BAB I
HUKUM KEWARISAN
Dalam mempelajari ilmu pengetahuan, ada beberapa hal yang perlu diketahui
menyangkut ilmu pengetahuan itu sendiri, karena hal ini akan membantu untuk
mendapat gambaran sepintas tentang ilmu yang akan dipelajari. Beberapa hal
yang berkaitan yang dimaksud adalah: definisi, objek kajian, peletak ilmu,
pengambilan dasar hukum, nama ilmu, hukum, permasalahan yang dimuat, kaitan
dengan ilmu lain (nisbah), faidah mempelajarinya, dan tujuan. Demikian pula
yang harus diketahui dalam ilmu Faraidh. Para ulama memberikan nama lain
dari Ilmu Mawaris dengan nama Ilmu Faraidh ( )علئئم الفرائئئضdan mereka
memberikan definisi dengan pengertian berikut:
Dari pengertian di atas dapat ditegaskan bahwa Ilmu Mawaris itu merupakan
pemahaman atau pengetahuan tentang harta pusaka (warisan). Sebagian ulama
memberikan definisi yang tidak jauh beda, namun lebih sempurna daripada
definisi di atas dengan ungkapan:
1
6. Ashabah dan ashabul furudh
7. Hajib dan mahjub
8. Aul dan radd
9. Akdariyah
10. Gharawaian
A. UNSUR KEWARISAN
Dalam kewarisan Islam terdapat tiga unsur (rukun), yaitu :
1. Maurus.
2. Muwaris.
3. Waris.
B. SYARAT KEWARISAN
Adapun syarat-syarat terjadinya pembagian harta warisan dalam Islam adalah ;
1. Matinya muwaris.
2. Hidupnya waris.
3. Mengetahui hubungannya bagi mait dengan kerabat,perkawinan atau wala’
Sebab-sebab adanya hak kewarisan ada tiga, yaitu;
a. hubungan kekerabatan,
b. hubungan perkawinan dan .
c. hubungan karena sebab al-wala’.
A. Sebab-sebab yang menjadi peng halang kewarisan.
1. Perbudakan
2. Pembunuhan
3. Berlainan agama
B. Ahli Waris.
Ahli ada dua jenis lelaki dan perempuan .
1. Ahli Waris lelaki terdiri dari.
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki sampai keatas dari garis anak laki-laki.
c. Ayah
d. Kakek sampai keatas garis ayah
e. Saudara laki-laki kandung
f. Saudara laki-laki seayah
g. Saudara laki-laki seibu
h. Anak laki-laki saudara kandung sampai kebawah.
i. Anak laki-laki saudara seayah sampai kebawah.
j. Paman kandung
k. Paman seayah
l. Anak paman kandung sampai kebawah.
m. Anak paman seayah sampai kebawah.
n. Suami
o. Laki-laki yang memerdekakan
Jika ada semua ahli waris laki-laki, yang dapat bagian ialah.
a. suami
b. ayah
c. anak laki-laki
2. Ahli Waris wanita terdiri dari
a. Anak perempuan
2
b. Cucu perempuan sampai kebawah dari anak laki-laki.
c. Ibu
d. Nenek sampai keatas dari garis ibu
e. Nenek sampai keatas dari garis ayah
f. Saudara perempuan kandung
g. Saudara perempuan seayah
h. Yang Saudara perempuan seibu.
i. Isteri
j. Wanita yang memerdekakan
Jika semua ahli waris perempuan itu ada, maka yang dapat warisan ialah:
a. Isteri
b. Anak perempuan
c. Cucu perempuan
d. Ibu
e. Saudara perempuan kandung
C. Ditinjau dari sudut pembagian, Ahli waris terbagi dua yaitu : Ashhabul
furudh dan Ashabah.
1. Ashabul furudh yaitu orang yang mendapat bagian tertentu. Terdiri
dari
a. Yang mendapat bagian ½ harta.
1) Anak perempuan kalau sendiri
2) Cucu perempuan kalau sendiri
3) Saudara perempuan kandung kalau sendiri
4) Saudara perempuan seayah kalau sendiri
5) Suami
b. Yang mendapat bagian ¼ harta
1) Suami dengan anak atau cucu
2) Isteri atau beberapa kalau tidak ada anak atau cucu
c. Yang mendapat 1/8
Isteri atau beberapa isteri dengan anak atau cucu.
d. Yang mendapat 2/3
1) Dua atau lebih anak perempuan
2) Dua atau lebih cucu perempuan dari garis anak laki-laki
3) Dua atau labih saudara perempuan kandung
4) Dua atau lebih saudara perempuan seayah
e. Yang mendapat 1/3
1) Ibu jika tidak ada anak, cucu dari grs anak laki-laki, dua
saudara kandung/seayah atau seibu.
2) Dua atau lebih anak ibu baik laki-laki atau perempuan
f. Yang mendapat 1/6
1) Ibu bersama anak lk, cucu lk atau dua atau lebih saudara
perempuan kandung atau perempuan seibu.
2) Nenek garis ibu jika tidak ada ibu dan terus keatas
3) Nenek garis ayah jika tidak ada ibu dan ayah terus
keatas
4) Satu atau lebih cucu perempuan dari anak laki-laki
bersama satu anak perempuan kandung
5) Satu atau lebih saudara perempuan seayah bersama satu
saudara perempuan kandung.
3
6) Ayah bersama anak lk atau cucu lk
7) Kakek jika tidak ada ayah
8) Saudara seibu satu orang, baik laki-laki atau perempuan.
4
a. anak laki-laki
b. cucu laki-laki dari garis anak laki-laki
c. ayah
6. Urutan pembagian antara saudara laki-laki kandung/ saudara laki-laki
seayah sampai kebawah dan urutan paman kandung / paman seayah sampai
kebawah.
a. Saudara laki-laki kandung menggugurkan saudara seayah( L/P )
b. Saudara laki-laki seayah menggugurkan anak lk saudara kandung
c. Anak laki-laki saudara kandung menggugurkan anak lk saudara seayah
d. Anak laki-laki saudara seayah menggugurkan cucu lk saudara kandung.
e. Cucu laki-laki saudara kandung menggugurkan cucu lk saudara seayah dts
f. Cucu laki-laki saudara seayah menggugurkan Paman kandung
g. Paman kandung menggugurkan paman seayah
h. Paman seayah menggugurkan anak laki-laki paman kandung
i. Anak laki-laki paman kandung menggugurkan anak lk paman seayah
j. Anaklaki-laki paman seayah menggugurkan cucu lk paman kandung
k. Cucu laki-laki paman kandung menggugurkan cucu lk paman seayah.
‘Aul dalam pembagian warisan adalah cara mengatasi kesulitan pembagian warisan
jika asal masalah yang dilambangkan angka pembilang lebih kecil dari jumlah
penyebutnya. Penyelesaian masalah ini adalah dengan membulatkan angka
pembilangnya.
5
Contoh kasus 1: Seseorang meninggal dengan Ahli waris, terdiri dari suami dan dua
sdr. Perempuan kandung, dengan harta peninggalan 14.400.000,00. Berapa bagian
masing-masing ahli waris ?
Di dalam uraian yang telah lalu sudah dijelaskan, bahwa harta warisan itu dibagi-
bagikan kepada ahli waris yang mendapat ketentuan ataupun kepada ‘ashabah.
Uraiakan berikut ini akan dikemukakan masalah radd. Jelasnya, setelah harta
peninggalan itu dibagi-bagikan kepada ahli waris yang mendapat ketentuan, tetapi
kemudian ternyata masih ada sisanya, sedangkan ‘ashabahpun tidak ada pula, maka
sisa tersebut dibagi-bagikan kepada mereka yang sudah mendapat bagian tadi. Cara
pembagian yang seperti ni disebut radd.
Radd dalam bahasa Arab berarti kembali / kembalikan. Adapun radd menurut istilah
ilmu faraid ialah pengembalian sisa pembagian harta warisan kepada dzawil furudh
selain suami atau istri. Jadi, apabila dalam ahli waris tersebut tidak ada suami atau
istri maka sisa pembagian tersebut ditambahkan ( dikembalikan ) kepada ahli waris
dzawil furudh dengan cara menjadikan Asal Masalah ( AM ) dengan jumlah bilangan
pembilangnya ( jumlah bagian masing-masing ahli waris ). Radd merupakan
kebalikan dari al ‘aul. Misalnya dalam suatu pembagian hak waris, para ashabul furud
telah menerima haknya masing-masing. Akan tetapi harta warisan ternyata masih
tersisa, dan tidak ada kerabat lain yang menjadi ashabah. Jika demikian, maka sisa
harta warisan akan diberikan atau dikembalikan kepada para ashabul furud selain
suami atau istri sesuai bagian masing-masing ahli waris.
Sebenarnya, ahli-ahli hukum berbeda pendapat tentang kelebihan sisa pembagian
harta warisan itu. Zaid bin Tsabit berpendapat, bahwa kelebihan sisa itu, diserahkan
kepada Perbendaharaan Umum ( Baitul Mal ) untuk dipergunakan bagi kepentingan
umum. Pendapat tersebut juga dianut Malik bin Anas dan Syafi’i. Tatapi kebanyakan
sahabat-sahabat Nabi berpendapat, bahwa kelebihan sisa pembagian itu, dikembalikan
lagi (radd) kepada ahli waris yang mendapat bagian itu.
Ar radd tidak akan terjadi kecuali terpenuhi tiga syarat berikut : yaitu (1) adanya
ashabul furud, (2) tidak adanya ‘ashabah, dan (3) masih adanya sisa harta waris. Bila
dalam pembagian waris tidak ada tiga syarat tersebut, maka radd tidak akan terjadi.
Radd dalam arti bahasa adalah mengembalikan. Dalam arti istilah adalah
mengembalikan sisa harta pusaka kepada ahli waris selain suami atau istri.
Contoh : Seseorang meninggal dengan Ahli waris terdiri dari ibu dan seorang anak
perempuan, maka bagiannya adalah :
1. a. Masalah Gharawain
Gharawain menurut bahasa adalah dua perkara yang sudah jelas, yakni dua masalah
yang sudah jelas dan terkenal di kalangan ulama. Masalah gharawain hanya terjadi
apabila ahli waris yang ditinggalkan pewaris hanya terdiri atas ibu, bapak dan suami
atau istri. Masalah gharawain merupakan hasil pemikiran Umar ra. Masalah
gharawain pada prakteknya memang jarang terjadi. Masalah ini lebih terkenal dengan
sebutan umariyatain, atau garibatain. Disebut demikian karena sangat jarang terjadi.
Mengenai warisan gharawain, para fuqaha berpendapat sebagaimana yang
dikemukakan Umar ra. yaitu memberikan bagian untuk ibu sebesar 1/3 sisa harta
peninggalan setelah dikurangi bagian suami atau istri.
6
Masalah gharawain terjadi jika ahli waris terdiri dari suami atau istri, ibu dan
ayah. Dalam hal ini ibu tidak mendapat 1/3 dari keseluruhan harta sebagaimana
ketentuan QS. An-Nisa ayat 11. tetapi ibu memperoleh 1/3 dari sisa setelah diambil
oleh bagian suami atau istri.
Kata gharawain sendiri berarti dua bintang yang cemerlang. Yang memutuskan
masalah ini adalah Umar bin Khattab dan mendapat dukungan mayoritas sahabat.
Adapun pembagiannya sebagai berikut :
Masalah I : (terdiri dari suami ayah dan ibu)
Suami mendapat 1/2 = 3/6
Ibu mendapat 1/3 sisa = 1/3 dari 3/6 = 1/6
Ayah mendapat Ashabah = 2/6
Jumlah = 6/
1. . Masalah Akdariyah
7
Keterangan : karena angka 4 tidak bisa dibagi 3( yaitu kakek 2, sdr. perempuan 1 ),
maka angka 4 harus dikalikan 3 menjadi 12.