Anda di halaman 1dari 11

1.

Malaria
a. Definisi
Malaria adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa obligat
intraseluler dari genus Plasmodium penyakit ini secara alami ditularkan
melalui gigitan nyamuk Anopheles betina (Arsin, 2012).

Arsin Arsunan A, 2012. Malaria di Indonesia Tinjauan Aspek Epidemiologi.


Makassar: Masagena Press.

b. Klasifikasi

c. Manifestasi klinis
Gejala pertama pada malaria tidak terlalu spesifik seperti merasa
kurang enak badan, sakit kepala, kelelahan, rasa tidak enak pada perut, dan
nyeri otot yang diikuti dengan demam yang mirip dengan gejala minor pada
penyakit yang disebabkan virus. Meskipun sakit kepala dapat berat pada
malaria, tidak ada kekakuan leher dan fotofobia sehingga kecurigaan
terhadap meningitis dapat disingkirkan. Myalgia dapat nampak menonjol
tetapi biasanya tidak seberat pada demam dengue dan otot tidak mengalami
tenderness sebagaimana leptospirosis atau tipus. Mual, muntah dan hipotensi
ortostatik sangat umum terjadi. Serangan malaria klasik, berupa puncak
demam, menggigil dan kekakuan yang terjadi dengan interval yang teratur,
jarang terjadi dan berkaitan dengan infeksi P.vivax dan P.ovale. Demam
awalnya tidak teratur (pada malaria falcifarum bahkan bisa tidak pernah
teratur). Pada individu nonimun dan anak-anak, suhu seringkali naik
melebihi 40C dengan takikardi disertai delirium. Meskipun kejang demam
dapat terjadi pada malaria, kejang generalized secara spesifik berkaitan
dengan malaria falcifarum dan dapat berkembang menjadi penyakit serebri.
Banyak abnormalitas klinis lain yang muncul pada malaria akut, tetapi
kebanyakan pasien tanpa komplikasi infeksi hanya menonjukan gejala
seperti femam, meriang, anema ringan dan splenomegali. Pada individu non
imun dengan malaria akut, limfa dapat diraba setelah beberapa hari, tetapi
pembesaran limfe ditemukan dengan proporsi yang tinggi dibandingkan
dengan individu yang sehat pada area endemik. Pembesaran ringan pada hati
juga umum terjadi terutama pada anak-anak . Jaundice ringan terajadi pada
orang dewasa, yang dapat berkembang pada pasien dengan malaria
falcifarum yang bahkan tidak mengalami komplikasi. Namun, biasanya akan
kembali normal dalam 1-3 minggu. Malaria tidak berkaitan dengan rash
seperti pada septicemia meningococcal, tipus, demam enterik, exanthem
virus, dan reaksi obat. Perdarahan petekie pada kulit atau membran mukosa
hanya terjadi pada malaria falcifarum yang berat saja.
Diagnosis malaria dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan darah
pasien, baik dengan apusan darah tebal maupun tipis yang menunjukan
adanya plasmodium dalam darah. Selain itu, ada metode dipstik
menggunakan kertas strip kimia sensitif terhadap protein parasit
(PfHRP2)yang dicelupkan ke darah. Namun, penemuan Plasmodium dalam
darah merupakan metode yang dianggap lebih baik.

Marcus B. Malaria: Diagnosis and Treatment. Amerika Serikat: Chelsea House Publisher;
2004. P. 46-7

d. Etiologi
Malaria disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang
biak dalam sel darah manusia yang ditularkan oleh nyamuk malaria
(Anopheles spp.) betina. Malaria telah menjadi salah satu penyakit infeksi
tertua yang memiliki penyebaran cukup luas di daerah beriklim tropis.
Salahsatu upaya pencegahan yang bisa dilakukan pada penyakit infeksi yang
mematikan adalah pemberian vaksin, namun hingga kini belum ditemukan
vaksin yang efektif untuk mencegah infeksi malaria, sehingga vaksinasi
bukanlah sarana pencegahan terbaik untuk saat ini, untuk membuat vaksin
yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya malaria diperlukan
pengetahuan serta penelitian-penelitian mengenai mekanisme imunitas
terhadap malaria.

Safar, R. Parasitologi Kedokteran, Yrama Widya, Bandung. 2010

2. Plasmodium Falciparum
a. Siklus hidup

b. Vektor

c. Morfologi parasit
Parasit ini merupakan species yang berbahaya karena penyakit yang
ditimbulkannya dapat menjadi berat dan menyebabkan kematian.
Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut fase preritrosit saja;
tidak ada fase ekso-eritrosit. Bentuk dini yang dapat dilihat dalam hati adalah
skizon yang berukuran 30 pada hari keempat setelah infeksi.
Jumlah morozoit pada skizon matang (matur) kira-kira 40.000 bentuk cacing
stadium trofosoit muda plasmodium falciparum sangat kecil dan halus
dengan ukuran 1/6 diameter eritrosit. Pada bentuk cincin dapat dilihat dua
butir kromatin; bentuk pinggir (marginal) dan bentuk accole sering
ditemukan. Beberapa bentuk cincin dapat ditemukan dalam satu eritrosit
(infeksi multipel). Walaupun bentuk marginal, accole, cincin dengan
kromatin ganda dan infeksi multiple dapat juga ditemukan dalam eritrosit
yang di infeksi oleh species plasmodium lain pada manisia, kelainan-
kelainan ini lebih sering ditemukan pada Plasmodium Falciparum dan
keadaan ini penting untuk membantu diagnosis species.
Bentuk cincin Plasmodium falciparum kemudian menjadi lebih besar,
berukuran seperempat dan kadang-kadang setengah diameter eitrosit dan
mungkin dapat disangka parasit Plasmodium malariae. Sitoplasmanya dapat
mengandung satu atau dua butir pigmen. Stadium perkembangan siklus
aseksual berikutnya pada umumnya tidak berlangsumg dalam darah tepi,
kecuali pada kasus brat (perniseosa).
Adanya skizon muda dan matang Plasmodium falciparum dalam
sediaan darah tepi berarti keadaan infeksi yang berat sehingga merupakan
indikasi untuk tindakan pengobatan cepat. Bentuk skizon muda Plasmodium
falciparum dapat dikenal dengan mudah oleh adanya satu atau dua butir
pigmen yang menggumpal. Pada species parasit lain pada manusia terdapat
20 atau lebih butir pigmen pada stadium skizon yang lebih tua. Bentuk cincin
da tofozoit tua menghilang dari darah tepi setelah 24 jam dan bertahan
dikapiler alat-alat dalam, seperti otak, jantung, plasenta, usus atau sumsum
tulang; di tempat tempat ini parasit berkembang lebih lanjut.
Dalam waktu 24 jam parasit di dalam kapiler berkembang biak secara
zkisogoni. Bila skison sudah matang, akan mengisi kira-kira 2/3 eritrosit.
Akhirnya membelah-belah dan membentuk 8 24 morozoit, jumlah rata-rata
adalah 16. skizon matang Plasmodium falciparum lebih kecil dari skizon
matang parasit malaria yang lain. Derajat infeksi pada jenis malaria ini lebih
tinggi dari jenis-jenis lainnya, kadang-kadang melebihi 500.000/mm3 darah.
Dalam badan manusia parasit tidak tersebar merata dalam alat-alat dalam dan
jaringan sehingga gejala klinik pada malaria falciparum dapat berbeda-beda.
Sebagian besar kasus berat dan fatal disebabkan oleh karena eritrosit yang
dihinggapi parasit menggumpal dan menyumbat kapiler.
Pada malaria falciparum eritrosit yang diinfeksi tidak membesar
selama stadium perkembangan parasit. Eritrosit yang mengandung trofozoit
tua dan skizon mempunyai titik kasar berwarna merah (titik mauror) tersebar
pada dua per tiga bagian eritrosit. Pembentukan gametosit berlamgsung
dalam alat-alat dalam, tetapi kadang-kadang stadium mudah dapat ditentukan
dalam darah tepi. Gametosis muda mempunyai bentuk agak lonjong,
kemudian menjadi lebih panjang atau berbentuk elips; akhirnya mencapai
bentuk khas seperti sabit atau pisang sebagai gametosis matang. Gametosis
untuk pertama k ali tampak dalam darah tepi setelah beberapa generasi
mengalami skizogoni biasanya kira-kira 10 hari setelah parasit pertama kali
tampak dalam darah. Gametosis betina atau makrogametosis biasanya lebih
langsing dan lebih panjang dari gametosit jantang atau mikrogametosit, dan
sitoplasmanya lebih biru dengan pulasan Romakonowsky. Intinya lebih lebih
kecil dan padat, berwarna merah tua dan butir-butir pigmen tersebar disekitar
inti. Mikrogametozit membentuk lebih lebar dan seperti sosis. Sitoplasmanya
biru, pucat atau agak kemerah-merahan dan intinya berwarna merah mudah,
besar dan tidak padat, butir-butir pign\men disekitan plasma sekitar inti.
Jumlah gametosit pada infeksi Falciparum berbeda-beda, kadang-
kadang sampai 50.000 150.000/mm3 darah, jumlah ini tidak pernah dicapai
oleh species Plasmodium lain pada manusia. Walaupun skizogoni eritrosit
pada Plasmodium falciparum selesai dalam waktu 48 jam dan priodisitasnya
khas terirana, sering kali pada species ini terdapat 2 atau lebih kelompok-
kelokpok parasit, dengan sporolasi yang tidak singkron, sehingga priodesitas
gejala pada penderita menjadi tidak teratur, terutama pada stadium
permulaan serangan malaria.
Siklus seksual Plasmodium falciparum dalam nyamuk sama seperti
pada Plasmodium yang lain. Siklus berlangsung 22 hari pada suhu 20o C, 15
17 hari pada suhu 23o C dan 10 11 hari pada suhu 25o C 28o C.
pigmen pada obkista berwarna agak hitam dan butir butinya relative besar,
membentuk pola pada kista sebagai lingkaran ganda sekitar tepinya, tetapi
dapat tersusun sebagai lingkaran kecil dipusat atau sebagai garis lurus ganda.
Pada hari ke- 8 pigmen tidak tampak kecuali beberapa butir masih dapat
dilihat.

Harold W Brown, 1983, Dasar-dasar parasitologi klinik, Jakarta, PT. Gramedia.

3. Malaria Falciparum
a. Definisi
Plasmodium falciparum adalah protozoa parasit, salah satu
spesies Plasmodium yang menyebabkan penyakit malaria pada manusia.
Malaria falciparum adalah malaria yang disebabkan oleh plasmodium
falciparum.

https://www.cdc.gov/malaria/about/faqs.html di akses 14 mei 2017

b. Epidemiologi
Plasmodium penyebab malaria yang ada di Indonesia terdapat beberapa jenis
yaitu plasmodium falsifarum, plasmodium vivax, plasmodium malariae,
plasmodium ovale dan yang mix atau campuran. Pada tahun 2009 penyebab
malaria yang tertinggi adalah plasmodium vivax (55,8%), kemudian
plasmodium falsifarum, sedangkan plasmodium ovale tidak dilaporkan. Data
ini berbeda dengan data riskesdas 2010, yang mendapatkan 86,4% penyebab
malaria adalah plasmodium falsifarum, dan plasmodium vivax sebanyak
6,9%.

Arsin Arsunan A, 2012. Malaria di Indonesia Tinjauan Aspek Epidemiologi.


Makassar: Masagena Press.
c. Etiologi

Malaria falciparum disebabkan oleh plasmodium jenis palcifarum. Untuk


Plasmodium falciparum menyebabkan suatu komplikasi yang berbahaya,
sehingga disebut juga dengan malaria berat.

https://www.cdc.gov/malaria/about/faqs.html di akses 14 mei 2017

d. Patogenesis

e. Diagnosis

Anamnesis

Menjelaskan perubahan perilaku, penurunan kesadaran dan kondisi yang sangat lemah (prostration).

Pemeriksaan

Demam

Letargis atau tidak sadar

Kejang umum

Asidosis (ditandai dengan timbulnya napas yang dalam dan berat)

Lemah yang sangat, sehingga anak tidak bisa lagi berjalan atau duduk tanpa bantuan

Ikterik

Distres pernapasan, edema paru

Syok

Kecenderungan untuk terjadi perdarahan

Sangat pucat.

Pemeriksaan Laboratorium

anemia berat (hematokrit < 15%; hemoglobin < 5 g/dl)


hipoglikemia (glukosa darah < 2.5 mmol/liter atau < 45 mg/dl).

Pada anak yang mengalami penurunan kesadaran dan/atau kejang, lakukan pemeriksaan glukosa darah.

Selain itu, pada semua anak yang dicurigai malaria berat, lakukan pemeriksaan:

Tetes tebal (dan apusan darah tipis untuk identifikasi spesies)

Hematokrit

Bila dicurigai malaria serebral (misalnya pada anak yang mengalami koma tanpa sebab yang jelas) dan
bila tidak ada kontra-indikasi, lakukan pungsi lumbal untuk menyingkirkan meningitis bakteri
(lihat lampiran A 1.4). Jika meningitis bakteri tidak dapat disingkirkan, beri pula pengobatan untuk hal ini
(lihat bagian 6.5).

Jika hasil temuan klinis mencurigai malaria berat dan hasil asupan darah negatif, ulangi apusan darah.

http://www.ichrc.org/642-malaria-dengan-komplikasi-malaria-berat-diagnosis-dan-
tatalaksana di akses tanggal 14 mei 2017

f. Tatalaksana

Tatalaksana

Tindakan gawat darurat harus dilakukan dalam waktu satu jam pertama:

Bila terdapat hipoglikemia atasi sesuai dengan tatalaksana hipoglikemia

Atasi kejang sesuai dengan tatalaksana kejang

Perbaiki gangguan sirkulasi darah (lihat gangguan pada keseimbangan cairan di bagian
selanjutnya)

Jika anak tidak sadar, pasang pipa nasogastrik dan isap isi lambung secara teratur untuk
mencegah risiko pneumonia aspirasi

Atasi anemia berat (lihat bagian selanjutnya)

Mulai pengobatan dengan obat anti malaria yang efektif (lihat bawah).

Pengobatan Antimalaria

Jika konfirmasi apusan darah untuk malaria membutuhkan waktu lebih dari satu jam, mulai berikan
pengobatan antimalaria sebelum diagnosis dapat dipastikan atau sementara gunakan RDT.

Artesunat intravena. Berikan 2.4 mg/kgBB intravena atau intramuskular, yang diikuti dengan 2.4
mg/kg IV atau IM setelah 12 jam, selanjutnya setiap hari 2.4 mg/kgBB/hari selama minimum 3 hari
sampai anak bisa minum obat anti malaria per oral. Bila artesunat tidak tersedia bisa diberikan
alternatif pengobatan dengan:

Artemeter intramuskular. Berikan 3.2 mg/kg IM pada hari pertama, diikuti dengan 1.6 mg/kg IM
per harinya selama paling sedikit 3 hari hingga anak bisa minum obat. Gunakan semprit 1 ml
untuk memberikan volume suntikan yang kecil.
Kina-dehidroklorida intravena. Berikan dosis awal (20 mg/kgBB) dalam cairan NaCl 0.9% 10
ml/kgBB selama 4 jam. Delapan jam setelah dosis awal, berikan 10 mg/kgBB dalam cairan IV
selama 2 jam dan ulangi tiap 8 jam sampai anak bisa minum obat. Kemudian, berikan dosis oral
untuk menyelesaikan 7 hari pengobatan atau berikan satu dosis SP bila tidak ada resistensi
terhadap SP tersebut. Jika ada resistensi SP, berikan dosis penuh terapi kombinasi
artemisinin. Dosis awal kina diberikan hanya bila ada pengawasan ketat dari perawat terhadap
pemberian infus dan pengaturan tetesan infus. Jika ini tidak memungkinkan, lebih aman untuk
memberi obat kina intramuskular.

Kina intramuskular. Jika obat kina melalui infus tidak dapat diberikan, quinine
dihydrochloride dapat diberikan dalam dosis yang sama melalui suntikan intramuskular. Berikan
garam kina 10 mg/kgBB IM dan ulangi setiap 8 jam. Larutan parenteral harus diencerkan sebelum
digunakan, karena akan lebih mudah untuk diserap dan tidak begitu nyeri.

http://www.ichrc.org/642-malaria-dengan-komplikasi-malaria-berat-diagnosis-dan-
tatalaksana di akses tanggal 14 mei 2017

g. Komplikasi

4. Malaria cerebral
a. Definisi
Malaria serebral merupakan komplikasi malaria yang sering menyebabkan
kematian. World Health Organization (WHO) mendefinisikan malaria
serebral sebagai infeksi Plasmodium falciparum yang disertai penurunan
kesadaran/koma yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari 30
menit setelah serangan kejang dan derajat penurunan kesadaran dinilai
berdasarkan Glasgow Coma Scale (GCS).

Zulkarnain I, Setiawan B, Harijanto PN. Malaria Berat. In: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2014. p. 613-623.

b. Histopatologi

c. Etiologi

d. Tatalaksana
Penanganan pada malaria berat, mencakup : 1. Tindakan umum (suportif dan
simptomatis) Oksigenasi dipertahankan, pemberian antipiretik untuk mencegah
hipertermia, misalnya parasetamol disertai kompres hangat. 2. Pemberian obat
anti malaria Artesunat (2,4mg/kgBB/kali intravena), artemeter
80mg/intramuskular, kina HCl 10mg/kgBB dalam cairan infus Dekstrose 5%
500cc selama 8 jam terus menerus sampai penderita sadar kemudian diganti kina
oral. 3. Pengobatan komplikasi Kejang merupakan komplikasi malaria serebral.
Obat yang dapat digunakan penanganan kejang adalah diazepam, fenitoin,
fenobarbital.1

Harijanto PN. Malaria. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati
S, editors. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2014. p. 595-611.

e. Gejala
Gejala klinis utama malaria serebral adalah penurunan kesadaran, dengan
manifestasi yang paling berat yaitu koma. Sebagian penderita terjadi
gangguan kesadaran yang ringan seperti apati, somnolen, delirium dan
perubahan tingkah laku. Pada anak-anak, koma muncul tiba-tiba dan
seringkali disertai kejang, biasanya terjadi 1-3 hari setelah timbulnya demam.
Koma dapat terjadi setelah rasa lemah atau lesu. Kadang didapatkan
hipertensi intrakranial, perdarahan retina, gejala batang otak (abnormalitas
postur, ukuran dan reaksi pupil, gerakan bola mata dan pola pernafasan
abnormal). Komplikasi sistemik lainnya berupa anemia, hemoglobinuria,
ikterus, asidosis metabolik, gagal ginjal, imbalans elektrolit, hiperpireksia,
hipoglikemia, edema paru dan syok.2,4

2. Zulkarnain I, Setiawan B, Harijanto PN. Malaria Berat. In: Sudoyo AW,


Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Ilmu Penyakit Dalam. 6th
ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2014. p. 613-623.

4. Idro R, Marsh K, John CC, Newton CR. Cerebral Malaria; Mechanisms of Brain
Injury and Strategies For Improved Neuro-Cognitive Outcome. International
Pediatric Research Foundation.2011;68(4):267-274.

f. Prognosis
Malaria serebral biasanya dapat disertai gangguan fungsi organ lain seperti
ikterik, gagal ginjal, hipoglikemia, asidosis metabolik dan edema paru. Bila
terjadi lebih dari 3 komplikasi organ, maka prognosis kematian > 75%.2
Mortalitas malaria serebral sangat tinggi, bila dapat bertahan hidup pasien
memiliki kemungkinan mengalami kerusakan otak dengan manifestasi gangguan
neuro-kognitif jangka panjang.2,4

2. Zulkarnain I, Setiawan B, Harijanto PN. Malaria Berat. In: Sudoyo AW,


Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Ilmu Penyakit Dalam. 6th
ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2014. p. 613-623.

4. Idro R, Marsh K, John CC, Newton CR. Cerebral Malaria; Mechanisms of Brain
Injury and Strategies For Improved Neuro-Cognitive Outcome. International
Pediatric Research Foundation.2011;68(4):267-274.

5. Bagaimana hub malaria falciparum yang diderita oleh laki-laki 29 tahun dengan
keberadaannya di irian jaya selama 1 bulan?

6. Bagaimana respon imun hospes pada kasus malaria?


Antibodi pada tubuh hospes mulai diproduksi oleh sistem imun saat hospes
manusia pertama kali terinfeksi parasit malaria. Antibodi bekerja langsung atau
bekerja sama dengan bagian sitem imun yang lain untuk mengenali molekul antigen
yang terdapat pada permukaan parasit untuk membunuh parasit malaria. 6 Respon
imun dari hospes yang timbul akibat suatu penyakit ditandai dengan adanya reaksi
radang, hal tersebut bergantung pada derajat infeksinya. Saat P. vivax memproduksi
24 merozoit setiap 48 jam akan menghasilkan 4,59 milyard parasit dalam waktu 14
hari, sehingga hospes akan tidak tahan bila organisme terus berbiak tanpa dikontrol.
Pada malaria dapat terjadi perkembangan suatu proteksi imun, terjadinya relaps dan
timbulnya penyakit erat hubungannya dengan rendahnya titer antibodi atau
peningkatan kemampuan parasit melawan antibodi tersebut. Tetapi hal tersebut
bergantung pada perbedaan genetik dari populasi schizont.
Secara alami produksi antibodi berlangsung lambat sehingga individu menjadi
sakit ketika terinfeksi. Namun, imun memiliki memori untuk pembentukan antibodi,
maka respon sistem imun untuk infeksi selanjutnya menjadi lebih cepat. Setelah
paparan infeksi berulang, individu mengembangkan imunitas yang efektif
mengontrol parasitemia yang dapat mengurangi gejala klinis dan komplikasi yang
membahayakan bahkan dapat menimbulkan 7 kematian. Level atau kadar antibodi
juga semakin meningkat dengan adanya setiap paparan infeksi dan menjadi lebih
efektif dalam membunuh parasit. 8

6. Nurwidayati A. Respon Antibodi Terhadap Protein Permukaan Merozoit


Plasmodium Falciparum Dalam Penentuan Transmisi Malaria. Jurnal Vektor
Penyakit. Balai Litbang P2B2 Donggala. Badan Litbang Kesehatan. Vol. IV No. 1
April 2010 : 17-25

8. Drakeley, C.J, PH Corran, P.G. Coleman, J.E Tongren, S.L.R. McDonald, et al.
Estimating Medium and Long Term trendes in Malaria Transmission by Using
Serologycal Markers of Malaria Exposure. PNAS Journal. 2005; 102 (14) : 5108-
5113. Diakses pada tanggal 24 Maret 2014.

Anda mungkin juga menyukai