1. Suami : berhak mendapatkan setengah (1/2) Ashhaabul furuudh yang berhak mendapatkan
dari harta warisan dengan satu syarat : Apabila seperempat (1/4) :
si mayit (yakni istrinya) tidak memiliki
keturunan, baik laki-laki maupun perempuan. 1. Suami : berhak mendapatkan bagian waris
seperempat (1/4) jika istrinya yang meninggal
2. Anak perempuan : berhak mendapatkan memiliki keturunan.
setengah (1/2) harta warisan dengan 2 syarat : 2. Istri : berhak mendapatkan bagian waris
1. Pihak yang mewariskan tidak memiliki seperempat (1/4) jika suaminya yang
anak laki-laki, jadi anak perempuan itu meninggal tidak memiliki keturunan.
tidak memiliki saudara laki-laki.
2. Anak perempuan itu adalah anak tunggal. Catatan : Bagian seperempat (1/4) ini adalah
untuk satu orang istri atau lebih.
3. Cucu perempuan dari anak laki-laki : berhak
mendapatkan setengah (1/2) harta warisan Ashhaabul furuudh yang berhak mendapatkan
dengan 3 syarat : seperdelapan ( 1/8) hanya satu, yakni :
1. Apabila ia tidak memiliki saudara laki-laki. Istri : berhak mendapatkan bagian waris
2. Apabila ia hanya seorang. seperdelapan (1/8) jika suaminya yang meninggal
3. Apabila pihak yang mewariskan tidak memiliki keturunan.
memiliki anak laki-laki maupun anak
perempuan. Catatan : Bagian seperdelapan (1/8) ini adalah
untuk satu orang istri atau lebih.
4. Saudara perempuan sekandung : berhak
mendapat setengah (1/2) warisan dengan 4 Ashhaabul furuudh yang berhak mendapatkan
syarat : duapertiga (2/3) :
1. Ia tidak memiliki saudara laki-laki
sekandung. 1. Anak perempuan : mendapatkan duapertiga
2. Ia hanya seorang diri (tidak memiliki (2/3) harta warisan dengan 2 syarat :
saudara perempuan). 1. Pihak yang mewariskan tidak memiliki
anak laki-laki, jadi anak perempuan itu
tidak memiliki saudara laki-laki.
4
Catatan : 2. Jumlah anak perempuan itu 2 atau lebih.
1. Apabila seluruh ahli waris laki laki berkumpul, maka yang
berhak menerima waris hanya : bapak, anak dan suami. 2. Cucu perempuan dari anak laki-laki : berhak
2. Apabila seluruh ahli waris perempuan berkumpul, maka
yang berhak menerima waris hanya : anak perempuan,
mendapatkan duapertiga (2/3) harta warisan
cucu perempuan dari anak laki laki, istri, ibu, saudari dengan 3 syarat:
kandung. 1. Apabila ia tidak memiliki saudara laki-laki.
3. Apabila seluruh ahli waris dari kalangan laki laki maupun 2. Apabila jumlah cucu perempuan itu 2 atau
perempuan berkumpul, maka yang berhak menerima
waris hanya : bapak, anak laki laki, anak perempuan suami
lebih.
atau istri, ibu.
4. Cucu perempuan dari anak laki-laki : berhak 12. Anak laki-laki dari paman (seayah dengan
mendapatkan seperenam (1/6) bila : pihak ayah)
yang mewariskan memiliki satu anak
perempuan yang mendapatkan bagian ½. Catatan :
1. Bila salah satu dari mereka menjadi satu-
5. Nenek : Nenek (satu atau lebih, dari pihak satunya ahli waris, maka dia berhak
ayah ataupun ibu) berhak mendapatkan mendapatkan semua harta warisan.
bagian seperenam (1/6) bila : Pihak yang 2. Bila ada ashhaabul furuudh bersama mereka,
mewariskan tidak memiliki ibu. ia menerima sisa warisan setelah masing-
masing ahli waris ashhaabul furuudh
6. Saudara perempuan seayah : berhak mendapatkan bagiannya.
mendapatkan bagian seperenam (1/6) bila : 3. Apabila seluruh ashhaabul furuudh telah
pihak yang mewariskan memiliki satu saudara mengambil seluruh waris maka dia tidak
sekandung perempuan yang mendapatkan mendapatkan apa apa.
bagian ½. 4. Bila terdapat lebih dari satu ashabah bin nafs,
maka urutan diatas adalah urutan prioritas
7. Saudara seibu, laki-laki atau perempuan : yang menentukan pihak mana lebih
berhak mendapatkan bagian waris seperenam didahulukan mendapatkan harta waris dan
(1/6) dengan syarat tiga : menghalangi pihak lainnya, dengan
1. Pihak yang mewariskan tidak memiliki pengecualian ayah dan kakek tidak terhalangi
keturunan baik laki-laki maupun oleh anak laki-laki atau cucu laki-laki dari anak
perempuan. laki-laki.
2. Pihak yang mewariskan tidak memiliki
ayah atau kakek. 'Ashabah bil ghair
3. Jumlah saudara seibu tersebut hanya satu. Adalah setiap ahli waris wanita yang menjadi
‘ashabah dikarenakan ada saudara laki lakinya.
Golongan 'Ashabah
Golongan berikutnya yang mendapatkan hak Ahli waris yang termasuk 'ashabah bil ghair ada
warisan yaitu 'ashabah. Berbeda dengan ashhaabul empat :
furuudh yang menerima warisan dengan bagian 1. Anak perempuan satu ataupun lebih bersama
yang telah ditentukan dalam nash Al Qur-an atau dengan anak laki-laki satu atau lebih
As Sunnah, 'ashabah menerima bagian 2. Cucu perempuan dari anak laki-laki (satu atau
warisan yang tersisa, setelah masing-masing dari lebih) bersama dengan cucu laki-laki dari anak
ashhaabul furuudh menerima bagiannya, ditinjau laki-laki (satu atau lebih)
dari macamnya maka ‘ashabah ada tiga macam : 3. Saudara sekandung perempuan (satu atau
1. 'Ashabah bin nafs lebih) bersama dengan saudara sekandung
2. 'Ashabah bil ghair laki-laki (satu atau lebih)
3. 'Ashabah ma'al ghair 4. Saudara seayah perempuan (satu atau lebih)
bersama dengan saudara seayah laki-laki (satu
'Ashabah bin nafs atau lebih)
Adalah setiap laki - laki yang sangat dekat
hubungan kekerabatannya dengan si mayit, yang Catatan :
tidak diselingi oleh seorang perempuan. 1. Bila ada ashhaabul furuudh bersama mereka,
ia menerima sisa warisan setelah masing-
Mereka adalah : masing ahli waris ashhaabul furuudh
1. Anak laki-laki mendapatkan bagiannya.
2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki 2. Apabila seluruh ashhaabul furuudh telah
3. Ayah mengambil seluruh waris maka dia tidak
4. Kakek mendapatkan apa apa.
5. Saudara laki-laki sekandung 3. Dalam hal ini bagian laki-laki dua kali lipat
6. Saudara laki-laki seayah daripada bagian perempuan.
7. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah 'Ashabah ma'al ghair
9. Paman (sekandung dengan ayah) Adalah setiap ahli waris yang menjadi ashabah
10. Paman (seayah dengan ayah) disebabkan karena ada anak perempuan.
11. Anak laki-laki dari paman (sekandung dengan
ayah)
Orang yang termasuk 'ashabah ma'al ghair ada Beberapa Keadaan Khusus
dua: Pada hakikatnya ada beberapa macam keadaan
1. Saudara perempuan sekandung satu orang khusus dalam masalah waris, akan tetapi yang
atau lebih yang mewarisi bersama dengan banyak dijumpai 10 ada 5 keadaan :
anak perempuan (satu atau lebih) atau 1. Ar radd dan al ‘aul.
bersama dengan cucu perempuan dari anak 2. Hak waris anak didalam kandungan.11
laki-laki (satu atau lebih), atau 3. Hak waris orang orang yang mati secara
bersama keduanya. Dalam hal ini saudara bersamaan.12
perempuan sekandung seolah-olah seperti 4. Hak waris orang yang hilang.13
saudara laki-laki sekandung yang mendapatkan 5. Hak waris kakek dengan saudara, berikut
bagian waris secara ashabah / sisa, dan perinciannya masing masing :
menjadi penghalang ashabah bin nafs
dibawahnya. Ar Radd dan Al ‘Aul
2. Saudara perempuan seayah satu orang atau
lebih yang mewarisi bersama dengan anak Ar Radd adalah keadaan dimana terdapat sisa dari
perempuan (satu atau lebih) atau bersama harta waris setelah semua ashhaabul furuudh
dengan cucu perempuan dari anak laki-laki mendapatkan bagiannya dan tidak terdapat ahli
(satu atau lebih), atau bersama keduanya. waris dari golongan ashaabah.
Dalam hal ini saudara perempuan seayah
seolah-olah seperti saudara laki-laki seayah Dari kesimpulan diatas maka didapatkan syarat
yang mendapatkan bagian waris secara bagi ar radd adalah :
ashabah / sisa, dan menjadi penghalang 1. Terdapat ashhaabul furudh.
ashabah bin nafs dibawahnya. 2. Tidak terdapatnya ashaabah.
3. Adanya kelebihan dari harta waris.
‘Ulul Arhaam
Golongan ini tidak mendapat waris baik dengan Tidak terdapat ketentuan tegas didalam masalah ar
cara ashhaabuul furudh maupun dengan cara radd ini – sehingga salafuna shalih dan para ulama
ashaabah, inilah asal dari ‘ulul arhaam. Mereka memiliki tiga pendapat didalamnya :
akan mendapatkan waris dengan dua syarat : 1. Ar Radd dikembalikan kepada baitul mal, inilah
1. Tidak terdapatnya ashhaabuul furudh selain pendapat Zaid bin Tsabit .
suami – istri. 2. Ar Radd dikembalikan kepada seluruh
2. Tidak adanya ashaabah. ashhaabul furudh kecuali suami atau istri, inilah
pendapat ‘Umar bin Khathab, ‘Ali bin Abi
Cara pembagian waris bagi golongan ‘ulul arhaam Thalib dan jumhur shahabat .
( apabila telah dipenuhi dua syarat tadi ) adalah : 3. Ar Radd dikembalikan kepada seluruh
dengan cara melihat kedudukan setiap dari mereka ashhaabul furudh termasuk suami atau istri,
dan memperhatikan jalur penguhubung inilah pendapat ‘Utsman bin Affan .
terdekatnya, kemudian mereka dianggap
mendapatkan bagian sebagaimana jalur Al ‘Aul adalah keadaan dimana terdapat kelebihan
pengubungnya, sebagai contoh : nisbah ashhaabul furudh dari harta waris yang
1. Cucu laki laki dari anak perempuan, mereka hendak dibagikan.14
adalah ‘ulul arhaam dan jalur penghubungnya
adalah ibu. Dari kesimpulan diatas maka syarat bagi al ‘aul
2. Anak perempuan saudara, mereka adalah ‘ulul adalah :
arhaam dan jalur penghubungnya adalah 1. Terdapat ashhaabul furudh.
saudara. 2. Tidak terdapatnya ashaabah.
3. Saudari ayah, mereka adalah ‘ulul arhaam dan 3. Adanya kekurangan nisbah dari harta waris.
jalur penghubungnya adalah ayah.
4. Dan lain sebagainya.
9
Catatan : jalur ‘ulul arhaam hanya ada tiga : Dalam ilmu waris biasa diistilahkan dengan umumah.
10
Berdasarkan pengamatan subyektif saya.
1. Keturunan ( anak dan seterusnya keatas ) 7 11
Dalam ilmu waris disebut mirast haml.
2. Asal nasab ( ayah dan seterusnya keatas ) 8 12
Dalam ilmu waris disebut mirast gharqa, hadaam dan
3. Saudara ayah atau ibu ( paman ) 9 semisalnya.
13
Dalam ilmu waris disebut mirast mafqud.
14
Al ‘Aul pertama kali terjadi pada masa ‘Umar bin Khathab
7
Dalam ilmu waris biasa diistilahkan dengan bunuwwah. dimana beliau dihadapkan kepada sebuah kasus dimana ahli waris
8
Dalam ilmu waris biasa diistilahkan dengan ubuwwah. terdiri dari suami dan dua orang saudara perempuan sekandung.
Baik ar radd dan al ‘aul dibutuhkan penyesuaian Hak Waris Orang Yang Hilang
sehingga harta warisan tersebut dapat dibagikan
secara berimbang kepada ahli waris. Yang dimaksud orang hilang disini adalah : seorang
ahli waris yang terputus beritanya, keadaannya
Hak Waris Anak Dalam Kandungan tidak diketahui apakah masih hidup atau telah
meninggal. Orang yang hilang memiliki dua
Janin adalah anak yang masih berada didalam kemungkinan : meninggal atau hidup. Apabila tidak
kandungan dan telah jelas keberadaannya, baik dapat ditentukan apakah dia meninggal atau
dengan tanda – tanda seperti berhentinya haidh hidup, maka diserahkan kepada hakim untuk
atau dengan penghukuman – seperti dengan berijtihad didalam memutuskannya.
pemeriksaan seorang ahli.
Dan orang yang hilang memiliki dua keadaan :
Siapa yang meninggalkan ahli waris dan padanya 1. Jika orang yang hilang adalah yang
terdapat yang sedang mengandung, maka ada dua memberikan waris, maka setelah ditentukan
keadaan bagi mereka : waktunya habis dan keadaannya belum
1. Menunggu sampai janin dilahirkan dan jelas diketahui maka dihukumi telah meninggal,
kelaminnya, barulah kemudian dilakukan yang memiliki konsekuensi hartanya dibagikan.
pembagian waris.15 2. Jika orang yang hilang adalah yang
2. Atau janin diperhitungkan dengan mendapatkan waris, maka pada dirinya ada
mengumpakan bahwa dia dari jenis kelamin dua kemungkinan :
laki laki – sehingga apabila ternyata yang lahir 1. Dia menjadi satu satunya pemilik waris,
adalah perempuan, maka dilakukan proses maka dibiarkan sementara sampai datang
penghitungan ulang – baik dari awal atau kejelasannya. Adapun apabila telah habis
dengan cara ar radd. masa penantian maka diserahkan kepada
baitul mal atau disumbangkan kepada
Hak Waris Orang Yang Mati Secara Bersamaan faqir miskin, diwaqafkan dan semisalnya
atas nama dirinya.17
Yang dimaksud disini adalah beberapa orang yang 2. Ada orang bersamanya yang berhak
saling waris mewarisi mati secara bersamaan – mendapatkan waris, maka dalam keadaan
dengan sebab : tenggelam, kebakaran, ini hendaklah seluruhnya diperlakukan
peperangan, tabrakan kendaraan atau semisalnya. dengan mendapatkan bagian terkecil,
sementara sisanya dibiarkan sampai
Mereka memiliki lima keadaan16 : datang kejelasan akan keadaannya.
1. Diketahui secara pasti ada diantara mereka
yang terakhir meninggal, maka dia berhak Pertama kali hendaklah dibuat sebuah
mendapatkan waris dari yang meninggal permasalahan yang dianggap dia masih
terlebih dahulu. hidup – kemudian dibuat permasalahan
2. Diketahui bahwa mereka meninggal secara kedua bahwa dia telah mati. Maka yang
berbarengan, maka mereka tidak saling mendapatkan bagian sama pada dua
mewarisi satu sama lain. keadaan tersebut diberikan bagiannya,
3. Tidak diketahui bagaimana mereka meninggal, sedangkan yang mendapatkan bagian
apakah berbarengan atau tidak. Maka mereka pada dua keadaan dalam jumlah berbeda
tidak saling mewarisi. maka diberikan bagian yang paling kecil
4. Diketahui meninggalnya berurutan – akan dahulu, adapun apabila mendapatkan
tetapi tidak diketahui siapa yang meninggal hanya pada satu keadaan maka tidak
terakhir. Maka dalam keadaan ini, mereka tidak diberikan dahulu. Adapun harta yang
saling mewariskan. tersisa disimpan sampai jelas keadaan
5. Diketahui siapa yang meninggal belakangan – orang yang hilang.18
akan tetapi kemudian terlupakan. Maka dalam
17
keadaan ini, mereka tidak saling mewariskan. Begitulah diantara pendapat pendapat para ulama.
18
Dalam simulasi, semisal:
- Dalam kasus dianggap dia hidup : tiga ahli waris yakni A, B, C
mendapatkan masing masing secara berurutan adalah 1/2,
1/4 dan 1/4.
- Dalam kasus dianggap dia mati : tiga ahli waris yakni A, B, C
mendapatkan masing masing secara berurutan adalah 1/2,
1/8 dan 0.
15
Dan inilah yang paling aman dan berhati hati. Maka A mendapatkan penuh, B diberikan 1/8 dan C tidak
16
Disisi Syaikh Muhammad bin Ibrahim At Tuwaijiri rahimahullah. mendapatkan, adapun sisanya dibiarkan sampai keadaannya jelas.
Hak Waris Kakek Dan Saudara Alasan yang dikemukakan golongan kedua ini ialah
bahwa derajat kekerabatan saudara dan kakek
Para imam madzhab berbeda pendapat mengenai dengan pewaris sama. Kedekatan kakek terhadap
hak waris kakek bila bersamaan dengan saudara, pewaris melewati ayah, demikian juga saudara.
sama seperti perbedaan yang terjadi di kalangan Kakek merupakan pokok dari ayah, sedangkan
para shahabat Rasulullah . Perbedaan tersebut saudara adalah cabang dari ayah, karena itu
dapat digolongkan ke dalam dua madzhab : tidaklah layak untuk mengutamakan yang satu dari
yang lain karena mereka sama derajatnya.
Madzhab pertama : bahwa para saudara - baik
saudara kandung, saudara seayah, ataupun seibu - Bila kita mengutamakan yang satu dan mencegah
terhalangi (gugur) hak warisnya dengan adanya yang lain berarti telah melakukan kezaliman tanpa
kakek. Madzhab ini merupakan pendapat Abu alasan yang dapat diterima. Hal ini sama dengan
Bakar Ash Shiddiq, Ibnu Abbas, dan Ibnu Umar – memberikan hak waris kepada para saudara
semoga Allah meridhai mereka semua. Pendapat kandung kemudian di antara mereka ada yang
ini diikuti oleh madzhab Hanafi. tidak diberi. Alasan lain yang dikemukakan
madzhab ini ialah bahwa kebutuhan para saudara -
Mereka beralasan bahwa kakek akan mengganti yang jelas lebih muda daripada kakek - terhadap
kedudukan ayah bila telah tiada, karena kakek harta jauh lebih besar ketimbang para kakek.
merupakan bapak yang paling 'tinggi'. Hal ini Sebagai gambaran, misalnya saja warisan pewaris
sebagaimana ditegaskan dalam kaidah yang ini dibagikan atau diberikan kepada para kakek,
masyhur di kalangan fuqaha, seperti yang telah kemudian ia wafat, maka harta peninggalannya
disebutkan sebelumnya. Yakni, bila ternyata akan berpindah kepada anak-anaknya yang berarti
'ashaabah banyak arahnya, maka yang lebih paman para saudara. Dengan demikian para paman
didahulukan adalah arah anak (keturunan), menjadi ahli waris, sedangkan para saudara tadi
kemudian arah ayah, kemudian saudara, dan hanya kebagian tangis, tidak mendapat warisan
barulah arah paman. dari saudaranya yang meninggal.
Sekali-kali arah itu tidak akan berubah atau Cara menghitung bagian waris untuk kakek dan
berpindah kepada arah yang lain, sebelum arah saudara, disana ada dua keadaan :
yang lebih dahulu hilang atau habis. Misalnya, jika 1. Bila seseorang wafat dan meninggalkan kakek
'ashabah itu ada anak dan ayah, maka yang serta saudara - saudara tanpa ashhaabul furudh
didahulukan adalah arah anak. Bila 'ashabah itu ada yang lain : maka bagi kakek dipilihkan perkara
arah saudara dan arah paman maka yang yang afdhal baginya - agar lebih banyak
didahulukan adalah arah saudara, kemudian memperoleh harta warisan - dari dua pilihan
barulah arah paman. yang ada. Pertama dengan cara pembagian, dan
kedua dengan cara mendapatkan sepertiga (1/3)
Lebih lanjut golongan yang pertama ini harta warisan. Mana di antara kedua cara
menyatakan bahwa arah ayah ( mencakup kakek tersebut yang lebih baik bagi kakek, itulah yang
dan seterusnya ) lebih didahulukan daripada arah menjadi bagiannya. Bila pembagian lebih baik
saudara. Karena itu hak waris para saudara akan baginya maka hendaklah dengan cara
terhalangi karena adanya arah kakek, sama seperti pembagian, dan bila mendapatkan 1/3 harta
gugurnya hak waris oleh saudara bila ada ayah. warisan lebih baik maka itulah yang menjadi
haknya.
Madzhab kedua : bahwa para saudara kandung 2. Bila kebersamaan antara kakek dengan para
laki-laki/perempuan dan saudara laki-laki seayah saudara dibarengi pula dengan adanya
berhak mendapat hak waris ketika bersamaan ashhaabul furudh yang lain - yakni ahli waris
dengan kakek. Kakek tidaklah menggugurkan hak lainnya : maka bagi kakek dapat memilih salah
waris para saudara kandung dan yang seayah, satu dari tiga pilihan yang paling
sama seperti halnya ayah. Pendapat ini dianut oleh menguntungkannya. Yaitu, dengan pembagian,
ketiga imam, yaitu Imam Malik, Imam Syafi'i, dan menerima sepertiga (1/3), atau menerima
Imam Ahmad, dan diikuti oleh kedua orang murid seperenam (1/6) dari seluruh harta waris yang
Abu Hanifah, yaitu Muhammad bin Hassan dan Abu ditinggalkan pewaris. Dan hal ini dengan syarat
Yusuf rahimahumullah ‘ajmaain. Inilah pendapat bagiannya tidak kurang dari seperenam (1/6)
yang dianut oleh jumhur shahabat dan tabi'in, bagaimanapun keadaannya. Kalau jumlah harta
yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Thalib, Ibnu waris setelah dibagikan kepada ashhabul furudh
Mas'ud, Asy Sya'bi, dan Ahli Madinah semoga Allah tidak tersisa kecuali seperenam atau bahkan
meridhai mereka semua. kurang, maka tetaplah kakek diberi bagian
Penutup
--------------------------
Daftar Pustaka :
19
Semoga Allah mengampuni dirinya – orang tua, anak dan istri,
serta seluruh kaum muslimin.