Anda di halaman 1dari 27

MATA KULIAH: HUKUM WARIS

(ILMU FARAIDL)

==============================================================

TATAP MUKA PERTAMA

A. Pengertian dan Keutamaan Mempelajari Ilmu Faraidl


Faraidl adalah jama’ dari Faridlah, yang artinya satu bagian tertentu. Jadi faraidl berarti
“beberapa bagian tertentu”. Sehingga untuk mengetahui siapa yang memperoleh bagian tertentu itu
maka lebih dahulu harus ditetapkan ahli waris yang ditinggalkan, kemudian baru diketahui siapa
diantara mereka yang mendapat bagian dan yang tidak mendapat bagian. Selanjutnya, para fuqaha
menta’riefkan ilmu faraidl; “suatu ilmu yang dialah dapat kita ketahui orang yang menerima pusaka,
orang yang tidak dapat menerima pusaka, kadar yang diterima oleh tiap-tiap waris dan cara
membahagiannya”.
Ilmu Faraidl adalah suatu ilmu untuk mengetahui kadar bahagian dari harta si mayit yang
diterima oleh ahli warisnya dan untuk mengetahui cara menghitungnya (menjumlahkannya).
Mempelajari ilmu Faraidl hukumnya fardhu Kifayah, yang kalau dalam suatu daerah/negeri tidak
ada orang yang mempelajarinya atau tidak mengetahuinya maka seluruh penduduk daerah itu
berdosa.
Sumber utama Ilmu Faraidl adalah Al-Qur’an, yang pengaturannya dapat dilihat, dikaji dan
dipahami dalam Surah An-Nisa’ mulai dari ayat (7) sampai dengan ayat (14) dan ayat (177) dan
dalam Hadis Nabi Muhammad SAW. Para ahli hukum Islam memandang pengkajian hukum Faraidl
dalam khazanah ilmu pengetahuan maupun kemasyarakatan merupakan perihal yang paling utama.
Ada dua buah hadis Rasulullah yang menjadi alasan keutamaan mempelajari hukum Waris Islam
atau Ilmu Faraidl: Pertama, “Pelajarilah Al-Qur’an dan ajarlah kepada orang-orang dan
pelajarilah ilmu faraidl serta ajarkanlah kepada orang-orang, karena saya adalah orang yang
bakal direnggut (mati) sedang ilmu itu bakal diangkat. Hampir saja dua orang bertengkar tentang
pembagian harta warisan, maka mereka berdua tidak menemukan seorangpun yang sanggup
memfatwakannya kepada mereka” (Riwayat Ahmad, An-Nasa’I, Daruquthni). Kemudian, dalam
sabda Rasulullah yang kedua bermakna “Belajarlah Ilmu Faraidl dan ajarilah manusia, karena
sesungguhnya (faraidl) itu sebagian ilmu dan ianya akan dilupakan orang kelak dan ilmu ini pula
yang mula-mula (pertama) sekali dicabut (dihilangkan) dari kalangan umatku” (Riwayat Ibnu
Majah dan Daruquthni).
Memahami sabda Rasulullah yang memerintahkan secara khusus untuk mengkaji/mempelajari
dan mengajarkan Ilmu Faraidl sebagaimana tersebut di atas, oleh para ulama menjadikannya
sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Ilmu Faraidl dalam pengertian sehari-hari disebut juga sebagai
ilmu pembagian harta pusaka.

B. Peninggalan Si Mati
Apabila seseorang hamba Allah meninggal dunia kemungkinan ia akan meninggalkan beberapa
hal seperti:
1. Hutang; yakni hutang kepada Allah SWT seperti: zakat, nazar dan lain-lain. Hutang kepada
manusia seperti: gadaian, sewa rumah untuk isteri yang dithalaq masih dalam iddah, hutang uang
atau benda dan lain-lain.
2. Wasiat.
3. Harta pusaka yang dapat dibagi.
4. Ahli waris.
Dari uraian di atas, apabila seseorang telah meninggal dunia, oleh ahli warisnya harus
menyelesaikan hal-hal sebagaimana tersebut pada nomor 1 dan 2 dan biaya dalam penyelenggaraan
jenazah orang yang meninggal tersebut. Kemudian jikalau harta orang yang meninggal masih ada
yang tertinggal (ada sisa) barulah difaraidlkan kepada ahli waris yang berhak menerimanya.
C. Rukun Pusaka
Harta peninggalan atau sisa harta sesudah dilunasi hak-hak yang bersangkut-paut dengan harta
peninggalan yang wajib didahulukan atas pembahagian pusaka, menjadi hak waris dengan jalan
pusaka dari mewaris.
Rukun Pusaka ada 3 (tiga) yaitu:
1. Orang yang dipusakai (mayit) yang diyakini ia telah meninggal dunia/mati atau dihukumkan
(penetapan hakim) telah meninggal dunia/matinya.
2. Orang yang menerima pusaka (waris) yang diyakini ia hidup, walau sebentar setelah meninggal
orang yang dipusakainya.
3. Harta yang berhak (peninggalan)/masih dapat dipusakainya.

D. Sebab-sebab Pusaka-Mempusakai
Adapun penyebab terjadinya pusaka-mempusakai adalah 3 (tiga) macam yaitu:
1. Perkawinan
2. Keturunan (pertalian keluarga)
3. Wala’ (Pemerdekaan)
Sedangkan yang menjadi penyebab tidak mendapat pusakapun juga ada 3 (tiga) macam yaitu:
1. Berlainan Agama; Orang kafir tidak berhak menerima warisan dari keluarganya yang beragama
Islam, demikian pula sebaliknya. Rasulullah bersabda “Orang Islam tidak mewarisi orang kafir,
demikian juga orang kafir tidak mewarisi orang Islam”. (Riwayat Jama’ah). Kemudian, Orang
Murtad tidak berhak mendapat warisan dari keluarganya yang beragama Islam, demikian juga
sebaliknya. Diriwayatkan dari Abi Bardah, beliau berkata, “saya telah diutus oleh Rasulullah
SAW kepada seorang laki-laki yang kawin dengan isteri bapaknya, maka Rasulullah menyuruh
saya untuk memenggal lehernya dan membagi-bagikan hartanya sebagai harta rampasan ,
sedangkan ia adalah murtad”.
2. Pembunuhan; pembunuh tidak berhak mendapat warisan dari keluarganya yang dibunuh.
Rasulullah bersabda, yang artinya bermakna, “tidak berhak sipembunuh mendapat sesuatupun
dari harta warisan”(Riwayat An-Nasa’I dengan isnad yang sahih)
3. Perbudakan.
=======================================================================

TATAP MUKA KEDUA


E. Ahli Waris Yang Berhak Menerima Pusaka
1. Waris Laki-laki
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki (anak laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah)
c. Bapak
d. Kakek (Ayah dari bapak dan seterusnya ke atas)
e. Saudara laki-laki seibu sebapak
f. Saudara laki-laki sebapak
g. Saudara laki-laki seibu
h. Kemenakan laki-laki seibu sebapak (anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu sebapak).
i. Kemenakan laki-laki sebapak (anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak)
j. Saudara laki-laki seibu sebapak dari bapak (Paman seibu sebapak)
k. Saudara laki-laki sebapak dari bapak (Paman sebapak)
l. Saudara sepupu laki-laki seibu sebapak (anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu sebapak dari
bapak)
m. Saudara Sepupu laki-laki sebapak (anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak dari bapak) (anak
laki-laki dari paman sebapak)
n. Suami, yang kawin sah menurut syari’at
o. Laki-laki yang memerdakakan si mayit.
Jika ahli waris yang tersebut di atas semuanya ada, maka yang mendapat warisan dari mereka
hanya tiga saja, yaitu:
1) Anak laki-laki
2) Bapak
3) Suami
2. Waris Perempuan
a. Anak perempuan
b. Cucu perempuan dari anak laki-laki (anak perempuan dari anak laki-laki atau anak perempuan
dari cucu laki-laki dan seterusnya ke bawah).
c. Ibu
d. Nenek dari pihak ibu (ibu dari ibu, ibu dari nenek dan seterusnya ke bawah)
e. Nenek dari pihak bapak (ibu dari bapak dan seterusnya ke atas)
f. Saudara perempuan seibu sebapak
g. Saudara perempuan sebapak
h. Saudara perempuan seibu
i. Isteri yang kawin sah menurut syari’at
j. Perempuan yang memerdekakan si mayit.
Jika ahli waris yang tersebut di atas semuanya ada, maka yang mendapat bagian dari mereka
hanya lima saja, yaitu:
1) Anak perempuan
2) Isteri
3) Cucu perempuan dari anak laki-laki
4) Ibu
5) Saudara perempuan seibu sebapak (kandung).
Selanjutnya, apabila semua ahli waris yang tersebut di atas semuanya ada, baik laki-laki
maupun perempuan (25 orang), maka hanya lima saja yang mendapat bagian dan tidak terhijab sama
sekali, yaitu:
a) Suami atau Isteri (duda atau janda)
b) Ibu
c) Bapak
d) Anak laki-laki
e) Anak perempuan.
Adapun anak yang lahir diluar pernikahan yang sah menurut syari’at (anak zina) tidak dapat
pusaka-mempusakai bapak zinanya dan ia hanya dapat pusaka-mempusakai dengan ibunya dan dari
kerabat-kerabat ibunya saja. Begitu juga dengan anak li’an, ia dihukumkan sama dengan anak zina.
==============================================================
TATAP MUKA KETIGA DAN KEEMPAT

F. Bahagian Waris
Dalam ilmu faraidl bahagian waris yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadis (Dzawil Furudl)
hanya 6 (enam) macam yaitu:

1. (seperdua/setengah) = ( 0,5 )

2. (seperempat) = ( 0,25 )

3. (seperdelapan) = ( 0,125 )

4. (sepertiga) = ( 0,333 )

5. (dua pertiga) = ( 0,666 )

6. (seperenam) = ( 0,166 )
Dengan ketentuan masing-masing bahagian diterima oleh waris-waris sebagai berikut:

a. Ahli Waris Yang Mendapat (Seperdua/Setengah) = ( 0,5 )


1) Satu orang saja anak perempuan. Dalam Surah An-Nisa’ ayat (11) menyebutkan bahwa “Jika

anak perempuan hanya seorang saja, maka dia mendapat (seperdua) harta warisan”. (Kalau ada
(bersama) anak laki-laki ianya menjadi ‘ashabah bil ghairi atau jikalau ada (bersama) seorang atau
beberapa saudara perempuan seibu sebapak atau sebapak, maka ianya menjadi ‘ashabah ma’al
ghairi).
2) Satu orang saja cucu perempuan dari anak laki-laki dengan syarat simayit tidak ada anak
(keterangan diqiaskan kepada anak perempuan).
3) Satu orang saja saudara perempuan seibu sebapak dengan simayit, dengan syarat simayit
tidak ada anak laki-laki atau cucu laki-laki atau bapak atau kakek. Jikalau ada saudaranya
yang laki-laki ia (seorang saudara perempuan seibu sebapak) menjadi ‘asabah bil ghairi.
4) Satu orang saja saudara perempuan sebapak dengan simayit, dengan syarat simayit tidak
ada anak laki-laki, cucu laki-laki, bapak, kakek, saudara seibu sebapak. Ia menjadi ‘ashabah
ma’al ghairi apabila bersama saudara-saudaranya yang laki-laki. Untuk poin 3 dan 4 dasar
hukumnya sebagaimana tersebut dalam Surah An-Nisa’ Ayat 176, yang artinya ”Dan
baginya (orang yang meninggal) seorang saudara perempuan maka dia mendapat seperdua
harta yang ditinggalkan oleh saudara yang laki-laki”.
5) Suami, dengan syarat Isteri yang meninggal tidak punya anak atau cucu (laki-laki
ataupun perempuan) dari anak laki-laki. Dasar hukum sebagaimana tercantum dalam

Surah An-Nisa’ Ayat 12 yang artinya “Bagimu (seperdua) harta yang ditinggalkan oleh
isteri-isterimu, jika isteri-isterimu itu tidak ada mempunyai anak”.

b. Ahli Waris Yang Mendapat (seperempat) = ( 0,25 )


1) Suami, dengan syarat Isterinya yang meninggal ada mempunyai anak atau cucu dari anak
laki-laki. Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa’ ayat 12 yang artinya “Jika isteri-

isterimu ada mempunyai anak, maka untuk kamu (seperempat) dari harta peninggalan
mereka sesudah dibayar wasiat yang diwasiatkan ataupun sesudah dibayar hutang”.
2) Isteri (seorang atau lebih), dengan syarat Suami yang meninggal tidak ada anak atau cucu dari
anak laki-laki. Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa’ ayat 12 yang artinya “Dan untuk

isteri-isterimu (seperempat) dari harta yang kamu tinggalkan, jika kamu tidak
meninggalkan anak”.

c. Ahli waris yang mendapat (seperdelapan) = ( 0,125 )


1) Isteri (seorang atau lebih-tetap seperdelapan dan dibagi sama rata), dengan syarat
apabila suaminya yang meninggal ada meninggalkan anak atau cucu dari anak laki-laki.
Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa’ Ayat 12 yang artinya “Maka jika ada

kamu mempunyai anak, maka untuk isteri-isterimu itu (seperdelapan) dari harta”.

d. Ahli Waris Yang Mendapat (sepertiga) = ( 0,333 )


1) Ibu, dengan syarat simayit (anaknya yang meninggal) tidak mempunyai anak, cucu dari
anak laki-laki, dua orang saudara (laki-laki atau perempuan) seibu sebapak atau sebapak
ataupun seibu. Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa’ ayat 11 yang artinya “Jika
orang yang meninggal tidak mempunyai anak, sedang ahli warisnya dua orang ibu

bapaknya, maka untuk (sepertiga) bagian. Maka jika ada mempunyai beberapa orang
saudara (laki-laki atau perempuan) yang sekandung, yang sebapak atau seibu, maka

untuk ibunya (seperenam) bagian”.


2) Dua orang saudara atau lebih yang seibu (laki-laki atau perempuan), dengan syarat
simayit tidak punya anak, cucu, bapak, atau kakek. Allah SWT berfirman dalam Surah
An-Nisa’ Ayat 12 yang artinya “Jika saudara seibu lebih dari seorang, maka mereka

berserikat pada yang (sepertiga) itu”.

e. Ahli Waris Yang Mendapat (dua pertiga) = ( 0,666 )


1) Dua orang anak perempuan atau lebih. Dengan syarat tidak ada anak laki-laki. Allah SWT
berfirman dalam Surah An-Nisa’ ayat 11 yang artinya “Maka jika anak perempuan

lebih dari dua orang, untuk mereka (dua pertiga) dari harta yang ditinggalkan oleh
bapak mereka”. Tetapi kalau ada (bersama) anak laki-laki maka mereka menjadi
‘ashabah bil ghairi.
2) Dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki. Dengan syarat apabila anak
perempuan tidak ada. (Ket. diqiaskan kepada anak perempuan)
3 ) Dua orang saudara perempuan atau lebih yang seibu sebapak. Dengan syarat simayit
tidak punya anak, cucu, bapak atau kakek. Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa’
Ayat 176 yang artinya “Jika ada dua orang saudara perempuan dari yang meninggal,
maka untuk keduanya (dua pertiga) bagian dari harta yang ditinggalkannya”. Dan
mereka akan menjadi ‘ashabah bil ghairi jikalau ada (bersama) saudara mereka yang
laki-laki.

Saudara perempuan yang lebih dari dua orang, mendapat (dua pertiga) juga. Hal ini
diketahui dari Hadis; Jabir yang menafsirkan ayat yang tersebut di atas, beliau berkata:
“saya telah mengadukan hal saya kepada Rasulullah SAW, berhubung saya ada
mempunyai tujuh orang saudara perempuan. Saya katakan kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad SAW, Bagaimana mengenai harta saya, kalau saya meninggal, berapa
bagian didapat oleh saudara saya yang tujuh orang itu? Lantas Rasulullah SAW. bersabda
yang arti maknanya “Telah diturunkan Allah akan hukum warisan saudara-saudaramu

yang perempuan itu dan Allah telah menerangkan bahwa mereka mendapat (dua
pertiga) dari hartamu”.
4) Dua orang saudara perempuan atau lebih yang sebapak. Dengan syarat simayit tidak
punya anak, cucu, bapak atau kakek, saudara seibu sebapak. Allah SWT berfirman dalam
Surah An-Nisa’ ayat 176 yang artinya “Jika ada dua orang saudara perempuan dari

yang meninggal, maka untuk keduanya (dua pertiga) bagian dari harta yang
ditinggalkannya”. Mereka akan menjadi ‘ashabah bil ghairi jika ada (bersama) saudara
mereka yang laki-laki.

f. Ahli Waris Yang Mendapat (seperenam) = ( 0,166 )


1) Ibu, apabila anaknya yang meninggal itu ada mempunyai anak atau cucu (laki-laki atau
perempuan) dari anak laki-laki atau saudara-saudara (laki-laki atau perempuan) yang
seibu sebapak, sebapak, atau yang seibu. Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa’

ayat 11 yang artinya “dan untuk kedua orang ibu bapanya masing-masing mendapat
(seperenam) bagian dari harta yang ditinggalkan, jika dia mempunyai anak”. Dan
selanjutnya Allah berfirman dalam Surah An-Nisa’ ayat 11 yang artinya “Jika simayat
ada mempunyai beberapa orang saudara (laki-laki atau perempuan yang seibu

sebapak, sebapak atau yang seibu), maka untuk ibu (seperenam) bagian”.
2) Bapak, Apabila anaknya yang meninggal itu, ada mempunyai anak atau cucu (laki-laki
atau perempuan) dari anak laki-laki (sumber Surah An-Nisa’ ayat 11).
3) Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari bapak), dengan syarat apabila ibu tidak ada. Sumber
Hadis Rasulullah SAW, yang diriwayatkan oleh Zaid, beliau berkata “Sungguh Nabi

SAW telah menentapkan bagian nenek (seperenam) bagian dari harta warisan”. Jika
nenek dari pihak bapak dan pihak ibu masih ada maka kedua-duanya, mendapat bagian

yang sama dari bagian yang (seperenam) itu.


4) Cucu perempuan (seorang atau lebih) dari anak laki-laki, dengan syarat apabila orang
yang meninggal ada mempunyai seorang saja anak perempuan. Akan tetapi apabila anak
perempuannya lebih dari seorang, maka cucu perempuan tidak mendapat bagian. Hadis

Riwayat Bukhari, Rasulullah bersabda “Nabi telah memberikan (seperenam) bagian


untuk cucu perempuan dari anak laki-laki, serta (ada) anak perempuan”.
5) Kakek, apabila orang yang meninggal ada mempunyai anak, cucu (dari anak laki-laki),
sedang bapaknya tidak ada. (sumber: Ijma’ Ulma).
6) Seorang Saudara (laki-laki atau perempuan) yang seibu. Dengan syarat tidak ada anak,
cucu (dari anak laki-laki), bapak, atau kakek. Allah SWT berfirman dalam Surah An-
Nisa’ ayat 12 yang artinya “dan apabila baginya orang yang meninggal ada seorang
saudara laki-laki atau perempuan, maka masing-masing daripada keduanya mendapat

(seperenam)”.
7) Saudara perempuan yang sebapak (seorang atau lebih), apabila saudaranya yang
meninggal itu ada mempunyai seorang saudara perempuan seibu sebapak (sekandung).
Dan yang meninggal tidak mempunyai anak, cucu, bapak, kakek, saudara laki-laki seibu
atau sebapak. Ketentuan bagian seperti ini dimaksudkan untuk menggenapi jumlah
bagian saudara kandung dan saudara sebapak menjadi dua pertiga bagian. Tetapi apabila
saudara kandungnya ada dua orang atau lebih, maka saudara sebapak tidak mendapat
bagian. (sumber: ijma’ Ulama).
================================================================

TATAP MUKA KELIMA DAN KEENAM


G. Pusaka Bagian ‘Ashabah
Waris-waris yang tersebut 6 (enam) macam di atas (dalam point E) dalam istilah Ilmu Faraidl
disebut Dzawil Furudl, artinya ahli waris yang menerima bahagian-bahagian tertentu. Ahli waris
Dzawil Furudl menurut istilah adalah ahli waris yang mendapat bahagian tertentu yang telah
ditentukan/ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Hadist.
Namun ada pula waris yang mendapat bahagian yang tidak tertentu, yang menurut adanya,
misalnya semua harta yang ada atau seberapa yang tinggal, dianya itu adalah ‘Ashabah.
‘ashabah menurut loghat bahasa berarti: penolong, pelindung, pembela dan sebagainya dari
keluarganya sendiri. Ahli waris ‘Ashabah menurut hukum waris Islam adalah ahli waris yang
tidak ditentukan bagiannya. Ada beberapa kemungkinan terhadap ‘ashabah: Pertama, Mungkin
akan menerima seluruh harta warisan apabila tidak ada ahli waris dzawil furudl; Kedua,
Mungkin akan menerima bagian sisa apabila ada ahli waris dzawil furudl; Ketiga, Mungkin
tidak menerima bagian sama sekali, apabila tidak ada sisa bagian harta warisan.
Adapun ‘ashabah itu ada 3 (tiga) macam yaitu:

1. ‘Ashabah bin Nafsi, adalah ahli waris yang berkedudukan sebagai ‘Ashabah karena
dirinya sendiri atau langsung dengan sendirinya. Ahli waris ‘Ashabah bin Nafsi terdiri
dari/diatur menurut susunan tersebut dibawah ini:

a. Anak laki-laki;

b. Cucu laki dan seterusnya ke bawah;

c. Bapak;

d. Kakek;

e. Saudara laki-laki seibu sebapak;

f. Saudara Laki-laki sebapak;

g. Kemenakan laki-laki seibu sebapak;

h. Kemenakan laki-laki sebapak;

i. Paman seibu sebapak;

j. Paman sebapak;

k. Saudara sepupu laki-laki seibu sebapak;

l. Saudara sepupu sebapak;

m. Laki-laki yang memerdekakan budak;

n. Perempuan yang memerdekakan budak; sekarang tidak ada lagi

o. Para ‘Ashabah laki-laki yang memerdekakan budak.

2. ‘Ashabah bil Ghairi, adalah ahli waris yang berkedudukan sebagai ‘Ashabah
dikarenakan/disebabkan oleh orang lain (dengan sebab ada orang lain). Ahli waris ‘Ashabah
bil Ghairi terdiri dari:

a. Anak perempuan, dengan syarat apabila ia bersama-sama dengan saudaranya laki-


laki.

b. Cucu perempuan, dengan syarat apabila ia bersama-sama dengan saudaranya laki-


laki.

c. Saudara perempuan seibu sebapak, dengan syarat apabila ia bersama-sama dengan


saudaranya laki-laki seibu sebapak.

d. Saudara perempuan sebapak, dengan syarat apabila ia bersama-sama dengan


saudaranya laki-laki sebapak.
Apabila seorang mati meninggalkan anak perempuan, maka anak perempuan ini tidak
menjadi ‘ashabah, akan tetapi mendapat bagian yang tertentu (dzawil furudl), kecuali apabila
ada anak laki-laki bersamanya. Maka baru menjadi ‘ashabah dan menghabisi harta ibu dan
bapak atau menghabisi sisa harta dari peninggalan orang tuanya, sesudah dibagikan lebih
dahulu kepada ahli waris lain yang mempunyai bagian tertentu (dzawil furudl). Inilah makna
anak perempuan menjadi ‘ashabah dengan sebab orang lain, yaitu dengan sebab saudaranya.
Begitu juga cucu perempuan dan cucu laki-laki, saudara perempuan seibu sebapak dengan
sebab saudara laki-lakinya dan saudara perempuan sebapak dengan sebab saudara laki-
lakinya, ia menjadi ‘Ashabah.
3. ‘Ashabah ma’al Ghairi, adalah ahli waris yang berkedudukan sebagai ‘Ashabah karena
bersama-sama orang lain. Ahli waris ‘Ashabah ma’al Ghairi terdiri dari:
a. Seorang atau beberapa orang saudara perempuan seibu sebapak, bersama-sama dengan
anak perempuan seorang atau lebih.
b. Seorang atau beberapa orang saudara perempuan seibu sebapak, bersama-sama dengan
cucu perempuan seorang atau lebih.
c. Seorang atau beberapa orang saudara perempuan sebapak, bersama-sama dengan anak
perempuan seorang atau lebih.
d. Seorang atau beberapa orang saudara perempuan sebapak, bersama-sama dengan cucu
perempuan seorang atau lebih.
e. Seorang atau beberapa orang saudara perempuan seibu sebapak, bersama-sama dengan
seorang anak perempuan dan seorang cucu perempuan.
f. Seorang atau beberapa orang saudara perempuan sebapak, bersama-sama dengan seorang
anak perempuan dan seorang cucu perempuan.
Apabila pewaris meninggalkan seorang anak perempuan seibu sebapak atau sebapak, dan
seorang saudara perempuan seibu sebapak atau sebapak, maka anak perempuan itu mendapat

bagian (seperdua) sebagai dzawil furudl. Dan saudara perempuan mendapat bagian
(seperdua) juga. Jadi kelihatannya mereka seolah-olah sebagai ‘ashabah yang menghabisi
harta bersama orang lain.
Kemudian, apabila pewaris meninggalkan seorang saudara perempuan seibu sebapak atau
sebapak dan dua orang anak perempuan atau lebih, maka anak perempuan itu mendapat

bagian (dua pertiga) sebagai dzawil furudl. Dan saudara perempuan yang sedianya

mendapat bagian (seperdua), maka dikarenakan hartanya tinggal (sepertiga) lagi, maka

untuk seorang saudara perempuan hanya mendapat sisa ( ) tersebut. Jadi kelihatannya
seolah-olah menjadi ‘ashabah yang menghabisi harta warisan bersama orang lain.
Selanjutnya, apabila pewaris meninggalkan dua orang atau lebih saudara perempuan seibu
sebapak atau sebapak dan dua orang anak perempuan atau lebih, maka anak perempuan itu

mendapat bagian (dua pertiga) sebagai dzawil furudl. Dan saudara perempuan yang

sedianya mendapat bagian (seperdua), maka dikarenakan hartanya tinggal (sepertiga)

lagi, maka untuk dua orang atau lebih saudara perempuan hanya mendapat sisa ( ) tersebut.
Jadi kelihatannya seolah-olah menjadi ‘ashabah yang menghabisi harta warisan bersama-
sama orang lain.
Apabila pewaris meninggalkan dua orang atau lebih saudara perempuan seibu sebapak atau

sebapak yang sedianya mendapat bagian (dua pertiga) sebagai dzawil furudl, tetapi
apabila bersama mereka ada seorang anak perempuan, maka anak perempuan ini mendapat

bagian (seperdua) dan sisanya (seperdua) lagi diberikan kepada saudara-saudara


perempuan tersebut. Jadi kelihatannya seolah-olah menjadi ‘ashabah yang menghabisi harta
warisan bersama-sama orang lain.
================================================================

TATAP MUKA KETUJUH DAN KEDELAPAN


H. Dzawil Arham
1. Pengertian Dzawil Arham
Arham adalah jamak dari kata Rahim. Arham atau Rahim berarti Kandungan. Tetapi dalam
perkataan arham sering dipakai dalam bahasa Arab yang berarti Pertalian Darah.
Ahli waris Dzawil Arham menurut loghat atau bahasa adalah orang-orang yang mempunyai
hubungan kekeluargaan, baik dia dzawil furudl dan selain ‘ashabah. Dengan demikian
Dzawil Arham adalah keluarga selain dari 25 macam ahli waris; 15 macam ahli waris laki-
laki dan 10 macam ahli waris perempuan sebagaimana disebutkan terdahulu. Oleh karena itu
Dzawil Arham terdiri dari:

1. Anggota keluarga perempuan dari garis bapak.

2. Anggota keluarga digaris ibu, baik laki-laki atau perempuan.


Tentang kedudukan Dzawil Arham terdapat dua pendapat:

1. Menurut Zaid bin Tsabit yang disetujui Maliki dan Syafi’i; “Dzawil Arham tidak
mendapat harta warisan dari pewaris, apabila pewaris tidak mempunyai ahli waris baik
dzawil furudl maupun ashabah, karena itu harta diserahkan ke Baitul Mal. Tetapi
sebagian pengikut Imam Syafi’i mengatakan Dzawil Arham mendapat warisan pada
masa sekarang sebab Baitul Mal telah rusak organisasinya.

2. Menurut Ali, Abu Bakar, Umar, Usman; Dzawil Arham mendapat warisan, apabila
tidak ada ahli waris dzawil furudl maupun ashabah.
2. Penggolongan Ahli Waris Dzawil Arham
Dilihat dari asal yang menurunkannya (nasab) dapat dibagi atas 4 (empat) tingkatan atau
golongan:

a. Dzawil Arham yang menyandarkan nasabnya kepada simati/pewaris, karena


pewaris ersebut menjadi asal keturunannya, mereka itu adalah:

1) Cucu keturunan anak perempuan.

2) Anak keturunan cucu perempuan dari anak laki-laki.

b. Dzawil Arham yang menjadi sandaran nasab mayat karena mereka menjadi asal
keturunan mayat tersebut, mereka itu adalah: Nenek laki-laki (kakek) dan Nenek
perempuan seterusnya ke atas yang tidak termasuk golongan ahli waris.

c. Dzawil Arham yang menjadi sandaran nasabnya kepada kedua orang tua mayat
(bapak atau ibu), mereka itu adalah:

1) Anak saudara perempuan seibu sebapak atau sebapak atau juga hanya seibu.

2) Anak perempuan saudara laki-laki seibu sebapak atau sebapak atau juga seibu.

3) Anak saudara laki-laki seibu.

d. Dzawil Arham yang menyandarkan nasabnya kepada nenek mayat laki-laki atau
perempuan, mereka itu adalah:

1) Saudara ayah seibu, laki-laki atau perempuan atau juga seibu.

2) Saudara perempuan bapak seibu sebapak atau sebapak atau juga seibu.

3) Anak perempuan paman (saudara sepupu perempuan)

4) Saudara ibu, laki-laki atau perempuan dan anak keturunannya.


3. Bagian Ahli Waris Dzawil Arham
Bahagian ahli waris Dzawil Arham dibagi dua, yaitu:

a. Apabila ahli waris dzawil arham hanya seorang diri, maka seluruh harta warisan
menjadi haknya.

b. Apabila bersama-sama dengan ahli waris dzawil arham lainnya (tidak seorang diri),
maka terdapat dua pendapat:

1) Madzhab Ahlil Tanzil, yaitu: Mazdhab Syafi’i, Maliki dan Hambali.

2) Mazdhab Ahlil Qirabah, yaitu: Mazdhab Hanafi.


Berikut ini akan dijelaskan pembagian harta warisan menurut Mazdhab Ahlil Tanzil.
Pendapat kebanyakan sahabat dan ulama sesuai dengan mazdhab itu: Tanzil maksudnya
adalah “menempatkan” dzawil arham pada tempat ahli waris yang mula-mula
menghubungkannya dengan si mati/pewaris. Ia akan menerima harta warisan sebesar bagian
yang diterima ahli waris itu. Misalnya, Cucu perempuan dari anak perempuan adalah Dzawil
Arham. Ahli waris yang mula-mula menghubungkannya dengan pewaris adalah anak
perempuan. Oleh karena itu cucu perempuan itu ditempatkan pada anak perempuan dan akan
menerima harta warisan sebesar bagian yang diterima oleh anak perempuan.
4. Kelompok Ahli Waris Dzawil Arham dan Bagiannya
a. Anak laki-laki dan perempuan dari anak perempuan, (mendapat bagian warisan seperti
anak perempuan).
b. Anak laki-laki dan perempuan dari cucu perempuan, (mendapat bagian warisan seperti
cucu perempuan)’
c. Kakek dari pihak ibu (Bapaknya ibu), (mendapat bagian warisan seperti ibu).
d. Nenek dari pihak kakek (ibu dari kakek) yang tidak menjadi waris, misalnya ibu dari
bapak ibu, (mendapat bagian warisan seperti ibu).
e. Anak perempuan dari saudara laki-laki, baik saudara seibu sebapak maupun saudara
sebapak atau saudara seibu, (mendapat bagian warisan seperti saudara laki-laki).
f. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu, (mendapat bagian warisan seperti saudara laki-
laki seibu).
g. Anak laki-laki dan perempuan dari saudara perempuan, baik saudara seibu sebapak
maupun sebapak atau saudara seibu, (mendapat bagian warisan seperti saudara
perempuan).
h. Saudara perempuan dari bapak atau kakek, (mendapat bagian warisan seperti bapak).
i. Saudara laki-laki seibu bapak atau kakek, (mendapat bagian warisan seperti bapak).
j. Saudara laki-laki atau perempuan dari ibu, (mendapat bagian warisan seperti ibu).
k. Anak perempuan dari saudara bapak yang laki-laki, baik saudara seibu sebapak maupun
saudara sebapak atau saudara seibu, (mendapat bagian warisan seperti saudara laki-laki
dari bapak).
l. Keturunan dari Dzawil Arham yang disebut di atas, misalnya anak laki-laki dari saudara
laki-laki seibu dari bapak atau anak dari saudara ibu dan sebagainya.
================================================================

TATAP MUKA KESEMBILAN: UJIAN PERTENGAHAN SEMESTER (MIDTERM TEST)


================================================================
TATAP MUKA KESEPULUH DAN SEBELAS
I. Hijab
1. Pengertian Hijab
Hijab menurut loghat atau bahasa berarti tabir, rintangan, dinding, tutup. Hijab dalam
hukum waris islam berarti; dinding yang menghalangi untuk mendapatkan harta warisan atau
menghalangi untuk mendapatkan bagian yang lebih banyak.
Ahli waris yang tidak mendapat warisan sama sekali atau mendapatkan warisan tetapi
bagiannya menjadi berkurang, hal ini disebut Mahjub. Sedangkan orang yang
mendindingi/pendinding tersebut disebut Hajib, (yang terdinding disebut Mahjub).
2. Macam-macam Hijab
Hijab dibagi dua, yakni:
a. Hijab Nuqshan; adalah dinding yang mengurangi pendapatan/bagian, yaitu
mengurangi bagian waris karena ada ahli waris yang lain. Contoh:

1) Ibu mendapat bagian (sepertiga).


Apabila bersama ibu terdapat anak, cucu, atau beberapa saudara yang menjadi ahli

waris, maka bagian ibu berkurang menjadi (seperenam).

2) Isteri/Janda mendapat bagian (seperempat).


Apabila bersama isteri/janda terdapat anak, cucu yang menjadi ahli waris, maka bagian

isteri/janda berkurang menjadi (seperdelapan).

b. Hijab Hirman; adalah dinding yang menghalangi ahli waris untuk menerima bagian
harta warisan.
Hijab Hirman dibagi dua golongan, yaitu:

1) Hijab Hirman bil washfi, yaitu dinding yang menghalangi ahli waris untuk
menerima bagian warisan karena ada suatu sebab, seperti:

a) Membunuh;

b) Berbeda Agama;

c) Menjadi Budak;

2) Hijab Hirman bis syahshi, yaitu dindng yang mengahalangi ahli waris untuk
menerima bagian warisan, karena adanya ahli waris lain yang lebih dekat hubungannya
dengan pewaris.
Contoh: Cucu laki-laki dai anak laki-laki; Apabila ada anak laki-laki maka dia tidak
mendapat bagian warisan karena cucu tersebut menjadi Mahjub (terlindung) oleh anak
laki-laki.
3. Kelompok Ahli Waris Menurut Hijab
Dalam hukum waris terdapat 25 macam ahli waris; 15 macam ahli waris laki-laki dan 10
macam ahli waris perempuan. Dalam hubungannya dengan hijab maka ahli waris dapat dibagi
menjadi tiga kelompok, yaitu:

a. Ahli waris yang tidak pernah mahjub (terdinding), yaitu:

1) Anak laki-laki;

2) Anak perempuan;

3) Bapak.

b. Ahli waris yang tidak pernah mahjub (terdinding), sehingga pasti mendapatkan
bagian warisan, tetapi mungkin terdinding dengan mengurangi bagian yang diterima. Ahli
waris ini adalah:

1) Ibu;

2) Isteri/Janda;

3) Suami/Duda.

c. Ahli yang mungkin mahjub (terdinding) sehingga tidak mendapat bagian warisan
sama sekali. Ahli waris ini ada 19 (sembilan belas macam), yaitu sekalian ahli waris selain
daripada yang 6 (enam) macam/orang yang telah disebutkan pada poin a dan b di atas.
4. Ketentuan Hajib Ashabah bin Nafshi
Terhadap ashabah bin nafshi (ashabah dengan sendirinya) terdapat ketentuan bahwa ashabah
yang terletak disebelah atas mendinding ashabah yang dibawahnya, kecuali kakek dengan
saudara.Kakek tidak mendinding saudara karena dia dipandang satu derajat.
================================================================
TATAP MUKA KEDUA BELAS DAN TIGA BELAS
J. Pembagian Harta Warisan
1. Perhitungan Bagian Warisan
Al-Qur’an maupun Hadist telah menetapkan ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu.
Oleh karena pecahan-pecahannya yang telah ditentukan dibagi-bagikan kepada ahli waris
Dzawil Furudl (ahli waris yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Hadist), maka dalam
perhitungan warisan terjadi tiga kemungkinan bahwa pecahan-pecahan yang dibagi dalam
seluruhnya mungkin;

a. Sama dengan kesatuan ( + + = + + = 1);

b. Lebih dari kesatuan (timbul masalah Aul), harta kurang ( + = + = )

c. Kurang dari kesatuan (timbul masalah Raad), harta lebih ( + + =

+ + = ).
Penetapan bagian-bagian ahli waris:

1) Apabila seorang mati (pewaris) meningalkan beberapa anggota keluarga seperti:

a) Ibu;

b) Bapak;

c) Suami;

d) Kakek;

e) Paman;

f) Kemenakan;

g) Anak laki-laki;

h) Anak perempuan;

i) Saudara seibu dan atau lain-lain.

2) Ahli waris yang terkena halangan untuk mewaris;

3) Ahli waris yang termasuk ahli waris khusus;

4) Ahli waris yang mahjub (terdinding):

(a) Ibu: tidak mahjub

(b) Bapak: tidak mahjub

(c) Suami: tidak mahjub

(d) Kakek: dimahjubkan bapak

(e) Paman, dimahjubkan: anak laki-laki, bapak, kakek

(f) Kemenakan, dimahjubkan: anak laki-laki, bapak, kakek, paman.

(g) Anak laki-laki: menjadi Ashabah

(h) Anak perempuan: menjadi ashabah bersama saudaranya(anak laki-laki tersebut)

(i) Saudara seibu, dimahjubkan: anak laki-laki, bapak, kakek atau anak perempuan
Dengan demikian ahli waris yang tidak mahjub adalah:

(a) Ibu

(b) Bapak
(c) Suami

(d) Anak laki-laki

(e) Anak perempuan

5) Ahli Waris Dzawil Furudl adalah:

(a) Ibu: mendapat bagian karena ada anak dari pewaris;

(b) Bapak: mendapat bagian karena ada anak dari pewaris;

(c) Suami: mendapat bagian karena ada anak dari pewaris;

6) Ahli Waris Ashabah adalah:

(a) Anak laki-laki; mendapat 2 (dua) bagian dari sisa;

(b) Anak perempuan mendapat 1 (satu) bagian dari sisa.


2. Menentukan/mencari Asal Mas-alah

Oleh karena yang dihadapi dalam hukum waris adalah angka-angka pecahan ( , , , ,

, ), maka untuk memudahkan perhitungan bagian masing-masing ahli waris yang ada,
perlu dicari angka Kelipatan Persekutuan terKecil (KPK) dalam Faraidl disebut Asal Mas-
alah.
Asal Mas-alah adalah suatu bilangan yang sekecil-kecilnya yang dapat dibagikan pada ahli
waris yang hendak menerima harta warisan dengan tanpa mempergunakan pecahan lagi.
Dalam Ilmu faraidl ada 7 asal mas-alahnya yaitu:

1. Mas-alah 2;

2. Mas-alah 3;

3. Mas-alah 4;

4. Mas-alah 6;

5. Mas-alah 8;

6. Mas-alah 12;

7. Mas-alah 24.
Asal Mas-alah terjadi menurut keadaan penyebut dalam pemecahan masalah. Untuk
mengetahui cara-cara menentukan Asal Mas-alah dalam Ilmu Faraidl dibagi dalam empat
macam; pecahan-pecahan tersebut adalah:

1. Tamatsul; apabila sama penyebut (penyebutnya yang ada bersamaan atau sama

besar), misalnya pecahan bagian ahli waris adalah dengan . Dalam hal ini Asal Mas-
alahnya diambil dari salah satu penyebut yang ada yakni: 3.

2. Tadakhul; apabila penyebut berlainan, tetapi penyebut yang satu habis dibagi dengan
penyebut yang lain, atau penyebut yang satu ada 2x, 3x, 4x dari penyebut yang satu lagi.

Misalnya angka pecahan dengan , dengan , dengan , dengan ,

dengan . Maka dalam hal ini Asal Mas-alah diambil dari faktor penyebut yang terbesar
(secara berturut-turut ada 4, 6, 8, 6, dan 6). Maka asal mas-alahnya adalah angka-angka
yang dihitamkan tersebut.

3. Tabayun; apabila penyebutnya berlainan antara satu dengan yang lain. Yang satu
tidak dapat untuk membagikan yang lain dan tidak mempunyai pembagi persekutuan.
Sehingga penyebut yang satu harus dikalikan dengan penyebut yang lain. Misalnya angka
pecahan dengan , dalam hal ini cara mencari asal masalah adalah mengkalikan

penyebutnya; 3 x 4 = 12. Jikalau angka pecahannya dengan . maka asal maas-alahnya

adalah 2 x 3 = 6. Jikalau angka pecahan dengan maka asal mas-alahnya adalah 3 x 8


= 24.

4. Tawafuq; apabila dua buah penyebut dapat dibagi dengan satu angka yang lain atau
penyebutnya yang ada terdapat Pembagian Persekutuan. Dalam hal ini untuk mencari Asal
Mas-alah harus diketahui terlebih dahulu angka pembagi persekutuannya yaitu selalu 2,

kemudian dilakukan perkalian kali salah satu penyebut yang lain. Apabila pecahan

bagian ahli waris adalah dengan maka Asal Mas-alahnya adalah x 4 x 6 = 12.
Contoh: Seorang mati meninggalkan ahli waris;
1. Ibu

2. Bapak

3. Suami

4. Seorang anak laki-laki

5. Seorang anak perempuan


Penetapan bagian harta warisan adalah:

1. Ibu mendapat bagian

2. Bapak mendapat bagian karena pewaris ada meninggalkan anak

3. Suami mendapat bagian

4. Seorang Anak laki-laki; Ashabah (mendapat dua bagian dari sisa harta)

5. Seorang Anak perempuan; Ashabah (mendapat satu bagian dari sisa harta).
Dengan demikian bagian dzawil furudl adalah:

1. Ibu =

2. Bapak =

3. Suami =
Dalam contoh di atas terdapat dua buah penyebut yang bersamaan atau sama besar yaitu 6
dan 6 (pada bagian ibu dan bapak), yang disebut Tamatsul. Oleh karena itu salah satu
penyebutnya dibuang saja atau diambil salah satu penyebut yang ada yakni 6. jadi pecahan

tersebut tinggal dan . Oleh karena penyebutnya 6 dengan 4 itu terdapat pembagi
persekutuan maka disebut Tawafuq atau Muwafaqah.

Dalam hal ini untuk mencari Asal Mas-alahnya atau Angka Kelipatan Terkecil adalah x
4 x 6 = 12. Dengan demikian bagian ahli waris adalah, untuk

1. Ibu = x 12 = 2 bagian

2. Bapak = x 12 = 2 bagian
3. Suami = x 12 = 3 bagian
Jumlah = 7 bagian
Sisa 12 – 7 = 5 bagian
Sisa 5 bagian tersebut diberikan untuk anak laki-laki dan anak perempuan sebagai ashabah
dengan perbandingan 2 : 1. Oleh karena angka 5 tidak dapat dibagi 3 yaitu dua bagian
untuk anak laki-laki dan satu bagian untuk anak perempuan, sedangkan maksud diadakan
asal mas-alah adalah agar tidak terjadi angka yang pecah. Oleh karena itu perlu
diTashhihkan; maksudnya perhitungan yang sudah dibetulkan, dikoreksi (dibulatkan),
sehingga dapat dibagi kepada semua ahli waris dengan tidak pecah. Maka 3 bagian
tersebut dikalikan dengan 12 = 36. Maka dalam contoh seperti ini asal mas-alah baru
adalah 36. Sehingga bagian untuk ahli waris adalah, untuk:

1. Ibu = x 36 = 6

2. Bapak = x 36 = 6

3. Suami = x 36 = 9
Jumlah = 21
Sisa 36 – 21 = 15 dibagi 3 dengan perbandingan 2 : 1 (2 bagian laki-laki, 1 bagian
perempuan = 3 bagian)

4. Seorang anak laki-laki x 15 =10

5. Seorang anak perempauan x 15 = 5


Jika seandainya pewaris meninggalkan harta warisan Rp. 1.000.000,- maka bagian masing-
masing ahli waris adalah:

1. Ibu: x Rp 1.000.000 = Rp 166.666,666

2. Bapak: x Rp 1.000.000 = Rp 166.666,666

3. Suami: x Rp 1.000.000 = Rp 250.000,-

4. Seorang Anak Laki-laki: x Rp 1.000.000 = Rp 277.777,777

5. Seorang Anak perempuan x Rp 1.000.000 = Rp 138.888,888


Jikalau dihitung dengan cara biasa; seorang mati meninggalkan warisan Rp 1.000.000,
disamping ahli warisnya adalah:
1. Seorang Ibu

2. Seorang Bapak

3. Seorang Suami

4. Seorang anak laki-laki

5. Seorang anak perempuan


Bagian warisan ahli waris dzawil furudl adalah:

1. Ibu: x Rp 1.000.000 = Rp 166.666,666

2. Bapak: x Rp 1.000.000 = Rp 166.666,666

3. Suami: x Rp 1.000.000 = Rp 250.000,-


----------------------------------------------------------------------------------
Jumlah = Rp 583.333,332
Sisanya adalah Rp 1.000.000 – Rp 583.333,332 = Rp 416.666,668

Sisa tersebut diberikan kepada anak laki-laki dan perempuan sebagai ashabah dengan
perbandingan 2 : 1. Jumlah perbandingan = 3.

4. Seorang anak laki-laki mendapat x 416.666,668 = Rp 277.777,778

5. Seorang anak perempuan mendapat x 416.666,668=Rp 138.888.889


Seandainya dalam contoh di atas; Anak laki-laki 2 orang dan anak
perempuan 3 orang maka pembagiannya adalah:

1. Ibu: x Rp 1.000.000 = Rp 166.666,666

2. Bapak: x Rp 1.000.000 = Rp 166.666,666

3. Suami: x Rp 1.000.000 = Rp 250.000,-


----------------------------------------------------------------------------------
Jumlah = Rp 583.333,332

Sisanya adalah Rp 1.000.000 – Rp 583.333,332 = Rp 416.666,668

Sisa tersebut diberikan kepada anak laki-laki dan perempuan sebagai ashabah dengan
perbandingan 2 : 1. Sehingga bagian 2 orang anak laki-laki adalah: 2 orang dikalikan
dengan 2 bagian/(orang) = 4 bagian. Sedangkan bagian 3 orang anak perempuan
adalah: 3 orang dikalikan 1 bagian/(orang) = 3 bagian. Jumlah perbandingan antara
laki-laki dan perempuan adalah; 4 : 3 = 7. Maka kenyataan bagian ‘ashabah
adalah:

4. Dua orang anak laki-laki mendapat x 416.666,668 = Rp 238.095,239

5. Tiga orang anak perempuan mendapat x 416.666,668=Rp 178.571,429

CONTOH LAIN PERSOALAN FARAIDL DI DALAM MASYARAKAT:


A. Ahli warisnya sama dengan contoh di atas;
B. Harta peninggalan:
1. Sepetak tanah dan rumah terletak di Desa Lancang Garam Kota
2
Lhokseumawe seluas 1.000 M ;
2. Satu Pintu Toko berlantai 3 yang terletak di Jalan Gudang Nomor 12 A Kota
Lhokseumawe.
3. Satu Unit Mobil Merk Toyota Kijang Tahun 1996;
4. Satu Sepeda Motor Merk Honda “Supra” tahun 2004.
5. 100 Mayam Emas London;

Ingat:
Untuk menjawab/meyelesaikan persoalan di atas maka ada beberapa langkah yang harus
ditempuh:
Pertama; Tentukan/tetapkan dahulu ahli waris yang berhak menerima harta warisan yang
ditinggalkan oleh si mayit; (kalau dalam contoh ini sudah ditentukan/ditetapkan
seperti di atas);
Kedua; Tetapkan harta warisannya; (bersihkan/kurangi/potong dahulu hutang dan biaya-
biaya untuk pengurusan mayit jikalau memang ada);
Ketiga; Semua harta peninggalan ditaksir dengan uang, kecuali peninggalan tersebut
berupa uang tunai.
Keempat; Totalkan semua harta (jumlahkan secara keseluruhan harta warisan);
Kelima; Tentukan bagian Dzawil Furudl dulu, kemudian baru ‘ashabah dan Hitung berapa
bagian masing-masing dan tentukan atau tunjukkan harta yang mana masing-
masing ahli waris mendapatkannya.
Jawaban:
A. Ahli Waris yang berhak menerima harta warisan adalah:

1. Ibu:

2. Bapak:

3. Suami:
4. Dua orang anak laki-laki ‘Ashabah (menerima sisa harta)
5. Tiga orang anak perempuan
B. Harta Peninggalan;
2
1. Sepetak tanah seluas 1.000 M dan rumah terletak di Desa Lancang Garam Kota
Lhokseumawe ditaksir dengan harga Rp 300.000.000,-
2. Satu Pintu Toko berlantai 3 yang terletak di Jalan Gudang Nomor 12 A Kota
Lhokseumawe ditaksir dengan harga Rp 200.000.000,-
3. Satu Unit Mobil Merk Toyota Kijang Tahun 1996, ditaksir dengan harga Rp
70.000.000,-
4. Satu Sepeda Motor Merk Honda “Supra” tahun 2004 ditaksir dengan harga Rp
7.000.000,-
5. 100 Mayam Emas London ditaksir dengan harga @ Rp 550.000 = Rp
55.000.000,-
Total harta peninggalan seluruhnya adalah Rp 632.000.000,- (Enam ratus tiga
puluh dua juta rupiah)
C. Pembagian Masing-masing dan Penunjukan Hartanya:

1. Ibu: x Rp 632.000.000 = Rp 105.333.333,3


Dan;

2. Bapak: x Rp 632.000.000 = Rp 105.333.333,3


Jumlah penerimaan Ibu dan Bapak adalah Rp 210.666.666,6 dan kepadanya ditunjuk
harta Nomor 2 dan 4, yaitu Satu Pintu Toko berlantai 3 yang terletak di Jalan Gudang
Nomor 12 A Kota Lhokseumawe dan Satu Sepeda Motor Merk Honda “Supra” tahun
2004, yang jumlahnya adalah Rp 207.000.000,- Keduanya menerima kekurangan Rp
3.666.666,6 dari anak laki-laki dan anak perempuan.

3. Suami/duda: Rp 632.000.000 = Rp 158.000.000,-


Kepadanya ditunjuk harta Nomor 3 dan 5, yaitu Satu Unit Mobil Merk Toyota
Kijang Tahun 1996 dan 100 Mayam Emas London yang jumlahnya Rp
125.000.000,- Menerima kekurangan Rp 33.000.000,- dari anak laki-laki dan anak
perempuan.
Jumlah harta yang sudah dibagi kepada ahli waris Dzawil Furudl adalah = Rp
368.666.666,6
Sisanya adalah Rp 632.000.000 – 368.666.666,6 = Rp 263.333.333,4

Sisa tersebut diberikan kepada anak laki-laki dan perempuan sebagai ashabah dengan
perbandingan 2 : 1. Sehingga bagian 2 orang anak laki-laki adalah: 2 orang dikalikan
dengan 2 bagian/(orang) = 4 bagian. Sedangkan bagian 3 orang anak perempuan
adalah: 3 orang dikalikan 1 bagian/(orang) = 3 bagian. Jumlah perbandingan antara
laki-laki dan perempuan adalah; 4 : 3 = 7. Maka kenyataan bagian ‘ashabah
adalah:

6. Dua orang anak laki-laki mendapat x 263.333.333,4= Rp 150.476.190,4


Satu orang anak laki-laki mendapat Rp 75.238.095,2

7. Tiga orang anak perempuan mendapat x 263.333.333,4 = Rp


112.857.142,8
Satu orang anak perempuan mendapat Rp 37.619.047,6
Jumlah Penerimaan anak laki-laki dan perempuan yaitu Rp 263.333.333,2
2
Kepadanya ditunjuk harta Nomor 1, yaitu Sepetak tanah seluas 1.000 M dan rumah
terletak di Desa Lancang Garam Kota Lhokseumawe dengan harga
Rp 300.000.000. Kelebihan penerimaan anak laki-laki dan perempuan Rp 300.000.000-
263.333.333,2= Rp 36.666.666,8. dan menyetorkan/mengembalikan kepada
Suami/duda Rp 33.000.000,- dan kepada ibu dan bapak sebesar
Rp 3.666.666,6

================================================================

TATAP MUKA KEEMPAT BELAS

3. Mas-alah Aul
Aul menurut loghat atau bahasa berarti menambah. Aul menurut istilah adalah menambah atau
memperbesar angka pembagi/penyebut. Aul menurut Ilmu Faraidl/Hukum Waris Islam ialah
bagian para ahli waris jumlahnya ternyata melebihi dari pada jumlah harta warisan sehingga
perlu diadakan pengurangan yang seimbang oleh masing-masing ahli waris.
Cara penyelesaian bagian para ahli waris yang melebihi kesatuan harta warisan adalah dengan
jalan memperbesar angka pembagi/penyebut dan membiarkan angka pembilang. Dengan cara
tersebut mengakibatkan pengurangan yang seimbang dari bagian masing-masing ahli waris
sebagaimana telah ditentukan oleh Al-Qur’an dan Hadist. Untuk menyelesaikan mas-alah Aul
dapat ditempuh dengan cara:

1. Setelah diketahui bagian dari masing-masing ahli waris dzawil furudl hendaknya
dicari Asal Mas-alahnya.

2. Dicari bagian masing-masing ahli waris Dzawil Furudl.

3. Asal Mas-alah yang semula tidak dipergunakan lagi, namun digunakan Asal Mas-
alah yang baru yaitu jumlah bagian yang diterima oleh para ahli waris.
Contoh:
Seorang meninggal dunia: meninggalkan harta warisan Rp. 20.000.000,- di samping ahli
waris:

1. Seorang Suami;

2. Dua orang saudara perempuan seibu sebapak (kandung)


Perhitungannya adalah:

1. Suami = bagian (karena simati tidak ada meninggalkan anak atau cucu (laki-laki
atau perempuan) dari anak laki-laki)

2. Dua orang saudara perempuan seibu sebapak = bagian

3. Asal Mas-alah (KPK) 2 x 3 = 6 Tabayun


Perhitungan selanjutnya:

1. Suami = x6=3

2. Dua saudara perempuan seibu sebapak = x6=4


Jumlah 3 : 4 = 7
Dari perhitungan tersebut ternyata jumlah bagian ahli waris yaitu 7 melebihi Asal Mas-alah 6.
Untuk itu Asal Mas-alah yang semula 6 tidak dipergunakan lagi. Asal Mas-alah 6 harus di
Aulkan dengan menjadikan asal Mas-alah baru dari jumlah bagian ahli waris yaitu 7. Sehingga
perhitungannya menjadi:

1. Suami = x Rp. 20.000.000 = Rp 8.571.428,57


2. Dua Sdr.Perempuan seibu sebapak = x Rp. 20.000.000 = 11.428.571,43
Selanjutnya:
Jikalau dihitung dengan cara biasa, maka bagian para ahli waris dijumlah, maka akan
diperoleh sisa kurang. Jumlah sisa kurang tersebut dibagi bersama-sama menurut
perbandingan besarnya bagian mereka masing-masing.
Contoh:
Seorang meninggal dunia: meninggalkan harta warisan Rp. 20.000.000,- di samping ahli
waris:

1. Seorang Suami = x Rp 20.000.000 = Rp 10.000.000,-

2. Dua orang saudara perempuan seibu sebapak (kandung) = x Rp 20.000.000 = Rp


13.333.333,34
J u m l a h = Rp 23.333.333,34
Sisa kurang = 3.333.333,34
Sisa kurang ini harus dipotong/dikurangkan dari penerimaan masing-masing dengan jalan
perbandingan pembagiannya. Perbandingan bagian masing-masing = 3 : 4 = 3 + 4 = 7 = Rp

3.333.333,34. Potongan untuk suami x 3.333.333,34 = Rp 1.428.571,43. Potongan

untuk dua orang saudara perempuan seibu sebapak = x 3.333.333,34 = Rp


1.904.761,91.
Jadi:

1. Penerimaan suami = Rp 10.000.000 - 1.428.571,43 = Rp 8.571.428,57.

2. Penerimaan dua saudara perempuan seibu sebapak = Rp 13.333.333,34 -


1.904.761,91 = Rp 11.428.571,43
Contoh lain:
Seorang mati ahli warisnya adalah:

1. Isteri/janda ……………………………………………… = bagian

2. Dua orang anak perempuan seibu sebapak (kandung)…. = bagian

3. Seorang Ibu……………………………………………… = bagian

4. Seorang Bapak ……………………………………………… = bagian


Asal Mas-alah ada 24, maka kenyataannya adalah:

1. Isteri/janda ……………………………………= x 24 = 3 =( )

2. Dua orang anak perempuan kandung… = x 24 = 16 =( )

3. Seorang Ibu…………………………………………= x 24 = 4 =( )

4. Seorang Bapak ……………………………………= x 24 = 4 =( )

Jumlah + + + = = 27 atau 3 : 16 : 4 : 4 = 27 (dijadikan sebagai asal mas-


alah baru dalam Aul)
Jadi seharusnya harta warisan itu dibagi 24, tetapi kenyataannya harus dibagi 27. Jadi Mas-
alah 24 di-Aul-kan ke 27.
Kesimpulan Mas-alah Aul:
1. Mas-alah 6, Aul kepada 7.
Contoh: Isteri meninggal dunia, ahli waris

a. Suami……………........................... x6=3 (= )

b. Dua Sdr.Perempuan kandung... x6=4 (= )

+ = = 7 atau 3 : 4 = 7 (dijadikan sebagai asal masalah baru dalam Aul)


2. Mas-alah 6, Aul kepada 8.
Contoh: Isteri Meninggal dunia, ahli waris;

a. Suami……………………………………. x6=3 (= )

b. Ibu………………………………………… x6=1 (= )

c. Dua Sdr.Perempuan Kandung… x6=4 (= )

+ + = = 8 atau 3 : 1 : 4 = 8 (dijadikan sebagai asal masalah baru dalam Aul)

3. Mas-alah 6, Aul kepada 9;


Contoh: Isteri Meninggal dunia, ahli waris;

a. Suami…………………………………… x6 = 3 (= )

b. Ibu……………………………………….. x6=1 (= )

c. Dua Sdr.Perempuan Kandung… x6=4 (= )

d. Satu orang Sdr. Seibu……………. x6=1 (= )

Jumlah + + + = = 9 atau 3 : 1 : 4 : 1 = 9 (dijadikan sebagai asal mas-alah


baru dalam Aul)

4. Mas-alah 6, Aul kepada 10;


Contoh: Isteri Meninggal dunia, ahli waris;

a. Suami…………………………………… x6=3 (= )

b. Ibu……………………………………….. x6=1 (= )

c. Dua Sdr.Perempuan Kandung… x6=4 (= )

d. Dua orang Sdr. Seibu……………… x6=2 (= )

Jumlah + + + = = 10 atau 3 : 1 : 4 : 2 = 10 (dijadikan sebagai asal mas-


alah baru dalam Aul)

5. Mas-alah 12, Aul kepada 13;


Contoh: Suami meninggal dunia, ahli waris:
a. Isteri………………………………………. x 12 = 3 (= )

b. Ibu…………………………………………. x 12 = 2 (= )

c. Dua Sdr.Perempuan Kandung…. x 12 = 8 (= )

Jumlah + + = = 13 atau 3 : 2 : 8 = 13 (dijadikan sebagai asal mas-alah baru


dalam Aul)

6. Mas-alah 12, Aul kepada 15;


Contoh: Suami meninggal dunia, ahli waris:

a. Isteri………………………………………. x 12 = 3 (= )

b. Ibu…………………………………………. x 12 = 2 (= )

c. Dua Sdr.Perempuan Kandung…. x 12 = 8 (= )

d. Seorang Sdr. Seibu…………………. x 12 = 2 (= )

Jumlah + + + = = 15 atau 3 : 2 : 8 : 2 = 15 (dijadikan sebagai asal mas-


alah baru dalam Aul)

7. Mas-alah 12, Aul kepada 17;


Contoh: Suami meninggal dunia, ahli waris:

a. Isteri………………………………………. x 12 = 3 (= )

b. Ibu…………………………………………. x 12 = 2 (= )

c. Dua Sdr.Perempuan Kandung…. x 12 = 8 (= )

d. Dua orang Sdr. Seibu……………… x 12 = 4 (= )

Jumlah + + + = = 17 atau 3 : 2 : 8 : 4 = 17 (dijadikan sebagai asal mas-


alah baru dalam Aul)

8. Mas-alah 24, Aul kepada 27;


Contoh: Suami meninggal dunia, ahli waris:

a. Isteri………………………………………. x 24 = 3 (= )

b. Ibu…………………………………………. x 24 = 4 (= )

c. Bapak………………………………….…. x 24 = 4 (= )

d. Dua orang Anak perempuan.…… x 24 = 16 (= )

Jumlah + + + = = 27 atau 3 : 4 : 4 : 16 = 27 (dijadikan sebagai asal


mas-alah baru dalam Aul)
================================================================
TATAP MUKA KELIMA BELAS
4. Mas-alah Raad
Raad menurut loghat atau bahasa berarti mengembalikan. Raad menurut hukum waris berarti
membagi kembali sisa harta warisan kepada ahli waris Dzawil Furudl. Raad merupakan
kebalikan dari Aul.
Raad terjadi apabila dalam pembagian harta warisan ternyata pecahan yang telah ditentukan
menurut Al-Qur’an dan Hadist ternyata kurang dari satu kesatuan, dan tidak ada ahli waris
Ashabah (yang menerima sisa harta warisan). Dalam keadaan seperti ini sisa harta warisan
harus dikembalikan kepada ahli waris dzawil furudl sesuai dengan besarnya forsi atau bagian
masing-masing.
Untuk Mas-alah Raad ini terdapat ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan:

1. Sisa harta warisan dikembalikan seimbang dengan bagian-bagian/forsi yang diterima.

2. Suami atau isteri tidak berhak menerima pengembalian sisa harta warisan selama
masih ada ahli waris Dzawil Furudl atau ahli waris dzawil Arham.
3. Apabila tidak terdapat ahli waris yang lain maka dalam pembagian sisa harta
warisan, terdapat dua pendapat:
a. Menurut pendapat Usman; suami/isteri berhak juga menerima pengembalian sisa
harta warisan yang tidak habis terbagi menurut ketentuan Al-Qur’an dan Hadist.

b. Menurut pendapat Zaid bin Tsabit; ahli waris yang sudah ditentukan bagiannya
dalam Al-Qur’an dan Hadist tidak dapat menerima tambahan lagi. Oleh karena itu
sisanya diserahkan kepada Baitul Mal yang teratur. Pendapat ini disetujui oleh Imam
Malik dan Syafi’i.

Untuk adanya Mas-alah Raad diperlukan tiga unsur/rukun:


1. Terwujudnya ahli waris Dzawil Furudl;
2. Terwujudnya kelebihan bagian-bagian;
3. Tidak adanya ahli waris Ashabah.
Ketiga rukun tersebut di atas harus ada, sebab apabila salah satu rukun tersebut itu tidak
ada maka pasti tidak akan terjadi mas-alah Raad.
Untuk menyelesaikan pembagian harta warisan yang mengandung mas-alah Raad, maka
terlebih dahulu harus diperhatikan apakah dalam maslah tersebut terdapat ahli waris yang
ditolak untuk menerima Raad ataukah tidak.

1. Apabila diantara para ahli waris tidak terdapat ahli waris yang ditolak menerima
Raad (suami atau isteri), maka penyelesaiannya dapat dijalankan menurut salah satu
dari cara sebagai berikut:

a. Asal Mas-alah:

1) Dicari terlebih dahulu bagian para ahli waris Dzawil Furudl;

2) Bagian para Dzawil Furudl dijumlahkan;

3) Jumlah dari bagian-bagian itu dijadikan asla mas-alah baru sebagai


pengganti Asal Mas-alah yang lama.

b. Hitungan biasa:
Jumlah sisa lebih dari harta warisan setelah diambil untuk memenuhi bagian para
ahli waris Dzawil Furudl diberikan lagi kepada mereka menurut perbandingan dari
bagian mereka masing-masing.
Contoh:
Seorang mati; meninggalkan harta warisan Rp. 12.000.000,- dan meninggalkan ahli
waris:

1. Seorang Nenek;

2. Seorang Saudara perempuan seibu.


Cara Asal Mas-alah:
1. Seorang Nenek = bagian

2. Seorang Saudara perempuan seibu = bagian

3. Asal Mas-alah (KPK) adalah = 6

1. Seorang Nenek = x6=1

2. Seorang Saudara perempuan seibu = x6=1


Jumlah 1 : 1 = 2
Jumlah 2 dijadikan asal Mas-alah baru dalam Raad, sehingga bagian;

1. Seorang Nenek = x Rp 12.000.000 = Rp 6.000.000,-

2. Seorang Saudara perempuan seibu = x Rp 12.000.000 = Rp


6.000.000,-
Hitungan Biasa:

1. Seorang Nenek = bagian

2. Seorang Saudara perempuan seibu = bagian


Pembagiannya adalah:

1. Seorang Nenek = x Rp 12.000.000 = 2.000.000,-

2. Seorang Saudara perempuan seibu = x Rp 12.000.000 = 2.000.000,-


Jumlahnya 2.000.000 + 2.000.000 = Rp 4.000.000,-
Kelebihan harta warisan Rp 12.000.000 - Rp 4.000.000 = Rp 8.000.000
Sisa ini dibagi lagi kepada mereka berdasarkan perbandingan bagian masing-

masing yaitu : =1:1


Jumlah perbandingan adalah 1 : 1 = 1 + 1 = 2 = Rp 8.000.000,-

Sehingga Tambahan untuk:

1. Seorang Nenek x 8.000.000 = Rp 4.000.000,-

2. Seorang Saudara perempuan seibu x 8.000.000 = Rp 4.000.000,-

Penerimaan seluruhnya untuk:


1. Seorang Nenek 2.000.000 + 4.000.000 = Rp 6.000.000,-
2. Seorang Saudara perempuan seibu 2.000.000 + 4.000.000 = Rp
6.000.000,-
2. Apabila diantara para ahli waris terdapat suami atau isteri (yang ditolak
menerima Raad) maka penyelesaian pembagian harta warisan adalah sebagai
berikut:
Cara pertama:

a. Semua ahli waris dzawil furudl diambilkan bagiannya masing-masing


menurut hak yang telah ditentukan.

b. Sisa dari pembagian tersebut diberikan kepada mereka yang berhak menurut
perbandingan bagian mereka masing-masing.

c. Bagian dari sisa tersebut dijumlahkan dengan hasil yang pertama/semula.


Cara kedua:

a. Suami (duda) atau Isteri (janda) (orang yang ditolak menerima Raad)
diambilkan bagiannya lebih dahulu.

b. Sisanya diberikan kembali kepada para ahli waris yang berhak menerima
Raad, dengan cara:

1) Bagian mereka dijumlahkan untuk dijadikan asal Mas-alah baru dalam


Raad.

2) Mencari Asal Mas-alah baru berdasarkan bagian mereka, kemudian


bagian dari asal Mas-alah baru itu dijadikan asal Mas-alah yang baru lagi dalam
Raad.
Contoh:
Seorang mati meninggalkan harta warisan sebesar Rp 48.000.000,- disamping
meninggalkan ahli waris adalah:

1. Isteri = bagian

2. Nenek = bagian

3. Dua saudara perempuan seibu = bagian


Perhitungan: (cara pertama)

1. Isteri = x Rp 48.000.000 = Rp 12. 000.000,-

2. Nenek = x Rp 48.000.000 = Rp 8.000.000,-

3. Dua saudara perempuan seibu = x Rp 48.000.000 = Rp 16.000.000


Jumlah = Rp 36.000.000,-
Sisa Rp 48.000.000 – 36. 000.000 = Rp 12.000.000,-
Sisa ini di-Raad-kan (ditambahkan) kepada Nenek dan dua saudara perempuan saeibu
dengan jalan perbandingan. (Suami (duda)/Isteri (janda) tidak boleh menerima Raad).

Sehingga perhitungan menjadi:

Nenek : Dua Saudara perempuan seibu = : = 1 : 2. Jumlah perbandingan adalah =


1 : 2 = 3 = Rp 12.000.000,-
Ahli waris penerima Raad mendapat tambahan harta warisan adalah, untuk;

1. Nenek = x Rp 12.000.000,- = Rp 4.000.000,-

2. Tambahan untuk dua sdr.perempuan seibu = x Rp 12.000.000,- = Rp


8.000.000,-

Jumlah yang diterima oleh ahli waris Penerima Raad, seluruhnya adalah:
1. Nenek Rp 8.000.000 + 4.000.000 = Rp 12.000.000,-
2. Dua Sdr. Perempuan Seibu 16.000.000 + 8.000.000 = Rp 24.000.000,-
Cara kedua:

Isteri bagian = x Rp 48.000.000 = Rp 12.000.000,-


Sisa Rp 48.000.000 – 12.000.000 = Rp 36.000.000,-

1. Nenek = bagian

2. Dua Sdr. Perempuan Seibu = bagian


Asal Mas-alah (KPK) = 6 (tadakhul)
Perhitungannya adalah:

1. Nenek = x6=1

2. Dua Sdr. Perempuan Seibu = x6=2


Jumlah 1 : 2 = 3
Asal Mas-alah 3 (dijadikan asal Mas-alah baru dalam Raad);
Penerimaan masing-masing;

1. Nenek = x 36.000.000 = Rp 12. 000.000,-

2. Dua Sdr. Perempuan Seibu x 36.000.000 = Rp 24.000.0000,-


================================================================
TATAP MUKA KEENAM BELAS (TERAKHIR)
K. Masalah Istimewa
Adapun masalah istimewa itu adalah masalah pengecualian dari masalah-masalah yang telah
diterangkan dibelakang yaitu;
1. Mas-alah Gharawain; masalah ini ada 2 (dua) macam, yaitu:
a. Suami meninggal dunia, ahli waris adalah:
1) Isteri/janda
2) Ibu
3) Bapak
Pembahagiannya adalah:

1) Isteri/Janda menerima bagian……………….. =

2) Ibu dari sisanya ( x bagian = = )

3) Bapak ‘Ashabah (menerima sisa). ………………… =


Harta warisan Rp. 1.000.000,-
Ahli Waris menerima:

1) Isteri/Janda x 1.000.000 = 250.000,-

Sisanya – = = 1.000.000 – 250.000 = 750.000,-

2) Ibu dari sisanya ( x bagian = = )

x 750.000 = 250.000,- atau x 1.000.000 = Rp 250.000,-

3) Bapak ‘Ashabah (menerima sisa)..…………… = x 1.000.000 = Rp 500.000,-


Atau Jumlah harta seluruhnya (Rp 1.000.000) dikurangi penerimaan Isteri/janda
(Rp 250.000) dan penerimaan Ibu (Rp 250.000) = Rp 500.000,-

b. Isteri meninggal dunia, ahli warisnya adalah.

1) Suami/duda= bagian

2) Ibu= bagian
3) Bapak ?
Perhitungannya adalah:
Asal Mas-alah (KPK) adalah 2x3 = 6

1) Suami/duda = bagian =

2) Ibu = bagian dari sisanya, yaitu dari = x =

3) Bapak ('ashabah) ?................=


Harta warisan Rp. l.OOO.OOO,-
Ahli Waris menerima:

1) Suami/duda = x 1.000.000 = Rp 500.000,-

2) Ibu = x 500.000,- = 166.666,666 atau x Rp 1.000.000 = Rp 166.666,666

3) Bapak 'Ashabah = x 1.000.000 = Rp 333.333,333

2. Masalah Musyarakah; masalah ini khusus apabila keadaan ahli waris terdiri dari:

a. Suami =

b. Ibu atau Nenek =

c. Dua orang Sdr. Seibu atau lebih =

d. Saudara Laki-laki seibu sebapak = ?

Dalam kenyataannya saudara laki-laki seibu sebapak tidak ada harta warisan lagi karena sudah
habis dibagi kepada Dzawil Furudl. Sehingga dalam hal yang demikian saudara seibu sebapak
harus mendapat bagian juga, yaitu dengan cara mempersekutukan saudara seibu bersama

dengan saudara seibu sebapak (disyarikatkan kedua macam mereka) pada bagian yang itu dan
dibagi sama rata antara laki-laki dan perempuan.
3. Mas-alah Al-akdariyah; masalah ini terjadi apabila ahli waris terdiri dari:

a. Suami =

b. Ibu =

c. Kakek =
d. Satu orang sdr.perempuan seibu sebapak atau sebapak =

Asal Mas-alahnya (KPK) adalah 6 (penyebut yang paling besar dan habis dibagi dengan
penyebut-penyebut lain yang ada dalam contoh ini).

Pembahagiannya adalah:

a. Suami = x6=3

b. Ibu = x6=2

c. Kakek = x6= 1

d. Satu orang sdr.perempuan seibu sebapak atau sebapak = x6=3

_______________________

Jumlah =9

Dalam kenyataan di atas jelas bahwa bagian yang diterima saudara perempuan lebih banyak dari bagian
kakek dan ini tidak adil. Maka kakek dan saudara perempuan dikumpulkan dan dengan ketentuan bahagian
laki-laki dua kali bahagian perempuan. Dengan demikian tersusunlah sebagai berikut:

1. Suami mendapat x6=3

2. Ibu mendapat x6=2

3. Kakek dan Sdr. Perempuan + = + = =4


Kemudian angka 4 tidak habis dibagi dengan 3 (2:1), maka disahkan masalah dengan tiga, sehingga menjadi:

1. Suami mendapat x6 = 3x3 = 9

2. Ibu mendapat x6 = 2x3 = 6

4. Kakek dan Sdr.Perempuan + = + = = 4x3 = 12


Jumlah 9 + 6+12 = 27.
Dengan demikian masing-masing mereka menerima:

a. Suami = 9 bagian

b. Ibu = 6 bagian

Kemudian;
Pembagian selanjutnya adalah untuk Kakek (laki-laki) dan Sdr. Perempuan seibu sebapak/sebapak
(perempuan) dengan perbandingan 2:1 = 3 (Kakek menerima dua bagian, dan satu bagian untuk seorang
Sdr. Perempuan seibu sebapak/sebapak. Sehingga:

c. Kakek mendapat x 12 = 8 bagian

d. Satu orang sdr.perempuan seibu sebapak atau sebapak x 12 = 4 bagian


Demikianlah perihal mas-alah istimewa yang tiga macam ini untuk kita maklumi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, Kumpulan Materi Diklat pada Penataran Imum Mesjid/Meunasah Sekabupaten Daerah Tingkat
II Aceh Utara, Diktat: Kampus Al-Muslim Peusangan, 1987.

Bachtiar Surin, Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an 30 Juz, huruf Arab dan Latin, Bandung: Fa. Sumatera,
1978.

M.T.Hasbi Ashshidieqi, Fiqhul Mawaris, Jakarta: Bulan Bintang, 1973.

M.Yusuf Hasan, Hukum Waris Islam: Bahan Kuliah, Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Darussalam
Banda Aceh, 1989.

Muhammad AH Ash-Shabuni, Pembagian Waris Menurut Islam; Penerjemah: A.M.Basamalah,


Jakarta: Gema Insani Press, 1995.

Sayuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Jakarta: Bina Aksara, 1982.

57

Anda mungkin juga menyukai