(ILMU FARAIDL)
==============================================================
B. Peninggalan Si Mati
Apabila seseorang hamba Allah meninggal dunia kemungkinan ia akan meninggalkan beberapa
hal seperti:
1. Hutang; yakni hutang kepada Allah SWT seperti: zakat, nazar dan lain-lain. Hutang kepada
manusia seperti: gadaian, sewa rumah untuk isteri yang dithalaq masih dalam iddah, hutang uang
atau benda dan lain-lain.
2. Wasiat.
3. Harta pusaka yang dapat dibagi.
4. Ahli waris.
Dari uraian di atas, apabila seseorang telah meninggal dunia, oleh ahli warisnya harus
menyelesaikan hal-hal sebagaimana tersebut pada nomor 1 dan 2 dan biaya dalam penyelenggaraan
jenazah orang yang meninggal tersebut. Kemudian jikalau harta orang yang meninggal masih ada
yang tertinggal (ada sisa) barulah difaraidlkan kepada ahli waris yang berhak menerimanya.
C. Rukun Pusaka
Harta peninggalan atau sisa harta sesudah dilunasi hak-hak yang bersangkut-paut dengan harta
peninggalan yang wajib didahulukan atas pembahagian pusaka, menjadi hak waris dengan jalan
pusaka dari mewaris.
Rukun Pusaka ada 3 (tiga) yaitu:
1. Orang yang dipusakai (mayit) yang diyakini ia telah meninggal dunia/mati atau dihukumkan
(penetapan hakim) telah meninggal dunia/matinya.
2. Orang yang menerima pusaka (waris) yang diyakini ia hidup, walau sebentar setelah meninggal
orang yang dipusakainya.
3. Harta yang berhak (peninggalan)/masih dapat dipusakainya.
D. Sebab-sebab Pusaka-Mempusakai
Adapun penyebab terjadinya pusaka-mempusakai adalah 3 (tiga) macam yaitu:
1. Perkawinan
2. Keturunan (pertalian keluarga)
3. Wala’ (Pemerdekaan)
Sedangkan yang menjadi penyebab tidak mendapat pusakapun juga ada 3 (tiga) macam yaitu:
1. Berlainan Agama; Orang kafir tidak berhak menerima warisan dari keluarganya yang beragama
Islam, demikian pula sebaliknya. Rasulullah bersabda “Orang Islam tidak mewarisi orang kafir,
demikian juga orang kafir tidak mewarisi orang Islam”. (Riwayat Jama’ah). Kemudian, Orang
Murtad tidak berhak mendapat warisan dari keluarganya yang beragama Islam, demikian juga
sebaliknya. Diriwayatkan dari Abi Bardah, beliau berkata, “saya telah diutus oleh Rasulullah
SAW kepada seorang laki-laki yang kawin dengan isteri bapaknya, maka Rasulullah menyuruh
saya untuk memenggal lehernya dan membagi-bagikan hartanya sebagai harta rampasan ,
sedangkan ia adalah murtad”.
2. Pembunuhan; pembunuh tidak berhak mendapat warisan dari keluarganya yang dibunuh.
Rasulullah bersabda, yang artinya bermakna, “tidak berhak sipembunuh mendapat sesuatupun
dari harta warisan”(Riwayat An-Nasa’I dengan isnad yang sahih)
3. Perbudakan.
=======================================================================
F. Bahagian Waris
Dalam ilmu faraidl bahagian waris yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadis (Dzawil Furudl)
hanya 6 (enam) macam yaitu:
1. (seperdua/setengah) = ( 0,5 )
2. (seperempat) = ( 0,25 )
3. (seperdelapan) = ( 0,125 )
4. (sepertiga) = ( 0,333 )
6. (seperenam) = ( 0,166 )
Dengan ketentuan masing-masing bahagian diterima oleh waris-waris sebagai berikut:
anak perempuan hanya seorang saja, maka dia mendapat (seperdua) harta warisan”. (Kalau ada
(bersama) anak laki-laki ianya menjadi ‘ashabah bil ghairi atau jikalau ada (bersama) seorang atau
beberapa saudara perempuan seibu sebapak atau sebapak, maka ianya menjadi ‘ashabah ma’al
ghairi).
2) Satu orang saja cucu perempuan dari anak laki-laki dengan syarat simayit tidak ada anak
(keterangan diqiaskan kepada anak perempuan).
3) Satu orang saja saudara perempuan seibu sebapak dengan simayit, dengan syarat simayit
tidak ada anak laki-laki atau cucu laki-laki atau bapak atau kakek. Jikalau ada saudaranya
yang laki-laki ia (seorang saudara perempuan seibu sebapak) menjadi ‘asabah bil ghairi.
4) Satu orang saja saudara perempuan sebapak dengan simayit, dengan syarat simayit tidak
ada anak laki-laki, cucu laki-laki, bapak, kakek, saudara seibu sebapak. Ia menjadi ‘ashabah
ma’al ghairi apabila bersama saudara-saudaranya yang laki-laki. Untuk poin 3 dan 4 dasar
hukumnya sebagaimana tersebut dalam Surah An-Nisa’ Ayat 176, yang artinya ”Dan
baginya (orang yang meninggal) seorang saudara perempuan maka dia mendapat seperdua
harta yang ditinggalkan oleh saudara yang laki-laki”.
5) Suami, dengan syarat Isteri yang meninggal tidak punya anak atau cucu (laki-laki
ataupun perempuan) dari anak laki-laki. Dasar hukum sebagaimana tercantum dalam
Surah An-Nisa’ Ayat 12 yang artinya “Bagimu (seperdua) harta yang ditinggalkan oleh
isteri-isterimu, jika isteri-isterimu itu tidak ada mempunyai anak”.
isterimu ada mempunyai anak, maka untuk kamu (seperempat) dari harta peninggalan
mereka sesudah dibayar wasiat yang diwasiatkan ataupun sesudah dibayar hutang”.
2) Isteri (seorang atau lebih), dengan syarat Suami yang meninggal tidak ada anak atau cucu dari
anak laki-laki. Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa’ ayat 12 yang artinya “Dan untuk
isteri-isterimu (seperempat) dari harta yang kamu tinggalkan, jika kamu tidak
meninggalkan anak”.
kamu mempunyai anak, maka untuk isteri-isterimu itu (seperdelapan) dari harta”.
bapaknya, maka untuk (sepertiga) bagian. Maka jika ada mempunyai beberapa orang
saudara (laki-laki atau perempuan) yang sekandung, yang sebapak atau seibu, maka
lebih dari dua orang, untuk mereka (dua pertiga) dari harta yang ditinggalkan oleh
bapak mereka”. Tetapi kalau ada (bersama) anak laki-laki maka mereka menjadi
‘ashabah bil ghairi.
2) Dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki. Dengan syarat apabila anak
perempuan tidak ada. (Ket. diqiaskan kepada anak perempuan)
3 ) Dua orang saudara perempuan atau lebih yang seibu sebapak. Dengan syarat simayit
tidak punya anak, cucu, bapak atau kakek. Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nisa’
Ayat 176 yang artinya “Jika ada dua orang saudara perempuan dari yang meninggal,
maka untuk keduanya (dua pertiga) bagian dari harta yang ditinggalkannya”. Dan
mereka akan menjadi ‘ashabah bil ghairi jikalau ada (bersama) saudara mereka yang
laki-laki.
Saudara perempuan yang lebih dari dua orang, mendapat (dua pertiga) juga. Hal ini
diketahui dari Hadis; Jabir yang menafsirkan ayat yang tersebut di atas, beliau berkata:
“saya telah mengadukan hal saya kepada Rasulullah SAW, berhubung saya ada
mempunyai tujuh orang saudara perempuan. Saya katakan kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad SAW, Bagaimana mengenai harta saya, kalau saya meninggal, berapa
bagian didapat oleh saudara saya yang tujuh orang itu? Lantas Rasulullah SAW. bersabda
yang arti maknanya “Telah diturunkan Allah akan hukum warisan saudara-saudaramu
yang perempuan itu dan Allah telah menerangkan bahwa mereka mendapat (dua
pertiga) dari hartamu”.
4) Dua orang saudara perempuan atau lebih yang sebapak. Dengan syarat simayit tidak
punya anak, cucu, bapak atau kakek, saudara seibu sebapak. Allah SWT berfirman dalam
Surah An-Nisa’ ayat 176 yang artinya “Jika ada dua orang saudara perempuan dari
yang meninggal, maka untuk keduanya (dua pertiga) bagian dari harta yang
ditinggalkannya”. Mereka akan menjadi ‘ashabah bil ghairi jika ada (bersama) saudara
mereka yang laki-laki.
ayat 11 yang artinya “dan untuk kedua orang ibu bapanya masing-masing mendapat
(seperenam) bagian dari harta yang ditinggalkan, jika dia mempunyai anak”. Dan
selanjutnya Allah berfirman dalam Surah An-Nisa’ ayat 11 yang artinya “Jika simayat
ada mempunyai beberapa orang saudara (laki-laki atau perempuan yang seibu
sebapak, sebapak atau yang seibu), maka untuk ibu (seperenam) bagian”.
2) Bapak, Apabila anaknya yang meninggal itu, ada mempunyai anak atau cucu (laki-laki
atau perempuan) dari anak laki-laki (sumber Surah An-Nisa’ ayat 11).
3) Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari bapak), dengan syarat apabila ibu tidak ada. Sumber
Hadis Rasulullah SAW, yang diriwayatkan oleh Zaid, beliau berkata “Sungguh Nabi
SAW telah menentapkan bagian nenek (seperenam) bagian dari harta warisan”. Jika
nenek dari pihak bapak dan pihak ibu masih ada maka kedua-duanya, mendapat bagian
(seperenam)”.
7) Saudara perempuan yang sebapak (seorang atau lebih), apabila saudaranya yang
meninggal itu ada mempunyai seorang saudara perempuan seibu sebapak (sekandung).
Dan yang meninggal tidak mempunyai anak, cucu, bapak, kakek, saudara laki-laki seibu
atau sebapak. Ketentuan bagian seperti ini dimaksudkan untuk menggenapi jumlah
bagian saudara kandung dan saudara sebapak menjadi dua pertiga bagian. Tetapi apabila
saudara kandungnya ada dua orang atau lebih, maka saudara sebapak tidak mendapat
bagian. (sumber: ijma’ Ulama).
================================================================
1. ‘Ashabah bin Nafsi, adalah ahli waris yang berkedudukan sebagai ‘Ashabah karena
dirinya sendiri atau langsung dengan sendirinya. Ahli waris ‘Ashabah bin Nafsi terdiri
dari/diatur menurut susunan tersebut dibawah ini:
a. Anak laki-laki;
c. Bapak;
d. Kakek;
j. Paman sebapak;
2. ‘Ashabah bil Ghairi, adalah ahli waris yang berkedudukan sebagai ‘Ashabah
dikarenakan/disebabkan oleh orang lain (dengan sebab ada orang lain). Ahli waris ‘Ashabah
bil Ghairi terdiri dari:
bagian (seperdua) sebagai dzawil furudl. Dan saudara perempuan mendapat bagian
(seperdua) juga. Jadi kelihatannya mereka seolah-olah sebagai ‘ashabah yang menghabisi
harta bersama orang lain.
Kemudian, apabila pewaris meninggalkan seorang saudara perempuan seibu sebapak atau
sebapak dan dua orang anak perempuan atau lebih, maka anak perempuan itu mendapat
bagian (dua pertiga) sebagai dzawil furudl. Dan saudara perempuan yang sedianya
mendapat bagian (seperdua), maka dikarenakan hartanya tinggal (sepertiga) lagi, maka
untuk seorang saudara perempuan hanya mendapat sisa ( ) tersebut. Jadi kelihatannya
seolah-olah menjadi ‘ashabah yang menghabisi harta warisan bersama orang lain.
Selanjutnya, apabila pewaris meninggalkan dua orang atau lebih saudara perempuan seibu
sebapak atau sebapak dan dua orang anak perempuan atau lebih, maka anak perempuan itu
mendapat bagian (dua pertiga) sebagai dzawil furudl. Dan saudara perempuan yang
lagi, maka untuk dua orang atau lebih saudara perempuan hanya mendapat sisa ( ) tersebut.
Jadi kelihatannya seolah-olah menjadi ‘ashabah yang menghabisi harta warisan bersama-
sama orang lain.
Apabila pewaris meninggalkan dua orang atau lebih saudara perempuan seibu sebapak atau
sebapak yang sedianya mendapat bagian (dua pertiga) sebagai dzawil furudl, tetapi
apabila bersama mereka ada seorang anak perempuan, maka anak perempuan ini mendapat
1. Menurut Zaid bin Tsabit yang disetujui Maliki dan Syafi’i; “Dzawil Arham tidak
mendapat harta warisan dari pewaris, apabila pewaris tidak mempunyai ahli waris baik
dzawil furudl maupun ashabah, karena itu harta diserahkan ke Baitul Mal. Tetapi
sebagian pengikut Imam Syafi’i mengatakan Dzawil Arham mendapat warisan pada
masa sekarang sebab Baitul Mal telah rusak organisasinya.
2. Menurut Ali, Abu Bakar, Umar, Usman; Dzawil Arham mendapat warisan, apabila
tidak ada ahli waris dzawil furudl maupun ashabah.
2. Penggolongan Ahli Waris Dzawil Arham
Dilihat dari asal yang menurunkannya (nasab) dapat dibagi atas 4 (empat) tingkatan atau
golongan:
b. Dzawil Arham yang menjadi sandaran nasab mayat karena mereka menjadi asal
keturunan mayat tersebut, mereka itu adalah: Nenek laki-laki (kakek) dan Nenek
perempuan seterusnya ke atas yang tidak termasuk golongan ahli waris.
c. Dzawil Arham yang menjadi sandaran nasabnya kepada kedua orang tua mayat
(bapak atau ibu), mereka itu adalah:
1) Anak saudara perempuan seibu sebapak atau sebapak atau juga hanya seibu.
2) Anak perempuan saudara laki-laki seibu sebapak atau sebapak atau juga seibu.
d. Dzawil Arham yang menyandarkan nasabnya kepada nenek mayat laki-laki atau
perempuan, mereka itu adalah:
2) Saudara perempuan bapak seibu sebapak atau sebapak atau juga seibu.
a. Apabila ahli waris dzawil arham hanya seorang diri, maka seluruh harta warisan
menjadi haknya.
b. Apabila bersama-sama dengan ahli waris dzawil arham lainnya (tidak seorang diri),
maka terdapat dua pendapat:
b. Hijab Hirman; adalah dinding yang menghalangi ahli waris untuk menerima bagian
harta warisan.
Hijab Hirman dibagi dua golongan, yaitu:
1) Hijab Hirman bil washfi, yaitu dinding yang menghalangi ahli waris untuk
menerima bagian warisan karena ada suatu sebab, seperti:
a) Membunuh;
b) Berbeda Agama;
c) Menjadi Budak;
2) Hijab Hirman bis syahshi, yaitu dindng yang mengahalangi ahli waris untuk
menerima bagian warisan, karena adanya ahli waris lain yang lebih dekat hubungannya
dengan pewaris.
Contoh: Cucu laki-laki dai anak laki-laki; Apabila ada anak laki-laki maka dia tidak
mendapat bagian warisan karena cucu tersebut menjadi Mahjub (terlindung) oleh anak
laki-laki.
3. Kelompok Ahli Waris Menurut Hijab
Dalam hukum waris terdapat 25 macam ahli waris; 15 macam ahli waris laki-laki dan 10
macam ahli waris perempuan. Dalam hubungannya dengan hijab maka ahli waris dapat dibagi
menjadi tiga kelompok, yaitu:
1) Anak laki-laki;
2) Anak perempuan;
3) Bapak.
b. Ahli waris yang tidak pernah mahjub (terdinding), sehingga pasti mendapatkan
bagian warisan, tetapi mungkin terdinding dengan mengurangi bagian yang diterima. Ahli
waris ini adalah:
1) Ibu;
2) Isteri/Janda;
3) Suami/Duda.
c. Ahli yang mungkin mahjub (terdinding) sehingga tidak mendapat bagian warisan
sama sekali. Ahli waris ini ada 19 (sembilan belas macam), yaitu sekalian ahli waris selain
daripada yang 6 (enam) macam/orang yang telah disebutkan pada poin a dan b di atas.
4. Ketentuan Hajib Ashabah bin Nafshi
Terhadap ashabah bin nafshi (ashabah dengan sendirinya) terdapat ketentuan bahwa ashabah
yang terletak disebelah atas mendinding ashabah yang dibawahnya, kecuali kakek dengan
saudara.Kakek tidak mendinding saudara karena dia dipandang satu derajat.
================================================================
TATAP MUKA KEDUA BELAS DAN TIGA BELAS
J. Pembagian Harta Warisan
1. Perhitungan Bagian Warisan
Al-Qur’an maupun Hadist telah menetapkan ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu.
Oleh karena pecahan-pecahannya yang telah ditentukan dibagi-bagikan kepada ahli waris
Dzawil Furudl (ahli waris yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Hadist), maka dalam
perhitungan warisan terjadi tiga kemungkinan bahwa pecahan-pecahan yang dibagi dalam
seluruhnya mungkin;
+ + = ).
Penetapan bagian-bagian ahli waris:
a) Ibu;
b) Bapak;
c) Suami;
d) Kakek;
e) Paman;
f) Kemenakan;
g) Anak laki-laki;
h) Anak perempuan;
(i) Saudara seibu, dimahjubkan: anak laki-laki, bapak, kakek atau anak perempuan
Dengan demikian ahli waris yang tidak mahjub adalah:
(a) Ibu
(b) Bapak
(c) Suami
Oleh karena yang dihadapi dalam hukum waris adalah angka-angka pecahan ( , , , ,
, ), maka untuk memudahkan perhitungan bagian masing-masing ahli waris yang ada,
perlu dicari angka Kelipatan Persekutuan terKecil (KPK) dalam Faraidl disebut Asal Mas-
alah.
Asal Mas-alah adalah suatu bilangan yang sekecil-kecilnya yang dapat dibagikan pada ahli
waris yang hendak menerima harta warisan dengan tanpa mempergunakan pecahan lagi.
Dalam Ilmu faraidl ada 7 asal mas-alahnya yaitu:
1. Mas-alah 2;
2. Mas-alah 3;
3. Mas-alah 4;
4. Mas-alah 6;
5. Mas-alah 8;
6. Mas-alah 12;
7. Mas-alah 24.
Asal Mas-alah terjadi menurut keadaan penyebut dalam pemecahan masalah. Untuk
mengetahui cara-cara menentukan Asal Mas-alah dalam Ilmu Faraidl dibagi dalam empat
macam; pecahan-pecahan tersebut adalah:
1. Tamatsul; apabila sama penyebut (penyebutnya yang ada bersamaan atau sama
besar), misalnya pecahan bagian ahli waris adalah dengan . Dalam hal ini Asal Mas-
alahnya diambil dari salah satu penyebut yang ada yakni: 3.
2. Tadakhul; apabila penyebut berlainan, tetapi penyebut yang satu habis dibagi dengan
penyebut yang lain, atau penyebut yang satu ada 2x, 3x, 4x dari penyebut yang satu lagi.
dengan . Maka dalam hal ini Asal Mas-alah diambil dari faktor penyebut yang terbesar
(secara berturut-turut ada 4, 6, 8, 6, dan 6). Maka asal mas-alahnya adalah angka-angka
yang dihitamkan tersebut.
3. Tabayun; apabila penyebutnya berlainan antara satu dengan yang lain. Yang satu
tidak dapat untuk membagikan yang lain dan tidak mempunyai pembagi persekutuan.
Sehingga penyebut yang satu harus dikalikan dengan penyebut yang lain. Misalnya angka
pecahan dengan , dalam hal ini cara mencari asal masalah adalah mengkalikan
4. Tawafuq; apabila dua buah penyebut dapat dibagi dengan satu angka yang lain atau
penyebutnya yang ada terdapat Pembagian Persekutuan. Dalam hal ini untuk mencari Asal
Mas-alah harus diketahui terlebih dahulu angka pembagi persekutuannya yaitu selalu 2,
kemudian dilakukan perkalian kali salah satu penyebut yang lain. Apabila pecahan
bagian ahli waris adalah dengan maka Asal Mas-alahnya adalah x 4 x 6 = 12.
Contoh: Seorang mati meninggalkan ahli waris;
1. Ibu
2. Bapak
3. Suami
4. Seorang Anak laki-laki; Ashabah (mendapat dua bagian dari sisa harta)
5. Seorang Anak perempuan; Ashabah (mendapat satu bagian dari sisa harta).
Dengan demikian bagian dzawil furudl adalah:
1. Ibu =
2. Bapak =
3. Suami =
Dalam contoh di atas terdapat dua buah penyebut yang bersamaan atau sama besar yaitu 6
dan 6 (pada bagian ibu dan bapak), yang disebut Tamatsul. Oleh karena itu salah satu
penyebutnya dibuang saja atau diambil salah satu penyebut yang ada yakni 6. jadi pecahan
tersebut tinggal dan . Oleh karena penyebutnya 6 dengan 4 itu terdapat pembagi
persekutuan maka disebut Tawafuq atau Muwafaqah.
Dalam hal ini untuk mencari Asal Mas-alahnya atau Angka Kelipatan Terkecil adalah x
4 x 6 = 12. Dengan demikian bagian ahli waris adalah, untuk
1. Ibu = x 12 = 2 bagian
2. Bapak = x 12 = 2 bagian
3. Suami = x 12 = 3 bagian
Jumlah = 7 bagian
Sisa 12 – 7 = 5 bagian
Sisa 5 bagian tersebut diberikan untuk anak laki-laki dan anak perempuan sebagai ashabah
dengan perbandingan 2 : 1. Oleh karena angka 5 tidak dapat dibagi 3 yaitu dua bagian
untuk anak laki-laki dan satu bagian untuk anak perempuan, sedangkan maksud diadakan
asal mas-alah adalah agar tidak terjadi angka yang pecah. Oleh karena itu perlu
diTashhihkan; maksudnya perhitungan yang sudah dibetulkan, dikoreksi (dibulatkan),
sehingga dapat dibagi kepada semua ahli waris dengan tidak pecah. Maka 3 bagian
tersebut dikalikan dengan 12 = 36. Maka dalam contoh seperti ini asal mas-alah baru
adalah 36. Sehingga bagian untuk ahli waris adalah, untuk:
1. Ibu = x 36 = 6
2. Bapak = x 36 = 6
3. Suami = x 36 = 9
Jumlah = 21
Sisa 36 – 21 = 15 dibagi 3 dengan perbandingan 2 : 1 (2 bagian laki-laki, 1 bagian
perempuan = 3 bagian)
2. Seorang Bapak
3. Seorang Suami
Sisa tersebut diberikan kepada anak laki-laki dan perempuan sebagai ashabah dengan
perbandingan 2 : 1. Jumlah perbandingan = 3.
Sisa tersebut diberikan kepada anak laki-laki dan perempuan sebagai ashabah dengan
perbandingan 2 : 1. Sehingga bagian 2 orang anak laki-laki adalah: 2 orang dikalikan
dengan 2 bagian/(orang) = 4 bagian. Sedangkan bagian 3 orang anak perempuan
adalah: 3 orang dikalikan 1 bagian/(orang) = 3 bagian. Jumlah perbandingan antara
laki-laki dan perempuan adalah; 4 : 3 = 7. Maka kenyataan bagian ‘ashabah
adalah:
Ingat:
Untuk menjawab/meyelesaikan persoalan di atas maka ada beberapa langkah yang harus
ditempuh:
Pertama; Tentukan/tetapkan dahulu ahli waris yang berhak menerima harta warisan yang
ditinggalkan oleh si mayit; (kalau dalam contoh ini sudah ditentukan/ditetapkan
seperti di atas);
Kedua; Tetapkan harta warisannya; (bersihkan/kurangi/potong dahulu hutang dan biaya-
biaya untuk pengurusan mayit jikalau memang ada);
Ketiga; Semua harta peninggalan ditaksir dengan uang, kecuali peninggalan tersebut
berupa uang tunai.
Keempat; Totalkan semua harta (jumlahkan secara keseluruhan harta warisan);
Kelima; Tentukan bagian Dzawil Furudl dulu, kemudian baru ‘ashabah dan Hitung berapa
bagian masing-masing dan tentukan atau tunjukkan harta yang mana masing-
masing ahli waris mendapatkannya.
Jawaban:
A. Ahli Waris yang berhak menerima harta warisan adalah:
1. Ibu:
2. Bapak:
3. Suami:
4. Dua orang anak laki-laki ‘Ashabah (menerima sisa harta)
5. Tiga orang anak perempuan
B. Harta Peninggalan;
2
1. Sepetak tanah seluas 1.000 M dan rumah terletak di Desa Lancang Garam Kota
Lhokseumawe ditaksir dengan harga Rp 300.000.000,-
2. Satu Pintu Toko berlantai 3 yang terletak di Jalan Gudang Nomor 12 A Kota
Lhokseumawe ditaksir dengan harga Rp 200.000.000,-
3. Satu Unit Mobil Merk Toyota Kijang Tahun 1996, ditaksir dengan harga Rp
70.000.000,-
4. Satu Sepeda Motor Merk Honda “Supra” tahun 2004 ditaksir dengan harga Rp
7.000.000,-
5. 100 Mayam Emas London ditaksir dengan harga @ Rp 550.000 = Rp
55.000.000,-
Total harta peninggalan seluruhnya adalah Rp 632.000.000,- (Enam ratus tiga
puluh dua juta rupiah)
C. Pembagian Masing-masing dan Penunjukan Hartanya:
Sisa tersebut diberikan kepada anak laki-laki dan perempuan sebagai ashabah dengan
perbandingan 2 : 1. Sehingga bagian 2 orang anak laki-laki adalah: 2 orang dikalikan
dengan 2 bagian/(orang) = 4 bagian. Sedangkan bagian 3 orang anak perempuan
adalah: 3 orang dikalikan 1 bagian/(orang) = 3 bagian. Jumlah perbandingan antara
laki-laki dan perempuan adalah; 4 : 3 = 7. Maka kenyataan bagian ‘ashabah
adalah:
================================================================
3. Mas-alah Aul
Aul menurut loghat atau bahasa berarti menambah. Aul menurut istilah adalah menambah atau
memperbesar angka pembagi/penyebut. Aul menurut Ilmu Faraidl/Hukum Waris Islam ialah
bagian para ahli waris jumlahnya ternyata melebihi dari pada jumlah harta warisan sehingga
perlu diadakan pengurangan yang seimbang oleh masing-masing ahli waris.
Cara penyelesaian bagian para ahli waris yang melebihi kesatuan harta warisan adalah dengan
jalan memperbesar angka pembagi/penyebut dan membiarkan angka pembilang. Dengan cara
tersebut mengakibatkan pengurangan yang seimbang dari bagian masing-masing ahli waris
sebagaimana telah ditentukan oleh Al-Qur’an dan Hadist. Untuk menyelesaikan mas-alah Aul
dapat ditempuh dengan cara:
1. Setelah diketahui bagian dari masing-masing ahli waris dzawil furudl hendaknya
dicari Asal Mas-alahnya.
3. Asal Mas-alah yang semula tidak dipergunakan lagi, namun digunakan Asal Mas-
alah yang baru yaitu jumlah bagian yang diterima oleh para ahli waris.
Contoh:
Seorang meninggal dunia: meninggalkan harta warisan Rp. 20.000.000,- di samping ahli
waris:
1. Seorang Suami;
1. Suami = bagian (karena simati tidak ada meninggalkan anak atau cucu (laki-laki
atau perempuan) dari anak laki-laki)
1. Suami = x6=3
1. Isteri/janda ……………………………………= x 24 = 3 =( )
3. Seorang Ibu…………………………………………= x 24 = 4 =( )
a. Suami……………........................... x6=3 (= )
a. Suami……………………………………. x6=3 (= )
b. Ibu………………………………………… x6=1 (= )
a. Suami…………………………………… x6 = 3 (= )
b. Ibu……………………………………….. x6=1 (= )
a. Suami…………………………………… x6=3 (= )
b. Ibu……………………………………….. x6=1 (= )
b. Ibu…………………………………………. x 12 = 2 (= )
a. Isteri………………………………………. x 12 = 3 (= )
b. Ibu…………………………………………. x 12 = 2 (= )
a. Isteri………………………………………. x 12 = 3 (= )
b. Ibu…………………………………………. x 12 = 2 (= )
a. Isteri………………………………………. x 24 = 3 (= )
b. Ibu…………………………………………. x 24 = 4 (= )
c. Bapak………………………………….…. x 24 = 4 (= )
2. Suami atau isteri tidak berhak menerima pengembalian sisa harta warisan selama
masih ada ahli waris Dzawil Furudl atau ahli waris dzawil Arham.
3. Apabila tidak terdapat ahli waris yang lain maka dalam pembagian sisa harta
warisan, terdapat dua pendapat:
a. Menurut pendapat Usman; suami/isteri berhak juga menerima pengembalian sisa
harta warisan yang tidak habis terbagi menurut ketentuan Al-Qur’an dan Hadist.
b. Menurut pendapat Zaid bin Tsabit; ahli waris yang sudah ditentukan bagiannya
dalam Al-Qur’an dan Hadist tidak dapat menerima tambahan lagi. Oleh karena itu
sisanya diserahkan kepada Baitul Mal yang teratur. Pendapat ini disetujui oleh Imam
Malik dan Syafi’i.
1. Apabila diantara para ahli waris tidak terdapat ahli waris yang ditolak menerima
Raad (suami atau isteri), maka penyelesaiannya dapat dijalankan menurut salah satu
dari cara sebagai berikut:
a. Asal Mas-alah:
b. Hitungan biasa:
Jumlah sisa lebih dari harta warisan setelah diambil untuk memenuhi bagian para
ahli waris Dzawil Furudl diberikan lagi kepada mereka menurut perbandingan dari
bagian mereka masing-masing.
Contoh:
Seorang mati; meninggalkan harta warisan Rp. 12.000.000,- dan meninggalkan ahli
waris:
1. Seorang Nenek;
b. Sisa dari pembagian tersebut diberikan kepada mereka yang berhak menurut
perbandingan bagian mereka masing-masing.
a. Suami (duda) atau Isteri (janda) (orang yang ditolak menerima Raad)
diambilkan bagiannya lebih dahulu.
b. Sisanya diberikan kembali kepada para ahli waris yang berhak menerima
Raad, dengan cara:
1. Isteri = bagian
2. Nenek = bagian
Jumlah yang diterima oleh ahli waris Penerima Raad, seluruhnya adalah:
1. Nenek Rp 8.000.000 + 4.000.000 = Rp 12.000.000,-
2. Dua Sdr. Perempuan Seibu 16.000.000 + 8.000.000 = Rp 24.000.000,-
Cara kedua:
1. Nenek = bagian
1. Nenek = x6=1
1) Suami/duda= bagian
2) Ibu= bagian
3) Bapak ?
Perhitungannya adalah:
Asal Mas-alah (KPK) adalah 2x3 = 6
1) Suami/duda = bagian =
2. Masalah Musyarakah; masalah ini khusus apabila keadaan ahli waris terdiri dari:
a. Suami =
Dalam kenyataannya saudara laki-laki seibu sebapak tidak ada harta warisan lagi karena sudah
habis dibagi kepada Dzawil Furudl. Sehingga dalam hal yang demikian saudara seibu sebapak
harus mendapat bagian juga, yaitu dengan cara mempersekutukan saudara seibu bersama
dengan saudara seibu sebapak (disyarikatkan kedua macam mereka) pada bagian yang itu dan
dibagi sama rata antara laki-laki dan perempuan.
3. Mas-alah Al-akdariyah; masalah ini terjadi apabila ahli waris terdiri dari:
a. Suami =
b. Ibu =
c. Kakek =
d. Satu orang sdr.perempuan seibu sebapak atau sebapak =
Asal Mas-alahnya (KPK) adalah 6 (penyebut yang paling besar dan habis dibagi dengan
penyebut-penyebut lain yang ada dalam contoh ini).
Pembahagiannya adalah:
a. Suami = x6=3
b. Ibu = x6=2
c. Kakek = x6= 1
_______________________
Jumlah =9
Dalam kenyataan di atas jelas bahwa bagian yang diterima saudara perempuan lebih banyak dari bagian
kakek dan ini tidak adil. Maka kakek dan saudara perempuan dikumpulkan dan dengan ketentuan bahagian
laki-laki dua kali bahagian perempuan. Dengan demikian tersusunlah sebagai berikut:
a. Suami = 9 bagian
b. Ibu = 6 bagian
Kemudian;
Pembagian selanjutnya adalah untuk Kakek (laki-laki) dan Sdr. Perempuan seibu sebapak/sebapak
(perempuan) dengan perbandingan 2:1 = 3 (Kakek menerima dua bagian, dan satu bagian untuk seorang
Sdr. Perempuan seibu sebapak/sebapak. Sehingga:
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, Kumpulan Materi Diklat pada Penataran Imum Mesjid/Meunasah Sekabupaten Daerah Tingkat
II Aceh Utara, Diktat: Kampus Al-Muslim Peusangan, 1987.
Bachtiar Surin, Terjemahan dan Tafsir Al-Qur'an 30 Juz, huruf Arab dan Latin, Bandung: Fa. Sumatera,
1978.
M.Yusuf Hasan, Hukum Waris Islam: Bahan Kuliah, Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Darussalam
Banda Aceh, 1989.
Sayuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Jakarta: Bina Aksara, 1982.
57