Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH HUKUM WARIS ISLAM

“PEMBAGIAN AHLI WARIS NASABIYAH”


DOSEN PENGAMPU :

Di susun oleh :
HAMMAD FAROBI SYAHUDA
FATMA NANO
YUSRIL REZA
NISRINA DURRATUL HIKMAH

HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, merupakan satu kata yang sangat pantas kami ucapkan kepada
Allah, yang karena bimbingannyalah maka kami bisa menyelesaikan sebuah makalah tepat
pada waktunya yang berjudul “PEMBAGIAN AHLI WARIS NASABIYAH” .
Makalah ini dibuat dari beberapa referensi dalam jangka waktu tertentu sehingga
menghasilkan sebuah karya yang bisa dipertanggungjawabkan hasilnya. Kami mengucapkan
terima kasih kepada pihak terkait yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Di dalam makalah ini kami membahas devinisi, pembagian serta penjabaran yang telah
kami upayakan dalam bentuk rangkuman guna besar harapan kami agar isi yang terkandung
dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi kehidupan kita di dunia dan akhirat. Aaamiiin
Kami menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar dalam
makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan saran
yang membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini
Terima kasih kami haturkan, semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi kita
semua.

Mataram, 11 November 2021

penulis

ii
DAFTAR ISI
JUDUL HALAMAN..........................................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
A. Latar Belakang....................................................................................................
B. Rumusan Masalah...............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................
A. Pengertian ahli waris nasabiyah........................................................................
B. Jenis – jenis ahli waris nasabiyah dan pembagiannya menurut faroid..............
C. Pembagian ahli waris nasabiyah bedasarkan KHI.............................................
BAB III PENUTUP...........................................................................................................
A. Kesimpulan.........................................................................................................
B. Kritik dan Saran..................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Warisan merupakan ketetapan hukum yang berasal dari Allah SWT, syari’at Islam
menetapkan aturan waris dengan bentuk yang sangat teratur dan adil.di dalamnya telah
ditetapkan hak kepemilikan harta bagi setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan
dengan cara yang legal. Syari’at islam juga telah menetapkan hak pemindahan seseorang
yang sudah meninggal dunia kepada ahli warisnya, dari seluruh kerabat dan nasabnya.
Dalam pembagian harta warisan antara anak laki-laki dan anak perempuan
diharuskan menuju pada keadilan, islam telah mengatur bagian waris antara anak laki-
laki dan anak perempuan pada ayat 14 surat An-nisa khususnya tentang pembagian
warisan anak laki-laki dan anak perempuan, dan juga terdapat pada kitab kompilasi
hukum islam. perbedaan bagian waris bukanlah masalah pilih kasih kepada anak laki-laki
dengan mengalahkan anak perempuan, tetapi masalahnya adalah tentang keseimbangan
dan keadilan antara beban yang ditanggung anak laki-laki dan beban-beban yang
ditanggung anak perempuan pada masa yang akan datang dalam sebuah kewajiban
keluarga dan sistem sosial.
Ketentuan al-qur’an tentang pembagian waris antara anak laki-laki dan anak
perempuan berbeda bagiannya. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh status yang di
sandangnya. Ketika terjadi perbedaan bagian yang diterima antara anak laki-laki dan
anak perempuan, hal itu dikarenakan kewajiban dan kebutuhan mereka yang memang
berbeda, tidak dapat disamakan atara satu dengan yang lain. Perbedaan itulah yang
menjadikan keadilan bagi anak laki-laki dan anak perempuan. Karena adil itu bukan
menyamakan porsi, sementara kewajiban dan kebutuhan berbeda.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian ahli waris nasabiyah ?
2. Apa Jenis – jenis ahli waris nasabiyah dan bagaimana pembagiannya menurut faroid ?
3. Bagaimana Pembagian ahli waris nasabiyah bedasarkan KHI ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pa Pengertian ahli waris nasabiyah.
2. Mengetahui Jenis – jenis ahli waris nasabiyah dan bagaimana pembagiannya menurut
faroid.

1
3. Mengetagui Pembagian ahli waris nasabiyah bedasarkan KHI.

D. Manfaat Penulisan
Dapat di jadikan sumber belajar mengajar di bidang faroid atau hukum waris, yang
berfokus membahas ahli waris nasabiyah yaitu orang yang berhak memperoleh harta
warisan karena ada hubungan nasab (hubungan darah/keturunan).

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ahli Waris Nasabiyah
Ahli waris nasabiyah ialah orang yang berhak memperoleh harta warisan karena
ada hubungan nasab (hubungan darah/keturunan).
Ahli waris nasabiyah adalah ahli waris yang pertalian kekerabatannya kepada muwaris
berdasarkan hubungan darah. Ahli waris nasabiyah ini terdiri 13 orang laki-laki dan 8
orang perempuan.
a. Ahli waris laki-laki :
- Anak laki-laki
- Cucu laki-laki garis laki-laki
- Bapak
- Kakek dari bapak
- Saudara laki-laki sekandung
- Saudara laki-laki seayah
- Saudara laki-laki seibu
- Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung
- Anak laki-laki saudara laki-laki seayah
- Paman saudara bapak sekandung
- Paman seayah
- Anak laki-laki paman sekandung
- Anak laki-laki paman seayah.
b. Adapun ahli waris perempuan :
- Anak perempuan
- Cucu perempuan garis laki-laki
- Ibu
- Nenek garis bapak
- Nenek garis ibu
- Saudara perempuan sekandung
- Saudara perempuan seayah
- Saudara perempuan seibu

3
B. Jenis – jenis Ahli Waris Nasabiyah dan Pembagiannya Menurut Hukum Faroid
Ahli waris nasabiyah terbagi menjadi tiga jenis yaitu furu’ al-mayyit, usul al-mayyit,
al-hawasyi.1
a. Furu’ al-Mayyit
Furu’ al-mayyit yaitu hubungan nasab menurut garis lurus keturunan ke bawah.
yang termasuk kedalam jenis furu’ al-mayyit ini adalah:
1) Anak laki-laki.
2) Anak perempuan.
3) Anak dari anak laki-laki (cucu laki-laki atau cucu perempuan)

1) Anak laki-laki
Anak laki-laki tidak memiliki bagian yang pasti, mereka menerima waris
dengan jalan ashobah, baik diantara sesama anak laki-laki atau bersama dengan
anak perempuan. Bagian anak laki-laki adalah:
a. Menurut ijma’ para ulama anak laki- laki mendapatkan semua harta warisan,
jika tidak ada pewaris lainnya atau mendapatkan sisa harta apabila ada
pewaris lain. Dalam hal ini, kedudukan anak laki-laki sebagai ashabah
binnafsih.
b. Jika anak laki-laki dan anak perempuan bersama-sama maka anak laki-laki
mendapatkan 2 kali bagian dari anak perempuan, kedudukan anak perempuan
adalah ashabah bil-ghair.2 Hal ini berdasarkan pada firman Allah pada surat
An-nisa ayat 11 yang berbunyi :
َّ ِ‫ُوصي ُك ُم ٱهَّلل ُ فِ ٓي َأ ۡو ٰلَ ِد ُكمۡۖ ل‬
‫لذ َك ِر ِم ۡث ُل َحظِّ ٱُأۡلنثَيَ ۡي ۚ ِن‬ ِ ‫ي‬
Artinya : “.....bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang
anak perempuan…..” (QS. An-Nisa: 11)
Berdasarkan potongan ayat dari surat An-nisa tersebut, bahwa para
ulama telah sepakat kata walad berlaku untuk anak laki-laki dan anak
perempuan. Anak dalam kewarisan menempati dua porsi yang pasti yaitu
sebagai orang yang berhak menerima warisan dan sebagai orang yang
mempengaruhi hak orang lain dalam pembagian warisan, namun dalam ayat-
ayat kewarisan kata walad itu lebih banyak digunakan dalam hubungannya

1
Amin Husein Nasution, Hukum Kewarisan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 99.
2
Otje Salman, Hukum Waris Islam (Bandung: Refika, 2002), hlm. 57

4
dalam kedudukannya sebagai penghijab baik hijab hirman atau hijab
nuqshan.3
Mengapa anak laki-laki lebih didahulukan daripada bapak? Suatu
pertanyaan yang sangat wajar dan mesti diketahui jawaban serta hikmah di
dalamnya. Sebab, keduanya memiliki posisi sederajat dari segi kedekatan
nasab pada seseorang, ayah sebagai pokok dan anak merupakan cabang.
Berdasarkan posisi ini seyogianya garis anak tidak didahulukan daripada
garis ayah.
Namun demikian, ada dua landasan mengapa garis anak lebih
didahulukan. Landasan pertama berupa dalil Al-qur’an, sedangkan yang kedua
berupa dalil aqli. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya
seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai
anak.
Dalam ayat tersebut Allah SWT menjadikan ayah sebagai ashhabul
furudh bila pewaris mempunyai anak, sedangkan bagian anak tidak
disebutkan. Dengan demikian jelaslah bahwa anak akan mendapatkan seluruh
sisa harta peninggalan pewaris, setelah masing-masing dari ashhabul furudh
telah mendapatkan bagiannya. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa garis
anak lebih didahulukan daripada garis bapak.4
Para ulama juga telah sepakat bahwa, kata walad dalam surat An-nisa
ayat 12. Dengan demikian anak laki-laki dan anak perempuan mengurangi
hak suami dari 1/2 menjadi 1/4, hak istri dari 1/4 menjadi 1/8. Begitu pula
mengurangi hak ibu dari 1/3 menjadi 1/6 dan menempatkan ayah sebagai
penerima furudh 1/6.
Anak laki- laki tidak mungkin mahjub (terhalang mendapatkan warisan)
oleh siapa pun, tapi bisa menjadi hijab (kemampuan untuk menghalangi) bagi:
a. Cucu laki-laki (anak laki-laki dari anak laki-laki)
b. Cucu perempuan (anak perempuan dari anak laki-laki)
c. Saudara (sekandung, seayah atau seibu)
d. Anak dari saudara (sekandung, seayah atau seibu)
e. Paman (saudara ayah sekandung, seayah atau seibu)

3
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam (Jakarta: Kencana, 2012), hlm 160.
4
Muhammad Ali ash-Shabuni, Pembagian Waris menurut Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), hlm65.

5
f. Anak paman (sekandung,seayah atau seibu)5
2) Anak perempuan
Pembahasan tentang kedudukan anak perempuan dalam hukum kewarisan
Islam ini menyangkut dengan suatu kondisi di mana seseorang meninggal dunia
meninggalkan anak perempuan (seorang atau lebih) bersama dengan saudara,
baik laki-laki, maupun perempuan. Persoalan yang muncul adalah apakah
keberadaan anak perempuan dapat menghijab (menghalangi atau mengurangi)
hak saudara dalam menerima warisan dan kemungkinan persoalan ini muncul
disebabkan dalam ayat 11 Surat An-Nisa’ sudah ditemukan secara tegas hak
bagian atau porsi bagi anak perempuan, baik dalam keadaan ia sendirian
(mendapat 1/2) maupun dalam keadaan ia lebih dari seorang (mendapat 2/3),
sedangkan apabila ia mewarisi bersama dengan saudara-saudara pewaris, tidak
terdapat nash yang tegas yang mengaturnya.
Untuk membahas permasalahan ini perlu dikaji pengertian dan kata Aulad
yang terdapat dalam ayat 11 dan 12 surat An-Nisa’ tersebut dan juga ada
kaitannya dengan ayat 176 surat An-Nisa’.
QS.An-Nisa ayat 11
َ‫ر ۖك‬l َ lَ‫ا ت‬ll‫ا َم‬llَ‫ق ۡٱثنَت َۡي ِن فَلَه َُّن ثُلُث‬lَ ‫و‬lۡ lَ‫لذ َك ِر ِم ۡث ُل َحظِّ ٱُأۡلنثَيَ ۡي ۚ ِن فَِإن ُك َّن نِ َسٓاءٗ ف‬ َّ ِ‫ُوصي ُك ُم ٱهَّلل ُ فِ ٓي َأ ۡو ٰلَ ِد ُكمۡۖ ل‬
ِ ‫ي‬
ۡ‫ۚد فَِإن لَّم‬ٞ َ‫فُ َوَأِلبَ َو ۡي ِه لِ ُكلِّ ٰ َو ِح ٖد ِّم ۡنهُ َما ٱل ُّس ُدسُ ِم َّما ت ََركَ ِإن َكانَ لَ ۥهُ َول‬ ۚ ‫ص‬ ۡ ِّ‫َوِإن َكان َۡت ٰ َو ِحد َٗة فَلَهَا ٱلن‬
‫ي‬l‫ُوص‬ ِ ‫ي َّٖة ي‬l‫ص‬ ِ ‫ ِد َو‬l‫سُ ِم ۢن بَ ۡع‬ ۚ ‫ة فَُأِل ِّم ِه ٱل ُّس ُد‬ٞ ‫ث فَِإن َكانَ لَ ٓۥهُ ِإ ۡخ َو‬ُ ۚ ُ‫د َو َو ِرثَ ٓۥهُ َأبَ َواهُ فَُأِل ِّم ِه ٱلثُّل‬ٞ َ‫يَ ُكن لَّ ۥهُ َول‬
‫ا‬ll‫انَ َعلِي ًم‬ll‫ض ٗة ِّمنَ ٱهَّلل ۗ ِ ِإ َّن ٱهَّلل َ َك‬ َ ‫بِهَٓا َأ ۡو د َۡي ۗ ٍن َءابَٓاُؤ ُكمۡ َوَأ ۡبنَٓاُؤ ُكمۡ اَل ت َۡدرُونَ َأيُّهُمۡ َأ ۡق َربُ لَ ُكمۡ ن َۡفعٗ ۚا فَ ِري‬
‫َح ِك ٗيما‬
Artinya : “Allah mensyaratkan bagimu tentang (pembagian warisan
untuk) anak-anakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian
dua orang anak perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari
dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan, dan jika
anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh hartanya.
Dan untuk kedua ibu bapak , bagian masing-masing seperenam dari harta
yang ditinggalkan. Jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang
meninggal) tidak mempunyai anak dan dan dia diwarisi oleh kedua ibu
bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal)
mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam…..”.
5
Amin Husein Nasution, op.cit. , hlm. 87.

6
QS.An-Nisa ayat 12
َ lَ‫د فَلَ ُك ُم ٱلرُّ بُ ُع ِم َّما ت‬lٞ lَ‫انَ لَه َُّن َول‬ll‫ِإن َك‬lَ‫د ف‬lۚٞ lَ‫ك َأ ۡز ٰ َو ُج ُكمۡ ِإن لَّمۡ يَ ُكن لَّه َُّن َول‬
‫د‬lِ l‫ر ۡك ۚنَ ِم ۢن بَ ۡع‬l َ ‫صفُ َما تَ َر‬ ۡ ِ‫۞ َولَ ُكمۡ ن‬
‫د فَلَه َُّن ٱلثُّ ُمنُ ِم َّما‬lٞ lَ‫انَ لَ ُكمۡ َول‬ll‫ِإن َك‬lَ‫د ف‬lۚٞ lَ‫ َر ۡكتُمۡ ِإن لَّمۡ يَ ُكن لَّ ُكمۡ َول‬lَ‫ُوصينَ بِهَٓا َأ ۡو د َۡي ۚ ٖن َولَه َُّن ٱلرُّ بُ ُع ِم َّما ت‬ ِ ‫صي َّٖة ي‬ ِ ‫َو‬
ِّ‫ت فَلِكُل‬ٞ ‫ة َولَ ٓۥهُ َأ ٌخ َأ ۡو ُأ ۡخ‬ٞ ‫ َرَأ‬lۡ‫ةً َأ ِو ٱم‬lَ‫ث َك ٰلَل‬ُ ‫جُل يُو َر‬ ٞ ‫انَ َر‬ll‫ٓا َأ ۡو د َۡي ٖۗن َوِإن َك‬llَ‫صي َّٖة تُوصُونَ بِه‬ ِ ‫تَ َر ۡكتُمۚ ِّم ۢن بَ ۡع ِد َو‬
‫ َر‬l‫ص ٰى بِهَٓا َأ ۡو د َۡي ٍن غ َۡي‬ َ ‫صي َّٖة يُو‬ ِ ‫د َو‬lِ ‫ث ِم ۢن بَ ۡع‬ ِ ۚ ُ‫ك فَهُمۡ ُش َر َكٓا ُء فِي ٱلثُّل‬َ ِ‫سُ فَِإن َكانُ ٓو ْا َأ ۡكثَ َر ِمن ٰ َذل‬ ۚ ‫ٰ َو ِح ٖد ِّم ۡنهُما ٱل ُّس ُد‬
َ
‫يم‬ٞ ِ‫صي َّٗة ِّمنَ ٱهَّلل ۗ ِ َوٱهَّلل ُ َعلِي ٌم َحل‬
ِ ‫ضٓا ۚ ٖ ّر َو‬
َ ‫ُم‬
Artinya : “dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta
yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika
mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat
dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat
atau (dan setelah dibayar) utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta
yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunya
anak maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu
tingalan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar
utang-utangmu…”.
Kata Aulad adalah bentuk jamak dari Walad yang berarti anak, baik
laki-laki maupun perempuan, karena apabila yang dimaksud dengan anak laki-
laki, maka ia disebut ibn dan apabila yang dimaksud adalah anak perempuan
maka disebut dengan bint. Pengertian jamak di sini dapat berlaku dalam garis
horizontal yang berarti beberapa orang anak dalam garis yang sama, dapat
juga berlaku dalam garis vertikal yang berarti anak dan keturunannya (cucu,
cicit dan sebagainya) .
Jumhur ulama sepakat dalam menafsirkan kata Walad - Aulad yang
terdapat dalam surat An-Nisa’ ayat 11 dan 12 dengan arti anak laki-laki dan
perempuan, sehingga konsekuensinya sebagaimana diterangkan dalam ayat
tersebut, dengan adanya anak pewaris (baik laki-laki ataupun perempuan)
maka akan mengurangi hak ibu dari 1/3 menjadi 1/6, hak suami dari 1/2
menjadi 1/4, hak isteri dari 1/4 menjadi 1/8 dan ayah mendapat 1/6 apabila
bersama anak laki-laki atau perempuan.

Hak waris Anak Perempuan


Dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat 11 telah ditetapkan secara jelas
dan tegas mengenai hak anak perempuan dalam hukum kewarisan yaitu

7
apabila ia sendiri mendapatkan 1/2 (seperdua) bagian dan apabila ia lebih dari
satu maka haknya adalah 2/3 (dua pertiga) bagian.
Bila dilihat secara sepintas, ketentuan tentang hak atau porsi warisan
bagi anak perempuan dalam ayat 11 surat An-Nisa’ tersebut tidak ada
permasalahan, terutama mengenai ketentuan hak/porsi bagi anak perempuan
tunggal, karena secara tekstual, aturan hukum yang diatur dalam ayat tersebut
sudah sangat jelas dan tegas. Akan tetapi jika dikaji dan dianalisis secara lebih
mendalam dan mendetail, teks ayat tersebut dapat menimbulkan dwi tafsir
dalam memahaminya khususnya menyangkut dengan aturan hukum tentang
furudh (hak/porsi) bagi anak perempuan yang jumlahnya lebih dari seorang.
Arti ayat berbunyi : Zahir teks bermakna “...Bila anak perempuan itu lebih
dari dua orang maka mereka mendapat duapertiga”6
Berdasarkan bunyi lafadh/zahir teks ayat di atas, sangat jelas bahwa
furudh atau hak bagian 2/3 (dua pertiga) itu adalah untuk anak perempuan
yang jumlahnya 3 orang atau lebih, karena kata Fawqasnataini berarti lebih
dari dua orang dan secara harfiah tidak mencakup pengertian apabila
jumlahnya hanya dua orang saja. Penafsiran demikian sesuai dengan pendapat
Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa jika yang ada hanya dua orang anak
perempuan saja, maka mereka mendapat 1/2 (seperdua) bagian dan tidak
berhak 2/3 (dua pertiga) bagian.
Akan tetapi mayoritas ulama lainnya berpendapat bahwa walaupun
hanya ada dua orang anak perempuan, mereka berhak mendapatkan 2/3 (dua
pertiga) bagian. Dasarnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan
Jabir Bin Abdullah yang menjelaskan bahwa Nabi pernah menetapkan hak
bagian 2/3 (dua pertiga) kepada dua orang anak perempuan Sa’ad Bin Rabi’.
Di samping didasarkan kepada hadis tersebut, jumhur ulama juga
mengqiaskan/menganalogikan hak ini kepada ketentuan dalam ayat 176 Surat
An-Nisa’ yang menjelaskan hukum tentang hak bagian dua orang saudara
perempuan adalah 2/3 (dua pertiga).
Oleh karena itu maka dua orang anak perempuan juga berhak
mendapatkan 2/3 (dua pertiga) bagian dari harta warisan yang ditinggalkan
orang tuanya.

6
Amir Syarifuddin, Op. Cit., hal. 47.

8
Apabila dibandingkan antara pendapat Ibnu Abbas dengan pendapat
jumhur ulama tersebut di atas, maka menurut penulis, pendapat yang lebih
kuat adalah pendapat jumhur ulama, karena pendapat tersebut didukung oleh
dalil yang kuat yaitu hadist tersebut di atas. Dan apabila diikuti pendapat Ibnu
Abbas yang menetapkan hak bagi dua orang anak perempuan adalah 1/2
(seperdua) bagian, maka akan terasa ketidakadilan dan diskriminatif bila
dibandingkan dengan hak atau porsi yang diterima oleh dua orang saudara
perempuan yaitu 2/3 (dua pertiga) sebagaimana ditentukan dalam ayat 176.

3) Cucu laki-laki dan cucu perempuan


Cucu terdiri dari dua jenis, yaitu cucu laki-laki dan cucu perempuan.
Cucu laki-laki ialah anak laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah,
sedang cucu perempuan ialah anak perempuan dari anak laki-laki dan
seterusnya kebawah. Adapun bagan cucu laki- laki, sama dengan bagian anak
laki-laki, sedang bagian cucu perempuan sama dengan bagian warisan anak
perempuan.
Dasar hukumnya yaitu:
1) Kata aulaadukum (anak-anakmu) dalam surat An-nisa ayat 11, dalam
bahasa Arab digunakan untuk pengertian anak laki-laki atau anak
perempuan serta keturunan seterusnya ke bawah baik laki-laki maupun
perempuan dari keturunan laki-laki.
2) Zaid bin tsabit menyatakan, anak dari anak laki-laki menempati kedudukan
sebagai anak, apabila orang yang meninggal dunia tidak meninggalkan
anak, dan cucu perempuan menempati kedudukan anak perempuan.
3) Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya :
“berikanlah harta pusaka itu kepada ahlinya, maka arta sisanya untuk laki-
laki yang lebih dekat.”
4) Dalam hadist lain Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
“dari Ibn Mas’ud beliau berkata: rasulullah menetapkan bagian seorang
anak perempuan setengah,seorang anak perempuan dari anak laki-laki
seperenam, untuk mencukupkan dua pertiga, dan selebihnya bagi saudara
perempuan.”

9
5) Ijma’ para ulama bahwa: cucu menempati kedudukan anak dalam
pembagian warisan apabila tidak ada anak.7

Bagiannya adalah:
a) Cucu laki-laki medapati kedudukan anak laki-laki bila tidak ada anak laki-
laki. Karena itu apabila ia seorang diri dan tidak ada pewaris selainnya,
maka ia mendapat semua harta atau mendapat sisanya, bila ada ahli waris
lain.
b) Bila cucu laki-laki bersama cucu perempuan, maka bagian laki-laki dua kali
bagian cucu perempuan. Mereka bersama-sama menjadi ashabah.
c) Cucu perempuan,bila seorang diri dan tidak ada anak atau cucu laki-laki,
mendapat 1/2.
d) Cucu perempuan, dua orang atau lebih, mendapat 2/3 bila tidak ada anak
atau cucu laki-laki.
e) Cucu perempuan, bila tidak ada anak laki-laki atau cucu laki-laki, tetapi ada
seorang anak perempuan, mendapat 1/6.8

Hajib dan mahjub.


1) Bila tidak ada anak laki-laki maka cucu laki-laki menjadi penghalang bagi
semua ahli waris, kecuali anak perempuan, ibu ayah, suami atau istri, cucu
perempuan, kakek dan nenek. Cucu laki-laki terhalang oleh adanya anak
laki-laki.
2) Cucu perempuan terhalang oleh anak laki-laki dan dua orang anak
perempuan atau lebih

b. Usul al-Mayyit
Usul al-Mayyit ialah ahli waris yang merupakan asal keturunan dari orang
mewariskan, atau hubungan nasab garis keturunan ke atas. Mereka ini ialah:
1) Ayah.
2) Ibu.
3) Ayah dari ayah (kakek) dan seterusnya ke atas.
4) Ibu dari ayah atau ibu dari ibu (nenek dari pihak ayah atau nenek dari pihak ibu).

7
Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad, Kifayah al-Akhyar, II, Beirut: Dar al-Fikr, hlm.23
8
As-Syirozy, Kifayah al-Akhyar. Beirut: Dar al-Fikr, hlm. 27.

10
1) Ayah dan Ibu
Dasar hukumnya: Al-Qur’an, Surat An-Nisa ayat 11.
‫ة‬ٞ ‫خ َو‬ lۡ ‫انَ لَ ٓۥهُ ِإ‬ll‫ث فَِإن َك‬ ُ ۚ ُ‫ه ٱلثُّل‬lِ ‫د َو َو ِرثَ ٓۥهُ َأبَ َواهُ فَُأِل ِّم‬ٞ َ‫ۚد فَِإن لَّمۡ يَ ُكن لَّهۥُ َول‬ٞ َ‫َوَأِلبَ َو ۡي ِه لِ ُكلِّ ٰ َو ِح ٖد ِّم ۡنهُ َما ٱل ُّسدُسُ ِم َّما تَرَكَ ِإن َكانَ لَهۥُ َول‬
َ ‫ُوصي بِهَٓا َأ ۡو د َۡي ۗ ٍن َءابَٓاُؤ ُكمۡ َوَأ ۡبنَٓاُؤ ُكمۡ اَل ت َۡدرُونَ َأيُّهُمۡ َأ ۡق َربُ لَ ُكمۡ ن َۡفعٗ ۚا فَ ِري‬
َ ‫ض ٗة ِّمنَ ٱهَّلل ۗ ِ ِإ َّن ٱهَّلل‬ ِ ‫صي َّٖة ي‬ِ ‫ُسُ ِم ۢن بَ ۡع ِد َو‬ ۚ ‫فَُأِل ِّم ِه ٱل ُّسد‬

‫َكانَ َعلِي ًما َح ِك ٗيما‬


Artinya : “….. dan untuk dua orang ibu bapak, bagi masing-masingnya
seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai
anak, jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh
bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga, jika si meninggal itu
mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam…..”.9

Bagiannya:
1) Ayah mendapat 1/6 jika ada anak laki-laki atau cucu laki-laki.
2) Ayah mendapat 1/6 plus ashabah, jika ada anak perempuan atau cucu
perempuan dan tidak ada anak laki-laki atau cucu laki-laki.10
3) Ayah menjadi ashabah, jika tidak ada anak dan tidak ada cucu.11
4) Ibu dan ayah, untuk ibu 1/3 dan ayah menjadi ashabah, jika tidak ada anak atau
cucu dan tidak ada pula saudara dua orang atau lebih. Apabila ada anak atau
cucu atau saudara, dua orang atau lebih,maka ibu mendapat 1/6.12
5) Ibu dan ayah masing-masing mendapat 1/6, kalau ada anak atau cucu.

Hajib dan mahjub.


1) Ayah adalah penghalang bagi seluruh ahli waris kecuali anak, ibu, suami atau istri
dan nenek dari pihak ibu. Ayah tidak dapat terhalang oleh siapa pun.
2) Ibu adalah penghalang bagi nenek dari pihak ibu, nenek dari pihak ayah. Ibu tidak
dapat terhalang oleh siapa pun. Tetapi ia bisa terhalang secara hajib nuqshon oleh
anak, cucu dan dua orang saudara atau lebih.

2) Kakek dan Nenek

9
Departemen Agama RI, OP.cit., hlm. 116
10
Sayid Sabiq, fqh al sunnah, III, (Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi, 1984), hlm.613.
11
Ibn Rusyd, bidayah al-Mujtahid II, (kairo: Matba’ah al-Mu’ahad, 1935), hlm.336.
12
Ibid, hlm. 337.

11
Kakek ialah ayah dari ayah atau ayah dari kakek dan seterusnya keatas,
sedangkan nenek yaitu ibu dari ayah atau ibu dari ibu, atau ibu dari kakek dan
seterusnya keatas, atau ibu dari nenek dan seterusnya keatas.

Dasar hukumnya yaitu : ijma’ dan sepakat ulama, bila tidak ada ayah atau ibu.
1) Kedudukan kakek sebagai ahli waris dari cucunya, yaitu didasarkan kepada
pengertia kata ayah dalam ayat yang terkait dengan waris.
2) Hadist riwayat Abu Dawud dan an-Nasai dari Ibnu Buraidah yang artinya :
Dari Ibnu Buraidah ra., sesungguhnya rasulullah saw. Bersabda, “Bahwa Nabi
Saw. Menetapkan bagian nenek seperenam harta warisan jika tidak ada ibu.”
3) Hadist riwayat Ahmad dan Abu Daud dari Ma’qil bin Yasar yang artinya :
Rasulullah Saw. Menetapkan bagian kakek seperenam.”

Bagiannya:
1) Kakek mendapat 1/6 jika ada anak laki-laki atau cucu laki-laki, atau ayah atau
saudara kandung/seayah
2) Kakek mendapat 1/6 dan menjadi ashabah jika ada anak perempuan atau cucu
perempuan dan tidak ada anak laki-laki, atau ayah, atau saudara kandung/ seayah.
3) Kakek menjadi ashabah, jika tidak ada ayah, tidak ada anak, cucu atau saudara
kandung atau seayah.
4) Nenek dari pihak ibu mendapat 1/6 jika tidak ada ibu.
5) Nenek dari pihak ayah mendapat 1/6, jika tidak ada ibu atau ayah.

Hajib dan mahjub.


a) Kakek menjadi hajib bagi saudara seibu, anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah,
paman sekandung, paman seayah, anak laki-laki dari paman sekandung, anak laki-
laki dari paman seayah. Kakek mahjub oleh ayah.
b) Nenek menjadi hajib bagi nenek yang jauh. Nenek dari pihak ibu mahjub oleh ibu,
sedang nenek dari pihak ayah mahjub oleh ibu dan ayah.13

c. Al-Hawasy
Yang dimaksud dengan al-hawasy ialah, hubungan nasab dari arah
menyamping dan mereka terdiri dari:
13
Taqiyuddin Abu Bakar, Op.Cit., hlm. 27.

12
1. Saudara laki-laki sekandung.
2. Saudara perempuan sekandung.
3. Sudara lak- laki seayah.
4. Saudara perempuan seayah.
5. Saudara laki-laki seibu.
6. Saudara perempuan seibu.
7. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung dan seterusnya ke bawah dari
keturunan laki-laki.
8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah, dan seterusnya kebawah dari
keturunan laki-laki
9. Saudara laki-laki sekandung dari ayah (paman sekandung) dan seterusnya keatas.
10. Saudara laki-laki seayah dari ayah (paman sekandung) dan seterusnya keatas.
11. Anak laki-laki dari paman sekandung dan seterusnya ke bawah.
12. Anak laki-laki dari paman seayah dan seteusnya ke bawah.

1. Saudara Sekandung atau Seayah


Dasar hukumnya: QS. An-Nisa 176 yang artinya :
“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: Allah
member fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia
dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi
saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan
saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia
tidak mempunyai anak, tapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi
keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal.
Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara laki-laki sebanyak bagian
dua orang saudara perempuan…”.
Bagiannya :
1) saudara laki-laki menjadi ashabah jika tidak ada anak laki-laki, cucu laki-laki,
ayah dan nenek.
2) Saudara laki-laki dan perempuan ( bersam-sama menjadi ashabah), untuk
saudara laki-laki dua kali bagian saudara perempuan, apabila tidak ada anak
laki-laki, cucu laki-laki, ayah, dan kakek.
3) Saudara perempuan sekandung mendapat ½ jika seorang saja dan 2/3 jika dua
orang atau lebih dengan ketentuan tida ada ayah, anak laki-laki atau cucu laki-

13
laki dan tidak ada pula saudara laki-laki sekandung yang akan menjadikan dia
ashabah.
4) Saudara perempuan sekandung menjadi ashabah kalau ada anak perempuan atau
cucu perempuan dan tidak ada anak laki-laki, cucu laki-laki ayah dan saudara
laki-laki kandung. Daud Zhahiri berpendapat bahwa saudara perempuan mahjub
oleh anak perempuan. Mereka beralasan dengan zhahir ayat 176 surat Al-Nisa’,
sedang jumhur berpendapat lain. Menurut Jumhur Fuqaha, mereka memberikan
ashabah (ashabah ma’a ghairihi) kepada saudara perempuan.
5) Saudara perempuan seayah mendapat ½ jika tidak ada anak laki –laki, cucu laki-
laki, ayah, saudara laki-laki sekandung, dua saudara perempuan sekandung, dan
saudara laki-laki seayah. Dan 1/6 jika ia bersama seorang saudara perempuan
sekandung dan tidak ada anak laki-laki, cucu laki-laki, ayah, saudara laki-laki
sekandung, saudara laki-laki seayah, dan mendapat 2/3 jika mereka dua orang
atau lebih dan tidak ada anak laki-laki, cucu laki-laki , ayah, saudara laki-laki
sekandung, saudara perempuan kandung atau saudara laki-laki seayah yang
akan menjadikan dia ashabah.
6) Saudara perempuan seayah menjadi ashabah kalau ada anak perempuan atau
cucu perempuan. Demikian pula, ia menjadi ashabah apabila bersama
saudaralaki-laki seayah, walaupun ada saudara perempuan sekandung, seorang
atau lebih, dengan ketentuan tidak ada ayah, anak laki-laki atau cucu laki-laki.
7) Jika si muwaris meninggalkan suami, ibu, saudara seibu dan saudara sekandung,
maka saudara seibu dan saudara sekandung mendapat 1/3 dan dibagi rata
diantara mereka.

2. Saudara seibu
Dasar Hukumnya: QS An-Nisa ayat 12 yang artinya :
“….. jika seorang meinggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak
meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang
saudara laki-laki seibu saja atau seorang saudara perempuan seibu saja maka
bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika
sadara-saudara seibu itu lebih dari seorang maka bersekutu dalam yang sepertiga
itu…..”.

14
Bagianya:
1. Saudara seibu, baik laki-laki maupun perempuan, bila seorang diri mendapat
1/6.
2. Saudara seibu, laki-laki atau perempuan, dua orang atau lebih mendapat 1/3 dan
mendapat sama banyak (dibagi rata)

Hajib dan Mahjub.


Saudara seibu tidak dapat menjadi hajib. Ia mahjub apabila ada anak, cucu,
ayah atau kakek.

C. Pembagian Ahli waris nasabiyah terutama anak laki-laki dan anak perempuan
menurut KHI
Pasal 174
Dalam pasal 174 ahli waris nasabiyah ( menurut hubungan darah ) terdiri dari:
- Golongan laki-laki: ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, dan kakek.
- Golongan perempuan: ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek.
Pasal 176
Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separuh bagian, bila dua orang atau
lebih mereka bersam-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabiila anak perempuan
bersama-sama dengan anak aki-laki,maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding
satu.
Pasal 177
Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila ada
anak,ayah mendapat seperenam bagian.
Pasal 178
(1). Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih. Bila tidak
ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka ia mendapat sepertiga bagian.
(2). Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda bila
bersama-sama dengan ayah.
Pasal 182
Bila seorang meninggal dunia tanpa meninggalkan ayah dan anak, sedang ia mempunyai
satu saudara perempuan kandung atau seayah,maka ia mendapat separuh bagian. Bila
saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara perempuan kandung atau

15
seayah dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian.
Bila saudara perempuan tersebut bersma-sama dengan saudara laki-laki kandung atau
seayah, maka bagian saudara laki-laki adalah dua berbanding satu.14

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bagian anak laki laki dan perempuan menurut hukum faroidh:
Anak laki-laki tidak memiliki bagian yang pasti, mereka menerima waris dengan
jalan ashobah, baik diantara sesama anak laki-laki atau bersama dengan anak perempuan.
Bagian anak laki-laki adalah:

14
Otje Salman, Hukum Waris Islam (Bandung: Refika, 2002) hlm 163.

16
a. Menurut ijma’ para ulama anak laki- laki mendapatkan semua harta warisan, jika
tidak ada pewaris lainnya atau mendapatkan sisa harta apabila ada pewaris lain.
Dalam hal ini, kedudukan anak laki-laki sebagai ashabah binnafsih.
b. Jika anak laki-laki dan anak perempuan bersama-sama maka anak laki-laki
mendapatkan 2 kali bagian dari anak perempuan, kedudukan anak perempuan adalah
ashabah bil-ghair.
Bagian anak laki-laki dan perempuan menurut KHI:
Pasal 176
Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separuh bagian, bila dua orang
atau lebih mereka bersam-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabiila anak
perempuan bersama-sama dengan anak aki-laki,maka bagian anak laki-laki adalah dua
berbanding satu.

B. Kritik dan Saran


Kami tahu bahwasanya Makalah yang buat ini memiliki banyak kesalahan,
kekeliruan baik dalam penulisan dan penyajian materi. Jadi memohon kepada para
pembaca sekiranya memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga
kedepanya dapat membuat Makalah yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shabani, Muhammad Ali, Pembagian Waris Menurut Islam (Jakarta: Gema Insani
Press,1995 ).
Thalib, Sajuti, Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 1993).
Syarifuddin, Amir, Hukum Kewarisan Indonesia ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2012).
Salman Otje, Haffas Mustofa, Hukum Waris Islam ( Bandung: PT. Refika Aditama, 2002).

17
Husein Nasution, Amin, Hukum Kewarisan ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012).
Abu Bakar, Al Yasa, Ahli Waris Sepertalian Darah: Kajian Perbandingan Terhadap
Penalaran Hazairin Dan Penalaran Fikih Mazhab, ( Jakarta: INIS,1998).

18

Anda mungkin juga menyukai