Anda di halaman 1dari 15

BAB 11

MAWARIS

Manusia hidup di dunia hanya sementara. Suatu saat, tanpa diduga, manusia
dapat meninggal kapan saja. Ketika manusia meninggal dunia, ada harta
maupun tanggungan yang ditinggalkan. Berpindahnya hak dan kewajiban atas
segala harta maupun tanggungan dari orang yang meninggal dunia kepada
keluarganya yang masih hidup disebut warisan. Sedangkan yang dimaksud harta
waris adalah sisa dari kekayaan orang yang meninggal setelah dikurangi untuk
beberapa hal berikut :

1. Membiayai pengurusan jenazah, mulai dari pembelian kain kafan sampai


dengan pemakamannya.
2. Menzakati harta yang ditinggalkan jenazah.
3. Melunasi hutang-hutang jenazah.
4. Memenuhi wasiat jenazah, apabila ia berwasiat yang besarnya tidak lebih
dari sepertiga dari harta yang ditinggalkannya.

11.1 Ketentuan Mawaris

Hal-hal yang berkaitan dengan waris dan warisan disebut dengan


mawaris. Sedangkan ilmu yang mempelajari mawaris disebut Ilmu Faraidh.
Adapun hukum mempelajari Ilmu Faraidh adalah sangat dianjurkan oleh Nabi
Muhammad saw. Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw bersabda:

Yang artinya :

Pelajarilah ilmu Faraidh (ilmu pembagian harta waris) dan ajarkan dia kepada
manusia, sebab dialah separuh ilmu dan dia mudah dilupakan orang, dan dia
sesuatu yang akan dicabut pertama kali dari umatnya. (HR. Ibnu Majah dan
Daruquthni)

Hukum mawaris islam bersumber kepada Al-Quran dan hadis. Beberapa ayat AL-
Quran yang membahas tentang hukum mawaris antara lain:

1. Surah An-Nisa (4) ayat 7


2. Surah An-Nisa (4) ayat 11
3. Surah An-Nisa (4) ayat 12
4. Surah An-Nisa (4) ayat 176

Berdasarkan ayat-ayat di atas, pembagian ahli waris dapat diklasifikasikan


sebagai berikut:
1. Bagian seorang anak laki-laki adalah dua kali bagian anak perempuan. (QS. An-
Nisa/4:11)
2. Ahli waris yang mendapat bagian setengah (1/2)
a. Anak perempuan tunggal, bila tidak ada anak laki-laki.
b. Cucu perempuan tunggal (dari anak laki-laki), bila tidak ada cucu
laki-laki.
c. Saudara perempuan tunggal sekandung atau sebapak saja bila tidak
ada yang sekandung.
d. Suami, bila istrinya tidak meninggalkan anak atau cucu baik laki-laki
maupun perempuan.

3. Ahli waris yang mendapat bagian seperempat (1/4)


a. Suami, jika istrinyayang meninggal mempunyai anak atau cucu baik
laki-laki maupun perempuan.
b. Istri, seorang ataupun lebih, jika suaminya yang meninggal tidak
memiliki anak atau cucu.
4. Ahli waris yang mendapat bagian seperdelapan (1/8)
Istri, seorang atau lebih, bila suami yang meninggal memiliki anak atau
cucu.
5. Ahli waris yang mendapat bagian dua pertiga (2/3)
a. Dua orang anak perempuan atau lebih, apabila tidak ada anak laki-
laki.
b. Dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki, bila anak
perempuan tidak ada.
c. Dua orang saudara perempuan atau lebih yang seibu sebapak.
d. Dua orang saudara perempuan atau lebih yang sebapak.
6. Ahli waris yang mendapat bagian sepertiga (1/3)
a. Ibu mendapat sepertiga, bila yang meninggal tidak meninggalkan
anak atau cucu atau saudara baik yang sekandung maupun yang
sebapak atau seibu saja.
b. Dua orang saudara atau lebih yang seibu, baik laki-laki maupun
perempuan.
7. Ahli waris yang mendapat bagian seperenam (1/6)
a. Ibu, apabila anaknya yang meninggal mempunyai anak atau cucu
atau saudara.
b. Bapak, apabila anaknya yang meninggal mempunyai anak atau
cucu atau saudara.
c. Nenek, apabila ibu sudah tidak ada.
Hal ini sesuai dengan hadis Nabi Muhammad saw yang artinya
sebagai berikut :
Dari Ibnu Buraidah, dari ayahnya ra., bahwa Nabi saw menetapkan
bagian sepernam untuk nenek bila dibawahnya tidak ada ibu (ibu si
jenazah). (HR. Abu Dawud dan Nasai)
d. Cucu perempuan dari anak laki-laki, seorang atau lebih, apabila ada
seorang anak perempuan.
Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Muhammad saw. yang artinya
sebagai berikut :
Dari Ibnu Masud ra. tentang (bagian warisan) anak perempuan,
cucu perempuan, dan saudara perempuan-Nabi SAW menetapkan :
untuk anak perempuan setengan, cucu perempuan seperenam-
sebagai penyempurna dua pertiga-dan selebihnya adalah milik
saudara perempuan. (HR Bukhori).
e. Kakek, apabila ada anak atau cucu laki-laki, sedangkan bapak
sudah tidak ada.
f. Seorang saudara yang seibu baik laki-laki maupun perempuan.
g. Saudara perempuan yang sebapak, seorang atau lebih, apabila ada
saudara perempuan sekandung, tetapi apabila saudara
sekandungnya lebih dari seorang, maka saudara-saudara
perempuan sebapak terhalang (tidak dapat warisan).

11.2 Harta Benda Sebelum Diwaris

Apabila seseorang telah meninggal dunia, ada beberapa kewajiban yang harus
diselesaikan sebelum hartanya dibagikan kepada ahli waris, yaitu :

1. Membayar hutangnya, apabila yang meninggal itu mempunyai hutang,


pembayaran hutang ini diambil dari hartanya sendiri. Hal tersebut
bertujuan supaya orang yang meninggal itu tidak mempunyai
persangkutan lagi dengan orang lain sehingga bersih hubungannya
dengan manusia, untuk selanjutnya menghadap Allah Swt.
2. Membayar zakatnya, apabila sudah cukup waktunya untuk dikeluarkan.
Hal ini karena pada harta seseorang itu tersimpan hak fakir miskin.
3. Membayar keperluan pengurusan jenazah, seperti pembelian kain kafan,
upah menggali kuburan, dan lain sebagainya.
4. Membayar wasiatnya bila yang meninggal itu berwasiat. Dalam hal ini,
seseorang boleh berwasiat paling banyak sepertiga dari hartanya.
Hadits Nabi Muhammad saw. yang artinya :
Dari Ibnu Abbas beliau berkata, Alangkah baiknya bila manusia
mengurangi wasiat mereka, dari sepertiga, seperempat, maka
sesungguhnya Rasulullah saw telah bersabda, wasiat itu sepertiga,
sedangkan sepertiga itu sudah banyak. (HR. Bukhari Muslim)

11.3 Ahli Waris

Ahli waris adalah orang-orang yang akan mendapat warisan (harta peninggalan)
dari seseorang yang telah meninggal dunia. Dasar kewarisan dalam ajaran islam
dibagi menjadi empat, yaitu : hubungan darah (kekerabatan), perkawinan,
persaudaraan karena memerdekakan budak, dan agama.

1. Hubungan darah (kekerabatan), baik hubungan darah keatas, seperti


bapak, kakek, dan seterusnya, maupun bhubungan darah kebawah,
seperti anak, cucu, dan seterusnya. Demikian pula hubungan darah
kesamping, seperti saudara, paman, dan sebagainya.
2. Hubungan perkawinan, yaitu suami dan istri.
3. Hubungan karena memerdekakan hamba sahaya (budak).
4. Hubungan seagama, apabila yang meninggal tidak mempunyai ahli waris
maka harta peninggalannya akan diberikan kepada baitul mal (kas umat
islam). Dalam hal ini Nabi saw sebagai ahli waris akan menerima harta
waris dari orang yang tidak mempunyai ahli waris. Harta tersebut bukan
digunakan untuk kepentingan pribadinya, tetapi untuk dimasukkan ke
baitul mal dan digunakan untuk kepentingan umat islam.
Orang yang berlainan agama tidak bisa saling mewarisi. Hal ini sesuai
dengan hadi Nabi Muhammad saw berikut.
Dari Abdullah Ibnu Umar ra. bahwa Rasulullah saw bersabda: tidak bisa
saling mewarisi orang yang berlainan agama. (HR. Ahmad, Imam Empat,
dan Tirmidzi)

Seorang ahli waris bisa gugur haknya menjadi ahli waris karena beberapa
hal berikut:
1. Membunuh, seorang pembunuh tidak berhak mendapat warisan dari orang
yang dibunuhnya. Dari Umar Ibnu Syuaib, dari ayahnya, dari kakenya
bahwa Rasulullah saw bersabda:
yang artinya :
pembunuh tidak mendapat warisan apapun dari yang dibunuh. (HR. An-
Nasai)
2. Murtad, seseorang yang murtad (keluar dari agama islam) gugur haknya
sebagai ahli waris dari keluarganya yang muslim, demikian pula
sebaliknya. Hal ini dijelaskan dalam hadis Nabi Muhammad saw berikut.
Dari Usamah bin Zaid ra, berkata Nabi Muhammad saw bersabda, Orang
muslim tidak boleh mewarisi orang kafir, dan orang kafir tidak boleh
mewarisi orang muslim. (HR. Muslim)
3. Hamba sahaya, seorang hamba sahaya tidak berhak menerima, maka
bagiannya akan menjadi milik tuannya.
4. Meninggal secara bersamaan dalam satu waktu, sehingga tidak diketahui
siapa di antara mereka itu yang lebih dulu meninggal dunia.

Berikut ini adalah orang-orang yang termasuk ahli waris.


1. Ahli waris laki-laki
Ahli waris laki-laki ada 15 orang, yaitu :
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki (anak laki-laki dari anak laki-laki) dan seterusnya
kebawah.
c. Bapak
d. Kakek (bapak dari bapak) dan seterusnya ke atas.
e. Saudara laki-laki kandung
f. Saudara laki-laki sebapak
g. Saudara laki-laki seibu
h. Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung
i. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak
j. Paman yang sekandung dengan bapak
k. Paman yang sebapak dengan bapak
l. Anak laki-laki paman yang sekandung dengan bapak
m. Anak laki-laki paman yang sebapak dengan bapak
n. Suami
o. Laki-laki yang memerdekakan budak (hamba)

Apabila lima belas ahli waris yang diatas masih hidup, maka yang
mendapat bagian dari harta warisan adalah sebagai berikut.
a. Anak laki-laki
b. Suami
c. Bapak

2. Ahli waris perempuan


Ahli waris perempuan ada 10 orang, yaitu:
a. Anak perempuan
b. Cucu perempuan (anak perempuan dari anak laki-laki) dan seterusnya
ke bawah
c. Ibu
d. Nenek (ibu dari ibu) dan seterusnya ke atas
e. Nenek (ibu dari bapak) dan seterusnya ke atas
f. Saudara perempuan kandung
g. Saudara perempuan sebapak
h. Saudara perempuan seibu
i. Istri
j. Perempuan yang memerdekakan budak

Apabila sepuluh ahli waris di atas masih hidup, maka yang mendapat
bagian warisan adalah sebagai berikut:

a. Ibu
b. Anak perempuan
c. Cucu perempuan dari anak laki-laki
d. Saudara perempuan kandung
e. Istri

Apabila semua ahli waris laki-laki dan perempuan yang berjumlah dua
puluh lima orang itu masih hidup, maka yang mendapat bagian dari harta
warisan adalah sebagai berikut:

1. Suami atau istri


2. Ibu
3. Bapak
4. Anak laki-laki
5. Anak perempuan

Ditinjau dari segi ketentuan perolehan bagian dari harta warisan, ahli waris
dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu Zawil Furudh dan Ashabah.

1. Zawil Furudh adalah ahli waris yang perolehan harta warisannya telah
ditetapkan dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi, yang termasuk zawil furudh
adalah mereka yang mendapat bagian sebagai berikut:
a. Setengah (1/2)
b. Seperempat (1/4)
c. Seperdelapan (1/8)
d. Sepertiga (1/3)
e. Seperenam (1/6)
f. Dua pertiga (2/3)

Orang-orang yang mendapat bagian zawil furudh ini telah dijelaskan


sebelumnya pada awal bab ini.
2. Ashabah adalah ahli waris yang akan mendapat semua harta atau semua
sisa setelah dibagi menurut ketentuan zawil furudh. Ashabah dibagi
menjadi tiga golongan, yaitu : ashabah binafsihi, ashabah bilghair, dan
ashabah maalghair.
a. Ashabah binafsihi, yaitu ahli waris yang menjadi ashabah dengan
sendirinya, bukan karena ditarik oleh zawil furudh. Ashabah binafsihi
terdiri dari 13 orang, semuanya laki-laki, dengan urutan sebagai
berikut:
1) Anak laki-laki
2) Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah
3) Bapak
4) Kakek (bapak dari bapak) dan seterusnya ke atas
5) Saudara laki-laki kandung
6) Saudara laki-laki sebapak
7) Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
8) Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak
9) Paman kandung
10) Paman yang sebapak dengan bapak
11) Anak laki-laki paman kandung
12) Anak laki-laki paman yang sebapak dengan bapak
13) Laki-laki yang memerdekakan si pewaris ketika masih menjadi
budak

Apabila semua ahli waris yang termasuk ashabah binafsihi masih


hidup, maka tidak semua dari mereka berhak mendapat warisan.
Hanya ahli waris yang mempunyai hubungan terdekat dengan si
pewaris (sesuai urutan di atas) yang mendapat bagian harta warisan.

b. Ashabah bilghaur, yaitu ahli waris perempuan yang menjadi ashabah


karena orang lain. Ashabah bilghair terdiri dari 4 orang, semuanya
perempuan, dengan urutan sebagai berikut:
1) Anak perempuan ikut menjadi ashabah, karena ditarik anak laki-laki
2) Cucu perempuan ikut menjadi ashabah, karena ditarik cucu laki-laki
3) Saudara perempuan sekandung ikut menjadi ashabah, karena
ditarik saudara laki-laki kandung
4) Saudara perempuan sebapak ikut menjadi ashabah, karena ditarik
saudara laki-laki yang sebapak

Ashabah maalghair, yaitu ashabah yang disebabkan bersama-sama


dengan ahli waris lain. Ashabah maalghair terdiri dari 2 orang, dengan
urutan sebagai berikut :

1) Saudara perempuan kandung seorang atau lebih, jika bersama anak


perempuan (seorang atau lebih) atau bersama cucu perempuan
seorang atau lebih, maka yang menjadi ashabah adalah saudara
perempuan kandung.
2) Saudara perempuan sebapak (seorang atau lebih) jika bersama
anak perempuan (seorang atau lebih) atau bersama cucu
perempuan (seorang atau lebih), maka yang menjadi ashabah
adalah saudara perempuan sebapak.
11.4 Hijab

Hijab adalah tabir atau penghalang bagi ahli waris untuk menerima harta
warisan karena ada ahli waris yang lebih dekat atau yang lebih berhak. Hijab
dibagi menjadi dua macam, yaitu: hijab nuqsan dan hijab hirman.

1. Hijab nuqsan adalah hijab yang dapat mengurangi bagian dari harta
warisan bagi ahli waris tertentu karena bersama-sama dengan ahli waris
lain tertentu pula. Misalnya, si pewaris hanya meninggalkan ahli waris istri
dan ahli waris lain, tetapi tidak meninggalkan anak/cucu, maka bersarnya
bagian harta waris istri adalah dari harta warisan. Meskipun demikian,
apabila pewaris juga meninggalkan anak/cucu, maka bagian istri berubah
menjadi 1/8 dari harta waris. Dalam hal ini anak/cucu menjadi hijab
nuqsan bagi istri.
2. Hijab hirman adalah hijab yang menyebabkan ahli waris kehilangan
haknya atas harta waris karena terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat
atau lebih berhak. Berikut ini adalah beberapa contoh hijab hirman.
a. Cucu laki-laki tidak berhak menerima karena adanya anak laki-laki
b. Kakek tidak berhak menerima karena adanya bapak
c. Nenek tidak berhak menerima karena adanya ibu
d. Saudara seibu sebapak tidak berhak menerima selama ada anak laki-
laki dan bapak
e. Saudara laki-laki/perempuan sebapak tidak berhak menerima apabila
ada anak laki-laki, cucu laki-laki, bapak, saudara laki-laki sekandung,
dan saudara perempuan sekandung jika berashabah bersama-sama
dengan anak perempuan (cucu perempuan)

11.5 Perhitungan warisan

Setelah mengeluarkan segala biaya, hutang, dan wasiat dari harta waris, barulah
warisan dibagikan dengan menentukan beberapa hal berikut.

1. Ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan


2. Zawil furudh dan ashabah
3. Ahli waris yang terhalang kaerna hijab nuqsan
4. Ahli waris yang terhalang karena hijab hirman
5. Ahli waris terdiri dari zawil furudh saja, atau ashabah saja, atau zawil
furudh dan ashabah

Jika ahli waris terdiri dari zawil furudh saja atau ashabah saja, maka harta
warisan dibagikan kepada mereka sesuai dengan yang telah ditentukan
syariat.

Namun, jika ternyata ahli waris terdiri dari zawil furudh dan ashabah maka
harta warisan pertama dibagikan kepada zawil furudh dan sisanya baru
diberikan kepada ashabah sesuai ketentuan syariat.
Dalam menentukan pembagian harta warisan, seseorang dapat meminta
bantuan dari pejabat yang berwenang dalam hal ini Mahkamah Syariah atau
Pengadilan Agama.

Contoh penghitungan harta waris adalah sebagai berikut.

Contoh soal 11.1

Seseoang meninggal dunia dan meninggalkan harta waris senilai


Rp.100.000.000,-00. Biaya pengurusan jenazah sebesar Rp.300.000,-00.
Pembayaran hutang sebesar Rp.200.000,-00. Dan wasiat sebanyak
Rp.1.000.000,-00. Ahli waris terdiri dari : Istri, ibu, dua anak perempuan
sekandung, seorang anak laki-laki, nenek, seorang saudara perempuan
sekandung, dan seorang paman(saudara laki-laki ayah). Berapa bagian
masing-masing?

Cara penghitungan

a. Jumlah harta = Rp.100.000.000,-00


b. Harta yang dikeluarkan :
Zakat 2,5% dari warisan
2,5
100.000 .000,00=Rp .2.500 .000,00
100

Pengurusan jenazah = Rp. 300.000,00

Pembayaran hutang = Rp. 200.000,00

Wasiat = Rp. 1.000.000,00+

Jumlah yang dikeluarkan = Rp. 4.000.000,00

c. Sisa setelah dikeluarkan


= Rp. 100.000.000,00 Rp. 4.000.000,00
= Rp. 96.000.000,00
d. Ahli waris yang terhalang oleh hijab hirman adalah nenek (terhalang ibu),
saudara perempuan dan paman terhalang oleh anak.
e. Ahli waris yang segalanya berkurang karena hijab nuqsan adalah istri yang
semula menjadi 1/8 dan ibu yang semula 1/3 menjadi 1/6 (semula
terhalang karena ada anak). Anak sebagai ashabah.
f. Cara penghitungan harta warisan :
Bagian istri (1/8 bagian)
1
Rp . 96.000.000,00=Rp .12.000 .000,00
8
Bagian ibu (1/6 bagian)
1
Rp . 96.000 .000,00=Rp .16.000 .000,00 +
6
Jumlah bagian mereka = Rp. 28.000.000,00
Harta yang tersisa = Rp. 68.000.000,00
Ahli waris yang tersisa adalah satu anak laki-laki dan dua anak
perempuan.
Bagian anak laki-laki = 2 x bagian anak perempuan
1 anak laki-laki x 2 bagian = 2 bagian
2 anak perempuan x 1 = 2 bagian +
Bagian selurunya = 4 bagian
Jadi :
2
Bagian 1 anak laki-laki =
Rp .68.000 .000,00
4
= Rp. 34.000.000,00
1
Bagian 1 anak perempuan =
Rp .68.000 .000,00
4
= Rp. 17.000.000,00

Contoh soal 11.2


Seseorang wafat dan mewariskan harta sebesar Rp. 27.000.000,00.
Ahli warisnya ada 4 orang, yang terdiri dari 2 anak laki-laki dan 2
anak perempuan. Biaya yang harus dikeluarkan adalah sebagai
berikut :
a. Biaya rumah sakit = Rp. 750.000,00
b. Biaya pengurusan jenazah = Rp. 150.000,00
c. Hutang yang harus dibayar (tidak ada) = Rp. 0,00
d. Zakat yang harus dikeluarkan = Rp. 100.000,00
e. Wasiat untuk sebuah madrasah = Rp. 2.000.000,00 +
Jumlah = Rp. 3.000.000,00
Berapa bagian masing-masing ahli waris?
Cara perhitungan
Sisa harta = Rp.27.000.000,00 Rp. 3.000.000,00
= Rp. 24.000.000,00
2 anak laki-laki x 2 bagian = 4 bagian
2 anak perempuan x 1 bagian = 2 bagian +
Bagian seluruhnya = 6 bagian
Bagian anak laki-laki
4
Rp.24 .000.000,00=Rp.16 .000 .000,00
6

Setiap anak laki-laki mendapat bagian Rp. 8.000.000,00.


Bagian anak perempuan mendapat bagian Rp. 4.000.000,00
2
Rp .24 .000 .000,00=Rp .8.000 .000,00
6

Setiap anak perempuan mendapat bagian Rp. 4.000.000,00.

Dalam pembagian harta waris kadang ada perhitungan yang tidak habis atau
bahkan berkurang setelah bagian-bagian yang ada diberikan. Hal-hal yang
demikian memerlukan hitungan tersendiri, misalnya Al-Rd, Al-Aul, dan Al-
Gharawain.
1. Al-Rd, yaitu pembagian harta waris yang memiliki sisa warisan yang
diberikan kepada ahli waris yang sedarah.

Contoh soal 11.3

Seorang pewaris meninggalkan harta sebidang tanah (yang siap


untuk dibagikan) kepada ahli waris yang terdiri dari istri, ibu, dan 2
anak perempuan. Beberapa bagian yang diperoleh masing-masing
ahli waris?

Cara perhitungan

Bagian istri = 1/8 bagian

Bagian ibu = 1/6 bagian

Bagian anak perempuan = 2/3 bagian

Untuk memudahkan pembagian, dicari KPK dari pembagi, yakni 8,


6, dan 3, maka didapatkan angka 24.

Jadi, pembagian masing-masing adalah:

Bagian istri = 1/8 bagian x 24 = 3 bagian

Bagian ibu = 1/6 bagian x 24 = 4 bagian

Bagian anak perempuan = 2/3 bagian x 24 = 16 bagian +

Jumlah = 23/24 bagian x 24 = 23


bagian

Masih tersisa = 1 23/24 = 1/24 bagian

Bagian sisa tersebut dibagi untuk ibu dan anak karena adanya pertalian darah
dengan yang mewariskan harta. Sedangkan istri tidak. Cara pembagiannya
adalah:

Bagian ibu : bagian 2 anak perempuan = 4 : 16

=1:4

Jumlah angka perbandingan = 1 + 4 = 5

1 1 1
Jadi, bagian ibu =
= bagian
5 24 120

4 1 4 1
Bagian dua anak perempuan =
= = bagian
5 24 120 30

2. Al-Aul, terjadi jumlah bagian zawil furudh melebihi jumlah pokok


masalahnya. Dalam hal ini angka bagian masing-masing ahli waris tetap
seperti semula, hanya pokok masalahnya berubah, yakni menurut
jumlah bagian-bagian tersebut. Hal ini berarto bagian masing-masing
menjadi lebih kecil dari semula.

Contoh soal 11.4


Seseorang meninggalkan harta waris senilai Rp. 6.000.000,00.
Ahli waris terdiri dari suami, ibu, seorang saudara perempuan
sekandung, dan seorang saudara perempuan sebapak. Berapa
bagian masing-masing?
Cara penghitungan:
Ketentuan awal
Bagian suami = x Rp. 6.000.000,00 = Rp.
3.000.000,00
Bagian ibu = 1/6 x Rp. 6.000.000,00 = Rp.
1.000.000,00
Bagian saudara perempuan sekandung
= x Rp. 6.000.000,00 = Rp.
3.000.000,00
Bagian saudara perempuan sebapak
= 1/6 x Rp. 6.000.000,00 = Rp. 1.000.000,00
Jumlah = Rp. 8.000.000,00
Harta yang tersedia 6 juta, sehingga ada kekurangan sebesar 2
juta, maka cara penyelesaiannya adalah :
Untuk memudahkan pembagian, di cari KPK dari pembagi, yakni
2 dan 6, maka didapatkan angka 6.
Suami = bagian x 6 = 3 bagian
Ibu = 1/6 bagian x 6 = 1 bagian
Saudara perempuan sekandung =1/2 bagian x 6 =3
bagian
Saudara perempuan sebapak = 1/6 bagian x 6 = 1
bagian
Jumlah = 8 bagian
Jadi, bagian masing-masing adalah:
Suami = 3/8 x Rp. 6.000.000,00
= Rp. 2.250.000,00
Ibu = 1/8 x Rp. 6.000.000,00
= Rp. 750.000,00
Saudara perempuan kandung = 3/8 x Rp. 6.000.000,00
= Rp. 2.250.000,00
Saudara perempuan sebapak = 1/8 x Rp. 6.000.000,00
=Rp. 750.000,00

Sehingga didapatkan bahwa harta warisan terbagi habis. Baik Al-Aul dan Al-
Raad, tujuannya adalah agar harta waris dapat dibagi habis sesuai dengan
ketentuan dan tidak ada ahli waris yang berhak menerima ashabah (sisa).

3. Al-Gharawain, yaitu apabila ahli waris hanya terdiri dari istri atau suami
serta bapak dan ibu. Ini berarti dua masalah yang muncul karena
pembagian warisan untuk bapak dan ibu menyalahi ketentuan umum,
yakni bagian ibu menjadi 1/3 bagian dari sisa warisan dan bapak 2/3 dari
sisa warisan setelah diambil istri (suami). Hal ini berdasarkan asumsi
bahwa laki-laki 2 kali bagian perempuan.
contoh soal 11.5
seorang pewaris (istri) meninggalkan harta warisan berupa
perhiasan emas seberat 300 gram. Ahli waris terdiri dari suami,
ibu, dan bapak. Berapa bagian masing-masing?
Cara perhitungan
Bagian suami = x 300 gram = 150 gram
Ibu dan bapak mendapat ashabah (sisa), yaitu:
= 300 gram 150 gram = 150 gram
Bagian laki-laki adalah dua kali bagian perempuan.
Bapak : ibu =2:1
Jumlahkan angka pembanding, maka didapat angka 3
Bagian bapak = 2/3 X 150 gram = 100 gram
Bagian ibu = 1/3 x 150 gram = 50 gram

11.6 Adat dan Warisan


Adat istiadat adalah tata kelakuan yang kekal dan turun-menurun dari satu
generasi ke generasi lain sebagai warisan, sehingga kuat integritasinya dengan
pola perilaku masyarakatnya. Oleh sebagian orang, adat istiadat dianggap
memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Padahal, kadangkala ada adat istiadat
yang bertentangan dengan hukum agama.
Dalam ajaran islam, apabila adat istiadat disuatu tempat bertentangan
dengan agama maka yang wajib diikuti adalah agama. Hal ini karena kebenaran
agama bersifat mutlak dan universal, sedangkan adat istiadat tidak bersifat
demikian. Misalnya, adat istiadat yang cocok untuk daerah timur belum tentu
cocok untuk daerah barat, demikian pula sebaliknya. Dalam hal hukum waris,
ada beberapa adat istiadat yang tidak sesuai dengan ajaran islam. Misalnya,
masyarakat Minangkabau lebih mengutamakan ahli waris bagi anak perempuan
daripada anak laki-laki. Padahal, dalam ajaran islam bagian seorang anak laki-
laki adalah dua kali bagian seorang anak perempuan. Oleh karena itu, apabila
terdapat perbedaan maka yang dipakai adalah hukum waris islam, karena tidak
ada yang paling adil selain hukum Allah.
Pada awal permulaan islam diturunkan, masyarakat Arab Romawi dan
Yahudi telah memiliki hukum waris. Hukum waris ini berlaku secara turun-
temurun dan merupakan tradisi warisan dari nenek moyang mereka. Barangkali
menurut ukuran adat masyarakat jahiliyah dulu, hukum waris tersebut sudah
cocok untuk diterapkan. Namun untuk kehidupan masyarakat islam, hukum waris
tersebut banyak yang bertentangan dengan hukum islam. Ada dua prinsip yang
menjadi pedoman dalam pembagian harta waris bagi masyarakat jahiliyah, yaitu
sebagai berikut:
1. Anak-anak yang belum dewasa dan perempuan tidak berhak mendapat
harta waris, meskipun yang meninggal itu bapaknya atau ibunya.
2. Seorang istri dari yang meninggal dianggap sebagai harta waris dan dapat
diwariskan kepada ahli waris selanjutnya, meskipun yang akan menerima
warisan itu adalah anak yang meninggal.
Di indonesia, masih ada adat yang membagi harta waris berdasarkan
tradisi masyarakat setempat. Misalnya, dalam membagi harta waris lebih
mengutamakan anak bungsu dari anak yang lain, atau menganggap anak
perempuan tidak berhak mendapat harta warisan. Ajaran islam datang dengan
ajaran yang sempurna dan telah memuat ajaran tentang pembagian harta waris.
Pembagian warisan menurut ajaran islam sudah tidak perlu diragukan lagi
keadilannya, sebab pembagiannya dilakukan berdasarkan Al-Quran dan Hadis
Nabi. Oleh karena itu, kita tidak perlu lagi mencari-cari hukum diluar hukum
islam. Hukum waris islam memberikan keseimbangan antara hak individu dan
hak keluarga.
Ajaran islam telah mengakui keberadaan kaum wanita sebagai ahli waris
meskipun berbeda bagian dengan laki-laki. Demikian pula anak yang belum
dewasa tetap dianggap sebagai sebagai ahli waris, meskipun ditangguhkan
pemberiannya sampai ia dewasa. Islam tidak memandang perbedaan bagian
anak tertua dengan anak bungsu, tetapi menganggap sama sehingga bagiannya
pun sama pula.
Dari beberapa keterangan diatas, dapat disimpulkan di atas, dapat
disimpulkan bahwa adat istiadat tidak bisa dijadikan dasar untuk penghitungan
pembagian harta warisan. Yang menjadi acuan adalah hukum waris islam yang
telah ditetapkan oleh Allah melalui Al-Quran dan Hadis.

11.7 Hikmah Mawaris


Berikut ini adalah beberapa hikmah mawaris.
1. Memperoleh harta dari jalan yang baik dan halal.
Dalam ajaran islam kita dituntut agar mencari rezeki dengan jalan yang
baik dan halal, karena rezeki yang diperoleh dengan jalan yang haram,
seperti hasil judi, hasil curian, maupun rampasan akan membawa pada
perbuatan yang haram pula. Firman Allah Swt dalam Surah Al-Baqarah (2)
ayat 188 adalah sebagai berikut:
Yang artinya :
dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang
batil. (QS. Al-Baqarah/2:188)
2. Menjalin persaudaraan berdasarkan keseimbangan antara hak dan
kewajiban.
Dalam pembagian harta waris islam, telah dipertimbangkan berdasarkan
kewajiban, sehingga bagian laki-laki dan perempuan berbeda, karena
pertimbangan kewajiban laki-laki lebih berat dibanding kewajiban
perempuan.
3. Pembagian harta waris islam menghapuskan pembagian harta waris
berdasarkan adat istiadat, karena pembagian harta waris berdasarkan
adat istiadat tidak berlaku universal.
4. Hukum waris islam menentukan orang-orang yang akan menjadi ahli
waris, yaitu berdasarkan hubungan agama, dan memerdekakan budak.
Dengan demikian, akan lebih jelas siapa yang akan menjadi ahli waris.
5. Hukum waris islam memberikan nilai pendidikan, yaitu nilai kekeluargaan,
nilai keadilan, nilai kebersamaan, dan tolong-menolong.

UJI KOMPETENSI
Berilah tanda silang (x) pada jawaban yang paling benar!

1. Ilmu pengetahuan tentang ketentuan cara pembagian harta waris disebut...


a. Faraidh
b. Mawaris
c. Mauruts
d. Waarits
e. Maurits
2. Al-Quran Surah An-Nisa ayat 11 menjelaskan bahwa ...
a. Bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian seorang anak perempuan
b. Bagian seorang anak laki-laki adalah 2x bagian seorang anak perempuan
c. Bagian seorang anak perempuan adalah 2x bagian seorang anak laki-laki
d. Bagian seorang anak perempuan adalah setengah dari jumlah harta
e. Bagian seorang anak laki-laki adalah setengah dari jumlah harta
3. Ahli waris berikut yang mendapat bagian setengah adalah...
a. 2 orang anak perempuan
b. Anak perempuan tunggal
c. Suami bila ada anak atau cucu
d. Istri 1 atau lebih
e. Seorang anak laki-laki tunggal
4. Berikut ini yang bukan merupakan kewajiban yang harus diselesaikan sebelum pembagian
harta waris adalah...
a. Menagih hutangnya
b. Membayar hutangnya
c. Membayar zakatnya
d. Membayar keperluan jenazah
e. Membayar wasiat

5. Berikut ini yang bukan penyebab seseorang mendapat harta waris adalah...
a. Karena hubungan darah
b. Hubungan perkawinan
c. Memerdekakan budak
d. Hubungan agama
e. Karena tetangga dekat
6. Apabila semua ahli waris laki-laki masih hidup, maka yang berhak atas warisan adalah...
a. Anak laki-laki, anak perempuan, dan bapak
b. Bapak, ibu, dan suami
c. Anak laki-laki, bapak, dan ibu
d. Anak laki-laki, suami, dan bapak
e. Anak, ibu, dan bapak
7. Yang dimaksut dengan zawil furudh adalah ...
a. Ahli waris laki-laki
b. Ahli waris perempuan
c. Ahli waris yang mendapat tertentu yang telah ditetapkan dalam Al-Quran dan Hadits
d. Ahli waris yang mendapatkan sisa setelah dibagi menurut ketentuan zawil furudh
e. Ahli waris yang terhalang mendapat warisan
8. Ahli waris yang mendapat sisa setelah dibagi menurut zawil furudh disebut ...
a. Ashabah
b. Zawil furudh
c. Hijab
d. Mahjub
e. Nasab
9. Pernyataan dibawah ini yang tidak tergolong hikmah pembagian harta warisan adalah...
a. Menjauhkan diri dari sifat serakah
b. Mempererat ikatan persaudaraan
c. Menyebabkan keretakan dalam keluarga
d. Mendidik sikap mematuhi ketentuan Allah
e. Menegakkan keadilan dalam keluarga
10. Apabila sepulug ahli waris perempuan masih hidup, maka yang berhak atas warisan adalah...
a. Ibu, nenek, dan saudara perempuan kandung
b. Ibu, anak perempuan cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara perempuan kandung,
dan istri
c. Suami atau istri, ibu, bapak, anak laki-laki, dan anak perempuan
d. Anak laki-laki, suami, dan bapak
e. Ibu, anak perempuan, saudara perempuan seibu, dan saudara perempuan sebapak
11. Ahli waris yang menjadi ashabah dengan sendirinya dan bukan karena ditarik oleh zawil
furudh adalah...
a. Ashabah binafsih
b. Ashabah bilghair
c. Ashabah maalghair
d. Ashabah
e. Hijab
12. Tabir atau penghalang bagi ahli waris untuk menerima harta warisan karena ada ahli waris
yang lebih dekat atau lebih berhak disebut...
a. Al-Rad
b. Al-Aul
c. Al-Gharawain
d. Hijab
e. Ashabah
13. Undang-undang yang mengatur tentang tata cara pembagian warisan adalah...
a. UU No 2 tahun 1989
b. UU No 3 tahun 1989
c. UU No 7 tahun 1989
d. UU No 1 tahun 1974
e. UU No 2 tahun 1974
14. Berikut ini yang tidak dapat menyebabkan seorang pewaris kehilangan haknya karena...
a. Membunuh
b. Murtad
c. Hamba sahaya
d. Berkelahi
e. Sama-sama meninggal dalam 1 waktu
15. Besarnya wasiat tidak boleh lebih dari...
a. Sepertiga
b. Setengah
c. Seperdelapan
d. Seperenam
e. Dua pertiga

Anda mungkin juga menyukai