan antara masing-masing ahli waris tentang hukum yang akan mereka
gunakan dalam membagi harta warisan.
Naluriah manusia yang menyukai harta benda (QS. Ali Imran:14) tidak jarang
memotivasi seseorang untuk menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan harta
benda tersebut, termasuk didalamnya terhadap harta peninggalan pewarisnya sendiri.
Kenyataan demikian telah ada dalam sejarah umat manusia hingga sekarang ini.
Terjadinya kasus-kasus gugat waris di pengadilan, baik Pengadilan Agama maupun
Pengadilan Negeri menunjukkan fenomena ini.
Oleh karenanya, dalam pembagian warisan harus di lihat terlebih dahulu hukum
yang mana yang akan di gunakan oleh para ahli waris dalam menyelesaikan sengketa
waris yang terjadi.

B.Rumusan Masalah

1. Bagaiamana kah golongan ahli waris


2. Bagaimana kah cara mewarisi nya

1
PEMBAHASAN

1.1.Penggolongan Ahli Waris

Bagaimana Berdasarkan sebab-sebab menerima warisan, maka ahli waris dalam


hukum Islam dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:

1. Ahli waris nasabiyah yaitu ahli waris yang mendapat warisan karena adanya
hubungan darah;
2. Ahli waris sababiyah yaitu ahli waris yang mendapat warisan karena adanya
perkawinan yang sah dan atau karena memerdekakan hamba (hamba sahaya).

Berdasarkan besarnya hak yang akan diterima oleh para ahli waris, maka ahli waris
dalam hukum waris Islam dibagi ke dalam tiga golongan, yaitu sebagai berikut.

1.Ashabul furudh yaitu golongan ahli waris yang bagian haknya tertentu, yaitu 2/3,
1/2, 1/3, 1/4, 1/6, atau 1/8.

Para ahli fara’id membedakan ashchabul-furudh ke dalam dua macam yaitu


ashchabul-furudh is-sababiyyah (golongan ahli waris sebagai akibat adanya ikatan
perkawinan dengan si pewaris), yang termasuk dala golongan ini adalah janda (laki-laki
atau perempuan). Dan ashchabul-furudh in-nasabiyyah (golongan ahli waris sebagai
akibat adanya hubungan darah dengan si pewaris), yang termasuk dalam golongan ini
adalah sebagai berikut.

a. Leluhur perempuan, yaitu ibu dan nenek.


b. Leluhur laki-laki, yaitu bapak dan kakek.
c. Keturunan perempuan, yaitu anak perempuan dan cucu perempuan pancar laki-
laki.
d. Saudara seibu, yaitu saudara perempuan seibu dan saudara laki-laki seibu.
e. Saudara sekandung/sebapak, yaitu saudara perempuan sekandung dan saudara
perempuan sebapak.

2. Ashabah, yaitu golongan ahli waris yang bagian haknya tidak tertentu, tetapi
mendapatkan ushubah (sisa) dari ashabul-furudh atau mendapatkan semuanya jika tidak
ada ashabul furudh.

2
Para ahli fara’id membedakan asabah ke dalam tiga macam yaitu, ashabah
binnafsih, ashabah bil-ghair dan ashabah ma’al ghair.

a. Ashabah binnafsihi adalah kerabat laki-laki yang dipertalikan dengan Pewaris tanpa
diselingi oleh orang perempuan, yaitu sebagai berikut:

1) Leluhur laki-laki, yaitu bapak dan kakek.


2) Keturunan laki-laki, yaitu anak laki-laki dan cucu laki-laki.
3) Saudara sekandung/sebapak, yaitu saudara laki-laki sekandung/sebapak.

b.Ashabah bil-ghair adalah kerabat perempuan yang memerlukan orang lain Untuk
menjadi ashabah dan untuk bersama-sama menerima ushubah, yaitu:

1) anak perempuan yang mewaris bersama dengan anak laki-laki;


2) cucu perempuan yang mewaris bersama cucu laki-laki; dan
3) saudara perempuan sekandung/sebapak yang mewaris bersama-sama dengan
saudara laki-laki sekandung/sebapak.

c. Ashabah ma’al-ghair adalah kerabat perempuan yang memerlukan orang lain untuk
menjadi ashabah, tetapi orang lain tersebut tidak berserikat dalam menerima ushubah,
yaitu saudara perempuan sekandung dan saudara perempuan sebapak yang mewaris
bersama anak perempuan atau cucu perempuan.

3.Dawil arham adalah golongan kerabat yang tidak termasuk dalam golongan ashabul
furudh dan ashabah. Kerabat golongan ini baru mewaris jika tidak ada kerabat yang
termasuk kedua golongan di atas.

Selain itu, penggolongan ahli waris dalam hukum Islam juga diterbagi atas ahli
waris dari golongan laki-laki dan ahli waris dari golongan perempuan (Abu Umar
Basyir, 2006: 75). Ahli waris dari kaum laki- laki ada 15 (lima belas) yaitu:

1. anak laki-laki;
2. cucu laki-laki (dari anak laki-laki), dan seterusnya ke bawah;
3. bapak;
4. kakek (dari pihak bapak) dan seterusnya ke atas dari pihak laki-laki saja;
5. saudara kandung laki-laki;

3
6. saudara laki-laki seayah;
7. saudara laki-laki seibu;
8. anak laki-laki dari saudara kandung laki-laki, dan seterusnya ke bawah;
9. anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah;
10. paman (saudara kandung bapak);
11. paman (saudara bapak seayah);
12. anak laki-laki dari paman (saudara kandng ayah);
13. anak laki-laki paman, saudara kansung ayah;
14. suami; dan
15. laki-laki yang memerdekakan budak.
16. Kalau seandainya seluruh pihak yang akan mewariskan dari golongan
lelaki ini berkumpul semua dalam satu kasus, maka yang berhak
menerima warisan hanya tiga, yaitu:
a. anak lelaki;
b.ayah; dan
c. suami.

Adapun ahli waris dari kaum wanita ada 10 (sepuluh), yaitu:

a. anak perempuan;
b. ibu;
c. cucu perempuan (dari keturunan anak laki-laki);
d. nenek (ibu dari ibu);
e. nenek (ibu dari bapak);
f. saudara kandung perempuan;
g. saudara perempuan seayah;
h. saudara perempuan seibu;
i. istri; dan
j. perempuan yang memerdekakan budak.

4
Kalau kesemua wanita itu berkumpul dalam satu kasus kematian pewaris, maka yang
akan menerima warisan hanya lima, yaitu:

a. ibu;
b. anak perempuan;
c. cucu, yaitu anak perempuan dari anak laki-laki;
d. istri; dan
e. saudari sekandung.

Apabila dalam suatu kasus seluruh pihak yang akan mewariskan itu baik laki-laki
maupun perempuan berkumpul semua, maka yang menerima warisan hanya lima saja,
yaitu:

a. ayah;
b. anak laki-laki;
c. suami atau istri;
d. ibu; dan
e. anak perempuan.

1,2.Cara mewarisi

Bagian Masing-Masing Ahli Waris

a. Anak laki-laki

Kemungkinan memperoleh warisan

 Mendapatkan semua harta warisan, apabila tidak ada anak perempuan , ibu
bapak, suami/istri
 Sebagai ashabah binafsih, setelah diambil bagian dzawil furudh. Dan akan
memperoleh seluruh sisa jika tidak ada anak perempuan. Bila ada anak
perempuan, maka bagiannya adalah dua kali bagian perempuan.

5
b.Cucu laki-laki dari anak laki-laki

Kemungkinan memperolah warisan

 Jika tidak terhijab, ia sebagai ashabah binafsih; bisa memperoleh seluruh


warisan, jika tak ada cucu perempuan dari anak laki-laki; jika ada cucu
perempuan (dari laki-laki), bagiannya dua kali bagian cucu perempuan.
 Tidak memperoleh warisan (terhijab), bila ada anak laki-laki.

c.Bapak

Kemungkinan memperoleh warisan:

 Dapat terhijab nuqshan


 1/6 bagian, jika ada ahli waris anak atau cucu laki-laki
 1/6 bagian ditambah ‘ashabah, jika ada anak perempuan atau cucu perempuan
 ’ashabah, jika tidak ada atau cucu baik laki-laki maupun perempuan

d. Kakek dari pihak bapak

Kemungkinan untuk memperoleh warisan:

 Bisa berhijab hirman, jika ada bapak


 1/6 bagian jika ada anak atau cucu laki-laki
 1/6 bagian ditambah ‘ashabah, jika ada anak atau cucu perempuan
 Sebagai ‘ashabah, apabila tidak ada anak/cucu laki-laki maupun perempuan.
 Saudara laki-laki sekandung

             Kemungkinan memperoleh warisan:

 Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki
atau bapak
 ashabah binafsih, bisa memperoleh seluruh sisa warisan.
 1/3 bagian jika lebih dari satu orang saudara baik laki-laki maupun perempuan

6
e.Saudara laki-laki sebapak

             Kemungkinan memperoleh warisan:

 Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki,

 bapak, saudara laki-laki sekandung atau saudara perempuan sekandung.


 ashabah binafsih.
 1/3 bagian jika lebih dari satu orang saudara sebapak baik laki-laki maupun
perempuan

g.Saudara laki-laki seibu

 Kemungkinan memperoleh warisan:

 Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki-laki atau perempuan, cucu laki-laki atau
perempuan dari anak laki-laki, bapak, kakek dari pihak bapak.
 1/3 bagian jika terdiri dari dua orang atau lebih
 1/6 bagian jika hanya satu orang

h.Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung, anak laki-laki dari saudara
sebapak, paman kandung, paman sebapak, anak laki-laki paman sekandung, anak
laki-laki paman sebapak.

             Kemungkinan memperoleh warisan:

 Bisa terhijab hirman


 Bisa ‘ashabah binafsih

i.Suami

             Kemungkinan memperoleh warisan:

 Bisa terhijab nuqshan, jika ada anak atau cucu


 1/2 bagian jika tidak ada anak atau cucu
 1/4 bagian jika ada anak atau cucu

7
 Anak perempuan

             Kemungkinan memperoleh warisan:

 Tidak dapat terhijab1/2 bagian jika hanya seorang dan tidak ada laki-laki
 2/3 bagian jika lebih dari satu orang dan tidak ada anak laki-laki
 ‘ashabah bil ghairi jika ada anak laki-laki

j.Cucu perempuan dari anak laki-laki

             Kemungkinan mendapat warisan:

 Dapat terhijab hirman, jika ada anak laki-laki, dua anak perempuan atau lebih
 1/2 bagian, jika hanya seorang, tidak ada cucu laki-laki, atau seorang anak
peerempuan.
 2/3 bagian, jika dua orang atau lebih dan tidak ada anak laki-laki atau seorang
anak perempuan.
  1/6 bagian, jika ada anak perempuan tapi tidak ada cucu laki-laki.

k.Ibu

  Kemungkinan mendapat warisan :

 Bisa terhijab nuqshan, jika ada anak, cucu atau dua orang saudara atau lebih
 1/3 bagian, jika tidak ada anak, cucu, atau dua orang saudara atau lebih
 1/3 dari sisa, jika termasuk gharawain. Gharawain adalah jika ahli waris terdiri
dari suami, ibu dan bapak, atau istri, ibuk dan bapak.
 1/6 bagian jika ada anak, cucu atau dua orang saudara atau lebih

l.Nenek

 Kemungkinan memperoleh :

 Bisa terhijab hirman, jika ada anak, ibu atau bapak


 1/6 bagian ( untuk seorang atau dua orang nenek, jika tidak ada anak, ibu atau
bapak )

8
m.Saudara perempuan kandung

Kemungkinan mendapat warisan :

 Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki – laki, cucu laki – laki dari anak laki –
laki, bapak
 1/2 bagian, jika hanya seorang atau tidak ada anak, cucu perempuan atau saudara
laki – laki sekandung
  2/3 bagian, jika dua orang atau lebih dan tidak ada anak cucu perempuan atau
saudara laki – laki sekandung

·         Bisa ‘ashabah ma’al ghairi, jika tidak ada saudara laki – laki kandung, tapi ada
ahli waris anak perempuan atau cucu perempuan atau anak dan cucu perempuan

n.Saudara perempuan sebapak

              Kemungkinan memperoleh warisan :

 Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki – laki, cucu laki – laki, bapak, dua orang
atau lebih saudara perempuan kandung bersama anak/cucu perempuan.
 1/2 bagian, jika seorang dan tidak ada saudara laki – laki, bapak anak, cucu
perempuan atau saudara perempuan sekandung.
 2/3 bagian, jika terdiri dari dua orang atau lebih dan tidak ada ahli waris anak,
saudara laki – laki sebapak atau saudara perempuan kandung.
 1/6 bagian, jika ada seorang saudara perempuan kandung tetapi tidak ada anak,
cucu perempuan atau saudara laki – laki sebapak.
 ‘Ashabah bilghairi jika ada saudara laki – laki sebapak
 Ashabah ma’al ghairi, jika tidak ada saudara laki – laki sebapak, saudara
perempuan kandung. Tapi ada ahli waris anak perempuan atau cucu perempuan.

9
o.Saudara perempuan seibu

              Kemungkinan memperoleh warisan :

 Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki – laki atau perempuan, cucu laki – laki
dari anak laki – laki, cucu perempuan dari anak laki – laki, bapak atau kakek
dari pihak bapak.
 1/3 bagian jika terdiri dari dua orang atau lebih
 1/6 bagian jika hanya seorang

p.Istri

              Kemungkinan memperoleh warisan :

 Bisa terhijab nuqshan, jika ada anak atau cucu


 1/4 bagian, jika ada anak atau cucu, baik laki – laki maupum perempuan
 1/8 bagian jika ada anak atau cucu baik laki – laki maupun perempuan

2.2.Penggolongan Ahli Waris menurut Hukum Perdata

   Dalam penerapan hukum waris, apabila seorang pewaris yang beragama selain
Islam meninggal dunia, maka yang digunakan adalah sistem pewarisan berdasarkan
Hukum Waris sesuai dengan Undang-Undang Hukum Peerdata (“KUHPerdata”).

 Menurut KUHPerdata, prinsip dari pewarisan adalah:

1. Harta Waris baru terbuka (dapat diwariskan kepada pihak lain) apabila
terjadinya suatu kematian. (Pasal 830 KUHPerdata);
2. Adanya hubungan darah di antara pewaris dan ahli waris, kecuali untuk suami
atau isteri dari pewaris. (Pasal 832 KUHPerdata), dengan ketentuan mereka
masih terikat dalam perkawinan ketika pewaris meninggal dunia. Artinya, kalau

10
mereka sudah bercerai pada saat pewaris meninggal dunia, maka suami/isteri
tersebut bukan merupakan ahli waris dari pewaris.

Ada dua jalur untuk mendapatkan warisan secara adil, yaitu melalui pewarisan
absentantio dan pewarisan testamentair. Pewarisan absentantio merupakan warisan
yang didapatkan berdasarkan undang-undang. Dalam hal ini sanak keluarga pewaris
(almarhum yang meninggalkan warisan) adalah pihak yang berhak menerima warisan.
Mereka yang berhak menerima dibagi menjadi empat golongan, yaitu anak, istri atau
suami, adik atau kakak, dan kakek atau nenek.

Sedangkan pewarisan secara testamentair/wasiat merupakan penunjukkan ahli


waris berdasarkan surat wasiat. Dalam jalur ini, terdapat pernyataan seseorang tentang
apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dunia suatu saat nanti yang oleh si
pembuatnya dapat diubah atau dicabut kembali selama ia masih hidup sesuai dengan
KUHPer Pasal 992.

Cara pembatalannya harus dengan wasiat baru atau dilakukan dengan Notaris.
Syarat pembuatan surat wasiat ini berlaku bagi mereka yang sudah berusia 18 tahun
atau lebih dan sudah menikah meski belum berusia 18 tahun. Yang termasuk golongan
ahli waris berdasarkan surat wasiat adalah semua orang yang ditunjuk oleh pewaris
melalui surat wasiat untuk menjadi ahli warisnya.

 Berdasarkan prinsip tersebut, maka yang berhak mewaris hanyalah orang-orang


yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris. Baik itu berupa keturunan langsung
maupun orang tua, saudara, nenek/kakek atau keturunannya dari saudara-saudaranya.
Sehingga, apabila dimasukkan dalam kategori, maka yang berhak mewaris ada empat

Di dalam KUHPer telah diatur mengenai penerima waris dalam Pasal 832
menyebutkan orang-orang yang berhak menjadi ahli waris, yaitu: 

 Golongan I

Keluarga yang berada pada garis lurus ke bawah, yaitu suami atau istri yang
ditinggalkan, anak-anak, dan keturunan beserta suami atau istri yang hidup lebih lama.

 Golongan II

11
Keluarga yang berada pada garis lurus ke atas, seperti orang tua dan saudara beserta
keturunannya.

 Golongan III

Terdiri dari kakek, nenek, dan leluhur.

 Golongan IV

Anggota keluarga yang berada pada garis ke samping dan keluarga lainnya hingga
derajat keenam.

Selain itu, terdapat peraturan yang membuat seorang ahli waris tidak berhak
menerimanya meskipun sebenarnya berhak mendapatkan warisan baik secara
absentantio atau testamentair tetapi di dalam KUHPer telah ditentukan beberapa hal
yang menyebabkan seorang ahli waris dianggap tidak patut menerima warisan. Berikut
adalah orang yang tidak berhak menerima warisan meskipun sebagai ahli waris:

1. Orang yang dengan putusan hakim telah telah dinyatakan bersalah dan dihukum
karena membunuh atau telah mencoba membunuh pewaris. (Pasal 838 ayat 1
KUHPer).

2. Orang yang menggelapkan, memusnahkan, dan memalsukan surat wasiat atau


dengan memakai kekerasan telah menghalang-halangi pewaris untuk membuat
surat wasiat menurut kehendaknya sendiri. (Pasal 838 ayat 3 KUHPer).

3. Orang yang karena putusan hakim telah terbukti memfitnah orang yang
meninggal dunia dan berbuat kejahatan sehingga diancam dengan hukuman lima
tahun atau lebih. (Pasal 838 ayat 2 KUHPer).

4. Orang yang telah menggelapkan, merusak, atau memalsukan surat wasiat dari
pewaris. Dengan dianggap tidak patut oleh undang-undang bila warisan sudah
diterimanya maka ahli waris terkait wajib mengembalikan seluruh hasil dan
pendapatan yang telah dinikmatinya sejak ia menerima warisan. (Pasal 838 ayat
4 KUHPer).

12
Sementara yang menjadi objek dari hukurn waris adalah harta warisan. Harta
warisan adalah kekayaan berupa keseluruhan aktiva dan passiva yang ditinggalkan
pewaris dan berpindah kepada para ahli waris. Keseluruhan kekayaaan yang berupa
aktiva dan pasiva yang rnenjadi milik bersarna ahli waris disebut boedel harta warisan
(boedel waris) diberikan oleh pewaris kepada ahli warisnya ketika syarat yang disebut
dalam Pasal 830 KUHPer terjadi yakni dengan adanya kernatian dari pewaris.

13
PENUTUP

A. Kesimpulan

1.Ahli waris adalah orang yang bisa memperoleh warisan dari seseorang yang
memperoleh warisan dari seseorang yang meninggal dunia. Adapun penggolongan ahli
waris ada bermacam-macam, yaitu ada yang berdasarkan sebab-sebab menerima
warisan, besarnya hak yang akan diterima ahli waris

2. penggolongan ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan. Sedang pembagian hak
masing-masing ahli waris telah ditentukan berdasarkan ketetapan syari’at Islam.

B. Saran

Mempelajari ilmu waris sangat penting bagi umat Islam. Dijelaskan dalam hadits
bahwa sesungguhnya ilmu yang akan pertama dicabut Alloh SWT. dari muka bumi ini
adalah ilmu faroid mempelajari ilmu waris sama halnya telah menguasai 1/2 ilmu yang
ada di muka bumi. Tentunya kita sebagai umat Islam harus mengetahui ilmu tersebut.

14
DAFTAR  PUSTAKA

Drs. H Djedjen Zainuddin (2004) Fiqih. Semarang: Karya Toha Putra.

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003)

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003)

Effendi Perangin, Hukum Waris, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006)

Darusnal, Chandra, Hukum Waris Perdata,  ( Makalah Universitas Batam, 2009)

Hadpiadi. Beberapa Asas Hukum Kewarisan  (http://www.hukum waris.com, 2011)

Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2004)

Abdul Manan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006)

www.hukumonline.com

15

Anda mungkin juga menyukai