Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Islam telah mengatur kepada umatnya, terkait pembagian-pembagian
warisan dengan berdasar kepada Alquran dan Hadis (hadits), maka umatnya
dituntut untuk terus belajar dan terus memahami ilmu faraidh, agar dapat selalu
mengaplikasikan di dalam kehidupan, hal tersebut dengan mencakup tiga unsur
penting di dalamnya, yaitu pengetahuan tentang kerabat yang menjadi ahli waris,
pengetahuan tentang bagian setiap ahli waris, dan pengetahuan tentang cara
menghitung yang dapat berhubungan dengan pembagian harta warisan.
Berdasar kepada nas (nash) Alquran, maka pembagian tersebut telah
ditentukan bagiannya, yaitu setengah, sepertiga, seperempat, seperenam,
seperdelapan, dan dua pertiga kepada. Dalam kondisi tertentu, seorang atau
beberapa orang ahli waris bisa terhalang untuk mendapatkan warisan, atau haknya
atas harta waris berkurang.
Agar lebih memahami ilmu faraidh, dalam makalah ini penulis selanjutnya
menjelaskan pengertian ashabul furudh, macam-macam ashabul furudh, dasar
hukum ashabul furudh, bagian masing-masing ashabul furudh, terkait contoh
permasalahan yaitu mencari asal masalah, menghitung bagian ashabul furudh.

BAB II
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN ASHABUL FURUDH


Secara bahasa (etimologi), kata fardh mempunyai beberapa arti yang
berbeda yaitu al-qath ketetapan yang pasti, at-taqdir ketentuan dan albayan penjelasan. Sedangkan menurut istilah (terminologi), fardh ialah bagian
dari

warisan

yang

telah

ditentukan.[

Definisi

lainnya

menyebutkan

bahwa fardh ialah bagian yang telah ditentukan secara syari untuk ahli waris
tertentu. Di dalam Al-Quran, kata furudh muqaddarah (yaitu pembagian ahli
waris secara fardh yang telah ditentukan jumlahnya merujuk pada 6 macam
pembagian, yaitu separuh, seperempat, seperdelapan, dua pertiga, sepertiga dan
seperenam.
Sedangkan pengertian Ashaabul Furudh atau dzawil furudh adalah para
ahli waris yang menurut syara sudah ditentukan bagian-bagian tertentu mereka
mengenai tirkah atau orang-orang yang berhak menerima waris dengan jumlah
yang ditentukan oleh Syari.
Para ahli waris Ashaabul Furudh atau dzawil furudh ada tiga belas, empat
dari laki-laki yaitu suami, ayah, kakek, saudara laki-laki seibu. Sembilan dari
perempuan yaitu nenek atau ibunya ibu dan ibunya bapak, ibu, anak perempuan,
cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara perempuan sekandung, saudara
perempuan seibu, saudara perempuan sebapak dan isteri.

B. Macam-Macam Ashabul Furudh


Adapun Ashaabul Furudh terbagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Ashabul Furudh Sababiyah, yaitu ahli waris yang mendapatkan harta warisan
disebabkan karena hubungan pernikahan. Ashabul Furudh Sababiyah ini terdiri
dari :

Suami;
Isteri.

2. Ashabul Furudh Nasabiyyah, yaitu ahli waris yang mendapatkan harta warisan
disebabkan karena nasab atau keturunan. Ashabul Furudh Nasabiyyah ini
terdiri dari :

Ayah;
Ibu;
Anak perempuan;
Cucu perempuan dari anak laki-laki;
Saudara perempuan sekandung;
Saudara perempuan seayah;
Saudara laki-laki seibu;
Saudara perempuan seibu;
Kakek;
Nenek atau ibunya ibu dan ibunya ayah.

C. Dalil Dasar Hukum Waris


Hukum waris dalam Islam berdasarkan pada nash (teks) dalam Al-Quran
sebagai berikut:
- QS An-Nisa' 4:11-12


"















Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anakanakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang
anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi
mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang
saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi
masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal
itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia
diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang
meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.
(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat
atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu,
)kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak

manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana (Ayat 11).
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh
isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu
mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya sdsudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah
dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu
tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka
para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah
dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu.
Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan
ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki
(seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masingmasing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara
seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu,
sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya
dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang
demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Penyantun. (Ayat 12)

- QS An-Nisa' 4:176

Artinya: Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah


memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia,
dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi
saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan
saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia
tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi
keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal.

D.

Bagian Masing-masing Ashabul Furudh

1. Ahli waris yang mendapatkan setengah sebagai berikut :

Suami: ketika tidak ada anak keturuan yang mewarisi, artinya tidak adanya

anak laki-laki dan perempuan serta anak laki-laki dari anak laki-laki.
Seorang anak perempuan : jika ia sendirian atau anak tunggal dan tidak

ada anak laki-laki.


Seorang cucu perempuan dari anak laki-laki : jika dia sendirian dan tidak
ada ahli waris ashabah, dan tidak ada anak laki-laki, anak perempuan,

sebab anak laki-laki bisa menghalanginya untuk mendapatkan setengah.


Seorang saudara sekandung : jika ia sendirian dan tidak ada ahli waris
ashabah, tidak ada penghalang, dan tidak adanya anak perempuan atau

anak perempuan dari anak laki-laki.


Seorang saudara perempuan seayah : jika dia sendirian dan tidak ada ahli
waris ashabah, tidak adanya anak laki-laki atau perempuan, dan saudara
perempuan sekandung.

2. Ahli waris yang mendapatkan seperempat

Suami: dengan adanya anak/ cucu yang mewarisi.


Seorang istri: jika tanpa adanya seorang anak/cucu (keturuan).

3. Ahli waris yang mendapatkan bagian seperdelapan ialah seorang istri : jika
mempunyai seseorang anak/ cucu (keturuan).
4. Ahli waris yang mendapatkan bagian sepertiga

Ibu : ketika tidak ada ahli waris anak/ cucu dan saudara perempuan.
Sejumlah saudara laki-laki/ saudara perempuan seibu ketika tidak adanya
anak atau ayah laki-laki.

5. Ahli waris yang mendapatkan bagian duapertiga

Dua anak perempuan atau lebih dan tidak adanya anak laki-laki.
Dua cucu perempuan dari anak laki-laki, jika tidak bersama cucu laki-laki.
Dua orang saudara sekandung atau lebih: jika tidak ada saudara laki-laki

sekandung.
Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih dan tidak bersama
saudara laki-laki seayah.

6. Ahli waris yang mendapatkan seperenam

Bapak: jika ada anak/ cucu laki-laki dan seterunya ke bawah.


Nenek (seibu atau seyah) : baik satu orang atau berapa orang dibagi di

antara mereka, jika tidak ada ibu.


Kakek, jika bersama anak/ cucu laki-laki.
Ibu : jika ada anak/ cucu.
Cucu perempuan jika ada satu anak perempuan (pelengkap 2/3).
Saudara perempuan seayah jika ada satu saudara perempuan sekandung.
Saudara perempuan/ laki-laki seibu jika sendirian.

E. Mencari Asal Masalah


Setelah

mengetahui bagian

masing-masing ashabul

furudh langkah

berikutnya adalah menentukan asal masalah (KPK, yaitu kelipatan terkecil


dari bilangan fardlu/ bagian masing-masing ahli waris yang ada), yaitu mencari
angka kelipatan persekutuan terkecil yang dapat dibagi oleh masing-masing
angka penyebut dari bagian ahli waris.

Misalnya, bagian ahli waris , , , angka asal masalahnya adalah 12, karena
dapat dibagi 2, 3 dan 4. Begitu juga bila bagian yang mereka terima dan , maka
angka asal masalahnya adalah 24.
Ada beberapa istilah yang membantu dalam mencari asal masalah.
Seperti:
1.

Tamasul atau mumatsalah, Seperti 2 saudara perempuan sekandung dan


saudara seibu . Angka asal masalahnya adalah 3.

2.

Tadakhul atau mudakhalah, Seperti ahli waris istri dan anak perempuan .
Asal masalahnya adalah 8.

3.

Tawaquf atau muwafaqah, Misalnya, ahli waris istri dan ibu dan anak
perempuan . Antara angka 8 dan 6 adalah angka muwafaqah Angka asal
masalahnya adalah mengalikan angka penyebut yang satu dengn hasil bagi
angka penyebut yang lain. 8 x (6:2) = 24 atau 6 x (8:2) = 24.

4.

Tabayun atau mubayanah, Seperti ahli waris suami dan ibu . Maka angka
asal masalahnya adalah 2 x 3 = 6.

2. DZAWIL ASHABAH
Asabah adalah bagian sisa setelah diambil oleh ahli waris ashab al-furud.
Sebagai penerima bagian sisa, ahli waris ashabah terkadang menerima bagian
banyak (seluruh harta warisan), terkadang menerima sedikit, tetapi terkadang
tidak menerima bagian sama sekali, karena habis diambil ahli waris ashab alfurud.
Di dalam pembagian sisa harta warisan, ahli waris yang terdekatlah yang
lebih dahulumenerimanya. Konsekuensi cara pembagian ini, maka ahli waris

ashabah yang peringkat kekerabatanya berada dibawahnya tidak mendapatkan


bagian.Dasar pembagian ini adalah perintah Rasulullah SAW:


berikanlah bagian-bagian tertentu kepada ahli waris yang berhak, kemudian
sisanya untuk ahli waris laki-lakiyang utama (Muttafaq alaih).
Didalam kitab ar-Rahbiyyah, ashobah adalah setiap orang yang
mendapatkan semua harta waris, yang terdiri dari kerabat daan orang yang
memerdekakan budak, atau yang mendapatkan sisa setelah pembagian bagian
tetap. Para fuqoha telah menyebutkan tiga macam kedudukan ashobah, yaitu:
1.

Ashobah binafsihi
Ialah orang yang menjadi asabah karena dirinya sendiri.Jumlah mereka

adalah: Anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki dan generasi dibawahnya,
bapak dan kakek serta generasi diatasnya, saudara kandung, saudara sebapak,
anak laki-laki saudara kandung, anak laki-laki saudara sebapak dan generasi
dibawahnya, paman kandung, paman sebapak, anak laki-laki paman kandung,
anak laki-laki paman sebapak.
2.

Ashobah bighairihi
Ialah orang (perempuan) yang menjadi asabah karena dibawa oleh orang

(laki-laki) lain yang sederajat dan seusbah. Mereka adalah:

Satu anak perempuan atau lebih, yang ada bersama anak laki-laki.
Satu cucu perempuan dari anak laki-laki atau lebih, yang ada bersama
cucu laki-laki dari anak laki-laki.

Satu orang perempuan kandung atau lebih yang ada bersama saudara

kandung.
Satu orang saudara perempuan sebapak atau lebih yang ada bersama
saudara laki-laki sebapak.

3.

Ashobah maa ghairi


Ialah saudara perempuan kandung atau sebapak yang menjadi asabah

karena didampingi oleh keturunan perempuan.mereka adalah:

Seorang saudara perempuan kandung atau lebih, yang ada bersama anak

perempuanatau cucu perempuan dari anak laki-laki.


Seorang saudara perempuan sebapak atau lebih, yang ada bersama anak
perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki.

3. DZAWIL ARHAM (KERABAT NON AHLI WARIS)


Dawil Arham ( ) dalam istilah ahli fiqih adalah kalangan kerabat
yang bukan Ahli Waris Ashabul Furudh atau Ahli Waris Asabah ; baik laki-laki
atau perempuan. Seperti, cucu laki-laki dari anak perempuan (waladul binti); cicit
laki-laki dari anak perempuannya anak laki-laki (waladu bintil ibni), kakek dari
ibu, anak saudara lelaki seibu (waladul akhi lil-ummi) dan anak saudara
perempuan secara mutlak (waladul akhawat), anak perempuannya saudara lelaki
(bintul akhi), paman seibu (al-amm li umm). Detailnya ada 11 golongan Dzawil
Arham yaitu:

10

Cucu dari anak perempuan (waladul banat) dan cicit dari anak perempuan

(walad banat al-ibni) dan ke bawah.


Anak saudara perempuan (walad al-akhowat) baik kandung atau seibu.
Anak perempuan saudara laki-laki (banatul ikhwah) baik kandung atau

sebapak.
Anak perempuan dari paman (banatul a'mam) kandung atau sebapak.
Anak saudara lelaki seibu (awlad al-ikhwah min al-umm) baik laki-laki

atau perempuan.
Paman saudara ayah dari ibu (al-amm min al-umm) baik pamannya mayit

atau paman bapaknya mayit atau paman kakeknya mayit.


Bibi saudara ayah (al-ammat) baik kandung atau sebapak atau seibu. Sama

saja bibinya mayit, bibi bapaknya mayit, bibi kakek mayit ke atas.
Paman (akhwal) dan bibi (kholat) yakni saudara lelaki dan saudara
perempuan ibu baik kandung atau sebapak atau seibu. Begitu juga paman
dan bibi bapaknya mayit, paman dan bibi ibunya mayit, bibi kakeknya

mayit ke atas sebelum bapak dan ibu.


Bapaknya ibu (abul umm) dan bapaknya abul umm, dan kakeknya abul

umm ke atas.
Setiap nenek yang berkaitan dengan bapak di antara dua ibu seperti ibunya
bapaknya ibu (umm abil umm), atau berkaitan dengan bapak yang lebih

tinggi dari kakek seperti ibunya bapak bapak bapak mayit.


Orang yang berkaitan dengan mereka di atas seperti bibinya bibi (ammatul
ammah, kholatul kholah), bibi seibu (ammatul amm li umm) dan
saudaranya dan pamannya seayah (ammuhu li abihi), bapak bapaknya ibu
(abu abil umm) dan pamannya (ammuhu, kholuhu).

4. AL-MAHJUB PENGHALANG AHLI WARIS


Sebagian ahli waris terhalang haknya untuk mendapat warisan karena
keberadaan ahli waris yang lain yang lebih tinggi kedudukannya. Mereka adalah

11

sbb:
A. Ahli Waris Laki-Laki

Cucu dari anak laki tidak mendapat warisan apabila ada anak laki-laki.
Kakek tidak mendapat warisan apabila ada Bapak; kakek yang lebih dekat.
Saudara sekandung tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki-laki;
cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek (menurut beberapa

pendapat).
Saudara laki-laki seayah tidak mendapat warisan apabila ada Anak lakilaki; cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek (menurut beberapa
pendapat); saudara laki-laki kandung; saudara perempuan kandung jika

menjadi ashabah dengan anak perempuan.


Saudara laki-laki seibu tidak mendapat warisan apabila ada Anak laki atau

perempuan; cucu laki atau perempuan dari anak laki-laki; bapak; kakek.
Anak saudara laki-laki kandung tidak mendapat warisan apabila ada Anak
laki-laki; cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek; saudara laki
kandung; saudara laki seayah, dan saudara perempuan kandung atau

seayah jika menjadi ashabah.


Anak saudara laki seayah tidak mendapat warisan apabila ada penghalang

dalam poin 6, ditambah anak saudara sekandung.


Paman kandung tidak mendapat warisan apabila ada penghalang dalam

poin 7, ditambah anak saudara seayah.


Paman seayah tidak mendapat warisan apabila ada penghalang dalam poin

8, ditambah paman kandung.


Anak paman kandung tidak mendapat warisan apabila ada penghalang

dalam poin 9, ditambah paman seayah.


Anak paman seayah tidak mendapat warisan apabila ada penghalang

dalam poin 9, ditambah anak paman kandung.


Pemilik yang membebaskan budak tidak mendapat warisan apabila ada
Semua ashabah nasabiyah.

12

B. Ahli Waris Perempuan

Cucu perempuan dari anak laki-laki tidak mendapat warisan apabila ada

Anak laki-laki; dua anak perempuan.


Nenek tidak mendapat warisan apabila ada ibu.
Saudara perempuan kandung tidak mendapat warisan apabila ada Anak

laki-laki; cucu laki-laki dari anak laki-laki; bapak; kakek.


Saudara perempuan seayah tidak mendapat warisan apabila ada Anak lakilaki; cucu laki-laki dan anak laki-laki; bapak; kakek; saudara laki kandung;
saudara perempuan kandung jika menjadi ashabah dengan anak
perempuan; dua saudara perempuan kandung, apabila saudara perempuan

seayah tidak memiliki saudara laki.


Saudara perempuan seibu tidak mendapat warisan apabila ada Anak lakilaki atau perempuan; cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki;

bapak; kakek.
Mutiqah (perempuan pembebas budak) tidak mendapat warisan apabila
ada semua ashabah nasabiyah.

5. MASALAH WARIS
Ada sejumlah permasalahan dalam hukum waris yang terjadi dalam
sejumlah kasus yang diperinci dalam uraian di bawah ini:
Masalah Umariyatain (Umar Dua - )

13

Ada dua kasus yang disebut dengan umaroyatain atau gharawain di mana
ibu mendapat 1/3 dari sisa jadi bukan 1/3 dari keseluruhan harta. Contoh kasus
adalah sbb:
KASUS PERTAMA:
Seorang perempuan wafat dan ahli warisnya hanya ada 3 (tiga) orang yaitu
suami, ibu dan bapak. Dalam kasus ini, maka suami mendapat 1/2 (setengah
harta), ibu mendapat 1/3 (sepertiga) dari sisa yakni 1/3 dari sisa yang setengah
setelah diambil suami. Sedang bapak mendapat asabah (sisa).
KASUS KEDUA:
Seorang laki-laki wafat sedang ahli warisnya hanya ada 3 (tiga) orang
yaitu istri, ibu dan bapak. Maka dalam kasus ini istri mendapat bagian 1/4
(seperempat), ibu mendapat 1/3 (sepertiga) dari sisa setelah diambil istri. Sedang
bapak mendapat bagian seluruh sisanya (asabah).
PERBEDAAN ULAMA DALAM MASALAH UMARIYATAIN
Ada dua perbedaan besar tentang berapa bagian ibu dalam masalah
Umariyatain ini sbb:

Pendapat Zaid bin Tsabit dan Umar bin Khattab bahwa ibu mendapat
bagian 1/3 (sepertiga) dari sisa. Pendapat ini didukung oleh jumhur

(mayoritas) ulama.
Pendapat Abdullah bin Abbas atau Ibnu Abbas bahwa ibu mendapat
bagian 1/3 dari seluruh harta warisan.

ASAL ISTILAH:

14

Asal dari istilah umariyatain atau gharawain. Disebut umariyatain karena


yang memutuskan perkara ini pertama kali adalah Umar bin Khatab saat menjadi
Khalifah Kedua. Disebut gharawain dari bentuk tunggal gharra' karena sangat
populer seperti bintang (al-kawkab al-aghar' - ) .
MASALAH KALALAH
Kalalah adalah jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai
anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan
itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya (QS An-Nisa' 4:176).
MASALAH AUL DAN RAD
Dalam masalah waris adalah masalah yang disebut dengan aul dan radd.
Uraiannya lihat rincian di bawah:
MASALAH AUL
Aul artinya bertambah, maksudnya bertambahnya asal masalah (kpk)
dikarenakan jumlah bagian Ahlul furudh melebihi jumlah asal masalah. Pokok
masalah yang ada di dalam ilmu faraid ada tujuh. Tiga di antaranya dapat di-aulkan, sedangkan yang empat tidak dapat.
Ketiga pokok masalah yang dapat di-aul-kan adalah enam (6), dua belas
(12), dan dua puluh empat (24). Sedangkan pokok masalah yang tidak dapat
di-'aul-kan ada empat, yaitu dua (2), tiga (3), empat (4), dan delapan (8).
MASALAH RADD
Rad adalah berkurangnya pokok masalah dan bertambahnya/lebihnya
jumlah bagian ashhabul furudh. Ar-radd merupakan kebalikan dari al-'aul. Dengan
kata lain, Apabila ada kelebihan harta warisan padahal semua ahli waris sudah

15

mendapat bagian, maka kelebihan itu dikembalikan (radd) pada ahli waris yang
ada; masing-masing menurut kadar bagiannya kecuali suami atau istri yang tidak
mendapatkan bagian dari radd ini. Kelebihan harta hanya dikembalikan pada ahli
waris lain selain suami atau istri.
Sebagai misal, dalam suatu keadaan (dalam pembagian hak waris) para
ashhabul furudh telah menerima haknya masing-masing, tetapi ternyata harta
warisan itu masih tersisa --sementara itu tidak ada sosok kerabat lain sebagai
'ashabah-- maka sisa harta waris itu diberikan atau dikembalikan lagi kepada para
ashhabul furudh sesuai dengan bagian mereka masing-masing.
A. Syarat Terjadinya Radd :
Ar-radd tidak akan terjadi dalam suatu keadaan, kecuali bila terwujud tiga
syarat yaitu (a) adanya ashhabul furudh; (b) tidak adanya 'ashabah; (c) ada sisa
harta waris.
B. Penerima Bagian Pasti yang Bisa Mendapatkan Radd
Penerima bagian pasti yang dapat menerima Radd ada 8 yaitu: anak
perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, saudara kandung
perempuan, saudara perempuan seayah, bu kandung, nenek sahih (ibu dari bapak),
saudara perempuan seibu, saudara laki-laki seibu.
C. Keadaan Terjadinya Masalah Radd ada 4 (Empat)
a. adanya ahli waris pemilik bagian yang sama, dan tanpa adanya suami atau istri
Cara pembagiannya dihitung berdasarkan jumlah ahli waris. Contoh, (i)
seseorang wafat dan hanya meninggalkan tiga anak perempuan. (ii) seseorang
wafat dan hanya meninggalkan sepuluh saudara kandung perempuan.

16

b. adanya pemilik bagian yang berbeda-beda, dan tanpa suami atau istri
Cara pembagiannya dihitung dan nilai bagiannya bukan dari jumlah ahli waris
(per kepala). Contoh, seseorang wafat dan meninggalkan seorang ibu dan dua
orang saudara laki-laki seibu.
c. adanya pemilik bagian yang sama, dan dengan adanya suami atau istri
Menjadikan pokok masalahnya dari penerima bagian pasti yang tidak dapat
ditambah (di-radd-kan) dan barulah sisanya dibagikan kepada yang lain sesuai
dengan jumlah per kepala. Contoh, seseorang wafat dan meninggalkan suami
dan dua anak perempuan.
d. adanya pemilik bagian yang berbeda-beda, dan dengan adanya suami atau istri
Menjadikannya dalam dua masalah. Pada persoalan pertama kita tidak
menyertakan suami atau istri, dan pada persoalan kedua kita menyertakan
suami atau istri. Contoh, Seseorang wafat dan meninggalkan istri, nenek, dan
dua orang saudara perempuan seibu.
Contoh riil masalah Radd dan Solusinya :
(a) Seseorang meninggal, ahli warisnya adalah anak perempuan dan ibu. Harta
warisan senilai Rp. 40 juta.
Cara Penyelesaian:
Bagian anak perempuan 1/2 (setengah) sedangkan ibu 1/6 (seperenam).
Asal masalah adalah 6 (enam).
-

Anak Perempuan = 1/2 x 6 = 3


Ibu = 1/6 x 6 = 1
Jumlah = 4

Asal masalah adalah 6, sedangkan jumlah bagian 4. Maka solusi dengan radd, asal
masalahnya dikembalikan kepada 4. Caranya sebagai berikut:

17

Anak perempuan = 3/4 x 40 Juta = Rp. 30.000 (tigapuluh juta)


Ibu = 1/4 x 40 Juta = Rp. 10.000 (sepuluh juta)

(b) Seseorang meninggal, ahli warisnya adalah istri, 2 orang saudara seibu dan
ibu. Harta warisan senilai Rp. 40 juta. Bagian istri 1/4, 2 orang saudara seibu
1/3 dan ibu 1/6. Asal masalahnya adalah 12.
-

Istri = 1/4 x 12 = 3
2 saudara = 1/3 x 12 = 4
Ibu = 1/6 x 12 = 2
Jumlah = 9
Karena ada istri sedangkan istri tidak mendapakatkan bagian radd, maka

sebelum sisa warisan dibagikan, hak untuk istri diberikan lebih dahulu dengan
menggunakan asal masalah sebagai pembagi. Caranya sebagai berikut:
Bagian untuk istri = 3/12 x Rp. 40 Juta = Rp. 10.000.000 (sepuluh juta).
Sisa warisan setelah diberikan pada istri adalah Rp. 30.000.000 (tiga puluh
juta) dibagi untuk 2 orang saudara laki-laki seibu dan ibu. Cara membaginya
adalah jumlah perbandingan kedua pihak ahli waris yaitu 4+2=6. Maka bagian
masing-masing adalah :
- 2 Saudara = 4/6 x Rp. 30.000.000 = Rp. 20.000.000 (dua puluh juta)
- Ibu = 2/6 x Rp. 30.000.000 = Rp. 10.000.000 (sepuluh juta)
- Jumlah = Rp. 30.000.000 (tiga puluh juta)
Maka perolehan masing-masing ahli waris adalah :Istri = Rp. 10.000.000
- 2 sdr = Rp. 20.000.00
- Ibu = Rp. 10.000.000
- Jumlah = Rp. 40.000.000 (empat puluh juta)
- Semua ashabul furudh dapat memperoleh bagian radd kecuali suami/istri.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

18

Dari hasil pembahasan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan


antara lain sebagai berikut :
1.

Ashabul Furudh adalah orang-orang yang berhak menerima waris yang


sudah ditentukan bagian-bagiannya menurut ketentuan syara. Ashabul
Furudh terbagi menjadi 2 macam, yaitu Ashabul Furudh Sababiyah dan

Ashabul Furudh Nasabiyyah .


2. Bagian ahli waris masing-masing ialah (suami, seorang anak perempuan,
seorang cucu perempuan, seorang saudara perempuan sekandung, dan
seorang saudara perempuan seayah), (ibu dan saudara laki-laki/
perempuan seibu 2 orang atau lebih), (2 anak perempuan/ lebih, 2 cucu
perempuan/ lebih, 2 saudara perempuan sekandung/ lebih, 2 saudara
perempuan seayah/ lebih), (ibu, ayah, nenek, kakek, cucu perempuan,
saudara perempuan seayah, seorang saudara perempuan/ laki-laki
3.

seibu), (suami dan istri), (istri), dengan syaratnya masing-masing.


Cara mencari asal masalah (KPK) yaitu mencari angka kelipatan
persekutuan terkecil yang dapat dibagi oleh masing-masing angka
penyebut dari bagian ahli waris. Dan cara menghitung bagian ashabul
furudh ialah dengan cara mencari asal masalah (KPK) terlebih dahulu,
kemudian kita kalikan dengan bagian ahli waris masing-masing dan
langkah terakhirnya ialah mengalikan dengan harta warisan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad. 2014. Ashabul Furudz. http://ahmadzarkasyi-blog.blogspot. co.id/2014


07/ashabul-furudh.html. Diakses tanggal 9 Desember 2015.

19

Anonim. 2012. Warisan dalam Islam. http://www.alkhoirot.net/2012/09/.html


dalam-islam.html. Diakses tanggal 9 Desember 2015
Rofiq, Ahmad. 1998. Fiqh Mawaris. PT Raja Grafindo Persada . Jakarta.
Syarifuddin, Amir. 2008. Hukum Waris Islam. Kencana. Jakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai