Anda di halaman 1dari 6

Rumusan masalah

1. Pengertian Waris
2. Pengertian ahli waris sababiyah dan nasabiyah
3. Pembagian waris sababiyah dan nasabiyah

Tujuan

1. Memahami pengertian waris


2. Memahami pengertian bahli waris sababiyah dan Nasabiyah
3. Mengetahui pembagian waris sababiyah dan Nasabiah

PEMBAHASAN

A. Pengertian Waris

Pengertian Waris dalam hukum Islam

Pengertian waris secara etimologi, Kata warisan yang sudah dikenal luas dalam bahasa
Indonesia berasal dari bahasa Arab, yaitu kata “al irts” yang bermakna “warisan atau
pusaka”. Pengertian waris secara terminologi Dalam kitab “Fiqh al Sunnah”, sinonim kata
waris adalah faroidl. Pengertiannya adalah : “Faroidl dalam istilah syara’ adalah bagian yang
telah ditentukan bagi ahli waris. Ilmu mengenai hal itu dinamakan ilmu waris (ilmu Miiraats)
dan ilmu faroidl” (Abizar, Khotim, 2019, Bagian waris bagi hemaprodite menurut imam Abu
Hanifah dan Imam Ali-Ashobumi, Hal 110)

Secara bahasa, kata Mawarits merupakan jamak dari mirats, (irts, wirts, wiratsah dan turats
yang dimaknakan dengan mauruts) adalah “harta peninggalan orang yang meninggal yang
diwariskan kepada para warisnya.” Orang yang meninggalkan disebut muwarits. Sedang yang
berhak menerima harta waris disebut warits.

Kata kewarisan yang berkata dasar “waris” di dalam istilah hukum memilki dua aspek
makna. Makna yang pertama adalah diartikan sebagai orang yang menerima harta warisan.
Makna yang kedua adalah diartikan sebagai sebuah proses.

Ditinjau dari segi bahasa waris adalah sesuatu yang dipindahkan kepemilikannya dari yang
wafat kepada yang lain. Tidak terbatas pada harta benda yang bersifat material, tetapi juga
termasuk ilmu pengetahuan kebesaran kemuliaan kehormatan dan kedudukan sebagaimana
disyaratkan dalam Q.S An-Naml ayat 16:
‫ث ُسلَ ْي َمانُ دَا ُوو َد‬
َ ‫َو َو ِر‬

“dan soelaiman telah mewarisi Dawud” (Q.S An-Naml:16) (Athoilah, 2018 fiqih waris
metode pembagian waris praktis hal 1)

Atas penjelasan di atas maka dapat ditarik simpulan bahwa waris dalam Islam adalah hukum
yang mengatur mengenai perpindahan kepemilikan dari yang sudah wafat kepada yang masih
hidup dengan ukuran dan besaran yang telah ditentukan dalam hukum Islam.

B. Pengertian Ahli waris sababiyah dan Nasabiyah

Dalam pandangan islam ahli waris itu terjadi karena dua segi yaitu dari segi sebab-sebab dan
segi keturunan. Adapun dari segi sebab-sebab yaitu Ahli waris sababiyah dan Ahli waris
nasabiyah, Sedangkan dari segi keturunan Ahli waris dapat dibagi kepada Ahli Waris Laki-
Laki dan Ahli Waris Perempuan.

Ahli Waris Dari Segi Sebab-Sebab

a. Ahli waris sababiyah

Ahli waris sababiyah ini terjadi karena perkawinan dalam kaitannya dengan hukum
kewarisan Islam, berarti suatu hubungan

perkawinan yang sah menurut hukum Islam. Apabila salah satunya suami-isteri meninggal
dan meninggalkan harta warisan, maka masing-masing diantara mereka dapat saling
mewarisi. Sebagaimana dalam firmannya Q S An-Nisaa (4) : 12

ۚ ‫ُوصينَ بِهَا أَوْ َدي ٍْن‬ِ ‫صيَّ ٍة ي‬ ِ ‫ك أَ ْز َوا ُج ُك ْم إِ ْن لَ ْم يَ ُك ْن لَه َُّن َولَ ٌد ۚ فَإ ِ ْن َكانَ لَه َُّن َولَ ٌد فَلَ ُك ُم الرُّ بُ ُع ِم َّما تَ َر ْكنَ ۚ ِم ْن بَ ْع ِد َو‬ َ ‫َولَ ُك ْم نِصْ فُ َما تَ َر‬
‫ا أَوْ َدي ٍْن ۗ َوإِ ْن‬kkَ‫ونَ بِه‬k ‫وص‬ ُ ُ‫يَّ ٍة ت‬k ‫ص‬ ِ ‫َولَه َُّن الرُّ بُ ُع ِم َّما تَ َر ْكتُ ْم إِ ْن لَ ْم يَ ُك ْن لَ ُك ْم َولَ ٌد ۚ فَإ ِ ْن َكانَ لَ ُك ْم َولَ ٌد فَلَه َُّن الثُّ ُمنُ ِم َّما ت ََر ْكتُ ْم ۚ ِم ْن بَ ْع ِد َو‬
‫ث ۚ ِم ْن‬ِ ُ‫ك فَهُ ْم ُش َر َكا ُء فِي الثُّل‬ َ ِ‫اح ٍد ِم ْنهُ َما ال ُّس ُدسُ ۚ فَإ ِ ْن َكانُوا أَ ْكثَ َر ِم ْن ٰ َذل‬ ِ ‫ت فَلِ ُك ِّل َو‬ ٌ ‫ث كَاَل لَةً أَ ِو ا ْم َرأَةٌ َولَهُ أَ ٌخ أَوْ أُ ْخ‬ ُ ‫َكانَ َر ُج ٌل يُو َر‬
‫صيَّةً ِمنَ هَّللا ِ ۗ َوهَّللا ُ َعلِي ٌم َحلِي ٌم‬
ِ ‫ضا ٍّر ۚ َو‬ َ ‫ص ٰى بِهَا أَوْ َدي ٍْن َغ ْي َر ُم‬ َ ‫صيَّ ٍة يُو‬ ِ ‫بَ ْع ِد َو‬

Artinya: Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-
isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka
kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang
mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat
harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak,
Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah
dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu.
b. Ahli Waris Nasabiyah.

Hubungan Ahli waris nasabiyah adalah ahli waris yang pertalian kekerabatannya kepada al-
muwarris didasarkan pada hubungan darah. yaitu hubungan nasab yang ditentukan oleh
adanya kelahiran. Jika seorang anak lahir dari seorang ibu, maka ibu mempunyai hubungan
kerabat dengan anak yang dilahirkan. Sebaliknya, bila diketahui hubungan antara ibu dengan
anaknya maka dicari pula hubungan dengan laki-laki yang menyebabkan si ibu melahirkan.
Jika dapat dibuktikan secara hukum melalui perkawinan yang sah penyebab si ibu
melahirkan, maka hubungan kekerabatan berlaku pula antara si anak yang lahir dengan si
ayah yang menyebabkan kelahirannya. Maka ditinjau dari hubungan nasab, ahli waris
nasabiyah terbagi kepada tiga macam yaitu garis kebawah, keatas dan kesamping.

1) Furu‟ Al-Mayit yaitu keturunan dari orang yang meninggal, garis lurus kebawah.
 Anak laki-laki dan anak perempuan. Allah SWT menjelaskan dalam firman-
Nya Q S An-Nisaa‟ (4) : 11.
‫صي ُك ُم هَّللا ُ فِي أَوْ اَل ِد ُك ْم ۖ لِل َّذ َك ِر ِم ْث ُل َحظِّ اأْل ُ ْنثَيَ ْي ِن‬
ِ ‫ۚ يُو‬....
Artinya: “Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk)
anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian
dua orang anak perempuan
 anak laki-laki yaitu cucu laki-laki sampai kebawah Karena lafaz auladukum
dalam Q S An-Nisaa (4) : 11 diatas dapat dijadikan dalil bagi ahli waris ini.
 Anak perempuan dari anak laki-laki yaitu cucu perempuan
2) Ushul al-Mayit yaitu orang-orang yang melahirkan orang yang meninggal dunia atau
keturunan garis keatas, maka ahli warisnya adalah:
 Ayah dan Ibu
 Datuk, atau kita sebut kakek shahih Yaitu ayah dari ayah, diatasnya ayah dari
ayah lagi seterusnya sampai keatas tanpa diselingi perempuan. Jika ada
campuran perempuan maka ahli waris dinamakan kakek ghairu shahih.
Kedudukan kakek shahih ini disebut sebagai ahli waris karena diterangkan
“Dari Sulaiman bin Yasar, bahwa dia berkata: Umar bin Khathab menetapka
bagian kakek seperenam.
 Nenek Shahihah, hubungan nasabnya tanpa diselingi oleh kakek. Kedudukan
nenek ini sebagai ahli waris diterangkan oleh hadits Rasul SAW : Dari Ibnu
Buraidah dari Bapaknya bahwa Nabi SAW menetapkan bagi nenek seperenam
harta warisan jika tidak bersama dangan ibu.
3) Al-Hawasyi
Hubungan nasab antara orang yang meninggal dunia dengan mereka itu adalah
hubungan nasab ke arah menyamping. Al-Hawasyi diantaranya adalah saudara,
paman beserta anak mereka masing-masing. (Mistanun, 2019 Via a Vis konsep ahli
waris beserta hak-haknya dalam Islam dan kitab hukum perdata, Hal 101-104)

C. Pembagian waris Sababiyah dan Nasabiyah


1. Ahli Waris Sababiyah

Ahli waris sababiyah semuanya menerima bagian furudl al-muqaddarah sebagai berikut:

a) Suami, menerima: ½ bila tidak ada anak atau cucu, dan ¼ bila ada anak atau cucu.
b) IstriIstri menerima bagian: ¼ bila tidak ada anak atau cucu, dan 1/8 bila ada anak
atau cucu.

2. Ahli Waris Nasabiyah

Bagian warisan ahli waris nasabiyah dibagi menjadi dua. Pertama, ashhab al-furudl al-
muqaddarah, yaitu penerima bagian tertentu yang telah ditentukan alQur‟an dan pada
umunya perempuan. Kedua, ashhab al-‘ushubah, yaitu ahli waris yang menerima bagian sisa
setelah diambil oleh ashhab al-furudl al-muqaddarah dan pada umumnya ahli waris penerima
sisa ini laki-laki. BagianBagian warisan ashhab al-furudl al-muqaddarah akan dikemukakan
menurut urutan pasal-pasal yang ada dalam kompilasi sebagai berikut:

a) Anak perempuan, menerima bagian: ½ bila hanya seorang, 2/3 bila dua orang atau
lebih, dan sisa, bersama-sama anak laki-laki, dengan ketentuan ia menerima separuh
bagian anak laki-laki.
b) Ayah, menerima bagian: Sisa, bila tidak ada far’u waris (anak atau cucu), 1/6 bila
bersama anak laki-laki (dan atau anak perempuan), 1/6 tambah sisa, jika bersama anak
perempuan saja, dan 2/3 sisa dalam masalah gharrawain (ahli warisnya terdiri dari
suami/istri, ibu dan ayah).
c) Ibu, menerima bagian: 1/6 bila ada anak atau dua orang saudara lebih, 1/3 bila tidak
ada anak atau saudara dua orang lebih dan atau bersama satu orang saudara saja, dan
1/3 sisa dalam masalah gharrawain.
d) Saudara perempuan seibu, menerima bagian: 1/6 satu orang tidak bersama anak dan
ayah dan 1/3 dua orang atau lebih, tidak bersama anak dan ayah.
e) Saudara perempuan sekandung, menerima bagian: ½ satu orang, tidak ada anak dan
ayah, 2/3 dua orang atau lebih, tidak bersama anak dan ayah, sisa bersama saudara
laki-laki sekandung, dengan ketentuan ia menerima separuh bagian laki-laki
(„ashabah bi alghair), dan sisa, karena ada anak atau cucu perempuan garis laki-laki
(‘ashabah ma’a al-ghair).
f) Saudara perempuan seayah, menerima bagian: ½ satu orang, tidak ada anak dan ayah,
2/3 dua atau lebih, tidak ada anak dan ayah, sisa bersama saudara lakilaki seayah
dengan ketentuan separuh dari bagian saudara laki-laki seayah, 1/6 bersama satu
saudara perempuan sekandung, sebagai pelengkap 2/3 (al-tsulutsain), dan sisa
(‘ashabah ma’a al-ghair) karena ada anak atau cucu perempuan garis laki-laki.
g) Kakek dari garis ayah, menerima bagian: 1/6 bila bersama anak atau cucu, sisa bila
tidak ada anak atau cucu, 1/6+sisa, hanya bersama anak atau cucu perempuan, 1/3
(muqasamah) dalam keadaan bersama saudara-saudara sekandung atau seayah, jika
ini pilihan yang menguntungkan, dan 1/6 atau 1/3 x sisa atau muqasamah sisa
bersama saudara-saudara sekandung/seayah dan ahli waris lain, dengan ketentuan
dipilih bagian yang paling menguntungkan.
h) Nenek, menerima bagian 1/6 baik seorang atau lebih.
i) Cucu perempuan garis laki-laki menerima bagian: ½ jika satu orang dan tidak ada
mu’ashshib (penyebab menerima sisa), 2/3 jika dua orang atau lebih, 1/6 bersama satu
anak perempuan (sebagai penyempurna 2/3), dan sisa (‘ashabah bi al-ghair) bersama
cucu laki-laki garis laki-laki. (Bab II, Tinjauan umum tentang waris dan pembagian
Harta waris, Hal 33)

Referensi:
Abizar, Khotim, 2019, Jurnal Bagian waris bagi hemaprodite menurut imam Abu Hanifah
dan Imam Ali-Ashobumi

Dr. H. M Athoilah, M.Ag Fiqh Waris Metode kebagian waris praktis, Bandung 2018, Utama
Widya

Mistanun, 2019 Via a Vis konsep ahli waris beserta hak-haknya dalam Islam dan kitab
hukum perdata, Jurnal

Jurnal Bab II, Tinjauan umum tentang waris dan pembagian Harta waris

Anda mungkin juga menyukai