Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

FIQIH

“Kewarisan”

Dosen pengampu: DR. Abd. Rahman R. M.Ag

Disusun Oleh:

1. Muhammad Imam Nasir (40400122060)

2. Anira Citra (40400122061)

3. Sariani (40400122062)

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar


Fakultas Adab dan Humaniora
Ilmu Perpustakaan
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa atas segala rahmatnya sehingga

makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima

kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkonstribusi dengan sumbangan baik

materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan

pengalaman bagi para pembaca untuk kedepannya dan memperbaiki bentuk

maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi karena keterbatasan

pegetahuan maupun pengalaman penulis, penulis juga sangat mengharapkan kritik

dan saran dari teman teman demi kesempurnaan makalah ini.

Gowa. April 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. LATAR BELAKANG ..................................................................... 1


B. RUMUSAN MASALAH ................................................................. 1
C. TUJUAN .......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 3

1. Sebab-sebab kewarisan ................................................................... 3

2. Penyebab terhalangnya ahli waris.................................................. 6

3. Kadar dan ketentuan kewarisan .................................................... 9

BAB III PENUTUP ................................................................................... 10

A. KESIMPULAN .............................................................................. 10

B. SARAN ........................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Harta warisan adalah hak milik seseorang yang meninggal dunia,


yang dapat dimanfaatkan secara bebas semasa hidupnya, setelah dikurangi
biaya jenazah, utang dan wasiat1, Adapun pengertian tirkah (harta
peninggalan) nenurut imam mazhab, selain imam Hanafi. Hal ini
sebagaimana dikemukakan Sayyid Sabiq, bahwa “Harta peninggalan
(tirkah), menurut Malikiyah, Syafi’iyah dan Hambaliah, mencakup segala
apa yang ditinggalkan oleh si mati dari seluruh harta dan hak, baik hak
kebenda’an maupun bukan kebenda’an2
Di antara aturan yang mengatur hubungan sesama manusia yang
ditetapkan Allah adalah aturan tentang harta warisan, yaitu harta dan
pemilikan yang timbul sebagai akibat dari suatu kematian, harta yang
ditinggalkan seseorang yang telah meninggal memerlukan pengaturan
tentang siapa yang berhak menerimanya, berapa jumlahnya dan bagaimana
cara mendapatkannya3

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana itu sebab-sebab kewarisan?

2. Apa yang menjadi penyebab terhalangnya ahli waris?

3. Apa saja kadar dan ketentuan dalam warisan?

1
Amin Husein Nasution, Hukum Kewarisan, suatu Analisis Komperatif Pemikiran Mujtahid dan
Kompilasi Hukum Islam ( Jakarta: Rajawali Press), h. 57

2
Sayyid Sabiq, Fiqih al-Sunnah, (semarang : Toha Putera, 1972), h.425
3
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), cetakan 3,h. 2

1
C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui sebab-sebab kewarisan

2. Untiuk mengetahui sebab-sebab terhalangnya ahli waris

3. Untuk mengetahui kadar dan ketentuan warisan

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. Sebab-sebab kewarisan

Sebab-sebab kewarisan menjadi salah satu hal yang paling penting


dalam kewarisan selain syarat-syarat, rukun, dan penghalang kewarisan.
Adapun sebab-sebab kewarisan ada tiga yaitu: hubungan kekerabatan,
perkawinan, dan perbudakan (wala).
A. Hubungan Kekerabatan (nasab) Hubungan nasab yang dimaksud disini
adalah hubungan nasab yang disebabkan oleh proses kelahiran, ditinjau
dari garis yang menghubungkan nasab antara yang mewariskan dengan
yang mewarisi, dapat digolongkan menjadi 3 golongan:
1. Furu‟ : anak keturunan dari si mayit.
2. Ushul : leluhur yang telah menyebabkan kelahiran si mayit.
3. Hawasyi : keluarga yang dihubungkan dengan si mayit melalui
garis menyamping, seperti saudara, paman, bibi, dan anak
turunannya4
Warisan karena hubungan kekerabatan atau nasab atau pertalian darah
mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Anak laki-laki dan anak-anak mereka, baik laki-laki maupun


perempuan.

2. Ayah dan ayah-ayah mereka juga ibu. Artinya ibu dan ibu-ibunya
dan ibu dari ayahnya.

3. Saudara laki-laki dan saudara perempuan.

4
Aulia Muthiah, Hukum Islam Dinamika Seputar Hukum Keluarga,(Yogyakarta:Pustaka Baru
Press,2017), cet.1, h.156.

3
4. Paman dan anak-anak mereka yang laki-laki saja. Adapun dasar
hukum hubungan kekerabatan dapat menyebabkan saling
mewarisi adalah:

ِّ ‫ان د ِّ ال ك ْالو ر ا ت ِّ ٌب ِّ م ِّ صي ن ا ِّ ل ج ِّ لر‬


ِّ ‫ِّ س لن ِّ ل ون و ُ ب ْر اْْْ لق و‬
‫ان د ِّ ال ك ْالو ر ت ُر كث ْ أو ُ ْو ن ِّ ل‬ ِّ ‫ل ا ِّ ٌب ِّ م ِّ صي ن ِّ اء ون ُ ب ْر اْْْ لق و‬
‫ م ا ق ِّ ِّ م ا ً ِّ صيب ًض ن ا و ُ ْر ف م‬5
Bagi laki laki ada hak bagian dari harta peninggalan ke dua orang
tua dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari
harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya , baik sedikit atau
banyak menurut bagian yang telah ditetapkan”. (QS. An-nisa (4) :
7)
B. Hubungan Perkawinan
Seseorang dapat memperoleh harta warisan (menjadi bagian ahli
waris) disebabkan adanya hubungan perkawinan antara si mayit dengan
seseorang tersebut yang dimaksud kedalamnya adalah suami atau istri
si mayit. Perkawinan yang menjadi sebab pewarisan tersebut
diisyaratkan harus menjadi akad yang sah menurut syari‟at walaupun
dalam perkawinan tersebut belum terjadi khalwat (tinggal berdua), dan
ikatan perkawinan tersebut masih dianggap utuh , jadi perkawinan yang
fasid atau yang bathil tidak menjadi sebab pewarisan6
Termasuk didalam perkawinan adalah istri yang dicerai raj‟i, yaitu
cerai yang dalam hal ini suami lebih berhak untuk merujuknya daripada
orang lain, yaitu cerai pertama dan kedua, Selama dalam masa „iddah
contohnya ada seorang suami yang meninggal dunia, meninggalkan istri
yang baru seminggu diceraikan, sementara menstruasinya normal,
apabila ia dicerai pada pertama atau kedua (raj‟i), maka ia berhak

5
Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-qur‟an Depertemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemah
Al-Muhaimin (Jakarta: Kalibata: 2015), h. 79.
6
Yusuf Somawinata, Ilmu Faraidh..., h. 26

4
menerima warisan, selama dalam masa „iddah. Sekiranya suami masih
hidup maka suaminyalah yang lebih berhak merujuknya.7

Adapun al-wala‟ adalah kekerabatan secara hukum yang dibentuk


oleh syari‟ karena memerdekakan budak8 yang disebut wala‟ul ataq,
atau yang dihasilkan karena perwalian (perjanjian) hubungan antara
tuan dan orang-orang dimerdekakannya dan yang disebut wala‟ul
muwalah, yaitu akad antara dua orang yang salah seorang mereka tidak
mempunyai ahli waris nasabi (kekeluargaan). Dalam hadis :

ْ
ْ ‫ال ول ُ ء ْ ُل ك ُل ٌ مة ْ ح لن ا مة ُ س ِّ ب ل ي ب ُ اع ول ُ ي ْ و ى ُ ب‬

“wala‟ adalah kekerabatan seperti kekerabatan nasab, tidak bisa


dijual, tidak bisa dihibahkan.”9

Orang yang memerdekakan bisa mewarisi harta orang yang


dimerdekakan. Namun tidak sebaliknya. Artinya, orang yang
dimerdekakan tidak bisa mewarisi harta orang yang merdeka.
Selanjutnya sayid sabiq menjelaskan , bahwa wala‟ul muwalah
termasuk menjadi sebab pewarisan menurut Abu hanifah, tetapi tidak
termasuk sebagai sebab pewarisan menurut jumhur ulama. Dari uraian
diatas dapatlah dipahami bahwa yang menjadi sebab pewarisan dengan
wala‟ yang dimaksud dalam sebab pewarisan diatas adalah wala‟ul
attaqah.10

7
Ahmad Rofiq, Fiqih Mawaris,(Jakarta:Rajawali Press, cet.6, edisi revisi, 2015). H. 44.
8
Wahbah Az-Zuhaili , Fiqih Islam..., h. 348.
9
Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqolani, Bulughul Marom, h. 463
10
Yusuf Somawinata, Ilmu Faraidh..., h. 28

5
2. Sebab-sebab terhalangnya ahli waris

Ulama Hanafi yah menyebutkan ada empat macam penghalang


kewarisan yang masyhur yaitu perbudakan, pembunuhan, perbedaan agama,
dan perbedaan negara. Al-Quduri menambahkan murtad dalam penghalang
kewarisan.11 Sementara itu ada juga yang menambahkan ketidaktahuan
waktu kematian seperti peristiwa kebakaran atau tenggelam, dikarenakan
salah satu syarat kewarisan adalah hidupnya ahlli ketika pewaris meninggal
dunia dan waris mewarisi tidak bisa dilaksanakan bila ada keraguan.
Selain itu, ketidaktahuan ahli waris juga dimasukkan dalam kategori
penghalang kewarisan yang terdapat dalam beberapa hal diantaranya
sebagai berikut:
1. Seorang wanita yang mengasuh bayi orang lain dan juga bayinya
sendiri. Wanita tersebut meninggal dunia dan tidak diketahui
yang mana anaknya diantara dua bayi tersebut, maka tidak ada
yang mewarisi diantara keduanya.
2. Seorang yang muslim dan seorang yang kafir menyewa satu
orang pengasuh untuk anak mereka sampai mereka dewasa.
Tidak diketahui yang mana anak dari si muslim dan yang mana
anak si kafir, sedangkan kedua anak tersebut muslim. Maka,
kedua anak tersebut tidak bisa mewarisi dari orang tuanya
masing-masing

Sebagian ulama Hanafi yah menyebutkan ada sepuluh penghalang


kewarisan yaitu perbedaan agama, perbudakan, pembunuhan sengaja, li’an,
zina, keraguan dalam menentukan kematian muwarris, kehamilan, keraguan
tentang hidupnya seeorang anak, keraguan dalam menentukan kematian
yang lebih dulu antara muwarris dan ahli waris, dan keraguan dalam
menentukan jenis kelamin laki-laki atau perempuan. Adapun ulama
Syafi’iyah dan Hanabilah menyebutkan hanya ada tiga penghalang
kewarisan yaitu perbudakan, perbedaan agama, dan pembunuhan. Namun,

11
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, juz x, (Dmsyk: Dar al-Fikr, 1997), hal 7710.

6
ada beberapa ulama Syafi ’iyah yang menambahkan tiga lagi penghalang
kewarisan yaitu pertama, perbedaan kekafiran antara kafi r dzimmi dan kafir
harabah (kafir dzimmi dan kafir harabah tidak saling mewarisi karena
putusnya tali perwalian antara mereka); kedua, riddah Orang yang murtad
tidak bisa mewarisi harta orang yang muslim ataupun kafir, harta yang
dimilikinya pun tidak bisa diwarisi dan diserahkan kepada baitul mal. Pada
dasarnya, halangan mewarisi yang disepakati oleh fuqaha ada tiga macam
yaitu perbudakan, berbeda agama, dan pembunuhan. Perbudakan menjadi
halangan mewarisi bukanlah karena status kemanusiannya, tetapi semata-
mata karena status formalnya sebagai hamba sahaya (budak). Mayoritas
ulama sepakat bahwa seorang budak terhalang untuk menerima warisan
karena ia dianggap tidak cakap melakukan perbuatan hukum.

Penghalang kewarisan kedua adalah perbedaan agama. Berbedanya


agama antara muwarris dengan ahli warisnya yang beragama Islam dengan
agama lainnya menjadi penghalang dalam kewarisan berdasarkan
kesepakatan mazhab hanafi , mazhab Maliki, mazhab Syafi ’i, dan mazhab
Hambali Seorang muslim tidak bisa mewarisi harta dari seorang yang kafir
dan sebaliknya walaupun ada hubungan kekerabatan atau perkawinan.12

Nabi sendiri mempraktikkan hal tersebut ketika membagikan


warisan paman beliau Abu Thalib yang meninggal sebelum masuk Islam.
Harta ya peninggalan Abu Thalib hanya dibagikan kepada anak-anaknya
yang kafir yaitu ‘Uqail dan Thalib, sedangkan anak-anaknya yang sudah
masuk Islam tidak diberi bagian oleh Nabi.

Penghalang kewarisan ketiga adalah pembunuhan. Jumhur ulama


sepakat bahwa ahlli waris yang membunuh muwarrisnya menjadi terhalang
menerima warisan karena haknya sebagai ahli waris telah gugur disebabkan
perbuatan pembunuhan tersebut. Pembunuhan terhadap calon muwarrisnya
adalah perbuatan yang memutuskan tali silaturrahmi di antara mereka

12
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, juz x (Dmsyk: Dar al-Fikr, 1997), hal 7719

7
sebagai kerabat. Hubungan kekerabatan adalah salah satu penyebab
terjadinya hubungan waris mewarisi diantara muwarris dan ahli warisnya.13

Jumhur ulama sepakat pembunuhan merupakan salah satu


penghalang kewarisan, namun terdapat perbedaan pendapat mengenai jenis
dan macam yang menjadi penghalang tersebut. Ulama mazhab Hanafi yah
menyatakan bahwa jenis pembunuhan yang menjadi halangan mewarisi
adalah

1. pembunuhan yang dapat diberlakukan qishas yaitu pembunuhan


sengaja , direncanakan, dan menggunakan alat yang dapat
menghilangkan nyawa orang lain;
2. Pembunuhan yang hukumannya berupa kafarat yaitu
pembunuhan mirip sengaja seperti seseorang sengaja memukul
atau menganiaya orang lain tanpa disertai niat dan tujuan
membunuh;
3. Pembunuhan khilaf yang terdiri dari dua macam yaitu khilaf
maksud seperti seseorang menembakkan peluru kepada sasaran
yang dikira binatang dan mengenai sasaran yang ternyata adalah
manusia, lalu meninggal. Khilaf kedua adalah khilaf tindakan
seperti seseorang menebang pohon yang tiba-tiba pohon tersebut
Roboh dan menimpa keluarganya.
4. Pembunuhan di anggap khilaf seperti seseorang membawa
barang bawaan yang berat tanpa sengaja barang bawaan tersebut
menimpa saudaranya hingga tewas.

Adapun ulama Malikiyah menyatakan bahwa pembunuhan yang menjadi


penghalang kewarisan adalah pembunuhan sengaja, mirip sengaja, dan tidak
langsung yang disengaja. Sedangkan pembunuhan yang tidak menjadi
penghalang kewarisan adalah pembunuhan karena khilaf, pembunuhan yang
dilakukan oleh orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum,

13
Suhrawardi K. Lubis & Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam (Lengkap dan Praktis), (Jakarta:
Sinar Grafi ka, 1999), hal 55-56

8
pembunuhan yang dilakukan karena hak atau tugas, dan dan pembunuhan karena
‘uzur uuntuk membela diri

3. Kadar dan ketentuan kewarisan

Pembagian warisan dalam Islam dilakukan secara adil, demokratis


dan mengangkat derajat kaum wanita sekalipun bagiannya separo dari
bagian laki-laki karena adanya tanggung jawab pria lebih besar ketimbang
kaum perempuan, yang pada zaman jahiliyah Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa, setiap individu yang menerima warisan tidak terikat
dengan individu lainnya yang sama juga mendapat warisan, tidak ada
sangkut paut sama sekali terhadap bagian yang didapatkan masing-masing
ahli waris. Dalam asas ini tidak ada pengecualian terhadap individu yang
berhak menerima warisan, dan dalam pelaksanaan pembagian seluruh
warisan yang sebelumnya telah dinyatakan dengan nilai tertentu kemudian
dibagikan kepada ahli waris yang berhak menerimanya menurut kadar
bagian masing-masing, dengan Azas Individual anita dianggap harta
warisan.

9
BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Hukum kewarisan merupakan hukum yang mengatur tentang


perpindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, Oleh karena
itu kewarisan sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan
manusia, sebab setiap manusia pasti mengalami peristiwa hukum yang
disebut kematian. Hukum Islam telah meletakan aturan kewarisan dan
hukum mengenai harta benda dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya.
Sebab Islam menetapkan hak milik seseorang atas harta, baik laki-laki
maupun perempuan seperti perpindahan harta kepada ahli warisnya setelah
ia meninggal dunia. Dalam hukum Islam pembagian harta peninggalan akan
dibagi setelah bersih dari pengurusan jenazah, utang, zakat dan wasiat,
utang-utang pewaris sebagai pasiva dari harta peninggalan. Begitu pula
dalam hal bagian masing masing ahli waris, dalam hukum Islam
membedakan bagian ahli waris antara laki laki dan perempuan. Sistem
hukum waris BW tidak mengenal harta asal dan harta perkawinan atau harta
gono gini. Sebab harta warisan dalam BW dari siapapun juga merupakan
kesatuan yang secara bulat dan utu dalam keseluruhan akan beralih dari
tangan si peninggal harta atau pewaris kepada seluruh ahli warisnya. Hal ini
berarti dalam sistem pembagian harta warisan dalam BW tidak dikenal
perbedaan pengaturan atas dasar asal usul harta yang ditinggalkan oleh
pewaris seperti yang diungkapkan dalam pasal 849 BW, “undang-undang
tidak memandang akan sifat
2. SARAN

Semoga makalah ini dapat berguna, materi tersebut disampaikan dengan


harapan dapat menjadi masukan untuk perbaikan sehingga dapat
bermanfaat bagi yang membacanya

10
DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Supardin.2020. Fikih Mawaris & Hukum Kewarisan (Studi Analisis


Perbandingan). Gowa: Pusaka Almaida

E-Jurnal:

Fithriani, Ahda.2016. penghalang kewarisan dalam pasal 173 huruf (a) kompilasi
hukum islam. Banjarmasin: Iain antasari

Wahyuni, Afidah. 2018. Sistem Waris Dalam Perspektif Islam dan Peraturan
Perundang-undangan Di Indonesia. Jakarta : SALAM: Jurnal Sosial dan
Budaya Syar-i

Walangadi,Gibran Refto,dkk.2021. penyebab mendapat dan tidak mendapat


warisan menurut hukum waris islam. Manado: lex privatum

11

Anda mungkin juga menyukai