PENDAHULUAN
Latar Belakang
Islam telah mengatur kepada umatnya, terkait pembagian-pembagian
warisan dengan berdasar kepada Alquran dan Hadis (hadits), maka umatnya
dituntut untuk terus belajar dan terus memahami ilmu faraidh, agar dapat selalu
mengaplikasikan di dalam kehidupan, hal tersebut dengan mencakup tiga unsur
penting di dalamnya, yaitu pengetahuan tentang kerabat yang menjadi ahli waris,
pengetahuan tentang bagian setiap ahli waris, dan pengetahuan tentang cara
menghitung yang dapat berhubungan dengan pembagian harta warisan.
Berdasar kepada nas (nash) Alquran, maka pembagian tersebut telah
ditentukan bagiannya, yaitu setengah, sepertiga, seperempat, seperenam,
seperdelapan, dan dua pertiga kepada. Dalam kondisi tertentu, seorang atau
beberapa orang ahli waris bisa terhalang untuk mendapatkan warisan, atau haknya
atas harta waris berkurang.
Agar lebih memahami ilmu faraidh, dalam makalah ini penulis selanjutnya
menjelaskan pengertian ashabul furudh, macam-macam ashabul furudh, dasar
hukum ashabul furudh, bagian masing-masing ashabul furudh, terkait contoh
permasalahan yaitu mencari asal masalah, menghitung bagian ashabul furudh.
BAB II
PEMBAHASAN
warisan
yang
telah
ditentukan.[
Definisi
lainnya
menyebutkan
bahwa fardh ialah bagian yang telah ditentukan secara syari untuk ahli waris
tertentu. Di dalam Al-Quran, kata furudh muqaddarah (yaitu pembagian ahli
waris secara fardh yang telah ditentukan jumlahnya merujuk pada 6 macam
pembagian, yaitu separuh, seperempat, seperdelapan, dua pertiga, sepertiga dan
seperenam.
Sedangkan pengertian Ashaabul Furudh atau dzawil furudh adalah para
ahli waris yang menurut syara sudah ditentukan bagian-bagian tertentu mereka
mengenai tirkah atau orang-orang yang berhak menerima waris dengan jumlah
yang ditentukan oleh Syari.
Para ahli waris Ashaabul Furudh atau dzawil furudh ada tiga belas, empat
dari laki-laki yaitu suami, ayah, kakek, saudara laki-laki seibu. Sembilan dari
perempuan yaitu nenek atau ibunya ibu dan ibunya bapak, ibu, anak perempuan,
cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara perempuan sekandung, saudara
perempuan seibu, saudara perempuan sebapak dan isteri.
Suami;
Isteri.
2. Ashabul Furudh Nasabiyyah, yaitu ahli waris yang mendapatkan harta warisan
disebabkan karena nasab atau keturunan. Ashabul Furudh Nasabiyyah ini
terdiri dari :
Ayah;
Ibu;
Anak perempuan;
Cucu perempuan dari anak laki-laki;
Saudara perempuan sekandung;
Saudara perempuan seayah;
Saudara laki-laki seibu;
Saudara perempuan seibu;
Kakek;
Nenek atau ibunya ibu dan ibunya ayah.
"
Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anakanakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang
anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi
mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang
saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi
masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal
itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia
diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang
meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.
(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat
atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu,
)kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak
manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana (Ayat 11).
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh
isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu
mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya sdsudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah
dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu
tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka
para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah
dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu.
Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan
ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki
(seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masingmasing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara
seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu,
sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya
dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang
demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Penyantun. (Ayat 12)
- QS An-Nisa' 4:176
D.
Suami: ketika tidak ada anak keturuan yang mewarisi, artinya tidak adanya
anak laki-laki dan perempuan serta anak laki-laki dari anak laki-laki.
Seorang anak perempuan : jika ia sendirian atau anak tunggal dan tidak
3. Ahli waris yang mendapatkan bagian seperdelapan ialah seorang istri : jika
mempunyai seseorang anak/ cucu (keturuan).
4. Ahli waris yang mendapatkan bagian sepertiga
Ibu : ketika tidak ada ahli waris anak/ cucu dan saudara perempuan.
Sejumlah saudara laki-laki/ saudara perempuan seibu ketika tidak adanya
anak atau ayah laki-laki.
Dua anak perempuan atau lebih dan tidak adanya anak laki-laki.
Dua cucu perempuan dari anak laki-laki, jika tidak bersama cucu laki-laki.
Dua orang saudara sekandung atau lebih: jika tidak ada saudara laki-laki
sekandung.
Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih dan tidak bersama
saudara laki-laki seayah.
mengetahui bagian
masing-masing ashabul
furudh langkah
Misalnya, bagian ahli waris , , , angka asal masalahnya adalah 12, karena
dapat dibagi 2, 3 dan 4. Begitu juga bila bagian yang mereka terima dan , maka
angka asal masalahnya adalah 24.
Ada beberapa istilah yang membantu dalam mencari asal masalah.
Seperti:
1.
2.
Tadakhul atau mudakhalah, Seperti ahli waris istri dan anak perempuan .
Asal masalahnya adalah 8.
3.
Tawaquf atau muwafaqah, Misalnya, ahli waris istri dan ibu dan anak
perempuan . Antara angka 8 dan 6 adalah angka muwafaqah Angka asal
masalahnya adalah mengalikan angka penyebut yang satu dengn hasil bagi
angka penyebut yang lain. 8 x (6:2) = 24 atau 6 x (8:2) = 24.
4.
Tabayun atau mubayanah, Seperti ahli waris suami dan ibu . Maka angka
asal masalahnya adalah 2 x 3 = 6.
2. DZAWIL ASHABAH
Asabah adalah bagian sisa setelah diambil oleh ahli waris ashab al-furud.
Sebagai penerima bagian sisa, ahli waris ashabah terkadang menerima bagian
banyak (seluruh harta warisan), terkadang menerima sedikit, tetapi terkadang
tidak menerima bagian sama sekali, karena habis diambil ahli waris ashab alfurud.
Di dalam pembagian sisa harta warisan, ahli waris yang terdekatlah yang
lebih dahulumenerimanya. Konsekuensi cara pembagian ini, maka ahli waris
berikanlah bagian-bagian tertentu kepada ahli waris yang berhak, kemudian
sisanya untuk ahli waris laki-lakiyang utama (Muttafaq alaih).
Didalam kitab ar-Rahbiyyah, ashobah adalah setiap orang yang
mendapatkan semua harta waris, yang terdiri dari kerabat daan orang yang
memerdekakan budak, atau yang mendapatkan sisa setelah pembagian bagian
tetap. Para fuqoha telah menyebutkan tiga macam kedudukan ashobah, yaitu:
1.
Ashobah binafsihi
Ialah orang yang menjadi asabah karena dirinya sendiri.Jumlah mereka
adalah: Anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki dan generasi dibawahnya,
bapak dan kakek serta generasi diatasnya, saudara kandung, saudara sebapak,
anak laki-laki saudara kandung, anak laki-laki saudara sebapak dan generasi
dibawahnya, paman kandung, paman sebapak, anak laki-laki paman kandung,
anak laki-laki paman sebapak.
2.
Ashobah bighairihi
Ialah orang (perempuan) yang menjadi asabah karena dibawa oleh orang
Satu anak perempuan atau lebih, yang ada bersama anak laki-laki.
Satu cucu perempuan dari anak laki-laki atau lebih, yang ada bersama
cucu laki-laki dari anak laki-laki.
Satu orang perempuan kandung atau lebih yang ada bersama saudara
kandung.
Satu orang saudara perempuan sebapak atau lebih yang ada bersama
saudara laki-laki sebapak.
3.
Seorang saudara perempuan kandung atau lebih, yang ada bersama anak
10
Cucu dari anak perempuan (waladul banat) dan cicit dari anak perempuan
sebapak.
Anak perempuan dari paman (banatul a'mam) kandung atau sebapak.
Anak saudara lelaki seibu (awlad al-ikhwah min al-umm) baik laki-laki
atau perempuan.
Paman saudara ayah dari ibu (al-amm min al-umm) baik pamannya mayit
saja bibinya mayit, bibi bapaknya mayit, bibi kakek mayit ke atas.
Paman (akhwal) dan bibi (kholat) yakni saudara lelaki dan saudara
perempuan ibu baik kandung atau sebapak atau seibu. Begitu juga paman
dan bibi bapaknya mayit, paman dan bibi ibunya mayit, bibi kakeknya
umm ke atas.
Setiap nenek yang berkaitan dengan bapak di antara dua ibu seperti ibunya
bapaknya ibu (umm abil umm), atau berkaitan dengan bapak yang lebih
11
sbb:
A. Ahli Waris Laki-Laki
Cucu dari anak laki tidak mendapat warisan apabila ada anak laki-laki.
Kakek tidak mendapat warisan apabila ada Bapak; kakek yang lebih dekat.
Saudara sekandung tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki-laki;
cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek (menurut beberapa
pendapat).
Saudara laki-laki seayah tidak mendapat warisan apabila ada Anak lakilaki; cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek (menurut beberapa
pendapat); saudara laki-laki kandung; saudara perempuan kandung jika
perempuan; cucu laki atau perempuan dari anak laki-laki; bapak; kakek.
Anak saudara laki-laki kandung tidak mendapat warisan apabila ada Anak
laki-laki; cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek; saudara laki
kandung; saudara laki seayah, dan saudara perempuan kandung atau
12
Cucu perempuan dari anak laki-laki tidak mendapat warisan apabila ada
bapak; kakek.
Mutiqah (perempuan pembebas budak) tidak mendapat warisan apabila
ada semua ashabah nasabiyah.
5. MASALAH WARIS
Ada sejumlah permasalahan dalam hukum waris yang terjadi dalam
sejumlah kasus yang diperinci dalam uraian di bawah ini:
Masalah Umariyatain (Umar Dua - )
13
Ada dua kasus yang disebut dengan umaroyatain atau gharawain di mana
ibu mendapat 1/3 dari sisa jadi bukan 1/3 dari keseluruhan harta. Contoh kasus
adalah sbb:
KASUS PERTAMA:
Seorang perempuan wafat dan ahli warisnya hanya ada 3 (tiga) orang yaitu
suami, ibu dan bapak. Dalam kasus ini, maka suami mendapat 1/2 (setengah
harta), ibu mendapat 1/3 (sepertiga) dari sisa yakni 1/3 dari sisa yang setengah
setelah diambil suami. Sedang bapak mendapat asabah (sisa).
KASUS KEDUA:
Seorang laki-laki wafat sedang ahli warisnya hanya ada 3 (tiga) orang
yaitu istri, ibu dan bapak. Maka dalam kasus ini istri mendapat bagian 1/4
(seperempat), ibu mendapat 1/3 (sepertiga) dari sisa setelah diambil istri. Sedang
bapak mendapat bagian seluruh sisanya (asabah).
PERBEDAAN ULAMA DALAM MASALAH UMARIYATAIN
Ada dua perbedaan besar tentang berapa bagian ibu dalam masalah
Umariyatain ini sbb:
Pendapat Zaid bin Tsabit dan Umar bin Khattab bahwa ibu mendapat
bagian 1/3 (sepertiga) dari sisa. Pendapat ini didukung oleh jumhur
(mayoritas) ulama.
Pendapat Abdullah bin Abbas atau Ibnu Abbas bahwa ibu mendapat
bagian 1/3 dari seluruh harta warisan.
ASAL ISTILAH:
14
15
mendapat bagian, maka kelebihan itu dikembalikan (radd) pada ahli waris yang
ada; masing-masing menurut kadar bagiannya kecuali suami atau istri yang tidak
mendapatkan bagian dari radd ini. Kelebihan harta hanya dikembalikan pada ahli
waris lain selain suami atau istri.
Sebagai misal, dalam suatu keadaan (dalam pembagian hak waris) para
ashhabul furudh telah menerima haknya masing-masing, tetapi ternyata harta
warisan itu masih tersisa --sementara itu tidak ada sosok kerabat lain sebagai
'ashabah-- maka sisa harta waris itu diberikan atau dikembalikan lagi kepada para
ashhabul furudh sesuai dengan bagian mereka masing-masing.
A. Syarat Terjadinya Radd :
Ar-radd tidak akan terjadi dalam suatu keadaan, kecuali bila terwujud tiga
syarat yaitu (a) adanya ashhabul furudh; (b) tidak adanya 'ashabah; (c) ada sisa
harta waris.
B. Penerima Bagian Pasti yang Bisa Mendapatkan Radd
Penerima bagian pasti yang dapat menerima Radd ada 8 yaitu: anak
perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, saudara kandung
perempuan, saudara perempuan seayah, bu kandung, nenek sahih (ibu dari bapak),
saudara perempuan seibu, saudara laki-laki seibu.
C. Keadaan Terjadinya Masalah Radd ada 4 (Empat)
a. adanya ahli waris pemilik bagian yang sama, dan tanpa adanya suami atau istri
Cara pembagiannya dihitung berdasarkan jumlah ahli waris. Contoh, (i)
seseorang wafat dan hanya meninggalkan tiga anak perempuan. (ii) seseorang
wafat dan hanya meninggalkan sepuluh saudara kandung perempuan.
16
b. adanya pemilik bagian yang berbeda-beda, dan tanpa suami atau istri
Cara pembagiannya dihitung dan nilai bagiannya bukan dari jumlah ahli waris
(per kepala). Contoh, seseorang wafat dan meninggalkan seorang ibu dan dua
orang saudara laki-laki seibu.
c. adanya pemilik bagian yang sama, dan dengan adanya suami atau istri
Menjadikan pokok masalahnya dari penerima bagian pasti yang tidak dapat
ditambah (di-radd-kan) dan barulah sisanya dibagikan kepada yang lain sesuai
dengan jumlah per kepala. Contoh, seseorang wafat dan meninggalkan suami
dan dua anak perempuan.
d. adanya pemilik bagian yang berbeda-beda, dan dengan adanya suami atau istri
Menjadikannya dalam dua masalah. Pada persoalan pertama kita tidak
menyertakan suami atau istri, dan pada persoalan kedua kita menyertakan
suami atau istri. Contoh, Seseorang wafat dan meninggalkan istri, nenek, dan
dua orang saudara perempuan seibu.
Contoh riil masalah Radd dan Solusinya :
(a) Seseorang meninggal, ahli warisnya adalah anak perempuan dan ibu. Harta
warisan senilai Rp. 40 juta.
Cara Penyelesaian:
Bagian anak perempuan 1/2 (setengah) sedangkan ibu 1/6 (seperenam).
Asal masalah adalah 6 (enam).
-
Asal masalah adalah 6, sedangkan jumlah bagian 4. Maka solusi dengan radd, asal
masalahnya dikembalikan kepada 4. Caranya sebagai berikut:
17
(b) Seseorang meninggal, ahli warisnya adalah istri, 2 orang saudara seibu dan
ibu. Harta warisan senilai Rp. 40 juta. Bagian istri 1/4, 2 orang saudara seibu
1/3 dan ibu 1/6. Asal masalahnya adalah 12.
-
Istri = 1/4 x 12 = 3
2 saudara = 1/3 x 12 = 4
Ibu = 1/6 x 12 = 2
Jumlah = 9
Karena ada istri sedangkan istri tidak mendapakatkan bagian radd, maka
sebelum sisa warisan dibagikan, hak untuk istri diberikan lebih dahulu dengan
menggunakan asal masalah sebagai pembagi. Caranya sebagai berikut:
Bagian untuk istri = 3/12 x Rp. 40 Juta = Rp. 10.000.000 (sepuluh juta).
Sisa warisan setelah diberikan pada istri adalah Rp. 30.000.000 (tiga puluh
juta) dibagi untuk 2 orang saudara laki-laki seibu dan ibu. Cara membaginya
adalah jumlah perbandingan kedua pihak ahli waris yaitu 4+2=6. Maka bagian
masing-masing adalah :
- 2 Saudara = 4/6 x Rp. 30.000.000 = Rp. 20.000.000 (dua puluh juta)
- Ibu = 2/6 x Rp. 30.000.000 = Rp. 10.000.000 (sepuluh juta)
- Jumlah = Rp. 30.000.000 (tiga puluh juta)
Maka perolehan masing-masing ahli waris adalah :Istri = Rp. 10.000.000
- 2 sdr = Rp. 20.000.00
- Ibu = Rp. 10.000.000
- Jumlah = Rp. 40.000.000 (empat puluh juta)
- Semua ashabul furudh dapat memperoleh bagian radd kecuali suami/istri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
18
DAFTAR PUSTAKA
19
20