Disusun Oleh :
Muh Aenur Rokhim (176020045)
Fahmi Wildasani( 19106023036 )
I. PENDAHULUAN
Kata “ahli waris” – yang secara bahasa berarti keluarga- tidak secara otomatis ia dapat
mewarisi harta peninggalan pewarisnya yang meninggal dunia. Karena kedekatan hubungan
kekeluargaan juga mempengaruhi kedudukan dan hak-haknya untuk mendapatkan warisan.
Terkadang yang dekat menghalangi yang jauh, atau ada juga yang dekat tetapi tidak
dikategorikan sebagai ahli waris yang berhak menerima warisan, karena jalur yang dilaluinya
perempuan.
Apabila dicermati, ahli waris ada dua macam, yaitu ahli waris nasabiyah (ahli waris
yang hubungan kekeluargaannya timbul karena hubungan darah) dan ahli
waris sababiyah (hubungan kewarisan yang timbul kerana sebab tetentu, yaitu perkawinan
yang sah dan memerdekakan hamba sahaya).1
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai siapa saja yang termasuk dalam ahli
waris nasabiyah dan ahli waris sababiyah, dan yang berhubungan denganya serta bagian-
bagiannya yang sudah ditentukan di dalam Al-Qur’an.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Apa yang Dimaksud dengan Ahli Waris Nasabiyah?
B. Apa yang Dimaksud dengan Ahli Waris Sababiyah?
C. Apa yang Dimaksud dengan Furudh al-Muqaddarah?
D. Apa yang Dimaksud dengan Ahli Waris Ashab al-Furud?
E. Apa yang Dimaksud dengan Ahli Waris ‘Ashabah?
F. Apa yang di maksud dengan Dzawil Arham?
III. PEMBAHASAN
A. AHLI WARIS NASABIYAH
1 Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris, (Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 59.
Ahli waris nasabiyah adalah ahli waris yang pertalian kekerabatannya kepada al-
muwarris didasarkan pada hubungan darah.2 Secara umum dapat dikatakan bahwasanya ahli
waris nasabiyah itu seluruhnya ada 21 yang terdiri dari 13 kelompok laki- laki dan 8
kelompok perempuan.
1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki sampai seterusnya kebawah yaitu cicit laki- laki buyut
laki- laki dan seterusnya.
3. Bapak.
12. Anak laki-laki dari saudara laki-laki bapak (paman) yang seibu sebapak
( kandung).
1. Anak perempuan.
2. Cucu perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya kebawah, yaitu cicit perempuan dari cucu
laki- lak, puit perempuan dari cicit laki-laki dan sererusnya.
3. Ibu.
2 Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris, hlm. 61.
3 Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam, (Jakarta: Sinar Grafika,2008)hlm 82.
4. Nenek dari ibu.
Dilihat dari arah hubungan nasab antara orang yang meninggal dunia dengan orang
yang berhak memperoleh bagian harta peninggalan atau antara orang yang mewariskan
dengan orang yang mewarisi, maka ahli waris nasabiyah mennjadi tiga macam yaitu: Furu’ul
Mayit, Ushulul Mayit dan Al-Hawasyiy.
a) Furu’ul Mayit
Yang dimaksud yaitu anak keturunan orang yang meninggal dunia. Hubungan nasab antara
orang yang meninggal dunia dengan mereka itu adalah hubungan nasab menurut garis
keturunan lurus ke bawah (ahli waris terdekat) 5. Ahli waris yang termasuk dalam kelompok
ini adalah:
1) Anak Laki-laki
2) Anak Perempuan
3) Cucu Laki-Laki
b) Ushulul Mayit
1) Ayah
2) Ibu
4. Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam, hlm 83.
5 Asymuni A. Rahman dkk, Ilmu fiqih, (Jakarta: Departemen Agama, 1986), hlm. 54.
3) Kakek dari garis ayah
c) Al-Hawasyiy
9) Paman sekandung
10) Paman sebapak
B. AHLI WARIS SABABIYAH
Ahli waris sababiyah adalah ahli waris yang hubungan kewarisannya timbul karena
sebab-sebab tetentu, yaitu:
1. Sebab perkawinan.
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-
isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak,
Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi
wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Para isteri
memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai
anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari
harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan)
sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi
mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan
(seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam
harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya
atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli
waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari
Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.”
b. 2/3 jika dua orang atau lebih, tidak bersama dengan anak laki-laki.
a. 1/2 jika seorang, tidak bersama cucu laki-laki dan tidak terhalang (mahjub).
b. 2/3 jika dua orang atau lebih, tidak bersama cucu laki-laki dan mahjub
c. 1/6 sebagai penyempurna 2/3 (takmilah li al-tsulutsain), jika bersama seorang anak
perempuan, tidak ada cucu laki-laki dan tidak mahjub. Jika anak perempuan dua orang atau
lebih maka ia tidak mendapat bagian.
a. 1/3 jika tidak ada anak atau cucu (far’u warits) atau saudara dua orang atau lebih.
b. 1/6 jika ada far’u warits atau bersama dua orang saudara atau lebih.
c. 1/3 sisa, dalam masalah gharrawain, yaitu apabila ahli waris yang ada tediri dari:
suami/istri, ibu, dan bapak.
a. 1/6 jika ada anak laki-laki atau cucu laki-laki garis laki-laki.
b. 1/6 + sisa, jika bersama anak perempuan atau cucu perempuan garis laki-laki.
a. Masing-masing menerima 1/6 jika ada anak, cucu atau saudara dua orang atau lebih.
b. 1/3 untuk ibu, bapak menerima sisanya, jika tidak ada anak, cucu atau saudara dua orang
atau lebih.
c. 1/3 sisa untuk ibu, dan bapak sisanya setelah diambil untuk ahli waris suami atau istri.
b. 1/6 dibagi rata apabila nenek lebih dari seorang dan sederajat kedudukannya.
b. 1/6 + sisa, jika bersama anak atau cucu perempuan garis laki-laki tanpa ada anaka laki-laki.
c. 1/6 atau muqasamah (bagi rata) dengan saudara sekandung atau seayah, setelah diambil
untuk ahli waris lain.
d. 1/3 atau bagi rata bersama saudara sekandung atau seayah, jika tidak ada ahli waris lain.
b. 2/3 jika dua orang atau lebih, tidak bersama saudara laki-laki sekandung.
b. 2/3 jika dua orang atau lebih tidak bersama saudara laki-laki seayah.
9. Saudara seibu, baik laki-laki atau perempuan kedudukannya sama. Apabila tidak mahjub,
berhak menerima bagian:
a. 1/2 jika istri yang meninggal tidak mempunyai anak atau cucu.
a. 1/4 jika suami yang meninggal tidak mempunyai anak atau cucu.
c. Ibu 1/6
Apabila ahli waris laki-laki dan perempuan seluruhnya berkumpul, maka ahli waris
yang mendapat bagian adalah: 11
a. Anak perempuan
b. Anak laki-laki
c. Ibu 1/6
d. Bapak 1/6
‘Ashabah adalah bentuk jama’ dari kata “aashib” yakni ahli waris yang mendapat
harta warisan dengan bagian yang tidak ditentukan karena mendapatkan bagian sisa setelah
diberikan kepada ahli waris ashab al-furudl. Sebagai ahli waris penerima bagian sisa, ahli
waris ‘ashabah terkadang manerima bagian banyak (seluruh harta warisan), terkadang
menerima bagian sedikit, tetapi terkadang tidak manerima sama sekali, karena telah habis
diberikan kepada ahil waris.
ئض بِا َ ْهلِهَا فَ َما بَقِ َي فَه َُو ألَوْ ل َى َرج ٍُل َذ َك ٍر
َ ِاَ ْل ِحقُوْ ا ْالفَ َرا
“Berikanlah warisan kepada ahli waris yang berhak menerimanya dan jika tersisa, maka
diberikan kepada ahli waris laki-laki yang lebih berhak menerimanya.” (HR. al-Bukhori dan
Muslim)”12
Adapun macam-macam ahli waris ‘ashabah ada tiga macam, yaitu sebagai berikut:
1. ‘ashabah bi nafsih, yaitu ahli waris yang karena kedudukan dirinya sediri berhak
menerima bagian ‘ashabah. Ahli waris kelompok ini semuanya laki-laki,
kecuali mu’tiqah (orang perempuan yang memerdekan hamba sahaya) yaitu:
a) Bapak
b) Kakek
i) paman sekandung
j) paman seayah
m) Mu’tiq dan atau Mu’tiqah (orang laki-laki atau perempuan yang memerdekakan hamba
sahaya)
12 Muhammad bin Shalih al-Ustmani, Panduan Praktis Hukum Waris, (Bogor: Pustaka Ibnu Kasir, 2006), hlm.
96.
2. ‘ashabah bi al-ghair, yaitu ahli waris yang menerima bagian sisa karena bersama-
sama dengan ahli waris lain yang telah menerima bagian sisa. Apabila ahli waris penerima
sisa tidak ada, maka ia tetap menerima bagian tertentu (al-furudl al-muqaddarah). Ahli waris
penerima ‘ashabah bi al-ghair adalah:
b) Cucu perempuan garis laki-laki bersama dengan cucu laki-laki garis laki-laki
3. ‘ashabah ma’a al-ghair, yaitu ahli waris yang menerima bagian sisa karena
bersama-sama dengan ahli waris lain yang tidak menerima bagian sisa. Apabila ahli waris
lain tidak ada, maka ia menerima bagian tetentu (al-furudl al-muqaddarah). Ahli waris yang
menerima bagian ‘ashabah ma’a al-ghair:
"... Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu
menjaga dan mengawasi kamu." (Qs. An-Nisa ayat 1)
"Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan
memutuskan hubungan kekeluargaan?" (Qs. Muhammad ayat 22)
Adapun lafazh dzawil arham yang dimaksud dalam istilah fuqaha adalah kerabat pewaris
yang tidak mempunyai bagian/hak waris yang tertentu, baik dalam Al-Qur'an ataupun
Sunnah, dan bukan pula termasuk dari para 'ashabah. Maksudnya, dzawil arham adalah
mereka yang bukan termasuk ashhabul furudh dan bukan pula 'ashabah. Jadi, dzawil arham
adalah ahli waris yang mempunyai tali kekerabatan dengan pewaris, namun mereka tidak
mewarisinya secara ashhabul furudh dan tidak pula secara 'ashabah. Misalnya, bibi (saudara
perempuan ayah atau ibu), paman (saudara laki-laki ibu), keponakan laki-laki dari saudara
perempuan, cucu laki-laki dari anak perempuan, dan sebagainya.
e. Seperenam (1/6) sebagai pelengkap dua pertiga. Dasar ini diqiaskan dengan bagian cucu
perempuan yang mewarisi bersama seorang anak perempuan.
2. Saudara Seibu
IV. KESIMPULAN
Ahli waris nasabiyah adalah ahli waris yang pertalian kekerabatannya kepada
al-muarris didasarkan pada hubungan darah.[15] Secara umum dapat dikatakan
bahwasanya ahli waris nasabiyah itu seluruhnya ada 21 yang terdiri dari 13 kelompok
laki- laki dan 8 kelompok perempuan. Ahli waris sababiyah adalah ahli waris yang
hubungan kewarisannya timbul karena sebab-sebab tetentu, yaitu: sebab perkawinan
dan sebab memerdekakan hamba sahaya.
‘ashabah adalah ahli waris yang mendapat harta warisan dengan bagian yang
tidak ditentukan karena mendapatkan bagian sisa setelah diberikan kepada ahli
waris ashab al-furudl. Sebagai ahli waris penerima bagian sisa, ahli
waris ‘ashabah terkadang manerima bagian banyak (seluruh harta warisan), terkadang
menerima bagian sedikit, tetapi terkadang tidak manerima sama sekali, karena telah
habis diberikan kepada ahil waris
V. PENUTUP
Ahmad Rofiq, 2001, Fiqh Mawaris (edisi revisi), Jakarta: Raja Grafindo, 1995.