Anda di halaman 1dari 13

FARAIDH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ibadah & Muamalah

Dosen Pengampu : Alfitri, Lc., M.pd

Disusun oleh :

1. Vito Bryan (213410441)


2. Yola Apriani (213410624)

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayat-Nya. Atas berkat rahmat dan hidayat-Nya serta berbagai
upaya, tugas makalah mata kuliah Ibadah & Muamalah yang membahas
tentang studi Faraidh dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Dalam
penyusunan makalah ini, ditulis berdasarka jurnal-jurnal, dan serta informasi
dari media massa yang berhubungan dengan bahan kajian.

Pekanbaru, 1 Juni 2022

Kelompok 12
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Faraidh adalah “faridlah” diartikan oleh ulama semakna dengan
“mafrudlah”, yaitu bagian yang telah dipastikan kadarnya. Faraid dalam
istilah mawarris dikhususkan untuk suatu bagian ahli waris yang telah
ditentukan besar kecilnya oleh syara’.
Bagi mslim adalah sebuah kewajiban bagian untuk melaksanakan kaidah-
kaidah hukum Islam yang telah mempunyai dalil yang sangat jelas
(sharih). Begitupun tentang Faraidh, Al-Qur’an dan Al-Hadist telah
menerangkan tentang kewajiban untuk melaksanakannya.
Adapun dasar-dasar hukum yang dapat ditemukan dalam Al-Qur’an Surat
An-Nisa’ Ayat 11,12,13 dan 176 yang artinya : “ Allah mensyariatkan
bagi kalian tetang (pembagian gharta waris untuk) anak-anak kalian “
Sedangkan dalam Al-Hadist kita dapat menemukan yang diriwayatkan
oleh Muslim dan Abu Dawud: “Bagilah harta pusaka antara ahli-ahli waris
menurut Kitabullah”. Dalam riwayat lain yaitu Ahmad, Nasa’I dan Dar
Qathny : “Pelajarilah Al-Qur’an dan ajarkan kepada orang-orang dan
pelajarilah Faraidh dan ajarkan kepada orang lain. Sesungguhnya aku
adalah orang yang bakal dicabut nyawanya, sesungguhnya ilmu itupun
akan tercabut pula. Hampir saja dua orang bertengkar karena pembagian
harta warisan. Kemudian keduanya tidak mendapatkan orang yang akan
memberi keputusan kepada mereka”

2. RUMUSAN MASALAH

 Menjelaskan pengertian Faraidh, ahli waris, dan ashabah


 Bagaimana pembagian warisan dan hijab
 Menjelaskan pengertia warisan, syarat warisan, rukun wasiat
 Menjelaskan hukum melaksanakan dan meninggalkan wasiat
 Nilai-nilai filosofi dalam kewarisan

3. TUJUAN
 Mengetahui dan memahami lebih dalam tentang Faraidh, Ahli
waris, Ashabah

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Faraidh, Ahli waris, dan Ashabah

Faraidh adalah ilmu yang diketahui siapa yang berhak mendapat waris, siapa
yangberhak mendapat waris, siapa yang tidak berhak, dan juga berapa ukuran
untuk setiap ahli waris.
Ilmu alfaraidh adalah pembagian harta waris yang ditinggalkan si mayit
kepada ahli warisnya, sesuai bimbingan Allah dan Rasul-Nya.
Dalam hadist disebutkan :

‫اس َوت َ َع َّل ُمواا ْل َف َرائِضَ َوع َِل ُم ْوهَافَاِنِى ا ْم ُر ٌؤ‬ َ ‫ت َ َعلَّ ُمواا ْلق ُ ْرا َنَ َوع َِل ُم ْو ُه ال َّن‬: ‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ ‫َّللا‬ َ ‫َوقَا َل‬
‫َان أ َ َحدًا ِب َخبَ ِر ِه َم‬
ِ ‫سأَلَ ِة فَ ََل َي ِجد‬
ْ ‫ض ِة َوالْ َم‬ ِ َ‫ِف اثْن‬
َ ‫ان فِى ا ْلفَ ِر ْي‬ َ ‫شكُ أَنْ َي ْختَل‬ ِ ‫َم ْقبُ ْوضٌ َوا ْل ِع ْل ِم َم ْر فُ ْوعٌ َويُ ْو‬
Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: Belajarlah Alquran dan ajarkan olehmu kepada
manusia. Belajarlah ilmu faraidh dan ajarkanlah tentang faraidh itu.
Karena sesungguhnya aku akan mati sedang ilmu juga akan diangkat.
Khawatir berselisih dua saudara mengenai warisan dan bagi waris lalu
keduanya tidak mendapatkan orang yang dapat menjelaskannya.
(Kasyful Ghummah, hlm. 31, jilid 2)

Ahli waris adalah orang yang memiliki hubungan darah atau perkawinan
dengan pewaris. Besarnya pembagian harta pun berbeda untuk masing-masing
aturan ahli waris dalam Islam. Sedangkan pewaris adalah orang yang
meninggal berdasarkan putusan Pengadilan yang meninggalkan ahli waris
serta harta peninggalannya.
Harta warisan yang ditinggalkan oleh pewaris merupakan harta bawaan dan
harta bersama setelah digunakannya untuk keperluan pewaris seperti
pembayaran hutang, pengurusan jenazah dan pemberian kepada saudara.
Dalam surah an-nisa ayat 11 dijelaskan ada 6 persentase pembagian harta
waris yaitu :
1. Ahli waris mendapatkan setengah (1/2)
Ahli waris mendapatkan setengah (1/2) setidaknya satu dari kelompok
laki-laki dan empat perempuan, yakni suami, anak perempuan, cucu
perempuan dari anak laki-laki, saudara perempuan kandung, dan saudara
perempuan sebapak.
2. Ahli waris mendapatkan seperempat (1/4)
Ahli waris yang mendapatkan seperempat (1/4) adalah dua orang, yakni
suami atau istri.
3. Ahli waris mendapatkan seperdelapan (1/8)
Jumlah seperdelapan (1/8) ini diberikan kepada satu pihak, yakni istri
yang memiliki anak dan atau cucu dari anak laki-laki.
4. Ahli waris mendapatkan dua pertiga (2/3)
Jumlah dua pertiga (2/3) diberikan oleh ahli waris yang terdiri dari empat
orang yang semuanya adalah perempuan. Ahli waris ini antara lain cucu
perempuan dari anak laki-laki, saudara perempuan kandung, dan saudara
perempuan sebapak.
5. Ahli waris dapat sepertiga (1/3)
Ahli waris yang mendapatkan sepertiga (1/3) adalah ibu dan dua saudara
baik laki-laki atau perempuan dari satu ibu.
6. Ahli waris mendapatkan seperenam (1/6)
Ahli waris yang mendapatkan bagian seperenam (1/6) adalah 7 orang
yakni bapak, ibu, cucu perempuan dari anak laki-laki, kakek, saudara
perempuan sebapak, nenek, dan saudara seibu.

Di dalam ilmu faraidl (warisan) definisi ashabah sebagaimana disampaikan


oleh Dr. Wahbah Az-Zuhaili di dalam kitab al-Mu’tamad adalah:

‫كل وارث ليس له سهم مقدر ويأخذ كل المال اذا انفرد ويأخذ الباقي بعد أصحاب الفروض‬

Artinya: “Setiap ahli waris yang tidak memiliki bagian yang telah ditentukan,
ia mengambil semua harta waris bila ia seorang diri dan mengambil sisa harta
waris setelah sebelumnya diambil oleh orang-orang yang memiliki bagian
pasti.” (Wahbah Az-Zuhaili, al-Mu’tamad fil Fiqhis Syâfi’i, Damaskus, Darul
Qalam, 2011, juz IV, halaman 383)

ُ ُ‫ُس أم َّما ت ََركَ أإ ْن َكانَ لَه ُ َولَد ٌ فَإ أ ْن لَ ْم يَكُ ْن لَهُ َولَد ٌ َو َو أرثَهُ أَبَ َواهُ فَ أِل ُ أم أه الثُّل‬
‫ث‬ ُّ ‫َو أِلَبَ َو ْي أه ألكُ أل َواحأ ٍد مأ ْن ُه َما ال‬
ُ ‫سد‬

Artinya: “Bagi kedua orang tua masing-masing mendapatkan bagian


seperenam dari harta yang ditinggalkan orang yang meningal apabila ia
memiliki anak. Apabila orang yang meninggal tidak memiliki anak dan kedua
orang tuanya mewarisinya maka bagi ibunya bagian sepertiga.”

2. Pembagian Warisan dan Hjab

Hijab menurut bahasa adalah tutup atau mencegah. Sedangkan menurut istilah
ulama ahli faraidl (ilmu waris) hijab berarti tidak bisanya seseorang mendapat
warisan yang sebenarnya bisa mendapatkan dikarenakan adanya ahli waris
yang lebih dekat dengan si mayit.
Hijab ini mencegah seseorang dari mendapatkan warisan bukan karena adanya
sebab-sebab yang menghalanginya mendapat warisan. namun dikarenakan
adanya ahli waris yang lebih dekat posisinya dengan si mayit. Jadi
sesungguhnya ahli waris yang terhalang (mahjub) ini memiliki hak untuk
mendapatkan harta waris si mayit, hanya saja karena ada ahli waris yang lebih
dekat ke mayit dari pada dirinya maka ia terhalang haknya untuk
mendapatkan warisan tersebut. Bila orang yang terhalang ini disebut dengan
“mahjub” maka ahli waris yang menghalangi disebut dengan “hajib”.

Hijab ini dibagi menjadi 2 (dua) macam yakni :


1. Hijab Hirman
orang yang mahjub benar-benar tidak bisa mendapatkan harta waris secara
keseluruhan. Misalnya seorang cucu laki-laki sama sekali tidak bisa
mendapatkan harta waris bila ia bersamaan dengan anak laki-lakinya si
mayit.
2. Hijab nusqshan
seorang ahli waris terhalang untuk mendapatkan bagian warisnya secara
penuh. Seperti seorang suami yang tidak bisa mendapatkan bagian 1/2 dan
hanya bisa mendapatkan 1/4 saja bila ia bersamaan dengan anak atau
cucunya si mayit
Terhalang Mendapat Warian karena Sifat
Mereka yang termasuk dalam kategori ini adalah orang yang membunuh si
mayit, orang kafir, dan budak. Seorang anak yang membunuh orang tuanya ia
tak berhak mendapatkan harta warisan yang ditinggalkan oleh orang tua yang
dibunuhnya itu. Sementara ahli waris yang tidak beragama Islam karena
kekafirannya itu ia tidak bisa mendapatkan warisan dari si mayit yang
beragama Islam meskipun sesungguhnya ia termasuk salah satu ahli warisnya.
Adapun seorang budak karena status budaknya itu tidak bisa mendapatkan
warisan dari harta yang ditinggalkan tuannya.
Sebagai contoh, seorang anak laki-laki yang membunuh ayahnya dan ahli
waris yang ada saat itu adalah seorang istri dan anak laki-laki yang
membunuh tersebut, maka sang istri tetap mendapatkan bagian seperempat
meskipun ada anak laki-laki si mayit. Ini dikarenakan ada atau tidaknya sang
anak yang membunuh dianggap sama saja, tidak berpengaruh apapun pada
ahli waris yang lain.

3. Pengertian warisan, syarat warisan, rukun wasiat

a. Warisan
Warisan adalah peninggalan yang ditinggalkan pewris kepada ahli
waris atau berdasarkan keturunan.
Warisan dalam pengertian bahasa Indonesia kebanyakan tidaklah sama
. dengan waris dalam islam. Waris dalam budaya arab dan islam
memiliki maka yan lebih luas.
Waris dalam pengertian hukum waris Islam merupakan aturan yang
dibuat untuk mengatur dalam hal pengalihan atau perpindahan harta
seseorang yang telah meninggal dunia kepada orang atau keluarga
yang disebut juga sebagai ahli waris. Sedangkan dalam Kompilasi
Hukum Islam pada pasal 171 yang menjelaskan tentang waris,
memiliki pengertian “Hukum waris islam sepenuhnya adalah hukum
yang dibuat untuk mengatur terkait pemindahan hak kepemilikan harta
peninggalan pewaris, serta menentukan siapa saja yang berhak
menerima dan menjadi ahli warisnya, dan juga jumlah bagian tiap ahli
waris”.
b. Syarat warisan
Syarat bagi ahli waris yang berhak mendapatkan warisan menurut
hukum waris Islam antara lain:

 Pewaris dinyatakan meninggal dunia atau meninggal secara hukum


(dinyatakan oleh hakim).
 Para ahli waris masih hidup ketika akan diwarisi.
 Hubungan ahli waris dengan pewaris merupakan pernikahan,
kekerabatan, ataupun memerdekakan budak.
 Menganut agama yang sama, yaitu Islam.
c. Rukun wasiat
Warisan memliki rukun yang harus dipenuhi, sebab jika tidak dipenuhi
saah satu dari rukun tersebut, harta warisan tidak bisa dibagikan
kepada ahi waris. Beriku adalah rukun warisan dalam hukum waris
yang dilansir oleh rumaysho
 Orang yang mewariskan atau secara Islam disebut Al-Muwarrits,
dalam hal ini orang yang telah meninggal dunia (mayit) yang
berhak mewariskan harta bendanya.
 Orang yang mewarisi atau Al-Warits, yaitu orang yang memiliki
ikatan kekeluargaan dengan mayit berdasarkan sebab-sebab yang
menjadikannya sebagai orang yang bisa mewarisi.
 Harta warisan atau Al-Mauruts, merupakan harta benda yang ingin
diwariskan karena ditinggalkan oleh mayit setelah peristiwa
kematiannya.

4. Hukum Melaksanakan dan Meninggalkan Wasiat

Para ulama saling berbeda pendapat tentang apakah membuat wasiat


hukumnya wajib ataukah sunnah bagi umat Muslim yang memiliki
kecukupan harta. Muhammad Bagir dalam buku Muamalah Menurut
Alquran, Sunnah, dan Pendapat para Ulama terbitan Naoura Penerbit
menjelaskan setidaknya terdapat lima hal yang dirincikan oleh para ulama
mengenai hal tersebut.

Pertama, wasiat hukumnya wajib, yakni apabila ada suatu kewajiban


(berkaitan dengan hak Allah atau hak manusia lain) yang harus dia
laksanakan sedemikian sehingga khawatir jika tidak diwasiatkan hal itu
tidak disampaikan kepada yang berhak. Misalnya, zakat yang belum dia
keluarkan atau kewajiban berhaji yang belum dia laksanakan. Atau ada
titipan yang diamanahkan kepadanya atau utang yang harus dilunasi, dan
sebagainya.
Kedua, wasiat hukumnya mustahab (sangat dianjurkan), yakni dalam
berbagai perbuatan taqarrub (pendekatan diri kepada Allah). Caranya
dengan mewasiatkan sebagian dari harta yang ditinggalkan untuk
diberikan kepada sanak kerabat yang miskin (terutama yang tidak
menerima bagian dari warisan). Atau orang-orang shaleh yang
memerlukan, atau untuk hal-hal yang berguna bagi masyarakat seperti
pembangunan lembaga pendidikan, kesehatan, sosial, dan sebagainya.
Ketiga, wasiat hukumnya haram jika menimbulkan kezaliman bagi ahli
waris, yakni jika dimaksudkan untuk sesuatu yang haram. Misalnya, untuk
membangun tempat minuman beralkohol atau perbuatan haram, atau kuil,
gereja, dan sebagainya. Atau untuk menghambur-hamburkan uang dalam
hal yang tidak bermanfaat, ini juga haram.
Keempat, wasiat hukumnya makruh, yakni jika harta si pemberi wasiat
hanya sedikit, sedangkan para ahli waris sangat memerlukannya. Atau jika
ditujukan kepada orang-orang tertentu yang ada kemungkinan dapat
digunakan oleh mereka dalam melakukan kegiatan kefasikan (perbuatan
dosa) dan sebagainya. Kelima, wasiat hukumnya mubah (boleh), yakni
jika dilakukan oleh seseorang yang cukup kaya dan ditujukan kepada
siapa saja yang dikehendaki olehnya, baik dia termasuk sanak kerabatnya
atau pun bukan.
Wasiat diperbolehkan untuk dilaksanakan jika isi wasiat tersebut baik,
sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud dari Hanasy berkata bahwa
dirinya melihat Ali menyembelih dua ekor gibas.” Lalu aku mengatakan
kepadanya,”Apa ini?” Ali menjawab,”Sesungguhnya Rasulullah saw
pernah berwasiat kepadaku agar aku berkurban atasnya maka aku pun
berkurban atasnya.”

Sedangkan jika wasiat itu berisi tentang pembagian harta warisan, maka
wasiat itu tidak boleh dilaksanakan karena Islam telah mengatur tentang
pembagian warisan dalam Al Quran. Sebagaimana firman Allah SWT:
َ ‫ٱَّللُ ف ٓأى أ َ ْو َٰلَ أدكُ ْم ۖ لألذَّك أَر مأثْ ُل َح أظ ْٱِلُنثَيَي أْن ۚ فَإأن كُ َّن نأ‬
‫سا ٓ ًء فَ ْوقَ ٱثْنَتَي أْن فَلَ ُه َّن ثُلُثَا َما ت ََركَ ۖ َوإأن‬ َّ ‫ُوصيكُ ُم‬
‫ي أ‬
َُّ‫ُس مأ َّما ت ََركَ إأن َكانَ لَ ۥهُ َولَد ٌ ۚ فَإأن لَّ ْم يَكُن لهۥ‬ ُ ‫سد‬ ْ ُ َ
ُّ ‫ْف ۚ َو أِلبَ َو ْي أه ألك أل َٰ َوحأ ٍد أمن ُه َما ٱل‬ َ
ُ ‫َت َٰ َوحأ دَة ً فَل َها ٱلنأص‬ ْ ‫كَان‬
َ ٓ
ۗ ‫ُوصى بأ َها أ ْو دَي ٍْن‬ ‫صيَّ ٍة ي أ‬ ۢ
‫ُس ۚ مأن بَ ْع أد َو أ‬ُ ‫سد‬ ُ ٌ ْ ُ ُ ُّ ُ َ
ُّ ‫َولَد ٌ َو َو أرث ٓۥهُ أبَ َواهُ فَ أِل أم أه ٱلثلث ۚ فَإأن َكانَ ل ٓۥه ُ إأخ َوة فَ أِل أم أه ٱل‬
َ َ
‫علأي ًما َحكأي ًما‬ َ َ‫ٱَّلل َكان‬ ‫ضةً أمنَ َّ أ‬
َ َّ ‫ٱَّلل ۗ إأ َّن‬ َ ‫ب لَكُ ْم نَ ْفعًا ۚ فَ أري‬ُ ‫َءابَا ٓ ُؤكُ ْم َوأ َ ْبنَا ٓ ُؤكُ ْم ََل تَد ُْرو َن أَيُّ ُه ْم أ َ ْق َر‬

Artinya: “Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka


untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan
bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya
perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan;
jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta.
Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari
harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika
orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-
bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu
mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.
(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia
buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan
anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih
dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Q. S. An
Nisa: 11)

5. Nilai-nilai filosofi dalam kewarisan

Filosofi waris dalam hukum islam :


Seperti telah disebutkan diawal bahwa ketentuan Kewarisan telah diatur
sedemikian rupa dalam Al-Qur’an. Dibandingkan dengan ayat-ayat hukum
lainnya, ayat-ayat hukum inilah yang paling tegas dan rinci isi
kandungannya. Ini tentu ada hikmah yang ingin di capai oleh Al-Qur’an
tentang ketegasan hukum dalam hal Kewarisan.
Berikut ini ada beberapa hikmah adanya pembagian waris menurut hukum
islam :
1. Pembagian waris dimaksudkan untuk memelihara harta (Hifdzul
Maal). Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan Syari’ah (Maqasidus
Syari’ah) itu sendiri yaitu memelihara harta
2. Mengentaskan kemiskinan dalam kehidupan berkeluarga..
3. Menjalin tali silaturahmi antar anggota keluarga dan memeliharanya
agar tetap utuh.
4. Merupakan suatu bentuk pengalihan amanah atau tanggung jawab dari
seseorang kepada orang lain, karena hakekatnya harta adalah amanah
Alloh SWT yang harus dipelihara dan tentunya harus
dipertanggungjawabkan kelak.
5. Adanya asas keadilan antara laki-laki dan perempuan sehingga akan
tercipta kesejahteraan sosial dalam menghindari adanya kesenjangan
maupun kecemburuan sosial.
6. Melalui sistem waris dalam lingkup keluarga
7. Selain itu harta warisan itu bisa juga menjadi fasilitator untuk
seseoranng membersihkan dirinya maupun hartanya dari terpuruknya
harta tersebut.
8. Mewujudkan kemashlahatan umat islam.
9. Dilihat dari berbagai sudut, warisan atau pusaka adalah kebenaran,
keadilan, dan kemashlahatan bagi umat manusia.
10. Ketentuan hukum waris menjamin perlindungan bagi keluarga dan
tidak merintangi kemerdekaan serta kemajuan generasi ke generasi
dalam bermasyrakat.
BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN
Faraidh adalah ilmu yang diketahui siapa yang berhak mendapat waris, siapa
yangberhak mendapat waris, siapa yang tidak berhak, dan juga berapa ukuran
untuk setiap ahli waris. Sedangkan ahli waris adalah orang yang memiliki
hubungan darah atau perkawinan dengan pewaris.
2. SARAN
Perlunya memelajari ilm faraidh adalah agar bisa menentukan bagaimana
carayang baik dan benar dalam islam dan hukum dalam membagi harta
warisan, dikarenakan masih banyak hal yang membuat harta warisan ini
menjadi suatu masalah didalam suatu keluarga karna kurangnya ilmu dalam
faraidh.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Ilmu_faraid
https://www.republika.co.id/berita/r33p20366/pentingnya-belajar-ilmu-
faraidh-atau-aturan-waris
https://eprints.utdi.ac.id/593/10/105410056_BAB%20I.pdf
https://www.suara.com/news/2021/11/11/104038/ahli-waris-dalam-islam-dan-
pembagian-harta-sesuai-syariat?page=all
https://islam.nu.or.id/warisan/mengenal-bagian-ashabah-dalam-warisan-
definisi-dan-macamnya-UyLm7
https://id.wikipedia.org/wiki/Warisan
https://islam.nu.or.id/warisan/hijab-dalam-ilmu-waris-definisi-jenis-dan-
contohnya-
czrcW#:~:text=Hijab%20berarti%20tidak%20bisanya%20seseorang,lebih%2
0dekat%20dengan%20si%20mayit
https://www.qoala.app/id/blog/keuangan/administrasi/hukum-waris-islam/
https://dalamislam.com/hukum-islam/hukum-tidak-melaksanakan-wasiat
https://republika.co.id/berita/qz4m3f366/hukum-berwasiat-wajib-atau-sunnah
http://andhikhariz.blogspot.com/2012/06/filosofi-hukum-islam-tentang-
waris.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai