Anda di halaman 1dari 16

BAB X

HUKUM ISLAM TENTANG WARITS

Mawarits artinya harta warits/peninggalan mayat. Menurut istilah mawarits


adalah sejumlah harta yang ditinggal mati oleh seseorang. Ilmu yang membahas
tentang harta warits disebut ilmu Faraid, dasar pokoknya Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Tujuan adanya Faraid agar harta peninggalan seseorang dapat dibagikan kepada
orang-orang yang betul-betul berhak menerima secara adil sehingga tidak terjadi
perselisihan.

A. Pengertian Faraid
Faraid jama’ dari kata fardiyah yang berarti taqdir “qadar/ketentuan”
sedang menurut istilah faraid adalah bagian-bagian yang diqadarkan atau
ditentukan bagi ahli warits. Sedangkan ilmu Faraid merupakan ilmu yang
membahas tentang permasalahan pembagian harta peninggalan mayit dengan
menggunakan ilmu perhitungan bagi ahli warits yang berhak untuk menerimanya.
Faidah mempelajari Faraid adalah untuk mengetahui apa-apa yang
diberlakukan dalam hukum islam dari permasalahan pembagaian harta warits
dan menghilangkan perselisihan, fitnah dan permusuhan di antara keluarga
dalam mendapatkan bagian mereka dari harta peninggalan (warits).
Adapun dalil disyari’atkannya Faraid adalah :
Q.S. an-Nisā/4 : 7

Artinya : “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak
menurut bahagian yang telah ditetapkan.” (Q.S. an-Nisā/4: 7).

B. Ketentuan Harta Warits

Harta Warits adalah apa-apa yang ditinggalkan oleh mayit berupa harta
dan hal-hal lain yang wajib untuk dibagikan kepada ahli warits. Dalam hukum
warits terdapat tiga rukun (unsur pokok), yakni :
1. Adanya harta peninggalan (kekayaan) pewarits yang disebut harta
warits/warits.
2. Adanya pewarits, yaitu orang yang menguasai atau memiliki harta warits
dan mengalihkan serta meneruskannya.
3. Adanya ahli warits, yaitu orang yang menerima pengalihan [penerusan] atau
pembagian harta warits.
Dengan terdapatnya tiga rukun warits tersebut maka tirkah (harta
peninggalan) dapat dibagikan dengan ketentuan hukum warits.

118
C. Sebab-sebab Memperoleh Harta Warits
Terdapat tiga sebab memperoleh warits, yakni:
1. Nasab (kerabat/kekeluargaan), adanya hubungan kekeluargaan dengan
pewarits seperti bapaknya, anaknya, saudaranya, pamannya dan lain-lain.
Sebagaimana dalam Q.S. an-Nisā/4: 33 :

2. Nikah, pernikahan menjadi sebab saling mewaritsi suami atas istri atau
sebaliknya sebagaimana dalam Q.S. an-Nisa/4: 12 :

3. Wala’ yakni memerdekakan hamba sahaya laki-laki atau perempuan maka


baginya berhak mendapat bagian dari harta warits yang ditinggalkan hambanya.

D. Syarat-syarat Harta Warits


Terdapat empat syarat harta warits dapat dibagikan pada ahlinya, yaitu:
1. Jelasnya kematian pewarits “tidak sah pembagian harta warits sebelum jelas
kematian pewarits”
2. Kejelasan masih hidupnya ahli warits pada hari ketika meninggalnya pewarits
3. Mengetahui cara-cara pembagian harta warits sesuai ajaran Islam
4. Tidak adanya penghalang pada seseorang untuk mendapatkan harta warits

E. Penghalang yang Menjadi Sebab Tidak Mendapatkan Harta Warits


Terdapat lima penghalang yang menjadi sebab ahli warits tidak
mendapatkan warits :
1. Kufur, “tidak mewaritsi muslim terhadap kafir begitu juga orang kafir pada
orang muslim”.
2. Murtad, yakni orang yang keluar dari agama Islam tidak mewaritsi orang
murtad atas kerabatnya yang muslim.
3. Membunuh, seorang pembunuh tidak mendapat warits sama sekali dari yang
terbunuh.
4. Zina, anak zina tidak mewaritsi dari ayahnya juga sebaliknya, akan tetapi
saling mewaritsi dengan ibunya.
5. Hamba Sahaya, ahli warits yang masih berkedudukan sebagai hamba tidak
berhak medapatkan warits dari keluarganya serbagaimana Firman Allah Swt.
Q.S. An-Nahl/16: 75 :

F. Hak-hak Harta Warits Sebelum Dibagikan


Terdapat empat hal yang harus dilakukan sebelum harta warits dibagikan
kepada yang berhak menerimanya, yaitu:
1. Biaya pemeliharaan mayit seperti pembelian kain kaffan, biaya menggali
kubur, dan hal lain yang berkaitan dengan hal tersebut sesuai dengan
ketenmtuan syara’

119
2. Hutang-hutang si mayit, wajib hukumnya melunasi hutang simayit dari harta
peninggalannya.
3. Wasiat, wajib hukumnya memenuhi wasiat si mayit atas apa-apa yang tidak
bertentangan dengan ketentuan hukum syara’ sebagaimana Firman Allah Swt.
Q.S. an-Nisa/4: 11 :

4. Zakat, maka wajib mengeluarkan zakat harta simayit apabila senishab sesuai
aturan hukum syari’ karena pada dasarnya zakat harta tersebut merupakan
hutang bagi simayit yang harus dibayarkan.

G. Al-Warośah (Ahli Warits)


Dilihat dari arahnya, ahli warits terdiri atas ahli warits dari golongan laki-
laki dan ahli warits dari golongan perempuan. Dalam pembagian harta warits,
ahli warits mendapat bagian dari dua jalan, yaitu :
1. Dari jalan furūḍyakni ahli warits yang mendapatkan harta warits sesuai
ketentuan sesuai firman Allah dalam Al-Qur’anul Karim, mereka dinamakan
ahli warits Źawil Furūḍ.
2. Dari jalan ta’ṣib yakni ahli warits yang mendapatkan seluruh harta warits, atu
sisanya setelah dibagikan sesuai jalan furūḍ, mereka dinamakan ahli warits
Źawi Ta’ṣib.
Dari pernyataan tersebut kemudian ahli warits dapat digolongkan atas
tiga macam yakni :
1. Ahli warits yang mewaritsi warits dari jalan furūḍ saja
2. Ahli warits yang mewaritsi warits dari jalan ta’ṣib saja
3. Ahli warits yang mewaritsi warits dari jalan furud dalam suatu keadaandan
dari jalan ta’ṣib dalam keadaan lain.
Berdasarkan hal di atas, secara garis besar ahli warits ( ‫ ) الوارث‬terbagi
pada dua kelompok, yaitu ahli warits nasabiyah dan ahli warits sababiyah.

1. Ahli Warits Nasabiyah


Ahli warits nasabiyah adalah ahli warits yang pertalian kekerabatannya
kepada al-muwarris didasarkan pada hubungan darah. Ahli warits nasabiyah ini
seluruhnya ada 21 orang , terdiri dari 13 orang ahli warits laki-laki dan 8 orang
ahli warits perempuan. Untuk memudahkan pemahaman lebih lanjut, akan penulis
bahas Ahli warits nasabiyah berdasarkan kelompok dan tingkatan
kekerabatannya.
Ahli warits laki-laki, jika didasarkan pada urutan kelompoknya adalah
sebagai berikut :
a. Anak laki-laki (‫) االبن‬
b. Cucu laki-laki dari anak laki-laki ( ‫ )ابن االبن‬dan seterusnya ke bawah
c. Bapak (‫)األب‬
d. Kakek dari garis bapak (‫ )الجد من جهة األب‬dan seterusnya ke atas
e. Saudara laki-laki sekandung (‫) االخ الشقيق‬

120
f. Saudara laki-laki sebapak (‫) االخ لألب‬
g. Saudara laki-laki seibu (‫) االخ لالم‬
h. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung (‫) ابن االخ الشقيق‬
i. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak (‫)ابن االخ لألب‬
j. Paman sekandung (‫) العم الشقيق‬
k. Paman sebapak (‫) العم لألب‬
l. Anak laki-laki paman sekandung ( ‫) ابن العم الشقيق‬
m. Anak laki-laki paman sebapak (‫) ابن العم لألب‬.

Adapun ahli warits perempuan semuanya ada 8 orang, yang rinciannya sebagai
berikut:
a. Anak perempuan (‫) البنت‬
b. Cucu perempuan dari anak laki-laki ( ‫ )بنت االبن‬dan seterunya ke bawah
c. Ibu ( ‫) االم‬
d. Nenek dari garis bapak (‫)الجدة من جهة األب‬
e. Nenek dari garis ibu (‫) الجدة من جهة االم‬
f. Saudara perempuan sekandung ( ‫) االخت الشقيقة‬
g. Saudara perempuan sebapak (‫)االخت لألب‬
h. Saudara perempuan seibu ( ‫)االختلالم‬.
Dari ahli warits nasabiyah tersebut di atas, apabila dikelompokkan
menurut tingkat atau kelompok kekerabatanya adalah sebagai berikut :

1) Furû’ al-wâris (‫ الوارث‬b‫)فروع‬, yaitu ahli warits kelompok anak keturunan al-
muwarris (‫) المورث‬, atau disebut dengan kelompok cabang (al-bunuwwah,
‫)البنوة‬. Kelompok ini adalah ahli warits yang terdekat dan mereka didahulukan
dalam menerima warits. Ahli warits yang termasuk kelompok ini adalah:
a) Anak perempuan (‫) البنت‬
b) Cucu perempuan garis laki-laki ( ‫)بنت االبن‬
c) Anak laki-laki ( ‫) االبن‬
d) Cucu laki-laki garis laki-laki ( ‫) ابن االبن‬

2) Usûl al-wâris ( ‫) اصول الوارث‬, yaitu ahli warits leluhur al-muwarris (‫المورث‬
). Kedudukan meskipun sebagai leluhur, tetapi dikelompokkan berada setelah
furû’ al-wâris. Mereka adalah:
a) Bapak ( ‫) األب‬
b) Ibu (‫)االم‬
c) Kakek garis bapak ( ‫) الجد من جهة األب‬
d) Nenek dari garis bapak ( ‫) الجدة من جهة األب‬
e) Nenek garis ibu ( ‫) الجدة من جهة االم‬

3) Al-hawâsyi ( b‫) الحواشى‬, yaitu ahli warits kelompok samping, termasuk di


dalamnya saudara, paman dan keturunanya. Seluruhnya ada 13 orang, yaitu:

121
a) Saudara perempuan sekandung ( ‫) االخت الشقيقة‬
b) Saudara perempuan sebapak (‫) االخت لألب‬
c) Saudra perempuan seibu ( ‫) االخت لالم‬
d) Saudara laki-laki sekandung ( ‫) االخ الشقيق‬
e) Saudara laki-laki sebapak ( ‫) االخ لألب‬
f) Saudara laki-laki seibu ( ‫) االخ لالم‬
g) Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung ( ‫)ابن االخ الشقيق‬
h) Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak (‫)ابن االخ لألب‬
i) Paman sekandung ( ‫) العم الشقيق‬
j) Paman sebapak ( ‫)العم لألب‬
k) Anak laki-laki paman sekandung (‫) ابن العم الشقيق‬
l) Anak laki-laki paman seayah (‫) ابن العم لألب‬.

2. Ahli Warits Sababiyah


Ahli warits sababiyah adalah ahli warits yang hubungan kewaritsnya
timbul karena ada sebab-sebab tertentu, yaitu:
a. Sebab perkawinan (al-musâharah) yaitu suami atau istri.
b. Sebab memerdekakan hamba sahaya (wala’ul ‘ataq).
c. Sebab adanya perjanjian tolong menolong menurut sebagian mazhab
Hanafiyah (wala’ul muwalah).1 (sebab ketiga ini, tidak penulis bahas lebih
lanjut).
Sebagai ahli warits sababiyah, mereka dapat menerima bagian warits
apabila perkawinan suami istri itu sah, baik menurut ketentuan hukum agama
maupun sipil, dan memiliki bukti-bukti yuridis, artinya secara administratif sah
menurut hukum yang berlaku. Demikian juga hubungan kewarits yang timbul
karena sebab memerdekakan hamba sahaya, hendaknya dapat dibuktikan menurut
hukum. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahan dan mengada-ada
informasi (made-up information), sehingga secara de facto dan de jure dapat
dipertanggung jawabkan.

H. ‘Aṣobah
‘Aṣobah menurut lughot jama’‫ العا صب‬artinya keluarga dekat laki-laki dari
ayah sedangkan menurut syara yaitu ahli warits yang mewaritsi warits tidak
sesuai ketentuan khusus. Menurut A. Hassan, jika ditinjau dari segi bahasa,
kata‘Aṣabahberarti pembela, penolong, pelindung dari kaum sendiri. Sedangkan
menurut Muhammad Ali As-Shabuni ‘aṣabah berarti keluarga laki-laki dari
pihak ayah. Menurut Prof. Ahmad Rafiq ‘aṣabah adalah bagian sisa setelah
diberikan kepada ahli warits ashâbalfurûd. Sebagai ahli warits penerima bagian
sisa, ahli warits ‘Aṣabah terkadang menerima bagian banyak (seluruh harta
warits), terkadang menerima bagian sedikit, tetapi terkadang tidak menerima
bagian sama sekali, karena telah habis diberikan kepada ahli warits ashâb al
furûḍ. Sementara Muhammad Thaha Abul Ela Khalifah menjelaskan bahwa

122
‘aṣabah adalah perolehan bagian dari harta warits yang tidak ditetapkan
bagiannya dalam furūḍ yang enam (½, ¼, 1/8, 2/3, 1/3 dan 1/6).
‘Aṣabah terbagi dua yaitu: ‘aṣabah nasabiyah (karena nasab) dan
‘aṣabahsababiyah (karena sebab). Jenis ‘aṣabah yang kedua ini disebabkan
memerdekakan budak. Oleh sebab itu, seorang tuan (pemilik budak) dapat
menjadi ahli warits bekas budak yang dimerdekakannya apabila budak tersebut
tidak mempunyai keturunan. Sedangkan ‘Aṣabah nasabiyah terbagi tiga yaitu: (1)
‘Aṣabahbin nafsih(‘Aṣabah dengan sendirinya), (2) ‘Aṣabah bi al ghair (‘Aṣabah
dengan yang lain), dan (3) ‘Aṣabah ma’a al ghair (‘Aṣabah bersama yang lain).
Dalam dunia farâid, apabila lafazh ‘Aṣabah disebutkan tanpa diikuti kata bi al
ghair atau ma'a al ghair, maka yang dimaksud adalah ‘aṣabahbin nafsih.
1. ‘Aṣabah bin Nafsih
‘Aṣabah bin-Nafsih yaitu menjadi ‘Aṣabah karena dirinya sendiri yaitu
golongan laki-laki yang dipertalikan dengan orang yang meninggal dunia tanpa
diselingi oleh perempuan. Kondisi ‘aṣabah bin nafish ada tiga yaitu
mendapatkan semua harta jika ia hanya sendirian, mendapatkan sisa bagian
setelah dibagi-bagikan kepada ashabul furûdh dan jika seluruh warits habis
dibagikan, ia tidak mendapatkan warits. ‘Aṣabah ini pada prinsipnya
mempunyai empat jihat (arah) yaitu jihat bunuwah (arah anak), jihat ubuwah
(arah bapak), jihat ukhuwah (arah saudara laki-laki) dan jihat umumah (arah
paman).
Ahli warits yang termasuk dalam golongan ‘aṣabah binnafsih, semuanya laki-
laki, kecuali mu’tiqah (orang perempuan yang memerdekakan hamba
sahaya), urutannya sebagai berikut : (1) Anak laki-laki, (2) Cucu laki-laki dari
garis laki-laki (3) Bapak (4) Kakek (garis bapak) (5) Saudara laki-laki
sekandung (6) Saudara laki-laki seayah (7) Anak laki-laki saudara laki-laki
sekandung (8) Anak laki-laki saudara laki-laki seayah (9) Paman sekandung
(10) Paman seayah (11) Anak laki-laki paman sekandung (12) Anak laki-
laki paman seayah (13) Mu’tiq, Mu’tiqah (yang memerdekakan hamba
sahaya).
Contoh Kasus pembagian ‘aṣabah bin nafsih:
a. ‘Aṣabah memperoleh seluruh warits jika ia sendirian.
Seseorang wafat Meninggalkan ayah
Ayah Mendapat semua harta warits, sebagai ‘aṣabah

b. ‘Aṣabah mendapatkan sisa warits setelah warits itu dibagi-bagikan


kepada ashabul furûdh lebih dahulu.
Seseorang wafat Meninggalkan ibu dan ayah
Ibu Memperoleh 1/3 dari harta warits
Ayah Memperoleh sisanya

c. ‘Aṣabah tidak mendapatkan harta warits, jika harta warits telah habis
dibagi kepada yang berhak.
Seseorang wafat Meninggalkan saudara kandung perempuan
dan saudara perempuan seayah, 2 saudara
perempuan seibu, dan paman.

123
saudara kandung Memperoleh 1/2 bagian dari harta warits
perempuan
saudara perempuan Memperoleh 1/6, untuk melengkapi 2/3
seayah
2 saudara perempuan Memperoleh 1/3 bagian
seibu
Paman ‘Aṣabah tidak memperoleh harta warits

d. Berkumpulnya ahli warits ashabah bin nafsih dalam suatu permasalahan.


Jika ini terjadi maka harta warits dibagi rata di antara mereka.
Seseorang wafat Meninggalkan 5 orang anak laki-laki
5 orang anak harta warits dibagikan di antara mereka dengan rata

2. ‘Aṣabah bi al Ghair
’Ashabahbi al ghair (menjadi ‘Aṣabah dengan orang lain) adalah perempuan
yang mendapatkan ‘Aṣabah karena adanya ahli warits lain yang sama
derajatnya dari golongan ahli warits yang mempunyai hak ‘aṣabah bin-
nafsih. Jika tidak ada ahli warits yang mendapatkan ‘aṣabah bin nafsih,
maka mereka (perempuan) mendapatkan bagian warits berdasarkan furudlul
muqaddarah atau jalan ashab al furûdh (bagian yang sudah ditetapkan).
Adapun ahli warits yang termasuk golongan ‘aṣabah bi al ghair adalah
sebagai berikut :
a. Anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki;
b. Cucu perempuan garis laki-laki bersama dengan cucu laki-laki garis laki-laki;
c. Saudara perempuan sekandung bersama saudara laki-laki sekandung;
d. Saudara perempuan seayah bersama dengan saudara laki-laki seayah.
Ketentuan yang berlaku, apabila mereka bergabung menerima bagian
‘ashabah, maka bagian ahli warits laki-laki adalah dua kali bagian
perempuan. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT sebagai berikut :

"Allah mensyari`atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-


anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang
anak perempuan (Q.S. an Nisâ /4: 11).

...dan jika mereka (ahli warits itu terdiri dari) Saudara-saudara laki-laki dan
perempuan, Maka bagian seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua
orang saudara perempuan (Q.S. an Nisâ /4: 176).
Contoh kasus pembagian ’ashabah bi al ghair
a. Anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki.
Seseorang wafat Meninggalkan ayah, ibu, anak laki-laki, dan
anak perempuan.
Ayah Memperoleh 1/6 bagian dari harta warits
Ibu Memperoleh 1/6 bagian dari harta warits

124
Anak laki-laki dan Mendapatkan sisanya sebagai ‘ashabah,
Anak perempuan dengan ketentuan bagian laki-laki adalah dua
kali lipat bagian perempuan.

b. Cucu perempuan garis laki-laki bersama dengan cucu laki-laki garis laki-laki
Seseorang wafat Meninggalkan kakek, ibu, cucu laki-laki dari
anak laki-laki dan cucu perempuan dari anak
laki-laki.
kakek Memperoleh 1/6 bagian dari harta warits
ibu Memperoleh 1/6 bagian dari harta warits
cucu laki-laki dan Mendapatkan sisanya sebagai ‘ashabah,
cucu perempuan dengan ketentuan bagian laki-laki adalah dua
kali lipat bagian perempuan.

c. Saudara perempuan sekandung bersama saudara laki-laki sekandung


Seseorang wafat Meninggalkan isteri, saudara kandung laki-
laki dan perempuan
isteri Memperoleh 1/4 bagian dari harta warits
saudara kandung laki- Mendapatkan sisanya sebagai ‘ashabah,
laki dan perempuan dengan ketentuan bagian laki-laki adalah dua
kali lipat bagian perempuan

d. Saudara perempuan seayah bersama dengan saudara laki-laki seayah


Seseorang wafat Meninggalkan ibu, 2 saudara perempuan
seibu, saudara laki-laki seayah dan saudara
perempuan seayah.
Ibu Memperoleh 1/6 bagian dari harta warits
2 saudara perempuan Memperoleh 1/3 bagian dari harta warits
seibu
saudara laki-laki Mendapatkan sisanya sebagai ‘ashabah,
seayah dan saudara dengan ketentuan bagian laki-laki adalah dua
perempuan seayah kali lipat bagian perempuan.

3. ‘Aṣabah ma’a al Ghair

‘Aṣabah ma’a al ghair yaitu menjadi ‘aṣabah karena bersama orang lain
adalah khusus untuk saudara perempuan sekandung atau seayah
mendapatkan ‘aṣabah apabila mewaritsi bersama anak perempuan atau cucu
perempuan dari anak laki-laki dan terus ke bawah. Saudara perempuan
sekandung atau saudara perempuan seayah, yang mewaritsi harta bersama
dengan anak-anak perempuan, dengan syarat mereka tidak bersama dengan
saudara laki-laki.
Lebih teperinci dapat dikatakan bahwa ahli warits golongan ‘aṣabah ma'a al
ghair menurut A. Hassan adalah sebagai berikut :
a. Seorang atau beberapa saudara perempuan seibu sebapak bersama
seorang anak perempuan, atau lebih.

125
b. Seorang atau beberapa saudara perempuan seibu sebapak bersama
seorang cucu perempuan atau lebih,
c. Seorang atau beberapa saudara perempuan sebapak bersama seorang anak
perempuan, atau lebih.
d. Seorang atau beberapa saudara perempuan sebapak bersama seorang cucu
perempuan atau lebih,
e. Seorang atau beberapa saudara perempuan seibu sebapak bersama
seorang anak perempuan dan seorang cucu perempuan.
f. Seorang atau beberapa saudara perempuan sebapak bersama seorang anak
perempuan dan seorang cucu perempuan.
Contoh kasus :
Seseorang wafat Meninggalkan seorang anak perempuan, cucu
perempuan dan saudara kandung perempuan.
Anak perempuan Memperoleh 1/2 bagian dari harta warits
Cucu perempuan Memperoleh 1/6 bagian dari harta warits untuk
melengkapi 2/3
Saudara kandung Mendapatkan sisanya sebagai ‘ashabah,.
perempuan

I. Hijab
Hijâb secara harfiah artinya satir, penutup atau penghalang. Dalam Fiqh
mawarits, istilah hijâb digunakan untuk menjelaskan ahli warits yang hubungan
kekerabatannya jauh, yang kadang-kadang atau seterusnya terhalang hak-hak
kewaritsannya oleh ahli warits yang lebih dekat.Ahli warits yang menghalangi
disebut hâjib, ahli warits yang terhalangi disebut mahjûb dankeadaan
menghalangi disebut hijâb.
Pengertian hijâb dalam ilmu faraid adalah terhalangnya ahli warits untuk
mendapatkan warits, baik secara keseluruhan atau sebagian karena ada ahli
warits yang lebih dekat kekerabatannya dengan si mayit dari pada ahli warits
yang lain. Hijâb jika dilihat dari akibat yang ditimbulkannya ada dua macam
yaitu hijâbnuqsân atau hijâb naqish atau hijâb juz’i dan hijâb hirman atau hijâb
kamil atau hijâb kulli.
1. Hijâb Nuqsân
Hijâb nuqsân yaitu terhalangnya ahli warits untuk mendapatkan bagiannya
yang lebih banyak karena ada ahli warits yang lebih dekat kekerabatannya
dari padanya, sehingga ia mendapat bagian lebih kecil. Seperti contoh
seorang isteri seharusnya mendapat bagian 1/4, akan tetapi karena bersama
isteri itu ada anak atau cucu, maka bagian isteri berkurang menjadi 1/8. Contoh
lain, seorang suami seharusnya mendapatkan bagian warits sebanyak 1/2, akan
tetapi karena bersamanya ada anak atau cucu maka bagiannya berkurang
menjadi 1/4. Dalam hal ini suami atau isteri adalah sebagai mahjûb (pihak
yang terhalangi) dan anak atau cucu adalah sebagai hâjib (pihak yang
menghalangi).
Berdasarkan hal tersebut di atas maka implikasi hukumnya dari hijâbnuqsân
adalah berkurangnya bagian yang diterima oleh ahli warits dari ketentuan
pembagian yang sudah ditetapkan di dalam ketentuan furudlulmuqaddaroh
dikarenakan adanya ahli warits lain yang menyertainya. Artinya jika ahli

126
warits tidak disertai ahli warits tertentu yang dimaksud maka dia akan
mendapatkan kembali bagian waritsnya sesuai ketentuan awal yang
ditetentukan dalam furudulmuqaddaroh.
Berikut ini adalah tabel secara rinci hâjib-mahjûb dan perubahan bagiannya
dalam hijâbnuqsân :
Tabel Hâjib Mahjûb Nuqsân
N Ahli Warits Bagia Terkurangi oleh Menjadi
o (Mahjûb) n (Hâjîb)
1 Ibu 1
/3 Anak atau cucu 1
/6
1
/3 2 saudara atau lebih 1
/6
2 Ayah ‘ashabah Anak laki-laki 1
/6
,ashabah Anak perempuan 1
/ 6+
‘ashabah
3 Isteri 1
/4 Anak atau cucu 1
/8
4 Suami 1
/2 Anak atau cucu 1
/4
5 Saudara Pr 1
/2 Anak atau cucu ‘amg
skdg/seayah 2
/3 perempuan ‘amg
Saudara Pr skdg Anak atau cucu
perempuan
2/lebih

6 Cucu Pr garis 1
/2 Seorang anak 1
/6
laki-laki perempuan

7 Saudara Pr 1
/2 Seorang saudara pr 1
/6
seayah skdg

2. Hijab Hirmân
Hijâb hirmân adalah terhalangnya ahli warits untuk mendapatkan bagiannya
secara keseluruhan karena ada ahli warits yang lebih dekat kekerabatannya
dari pada ahli warits yang terhalang tersebut. Seperti terhalangnya kakek
karena adanya bapak, terhijâbnya cucu karena adanya anak laki-laki,
terhijâbnya saudara laki-laki seayah karena adanya saudara laki-laki
sekandung, terhijâbnya nenek karena adanya ibu dan seterusnya. Berikut ini
adalah tabel secara rinci hâjib-mahjûb dan perubahan bagiannya dalam hijâb
hirmân :
Tabel Hâjib Mahjûb Hirmân
Terhalang oleh
No Ahli Warits (Mahjûb) Bagian Menjadi
(Hâjib)
1 Kakek 1
/6 Ayah -
2 Nenek garis ibu 1
/6 Ibu -
3 Nenek garis ayah 1
/6 Ayah dan ibu -
4 Cucu laki-laki garis laki-laki ‘ashabah Anak laki-laki -
5 Cucu perempuan garis laki-laki 1
/2 Anak laki-laki -
Cucu pr.garis laki-laki 2/lebih 2
/3 Anak perempuan 2/lebih -
6 Saudara laki-laki sekandung ‘ashabah Anak laki-laki, cucu -
Saudara Perempuan Sekandung 1
/2 laki-laki dan ayah -
Saudara Pr. Sekandung 2/lebih 2
/3 -
7 Saudara laki-laki seayah ‘ashabah Anak laki-laki, cucu -
Saudara Perempuan seayah 1
/2 laki-laki -
2
/3 Ayah, saudara laki-laki
Saudara Perempuan Seayah 2 sekandung. -

127
Terhalang oleh
No Ahli Warits (Mahjûb) Bagian Menjadi
(Hâjib)
orang atau lebih Saudara Perempuan
sekandung bersama
anak/cucu perempuan
1
/6
8 Saudara laki-laki/Perempuan seibu 1
/3 Anak laki-laki dan anak -
Saudara laki-laki/Perempuan Pr, cucu laki-laki dan -
seibu 2 (dua) orang atau lebih cucu Pr, ayah dan
kakek

9 Anak laki-laki saudara laki-laki ‘aṣabah Anak laki-laki, cucu -


sekandung laki-laki, ayah atau
kakek, saudara laki-laki
sekandung atau seayah,
saudara perempuan
sekandung atau seayah
yang menerima
‘ashabah ma'a al ghair.

10 Anak laki-laki saudara laki-laki ‘aṣabah Anak laki-laki, cucu -


sekandung laki-laki, ayah atau
kakek, saudara laki-laki
sekandung atau seayah,
anak laki-laki saudara
laki-laki sekandung,
saudara perempuan
sekandung atau seayah
yang menerima
‘ashabah ma'a al ghair

11 Paman sekandung ‘aṣabah Anak atau cucu laki- -


laki, ayah atau kakek,
saudara laki-laki
sekandung atau seayah,
anak laki-laki saudara
laki-laki sekandung,
saudara perempeuan
sekandung atau seayah
yang menerima asabah
ma'a al ghair
-
12 Paman seayah ‘aṣabah Anak atau cucu laki-
laki, ayah atau kakek,
saudara laki-laki
sekadung atau seayah,
anak laki-laki saudara
laki-laki sekandung,
saudara perempuan
sekandung atau seayah
yang menerima
‘ashabah ma'al ghair

128
Terhalang oleh
No Ahli Warits (Mahjûb) Bagian Menjadi
(Hâjib)
dan paman sekandung

13 Anak laki-laki paman sekandung ‘aṣabah Anak atau cucu laki- -


laki, ayah atau kakek,
saudara laki-laki
sekandung atau seayah,
anak laki-laki saudara
laki-laki sekandung,
saudara perempuan
sekandung atau seayah
yang menerima
‘ashabah ma’a al ghair
dan paman
sekandung /seayah.

-
14 Anak laki-laki paman seayah ‘aṣabah Anak atau cucu laki-
laki, ayah atau kakek,
saudara laki-laki
sekandung atau seayah,
anak laki-laki saudara
laki-laki sekandung
atau seayah yang
menerima ‘ashabah
ma’a al ghair, paman
sekandung atau seayah,
dan anak laki-laki
paman sekandung.

J. Tata Cara Pembagian Warits


Untuk memudahkan dalam membagi harta warits, berikut ini dibuatkan
daftar furūd dengan syarat dan ketentuannya, sehingga mudah untuk mencari
asal masalah dan perhitungan selanjutnya.
No Nama Bagian Syarat
1 Anak 1/2 a. Tidak ada anak laki-laki
Perempuan b. Hanya satu orang
Jika anak perempuan bersama anak laki-laki
keduanya menjadi ashobah
2 Saudara 1/2 a. Tidak ada anak perempuan atau anak laki-laki
Perempuan atau cucu perempuan atau cucu laki-laki (dari
Kandung anak laki-laki).
b. Tidak ada bapak si mayat. Jika saudara
perempuan kandung bersama bapak maka
saudara perempuan kandung terhalang.
c. Tidak ada saudara laki-laki kandung. Jika
saudara perempuan kandung bersama saudara
laki-laki kandung maka saudara perempuan
kandung menjadi ‘aṣabah bersama saudara
laki-laki kandung.

129
No Nama Bagian Syarat
d. Hanya satu orang. Jika saudara perempuan
kandung bersama anak laki-laki maka saudara
perempuan kandung terhalang. Untuk saudara
perempuan kandung bersama cucu laki-laki
atau cucu perempuan maka hukumnya sama
dengan saudara perempuan kandung bersama
anak laki-laki atau anak perempuan.
Tanbih :
Jika saudara perempuan kandung bersama anak
perempuan maka saudara perempuan kandung
mendapat ‘aṣabah
3 Cucu 1/2 a. Tidak ada anak laki-laki atau anak
Perempuan perempuan.
b. Tidak ada cucu laki-laki.
Tanbih :
 Jika cucu perempuan bersama anak laki-laki
maka cucu perempuan terhalang.
 Jika cucu perempuan bersama anak
perempuan satu orang (1/2) maka cucu
perempuan mendapat 1/6.
 Jika cucu perempuan bersama anak
perempuan dua orang atau lebih (2/3). Maka
cucu perempuan tidak mendapat apa-
apa.Kecuali jika ada cucu laki-laki walaupun
derajatnya dibawah cucu perempuan (cicit
laki-laki), maka cucu perempuan menjadi
‘aṣabahbersama cucu laki-laki tersebut.
4 Saudara 1/2 a. Tidak ada anak laki-laki atau anak
Perempuan perempuan.
Sebapak b. Tidak ada bapak.
c. Tidak ada saudara laki-laki atau saudara
perempuan sekandung.
d. Tidak ada saudara laki-laki sebapak.
e. Hanya satu orang.
Tanbih:
 Jika saudara perempuan sebapak bersama
anak laki-laki maka saudara perempuan
sebapak terhalang.
 Jika saudara perempuan sebapak bersama
anak perempuan maka saudara perempuan
sebapak menjadi ‘aṣabah
 Jika saudara perempuan sebapak bersama
bapak maka saudara perempuan sebapak
terhalang.
 Jika saudara perempuan sebapak bersama
saudara laki-laki sebapak maka saudara
perempauan sebapak manjadi
‘aṣabahbersama saudara laki-laki sebapak.
 Jika saudara perempuan sebapak ada dua

130
No Nama Bagian Syarat
orang atau lebih maka mendapatkan 2/3.
 Jika bersama saudara perempuan sebapak ada
saudara laki-laki sekandung maka saudara
perempuan sebapak terhalang.
 Jika bersama saudara perempuan sebapak ada
saudara perempuan sekandung yang mendapat
½ maka saudara perempuan sebapak mendapat
1/6. tapi jika saudara perempuan sekandung
menjadi ‘aṣabah maka saudara perempuan
sebapak tidak dapat.
5 Suami 1/2  Tidak ada anak laki-laki atau cucu laki-laki
atau cucu perempuan
1/4  Ada anak laki-laki atau anak perempuan atau
cucu laki-laki atau cucu perempuan.
6 Istri 1/4  Tidak ada anak laki-laki atau anak perempuan atau
cucu laki-laki atau cucu perempuan.
 Ada anak laki-laki atau anak perempuan atau
cucu laki-laki atau cucu perempuan
1/8  Satu atau lebih, ketika suami meninggalkan
anak
7 Bapak 1/4 Ada anak laki-laki atau cucu laki-laki.
Tanbih :
 Jika bapak bersama anak laki-laki atau cucu
laki-laki, bapak mendapat 1/6.
 Jika bapak bersama anak perempuan maka
dapat 1/6 tambah ‘aṣabah
 Jika tidak ada anak laki-laki atau anak
perempuan atu cucu laki-laki/perempuan
maka bapak menjadi ‘aṣabah
8 Ibu 1/6  Ada anak laki-laki/perempuan atau cucu laki-
laki/perempuan.
 Ada dua orang lebih saudara baik kandung
atau bukan.
1/3  Tidak ada anak laki-laki/perempuan atau cucu
laki-laki/perempuan.
 Tidak ada dua orang lebih saudara baik
kandung atau bukan.
9 Saudara 1/3  dua orang atau lebih,
Seibu  tidak ada, kakek, anak/cucu dari anak laki-
laki. Adapun pembagiannya lelaki dan
perempuan sama.
10 a. Kakek 1/6  bersama anak atau cucu dari anak lelaki
 tidak bersama seorang saudara/lebih
 tidak bersama ayah dan tak termasuk
gorowain.
b. Nenek  tidak bersama ibu
dari ibu
c. Nenek  tidak bersama ibu/ayah

131
No Nama Bagian Syarat
dari
ayah
d. Cucu  satu orang lebih, ketika bersama cucu (laki-
peremp laki) dari anak (laki-laki)
uan dari
anak
laki-laki
e. Saudara  tidak bersama ayah, kakek, anak dan cucu dari
laki- anak.
laki/
peremp
uan
seibu
11 Anak 2/3  Dua orang atau lebih.
perempuan  Tidak ada anak laki-laki
12 Saudara 2/3  Dua orang atau lebih.
perempuan  Tidak ada anak laki-laki/cucu laki-laki.
kandung  Tidak ada anak/cucu perempuan.
 Tidak ada suadara laki-laki kandung
13 Cucu 2/3  Dua orang atau lebih.
perempuan  Tidak ada anak laki-laki.
 Tidak ada anak perempuan.
 Tidak ada cucu laki-laki.
14 Saudara 2/3  Dua orang atau lebih.
permpuan  Tidak ada anak laki-laki.
sebapak  Tidak ada anak perempuan.
 Tidak ada sdr laki-laki kandung.
 Tak ada sudr perempuan kandung.
 Tidak ada sdr laki-laki sebapak.

Contoh 1
Seseorang meninggal dunia dengan ahli warits Suami, 2 orang sdr perempuan
seibu, ibu dan nenek. Adapun tirkah si mayit Rp. 24.000.000,- berapakah baigian
masing-masing?
Jawab :
Suami : ½ (tidak ada anak), 2 orang Saudara perempuan seibu: 1/3 (lebih dari
1 orang),
Ibu : 1/6 (ada saudara perempuan seibu) dan nenek (terhijab oleh ibu).
Adapaun harta warits Rp. 24.000.000,-
etelah diketahui furud maka kita cari KPT (asal masalahnya). KPT dalam soal
ini adalah 6, jadi :
Suami : ½ x 6 = 3 : 3/6 x 24.000.000 = 12.000.000,-
2 sdr perempuan seibu : 1/3 x 6 = 2 : 2/6 x 24.000.000 = 8.000.000,-
Ibu : 1/6 x 6 = 1 : 1/6 x 24.000.000 = 4.000.000,-
Jumlah = 24.000.000,-
2 saudara perempuan seibu Rp. 8.000.000 jadi masing-masing Rp. 4.000.000,-

132
Contoh 2
Ibu Nurul meninggal, ahli waritsnya; ibu, bapak, suami, dua anak laki-laki dan
satu anak perempuan. Harta yang ditinggalkan Rp. 120.000.000,- Berapa bagian
seorang anak laki-laki.
a. Rp.15.000.000,- c. Rp.32.500.000,- e.Rp.37.500.000,-
b. Rp.20.000.000,- d. Rp.35.000.000,-
Jawab:
a. Furud masing-masing adalah: Ibu (1/6). Bapak (1/6), Suami (1/4), 1 anak
perempuan dan dua anak laki-laki menjadi ‘aṣabah Dengan tirkah Rp.
20.000.000’-
b. KPT atau asal masalah dari pembilang 4 dan 6 adalah 12
c. Menghitung bagian
 Ibu 1/6 x 12 =2 : 2/12 x 120.000.000 = 20.000.000,-
 Bapak 1/6 x 12 =2 : 2/12 x 120.000.000 = 20.000.000,-
 Suami ¼ x 12 =3 : 3/12 x 120.000.000 = 30.000.000,-
 1 anak (pr) dan 2 anak (lk) = ‘asobah = 50.000.000,-
Untuk mengetahui bagian masing-masing 50.000.000 : 5 = 10.000.000,-
jadiuntukbagian satu anak laki-laki 10.000.000 x 2 bagian = Rp. 20.000.000
Jawaban yang benar adalah b. Rp. 20.000.000,-

K. Hukum Warits di Indonesia


Terdapat tiga system hukum kewarits di Indonesia; Hukum kewarits
Islam, Hukum Adat, dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW).
Hukum kewarits Islam di Indonesia diatur dalam Kompilasi Hukum
Islam Buku II Hukum Kewarits yang terdiri atas 5 Bab, dan 43 pasal (dari pasal
171 sampai pasal 214). Di dalamnya memuat aturan tentang: Pengertian Hukum
Kewarits, Penghalang Memperoleh Harta Warits, Kelompok-kelompok Ahli
Warits dan Besarnya Bagian Warits serta Kewajiban Ahli Warits terhadap
Pewarits.
Dalam hukum adat terdapat pluralism hal itu disebabkan adanya
pengaruh dari susunan kekeluargaan/ kekerabatan yang dianut di Indonesia
seperti :
1. Patrilineal (garis keturunan laki-laki) seperti di Batak, Bali dan Ambon.
2. Matrilineal (garis keturunan ibu) seperti di Minangkabau, kerinci (Jambi)
dan Semendo (Sumsel).
3. Patrilineal-Bilateral seperti di Melayu, Bugis, Jawa dan Dayak.
Adapun dalam Hukum Perdata system kewarits telah diatur sedemikian
rupa bagi orang yang menginginkan pembagian harta warits dengan
menggunakan ketentuan hokum tersebut selanjutnya dapat dilihat aturannya dari
Pasal 830 BW dan seterusnya.

133

Anda mungkin juga menyukai