Anda di halaman 1dari 9

BAGIAN AHLI WARIS

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Waris/Faraid

Dosen pengampu : Dr. Muhammad Ma’sum Zein, M.Hi

Disusun oleh :

1. M. Fajar Fahrudin (1118026)

2. Natasha Nabilla (1118009)

3. Lilis Puspandari (1118012)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PAI

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ULUM JOMBANG

2020
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Hukum waris merupakan salah satu bagian dari hukum keluarga


dan sungguh sangat erat kaitannya dengan masyarakat, karena pada hakikatnya
manusia yang hidup pasti akan mengalami kematian, sehingga masalah waris
merupakan suatu hal yang kemungkinan besar ada dalam kehidupan masyarakat
karena, Pengertian waris adalah proses peralihan harta dari orang yang telah
meninggal kepada ahli waris.1Proses peralihan harta tersebut merupakan
peristiwa kewarisan dari yang telah meninggal dunia kepada yang masih hidup
dan merupakan keturunannya secara otomatis.

Islam telah mengatur kepada umatnya, terkait pembagian-pembagian


warisan dengan berdasar kepada Alqur’an dan Hadis (hadits), maka umatnya
dituntut untuk terus belajar dan terus memahami ilmu faraidh, agar dapat selalu
mengaplikasikan di dalam kehidupan, hal tersebut dengan mencakup tiga unsur
penting di dalamnya, yaitu pengetahuan tentang kerabat yang menjadi ahli
waris, pengetahuan tentang bagian setiap ahli waris, dan pengetahuan tentang
cara menghitung yang dapat berhubungan dengan pembagian harta warisan.

Secara sederhana pewaris dapat diartikan sebagai seorang peninggal


warisan yang pada waktu wafatnya meninggalkan harta kekayaan pada orang
yang masih hidup.2 Sedangkan ahli waris adalah anggota keluarga orang yang
meninggal dunia yang menggantikan kedudukan pewaris dalam bidang hukum
kekayaan karena meninggalnya pewaris.3Pengertian warisan sendiri adalah soal
apakah dan bagaimanakah membagi hak-hak dan kewajiban tentang kekayaan
seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang
masih hidup.4Hukum Waris sendiri adalah hukum yang mengatur tentang
peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta
1
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5108d9f05cf3b/mari-memahami-hukumwaris-secara-cerdas

2
Mg. Sri Wiyarti, Hukum Adat Dalam Pembinaan Hukum Nasional. Bagian B, Surakarta:Universitas
Sebelas Maret, 2000, hal. 4.
3
Surini Ahlan dan Nurul Elmiyah, Hukum Kewarisan Perdata Barat, Jakarta: Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2005, hal. 11.
4
Soerojo Wignjodipoero, Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta: PT. Gunung Agung,1995, hal.
161.
akibatnya bagi para ahli waris.5 Keberadaan hukum waris sangat penting dalam
proses pembagian warisan, karena dengan keberadaanya tersebut mampu
menciptakan tatanan hukumnya dalam kehidupan masyarakat.

2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud Ashab Al-Furudl ?
b. Apa yang dimaksud Ashabil Ashabah ?
c. Apa yang dimaksud Dhawil Arham ?

3. Tujuan Masalah
a. Untuk mengetahui Ashab Al-Furudl
b. Untuk mengetahui Ashabil Ashabah
c. Untuk mengetahui Dhawil Arham

PEMBAHASAN
1. Ashab Al-Furudl
a. Pengertian Ashab Al-Furudl

5
4Effendi Perangin, Hukum Waris, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010, hal. 3.
Secara bahasa (etimologi), kata fardh mempunyai beberapa arti yang berbeda
yaitu al-qath  “ketetapan yang pasti”, at-taqdir  “ketentuan” dan al-bayan “penjelasan”.
Sedangkan menurut istilah (terminologi), fardh ialah bagian dari warisan yang telah
ditentukan.Definisi lainnya menyebutkan bahwa fardh ialah bagian yang telah
ditentukan secara syar’i untuk ahli waris tertentu. Di dalam Al-Qur’an, kata furudh
muqaddarah (yaitu pembagian ahli waris secara fardh yang telah ditentukan jumlahnya)
merujuk pada 6 macam pembagian, yaitu separuh (1/2), seperempat (1/4 ), seperdelapan
( 1/8), dua pertiga ( 2/3), sepertiga ( 3/3), dan seperenam (6/6 ).6

Sedangkan pengertian Ashaabul Furudh atau dzawil furudh adalah para ahli


waris yang menurut syara’ sudah ditentukan bagian-bagian tertentu mereka
mengenai tirkah. atau orang-orang yang berhak menerima waris dengan jumlah yang
ditentukan oleh Syar’i.

Para ahli waris Ashaabul Furudh atau dzawil furudh ada tiga belas, empat dari


laki-laki yaitu suami, ayah, kakek, saudara laki-laki seibu. Sembilan dari perempuan
yaitu nenek atau ibunya ibu dan ibunya bapak, ibu, anak perempuan, cucu perempuan
dari anak laki-laki, saudara perempuan  sekandung, saudara perempuan seibu, saudara
perempuan sebapak, dan isteri.

b.  Macam-macam Ashabul Furudh

Adapun Ashaabul Furudh  terbagi menjadi dua macam, yaitu :

1. Ashabul Furudh Sababiyah

yaitu ahli waris yang mendapatkan harta warisan disebabkan karena


hubungan pernikahan.7Ashabul Furudh Sababiyah ini terdiri dari:

a. Suami

b. Isteri.

2. Ashabul Furudh Nasabiyyah

6
Komite fakultas syariah universitas Al-Azhar; hukum waris, cet. 1, Jakarta: Senayan Abadi Publishing,
2004, hal.106.
7
Hasbiyahllah, Belajar mudah Ilmu Waris, cet. 1 , Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007,hal.19.
  yaitu ahli waris yang mendapatkan harta warisan disebabkan karena nasab
atau keturunan.8 Ashabul Furudh Nasabiyyah  ini terdiri dari:

a.    Ayah;

b.    Ibu;

c.    Anak perempuan;

d.   Cucu perempuan dari anak laki-laki;

e.    Saudara perempuan sekandung;

f.     Saudara perempuan seayah;

g.    Saudara laki-laki seibu;

h.    Saudara perempuan seibu;

i.      Kakek;

j.      Nenek atau ibunya ibu dan ibunya ayah.

C. Dasar Hukum Ashabul Furudh

1.  Seorang yang berhak mendapatkan bagian setengah (1/2 ) dari harta waris:

Artinya: ...”jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh


separo/setengah harta yang ditinggalkan...” (QS. An-nisaa: 11).

 
9
۞ ‫ك أَ ْز ٰ َو ُج ُك ْم ِإن لَّ ْم يَ ُكن لَّه َُّن َولَ ٌد‬
َ ‫ۚ َولَ ُك ْم نِصْ فُ َما تَ َر‬

Artinya: “dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan


oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak ...” (QS. An-nisaa: 12).

8
Ibid,. hal 20
9
https://tafsirweb.com/1544-quran-surat-an-nisa-ayat-12.html
‫ت فَلَهَا نِصْ فُ َما تَ َركَ ۚ َوهُ َو يَ ِرثُهَٓا إِن لَّ ْم يَ ُكن لَّهَا‬ ٌ ‫ْس لَهۥُ َولَ ٌد َولَ ٓۥهُ أُ ْخ‬ َ َ‫ك قُ ِل ٱهَّلل ُ يُ ْفتِي ُك ْم فِى ْٱل َك ٰلَلَ ِة ۚ إِ ِن ٱ ْم ُر ٌؤ ۟ا هَل‬
َ ‫ك لَي‬ َ َ‫يَ ْستَ ْفتُون‬
ِ َ‫َولَ ٌد ۚ فَإِن َكانَتَا ْٱثنَتَ ْي ِن فَلَهُ َما ٱلثُّلُث‬
10
‫ك‬
َ ‫ان ِم َّما ت ََر‬

Artinya: “mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah), Katakanlah: "Allah


memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia
tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya
yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya...” (QS. An-nisaa: 176). 

2. Ashabil Ashabah

Kata „ashabah menurut bahasa yaitu pembela, penolong, pelindung, atau


kerabat seseorang dari jurusan ayah. Sedangkan menurut istilah ulama faraidh
memberi definisi „ashabah yaitu, ahli waris yang tidak mendapat bagian yang sudah
ditentukan besar kecilnya yang telah disepakati oleh seluruh fuqoha. Seperti
ashabul furudh dan yang belum disepakati seperti dzawil arham.11

‘Ashabah terbagi menjadi dua bagian, yakni „ashabah nasabiyah (karena nasab)
dan „ashabah sababiyah (karena sebab memerdekakan hamba sahaya). Mengenai
„ashabah nasabiyah para ahli faraidh membaginya menjadi tiga bagian yaitu:
a) ‘Ashabah bin nafs
‘Ashabah bin nafs ialah tiap-tiap kerabat laki-laki yang dipertalikan dengan si
mati tanpa diselingi oleh orang perempuan.12 Mereka mendapatkan bagian sisa
karena status dirinya tanpa disebabkan oleh orang lain.
Golongan ahli waris „ashabah bin nafs yaitu mereka dari golongan ahli waris
laki-laki kecuali saudara laki-laki seibu. Ditambah dengan mu‟tiq dan mu‟tiqah
(oranglaki-laki atau perempuan yang memerderdekakan hamba sahaya)13 prinsip

10
https://tafsirweb.com/1708-quran-surat-an-nisa-ayat-176.html
11
Fatchur Rahman, hlm. 339
12
ibid
13
Ahmad Rofiq, hlm. 74
penerimaan ahli waris ashab al-ushbah ini berdasarkan kedekatan kekerabatannya,
yakni kekerabatan yang paling dekatlah yang berhak menerima bagian sisa setelah
diambil ahli waris ashabul furudh.

b) ‘Ashabah bi al-ghair

‘Ashabah bi al-ghair adalah tiap wanita yang mempunyai furudh tapi dalam
mewaris menerima ashabah memerlukan orang lain dan dia bersekutu dengannya
untuk menerima ashabah.14

Orang-orang yang menjadi ashabah bil ghair tersebut adalah ahli waris
perempuan yang menjadi ashabah beserta ahli waris laki-laki yang sederajat
dengannya, jika ahli waris laki-laki itu tidak ada maka ia tidak menjadi ashabah
melainkan menjadi ashabul furudh. Ahli waris penerima ashabah bil ghair tersebut
adalah:
(1) Anak perempuan bersamaan dengan anak laki-laki.

(2) Cucu perempuan garis laki-laki bersamaan dengan cucu laki-laki garis laki-
laki.

(3) Saudara perempuan sekandung bersamaan dengan saudara laki-laki


sekandung.

(4) Saudara perempuan seayah bersamaaan dengan saudara laki-laki seayah.15

Mereka menerima bagian ashabah bi al-ghair secara bersamaan dengan


ketentuan ahli waris laki-laki

menerima dua kali bagian perempuan. Dasarnya adalah QS. an-Nisa yang
berbunyi:

Allah telah menetapkan bagian warisan anak-anakmu untuk seorang anak


laki-laki sama dengan dua orang anak perempuan. (QS. an-Nisa: 11)

14
TM. Hasbi ash-Shiddiqy, hlm. 173
15
Ahmad Rofiq, hlm. 74
dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan
perempuan, Maka bagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang
saudara perempuan.
c) ‘Ashabah ma’a al-ghair

Ashabah ma’a al ghair adalah tiap wanita yang memerlukan orang lain dalam
menerima ashabah sedangkan orang lain itu tidak bersekutu menerima ashabah
tersebut.16 Artinya ahli waris Ashabah ma’a al ghair menerima bagian sisa karena
kebersamaannya dengan ahli waris lain yang tidak menerima bagian sisa. Apabila
ahli waris lain tersebut tidak ada maka ia menerima bagian tertentu, mereka yang
berhak mendapat bagian ashabah ma’a al-ghairi adalah:

(1) Saudara perempuan sekandung sendiri maupun berbilang apabila bersamaan


dengan anak atau cucu perempuan dari garis laki-laki.

(2) Saudara perempuan seayah sendiri maupun berbilang apabila bersamaan


dengan anak atau cucu perempuan dari garis laki-laki.

3. Dhawil Arham

Dzawil arham adalah keluarga yang tidak memiliki hak waris menurut furudh
dan bukan termasuk ashabah.17 Dengan kata lain mereka bukan termasuk ashabul
furudh dan bukan termasuk ashabah.
Pemberian hak waris kepada dzawil arham menjadi perdebatan dalam kalangan
fuqoha apakah mereka itu mendapatkan warisan atau tidak. Para ulama imam
mujtahid didalam masalah ini ada dua kelompok sebagaimana juga para sahabat.

a) Dzawil arham tidak bisa mewaris sama sekali karena tidak tercantum dalam
al-Qur’an dan hadis, maka apabila harta peninggalan tidak ada yang bisa
menghabiskan diserahkan kepada baitul mal untuk kepentingan umum. Pendapat ini
adalah pendapat Imam Syafi‟i dan Imam Malik yang mengikuti pendapat sahabat

16
TM, Hasbi as-Shiddiqy, hlm. 153
17
Muhammad Thaha Abul Ela Khalifah, Ahkamul Mawaris: 1400 Mas‟alah Miratsiyah, Terj. Tim Kuais
Media Kreasindo, Hukum Waris Pembagian Warisan Berdasarkan Syariat Islam, Solo: Tiga Serangkai,
th. 2007, hlm. 541
Zaid bin Stabit dan Ibnu Abbas.

b) Dzawil arham bisa mewaris ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah dan
Imam Ahmad bin Hambal mengikuti pendapat sahabat Ali bin Abi Thalib, Umar,
dan Ibnu Mas’ud.

Anda mungkin juga menyukai