Anda di halaman 1dari 12

WARISAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas individu


Mata Kuliah : Tafsir Ahkam
Dosen Pengampu : Muhammad Mahmud, Lc, MA

Disusun Oleh:
Sem. IIIA/Muamalah
Farhan Tribowo Hidayat 0204223138

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA
UTARA MEDAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt. Yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-
Nya serta pengetahuan yang telah dititipkan kepada manusia. Karena hanya atas
izin- Nyalah saya dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul “Warisan”.

Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya


kepada dosen mata kuliah Tafsir Ahkam yang telah memberikan tugas terhadap
saya.Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut
membantu dalam perbuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini , penulis merasa masih banyak kekurangan-


kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat kemampuan
yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan makalah ini.

Medan, 19 Desember 2023

Penulis

q 12
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hukum waris adalah merupakan bagian dari hukum Islam dan menduduki
tempat yang sangat penting dalam Hukum Islam. Ayat Alquran mengatur sebab
masalah warisan pasti dialami oleh setiap orang. Kecuali itu, hukum waris
langsung menyangkut harta benda yang apabila tidak diberikan ketentuan pasti
dialami oleh setiap orang. Hukum waris adalah suatu ketentuan nyang mengatur
tentang masalah harta, apabila tidak diatur secara rinci hal ini akan mengakibatkan
timbulnya sengketa dalam keluarga bahkan perselisihan itu akan berakibat sanagt
patal, bahkan sampai pertumpahan darah diantara keluarga sendiri, ada kalanya
karena masih sangat kental pengaruh kebiasaan ataupun hukum adat, yakni dengan
penundaan pembagian harta peninggalan pewaris hal ini akan berakibat fatal baik
kepada ahli waris maupun terhadap harta peninggalan tersebut habis tidak terbagi
sebagaimana mestinya. Sebagai contoh : A sorang laki-laki menikah dengan
seorang perempuan yang bernama B, mempunyai seorang anak laki-laki dan 3
orang anak perempuan. Si A meninggal dunia dan meninggalkan harta waris baik
harta gono gini maupun harta bawaan yang diperoleh sebelum perkawinan, namun
demikian harta tersebut tidak pernah terbagi pada para ahli waris yang berhak
menerimanya hingga pada suatu saat si janda/isteri menikah lagi dengan seorang
laki-laki yang bernama C. Dalam perkawian kedua ini lahirlah seorang anak laki-
laki dan dua orang anak perempuan, seiring perjalanan waktu anak-anak dari
perkawinan kedua ini beranjak dewasa, dan atas pengaruh suami sambung ini harta
yang dibawa oleh oleh si janda diatas namakan pada suami dan anak-anak dari
hasil perkawinan dengan suami kedua ini. Ketika si Istri meninggal, maka harta
peninggalan suami pertama seluruhnya dimiliki oleh anak-anak dari perkawian
kedua. Masih banyak lagi contoh kasus yang masih hidup dalam masyarakat yang
membagi hart warisan dengan berbagai sistem waris adat yang sangat beragam
yang masih hidup dalam masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Warisan?
2. Apakah sebab-sebab Pewarisan?
3. Bagaimana bagian-bagian Warisan?
4. Apa yang dimaksud dengan Kalalah?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Warisan
2. Mengetahui sebab-sebab Pewarisan
3. Mengetahui bagian-bagian Warisan
4. Mengetahui pengertian Kalalah

q 12
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Warisan
Pengertian hukum waris ( kewarisan ) adalah hukum yang mengatur tentang
pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) dari al-muwarist (orang
yang mewariskan ) kepada ahli waris (al-waarits) dengan menetapkan siapa ahli
waris dan berapa hak(bagian)nya.1 Ilmu waris dalam kitab fikih dikenal dengan
ilmu Faraidh. Secar bahasa , kata ini adalah jamak darikata faridhoh dari kata
fardh, yang artinya ketentuan . Pengertian ini selaras dengan firman Allah yang
berbunyi fanishfu maa faradhtum (separuh dari yang kamu tentukan). Menuru
istilah syariat, fardh diartikan sebagai bagian (hak) yang telah ditentukan bagi ahli
waris. Hukum waris Islam merupakan bagian dari kaedah hukum muamalah yang
mengatur pembagian harta peninggalan yang ditinggalkan pewarisnya, yang akan
dimiliki oleh para ahli waris secara proporsional berdasakan Al-Quran dan Hadits
Nabi yang mengutamakan prinsip-prinsip kewarisan Islam diantaranya seperti
tersebut dibawah ini :
1. Warisan adalah ketetapan hukum. Yang mewariskan tidak dapat
menghalangi ahli waris dari haknya atas harta warisan, dan ahli waris berhak atas
harta warisan tanpa perlu kepada pernyataan menerima dengan sukarela atas
keputusan hakim. Namun tidak berarti bahwa ahli waris dibebani melunasi htang
mayit (pewaris).
2. Warisan terbatas dalam lingkungan keluarga, dengan adanya hubungan
perkawinan atau karena hubungan nasab/keturunan yang sah. Keluarga yang lebih
dekat hubungannya dengan mayat (pewaris) lebih diutamakan daripad yang lebih
jauh, yang lebih kuat hubungannya dengan mayit(pewaris) lebih diutamakan
daripada yang lebih lemah. Misalnya lebih diutamakan dari pada kakek dan
saudara kandung lebih diutamkan dari pada saudara seayah.
3. Hukum waris Islam lebih cendrung untuk membagikan harta warisan kpada
sebanyak mungkin ahli waris, dengan membagikan bagian tertentu kepada
ben]berapa ahli waris. Misalnya,apabila ahli waris terdiri dari ayah, ibu, suami
atau istri dan anak-anak, mereka semua berhak atas harta warisan.
4. Hukum waris Islam tidak mmbedakan hak anak atas harta warisan.Anak
yang sudah besar, yang masih kecil, yang baru saja lahir, semuanya berhak atas
q 12
harta warisan orang tuanya. Nmun perbedaan besar kecilnya bagian diadakan
sejalan dengan perbedaan besar kecilnya beban kewajiban yang harus ditunaikan
dalam keluarga. Misalanya anak laki-laki yang memikul beban tanggungan nafkah
keluarga mempunyai hak lebih besar dari pada anak perempuan yang tidak
dibebani dibebani tanggungan nafkah keluarga.
5. Hukum waris Islam membedakan besar kecilnya bagian tertentu ahli waris
diselaraskan dengan kebutuhannya dalam hidup sehari-hari, disamping
memandang jauh dekat hubungannya denjgan mayit (pewaris). Bagian tertentu
dari harta itu adalah 2/3, ½, 1/3, ¼, 1/6, 1/8. Ketentuan tersebut termasuk hal yang
sifatnya ta’abbudi, yang wajib dilaksanakan karena telah menjadi ketentuan
Alquran suat An Nisaa‟ayat 13, adanya ketentuan bagia ahli waris yang bersifat
ta’abbudi itu merupakan salah satu ciri hukum waris Islam.2

B. Sebab-Sebab Pewarisan

1. Sebab-Sebab Seseorang Mendapatkan Warisan

Untuk dapat dijadikan sebagai ahli waris, atau orang yang berhak mendapatkan
bagian harta peninggalan pewaris haruslah disebabkan oleh beberapa sebab,
diantaranya :
1. Adanya hubungan kekerabatan atau nasab, seperti ayah, ibu, anak, cucu,
saudara-saudara kandung, saudara-saudara seayah maupun saudara-saudara seibu,
begitu juga kakek dan nenek keturuna keatas.

Q.S An Nisaa :7

‫ِل ل ِّر َج ا ِل َن ِص ي ٌب ِم َّم ا َت َر َك ا ْل َو ا ِل َد ا ِن َو ا َأْلْق َر ُبوَن َو ِل ل ِّن َس ا ِء َن ِص ي ٌب ِم َّم ا َت َر َك ا ْل َو ا ِل َد ا ِن‬


‫) َو ا َأْلْق َر ُبوَن ِم َّم ا َق َّل ِم ْن ُه َأ ْو َك ُث َر ۚ َن ِص ي ًب ا َم ْف ُر و ًض ا‬٧(

Artinya : “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa
dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan
ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah
ditetapkan.”
Tafsir: (Bagi laki-laki) baik anak-anak maupun karib kerabat (ada bagian) atau
hak (dari harta peninggalan ibu bapak dan karib kerabat) yang meninggal dunia
(dan bagi wanita ada bagian pula dari harta peninggalan ibu bapak dan karib
kerabat,baik sedikit dari padanya) maksudnya dari harta itu (atau banyak)yang
dijadikan Allah (sebagai hak yang telah ditetapkan) artinya hak yang pasti yang
harus diserahkan kepada mereka.

q 12
Q.S An Nisaa :8

‫َو ِإ َذ ا َح َض َر ا ْل ِقْس َم َة ُأ و ُل و ا ْلُق ْر َب ٰى َو ا ْل َي َتا َم ٰى َو ا ْل َم َس ا ِك يُن َف ا ْر ُز ُق وُه ْم ِم ْن ُه َو ُق و ُل وا َل ُه ْم‬


‫) َق ْو اًل َم ْع ُر و ًف ا‬٨(

Artinya: “Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan
orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang baik.”

Tafsir: (Dan apabila pembagian harta warisan dihadiri oleh karib kerabat )
yakni dari golongan yang tidak beroleh warisan (dan anak-anak yatim serta orang-
orang miskin, maka berilah mereka dari padanya sekadarnya) sebelum dilakukan
pembagian (dan ucapkanlah) hai para wali (kepada mereka) yakni jika mereka
masih kecil-kecil (kata-kata yang baik) atau lemah-lembut , seraya meminta maaf
kepada kaum kerabat yang tidak mewarisi itu, bahwa harta peninggalan ini bukan
milik kalian tetapi milik ahli waris yang masih kecil-kecil. Ada yang mengatakan
bahwa hukum ini yakni pemberian kepada kaum kerabat yang tidak mewarisi telah
dinaskhkan/dihapus. Tetapi ada pula yang mengatakan tidak, hanya manusialah
yang mempermudah dan tidak melakukannya. Berdasarkan itu maka hukumnya
Sunnah, tetapi Ibnu Abbas mengatakan wajib.

Adapun bagian-bagian tertentu sebab hubungan kekerabatan sebagaimana


firman Allah dalam Q.S An Nisaa : 11.

‫ُي و ِص ي ُك ُم ال َّل ُه ِف ي َأ ْو اَل ِد ُك ْم ۖ ِل ل َّذ َك ِر ِم ْث ُل َح ِّظ ا ُأْل ْن َث َيْي ِن ۚ َف ِإ ْن ُك َّن ِنَس ا ًء َف ْو َق ا ْث َن َت ْي ِن َف َل ُه َّن ُث ُل َث ا َم ا‬

‫َت َر َك ۖ َو ِإ ْن َك ا َن ْت َو ا ِح َد ًة َف َل َه ا ال ِّن ْص ُف ۚ َو َأِل َب َو ْيِه ِل ُك ِّل َو ا ِح ٍد ِم ْن ُه َم ا ال ُّس ُد ُس ِم َّم ا َت َر َك ِإ ْن َك اَن َل ُه‬

‫َو َل ٌد ۚ َف ِإ ْن َل ْم َي ُك ْن َل ُه َو َل ٌد َو َو ِر َث ُه َأ َب َو ا ُه َفُأِل ِّم ِه ال ُّث ُلُث ۚ َف ِإْن َك اَن َل ُه ِإ ْخ َو ٌة َفُأِل ِّم ِه ال ُّس ُد ُس ۚ ِم ْن َبْع ِد‬
ۗ ‫َو ِص َّيٍة ُي و ِص ي ِب َه ا َأ ْو َد ْي ٍن ۗ آ َب اُؤ ُك ْم َو َأ ْب َن اُؤ ُك ْم اَل َتْد ُر وَن َأ ُّيُه ْم َأْق َر ُب َل ُك ْم َن ْف ًع اۚ َف ِر ي َض ًة ِم َن ال َّل ِه‬

(١١ )‫ِإ َّن ال َّل َه َك اَن َع ِل ي ًم ا َح ِك ي ًم ا‬

Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk)


anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua
orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua,
maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan
itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa,
bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang
meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak
dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang
meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.

q 12
(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia
buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-
anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak)
manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Tafsir: ketentuan pemberian kepada setiap pemilik warisan atau ahli waris.
Ayat di atas juga memberi penegasan bahwa ada hak untuk laki-laki maupun
perempuan berupa bagian tertentu dari warisan ibu, bapak, dan kerabat yang diatur
oleh Allah Yang Maha Tinggi.

Dikutip dari buku Hukum Islam karya Palmawati Tahir dan Dini Handayani,
kandungan inti dari ayat di atas adalah syariat tentang pembagian warisan seorang
anak laki-laki yang sama dengan bagian dua orang anak perempuan dengan
perbandingan 2:1.

Selain itu, ayat di atas juga mengandung keunikan ilmu warisan dalam Islam
yang mengatur hak warisan dengan mengggunakan sistem yang matematis.
Pembagian hak warisan ini menggunakan angka pecahan sehingga tidak lebih dari
satu bagian, seperti ½, 1/3, ¼, 1/6, 1/8, dan 2/3.

2. Sebab adanya hubungan pernikahan. Setelah terjadi hubungan pernikahan


yang sah antara seorang laki-laki dengan seorang wanita ditandai dengan adanya
ijab dan qobul yang dilakukan oleh wali nikah dengan calon mempelai laki-laki,
maka sejak itulah antara seorang laki-laki dngan seorang wanita menjadi
pasangan sebagai suami-isteri, yang menyebabkan mereka menjadi krabat, dan
keduanya mendapathak saling waris mewarisi apabila salah satu dianatanya
meninggal dunia, sebagaimana firman Allah dalam Q.S An Nisaa ayat 12.

‫َو َلُك ْم ِنْص ُف َم ا َتَر َك َأْز َو اُج ُك ْم ِإْن َلْم َيُك ْن َلُهَّن َو َلٌد َف ِإْن َك اَن َلُهَّن َو َل ٌد َفَلُك ُم الُّر ُب ُع ِم َّم ا َت َر ْك َن ِم ْن َبْع ِد َو ِص َّيٍة‬
‫ُيوِص يَن ِبَها َأْو َدْيٍن َو َلُهَّن الُّر ُبُع ِم َّم ا َتَر ْكُتْم ِإْن َلْم َيُك ْن َلُك ْم َو َلٌد َفِإْن َك اَن َلُك ْم َو َل ٌد َفَلُهَّن الُّثُم ُن ِم َّم ا َت َر ْكُتْم ِم ْن‬
‫َبْعِد َو ِص َّيٍة ُتوُصوَن ِبَه ا َأْو َدْيٍن َو ِإْن َك اَن َرُج ٌل ُي وَر ُث َكاَل َل ًة َأِو اْم َر َأٌة َو َل ُه َأٌخ َأْو ُأْخ ٌت َفِلُك ِّل َو اِح ٍد ِم ْنُهَم ا‬
‫الُّسُد ُس َفِإْن َك اُنوا َأْك َثَر ِم ْن َذ ِلَك َفُهْم ُش َر َك اُء ِفي الُّثُلِث ِم ْن َبْعِد َو ِصَّيٍة ُيوَص ى ِبَها َأْو َدْيٍن َغ ْيَر ُم َض اٍّر َو ِص َّيًة‬
‫) ِم َن ِهَّللا َو ُهَّللا َع ِليٌم‬١٢(

Artinya: Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh
isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai
anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah
dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri
memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai
anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari
harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan)
sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi
mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan
(seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.
Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu
q 12
dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah
dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah
menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.

Tafsir: (Dan bagi kamu, suami-suami, seperdua dari harta peninggalan istri-
istrimu jika mereka tidak mempunyai anak) baik dari kamu maupun dari bekas
suaminya dulu. (Tetapi jika mereka mempunyai anak, maka kamu mendapat
seperempat dari harta peninggalan, yakni setelah dipenuhinya wasiat yang mereka
buat atau dibayarnya utang mereka.) Dalam hal ini cucu dianggap sama dengan
anak menurut ijmak. (Dan bagi mereka) artinya para istri itu baik mereka
berbilang atau tidak (seperempat dari harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak; dan jika kamu mempunyai anak) baik dari istrimu itu maupun
dari bekas istrimu (maka bagi mereka seperdelapan dari harta peninggalanmu,
yakni setelah dipenuhinya wasiat yang kamu buat atau dibayarnya utangmu).
Dalam hal ini cucu dianggap sama dengan anak menurut ijmak. (Jika seorang
laki-laki yang diwarisi itu) menjadi sifat, sedangkan khabarnya: (kalalah) artinya
tidak meninggalkan bapak dan tidak pula anak (atau perempuan) yang mewaris
secara kalalah (tetapi ia mempunyai) maksudnya yang diwarisi itu (seorang
saudara laki-laki atau seorang saudara perempuan) maksudnya yang seibu, dan
jelas-jelas dibaca oleh Ibnu Masud dan lain-lain (maka masing-masing jenis
saudara itu memperoleh seperenam) harta peninggalan.

3. Memerdekakan hamba sahaya. Apabila seseorang memerdekakan hamba


sahaya (budak) belian, maka ia berhak menjadi ahli wais dari budak yang telah
dimerdekakan. Keturunan yang didapat dengancara demikian disebut nasab hukmi
atau wala’ atau disbut wala’ itaaq. Sedangkan keturunan berdasarkan
kekerabatan disebut wala’ al-muwaiah.

C. Pembagian Warisan
Adapun pembagian warisan adalah:

Q.S An Nisaa :7

‫َو ا َأْلْق َر ُبوَن َو ِل ل ِّن َس ا ِء َن ِص ي ٌب ِم َّم ا َت َر َك ا ْل َو ا ِل َد ا ِن‬ ‫ِل ل ِّر َج ا ِل َن ِص ي ٌب ِم َّم ا َت َر َك ا ْل َو ا ِل َد ا ِن‬
‫َأ ْو َك ُث َر ۚ َن ِص ي ًب ا َم ْف ُر و ًض ا‬ ‫) َو ا َأْلْق َر ُبوَن ِم َّم ا َق َّل ِم ْن ُه‬٧(

Artinya : “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa
dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian
yang telah ditetapkan.”

q 12
Tafsir: (Bagi laki-laki) baik anak-anak maupun karib kerabat (ada bagian)
atau hak (dari harta peninggalan ibu bapak dan karib kerabat) yang meninggal
dunia (dan bagi wanita ada bagian pula dari harta peninggalan ibu bapak dan
karib kerabat,baik sedikit dari padanya) maksudnya dari harta itu (atau
banyak)yang dijadikan Allah (sebagai hak yang telah ditetapkan) artinya hak yang
pasti yang harus diserahkan kepada mereka.

Q.S An Nisaa : 11

‫ُي و ِص ي ُك ُم ال َّل ُه ِف ي َأ ْو اَل ِد ُك ْم ۖ ِل ل َّذ َك ِر ِم ْث ُل َح ِّظ ا ُأْل ْن َث َيْي ِن ۚ َف ِإ ْن ُك َّن ِنَس ا ًء َف ْو َق ا ْث َن َت ْي ِن َف َل ُه َّن ُث ُل َث ا َم ا‬

‫َت َر َك ۖ َو ِإ ْن َك ا َن ْت َو ا ِح َد ًة َف َل َه ا ال ِّن ْص ُف ۚ َو َأِل َب َو ْيِه ِل ُك ِّل َو ا ِح ٍد ِم ْن ُه َم ا ال ُّس ُد ُس ِم َّم ا َت َر َك ِإ ْن َك اَن َل ُه‬

‫َو َل ٌد ۚ َف ِإ ْن َل ْم َي ُك ْن َل ُه َو َل ٌد َو َو ِر َث ُه َأ َب َو ا ُه َفُأِل ِّم ِه ال ُّث ُلُث ۚ َف ِإْن َك اَن َل ُه ِإ ْخ َو ٌة َفُأِل ِّم ِه ال ُّس ُد ُس ۚ ِم ْن َبْع ِد‬
ۗ ‫َو ِص َّيٍة ُي و ِص ي ِب َه ا َأ ْو َد ْي ٍن ۗ آ َب اُؤ ُك ْم َو َأ ْب َن اُؤ ُك ْم اَل َتْد ُر وَن َأ ُّيُه ْم َأْق َر ُب َل ُك ْم َن ْف ًع اۚ َف ِر ي َض ًة ِم َن ال َّل ِه‬

(١١ )‫ِإ َّن ال َّل َه َك اَن َع ِل ي ًم ا َح ِك ي ًم ا‬

Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk)


anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua
orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua,
maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan
itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa,
bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang
meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak
dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang
meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.
(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau
(dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu
tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya
bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana.

Tafsir: ketentuan pemberian kepada setiap pemilik warisan atau ahli waris.
Ayat di atas juga memberi penegasan bahwa ada hak untuk laki-laki maupun
perempuan berupa bagian tertentu dari warisan ibu, bapak, dan kerabat yang
diatur oleh Allah Yang Maha Tinggi.

q 12
Dikutip dari buku Hukum Islam karya Palmawati Tahir dan Dini Handayani,
kandungan inti dari ayat di atas adalah syariat tentang pembagian warisan seorang
anak laki-laki yang sama dengan bagian dua orang anak perempuan dengan
perbandingan 2:1.

Selain itu, ayat di atas juga mengandung keunikan ilmu warisan dalam Islam
yang mengatur hak warisan dengan mengggunakan sistem yang matematis.
Pembagian hak warisan ini menggunakan angka pecahan sehingga tidak lebih dari
satu bagian, seperti ½, 1/3, ¼, 1/6, 1/8, dan 2/3.

Q.S An Nisaa : 12

‫َو َلُك ْم ِنْص ُف َم ا َتَر َك َأْز َو اُج ُك ْم ِإْن َلْم َيُك ْن َلُهَّن َو َلٌد َفِإْن َك اَن َلُهَّن َو َلٌد َفَلُك ُم الُّر ُبُع ِم َّم ا َتَر ْك َن ِم ْن َبْعِد‬
‫َو ِص َّيٍة ُيوِص يَن ِبَها َأْو َدْيٍن َو َلُهَّن الُّر ُبُع ِم َّم ا َتَر ْكُتْم ِإْن َلْم َيُك ْن َلُك ْم َو َلٌد َفِإْن َك اَن َلُك ْم َو َلٌد َفَلُهَّن الُّثُم ُن ِم َّم ا َتَر ْكُتْم‬
‫ِم ْن َبْعِد َو ِصَّيٍة ُتوُصوَن ِبَها َأْو َدْيٍن َو ِإْن َك اَن َر ُج ٌل ُيوَر ُث َكاَل َلًة َأِو اْم َر َأٌة َو َلُه َأٌخ َأْو ُأْخ ٌت َفِلُك ِّل َو اِحٍد ِم ْنُهَم ا‬
‫الُّسُد ُس َفِإْن َك اُنوا َأْك َثَر ِم ْن َذ ِلَك َفُهْم ُش َر َك اُء ِفي الُّثُلِث ِم ْن َبْعِد َو ِصَّيٍة ُيوَص ى ِبَها َأْو َدْيٍن َغ ْيَر ُم َض اٍّر َو ِص َّيًة‬
‫) ِم َن ِهَّللا َو ُهَّللا َع ِليٌم‬١٢(

Artinya: Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan


oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu
mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah
dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu
tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka
para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah
dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu.
Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan
ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki
(seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-
masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara
seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu,
sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya
dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang
demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Penyantun.

Tafsir: (Dan bagi kamu, suami-suami, seperdua dari harta peninggalan istri-
istrimu jika mereka tidak mempunyai anak) baik dari kamu maupun dari bekas
suaminya dulu. (Tetapi jika mereka mempunyai anak, maka kamu mendapat
seperempat dari harta peninggalan, yakni setelah dipenuhinya wasiat yang mereka
buat atau dibayarnya utang mereka.) Dalam hal ini cucu dianggap sama dengan
anak menurut ijmak. (Dan bagi mereka) artinya para istri itu baik mereka
berbilang atau tidak (seperempat dari harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak; dan jika kamu mempunyai anak) baik dari istrimu itu maupun
dari bekas istrimu (maka bagi mereka seperdelapan dari harta peninggalanmu,
yakni setelah dipenuhinya wasiat yang kamu buat atau dibayarnya utangmu).
Dalam hal ini cucu dianggap sama dengan anak menurut ijmak. (Jika seorang
laki-laki yang diwarisi itu) menjadi sifat, sedangkan khabarnya: (kalalah) artinya
tidak meninggalkan bapak dan tidak pula anak (atau perempuan) yang mewaris
q 12
secara kalalah (tetapi ia mempunyai) maksudnya yang diwarisi itu (seorang
saudara laki-laki atau seorang saudara perempuan) maksudnya yang seibu, dan
jelas-jelas dibaca oleh Ibnu Masud dan lain-lain (maka masing-masing jenis
saudara itu memperoleh seperenam) harta peninggalan.

(Tetapi jika mereka itu) maksudnya saudara-saudara yang seibu itu,baik laki-
laki maupun perempuan (lebih daripada itu) maksudnya lebih dari seorang (maka
mereka berserikat dalam sepertiga harta) dengan bagian yang sama antara laki-
laki dan perempuan (sesudah dipenuhinya wasiat yang dibuatnya atau dibayarnya
utangnya tanpa memberi mudarat) menjadi hal dari dhamir yang terdapat pada
yuushaa; artinya tidak menyebabkan adanya kesusahan bagi para ahli waris,
misalnya dengan berwasiat lebih dari sepertiga harta (sebagai amanat) atau pesan,
dan merupakan mashdar yang mengukuhkan dari yuushiikum (dari Allah, dan
Allah Maha Mengetahui) faraid atau tata cara pembagian pusaka yang diatur-Nya
buat makhluk-Nya (lagi Maha Penyantun) dengan menangguhkan hukuman
terhadap orang-orang yang melanggarnya. Kemudian mengenai pembagian
pusaka terhadap ahli-ahli waris tersebut yang mengandung keraguan dengan
adanya halangan seperti pembunuhan atau perbedaan agama dan menjadi murtad,
maka penjelasannya diserahkan pada sunah.

D. Kalalah

Kalalah berasal dari akar kata yang tersusun dari huruf kaf dan lam. Menurut
Ibnu Faris, makna dasar kata ini berkisar pada tiga hal, yaitu: “tumpul (lawan
tajam)”, “melingkari sesuatu dengan sesuatu”, dan “salah satu organ tubuh
(dada)”. Pertama, seperti ungkapan kalla as-Saifu yang berarti pedang itu menjadi
tumpul. Kedua kalil berarti pedang tumpul. Ketiga seperti iklil yang berarti ikat
kepala atau mahkota. Dinamai demikian karena melingkari kepala. Selain tiga
makna ini disimpulkannya dari syair al-A‟sya yang mengatakan alaitu la urtsi laha
min kallin yang maksutnya “saya jadi tidak meratapinya lagi karena lelah”.
Asy-Sya‟rabi meriwayatkan bahwa Abu Bakar r.a berkata tentang kalalah,
maka katakan: “aku menjawab berdasarkan pendapatku, jika benar maka itu dari
Allah dan jika salah maka itu dariku. Kalalah adalah orang yang tidak memilki
anak dan tidak memiliki orangtua”. Disaat Umar diangkat menjadi khalifah,
beliau berkata: “Sesungguhnya aku malu untuk berbeda pendapat dengan Abu
Bakar.” Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a berkata: Aku adalah
orang yang terakhir menjumpai Umar, sesungguhnya aku mendengarnya berkata:
“Pendapat yang kuat adalah pendapat saat ini.” Aku bertanya: “Apa
pendapatmu?” Beliau berkata: “Kalalah adalah orang yang tidak mempunyai anak
dan orangtua (sama dengan pendapat Abu Bakar).
Abu Bakar as-Siddiq mendefinisikan kalalah dengan “seseorang yang
meninggal dunia yang tidak mempunyai anak dan ayah. Pendapat ini kemudian
dianut secara luas oleh para ulama tafsir berikutnya, seperti ibnu Arabi (mufaasir
dari mazhab Maliki) dan Muhammad Husin Tabataba‟i (mufaasir Syiah).
Diriwayatkan dari Umar bin Khattab, bahwa selama beberapa saat masa
kekhalifahannya, dalam masalah kalalah, ia mengikuti pendapat Abu Bakar.
Menurut Umar, kalalah adalah mayat yang tidak meninggalkan anak dan ayah.
Penafsiran ini tidak berbeda dengan yang dikemukakan oleh Ali bin Abi Talib dan
q 12
sejalan pula dengan pengertian yang ditetapkan oleh mayoritas fuqaha yang
mengatakan kalalah adalah orang yang mati tanpa meninggalkan ayah dan anak,
yaitu tidak mempunyai pokok maupun cabang.
Secara terminologis seperti diungkapkan oleh az-Zamakhsyari dalam tafsirnya, al-
Kasyyaf, kata kalalah mencangkup tiga hal, yaitu orang yang mati tanpa meninggalkan
anak dan bapak, ahli waris selain anak dan bapak, dan kerabat yang tidak berasal dari
jalur anak dan bapak. Kerabat demikian, dinamakan kalalah karena pertaliannya dengan
pewaris lemah atau tumpul (tidak tajam). Atau karena mereka mengelilingi pewaris dari
tepian, bukan tengah. seperti ikat kepala yang melingkari tepian kepala sedang
tengahtengahnya kosong.

q 12

Anda mungkin juga menyukai