Anda di halaman 1dari 14

]

KELOMPOK 1
Nama : NURFADILA
NURMAH DINA
SALWA
DHYMAS
WAHYU ANDHIKA

KELAS XII-PMS4
SMA N 1 TANJUNG TIRAM
T.P 2024
KATA PENGANTAR

2
Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam
juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan
keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan
kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.

Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
dengan ini penulis mengangkat judul “Ketentuan Waris dalam islam”.

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.

Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalam

DAFTAR ISI

2
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Malasah
C. Tujuan
BAB II Pembahasan
A. Pengertian Ilmu Waris (Faraid) dalam islam
B. Syarat Dan Rukun Waris
C. Golongan ahli waris
D. Beberapa hak yang bersangkutan dengan harta waris
E. Bagian-bagian ahli waris
F. Sebab-sebab tidak mendapatkan harta waris
G. Hal-hal yang menghalangi waris
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

2
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Warisan adalah harta peninggalan seseorang yang telah meninggal kepada seseorang yang
masih hidup yang berhak menerima harta tersebut. Hukum waris adalah sekumpulan peraturan
yang mengatur hubungan hukum mengenai kekayaan setelah wafatnya seseorang. Seseorang
yang berhak menerima harta peninggalan di sebut ahli waris. Dalam hal pembagian harta
peninggalan, ahli waris telah memiliki bagian-bagian tertentu. Seperti yang tercantum dalam
Firman Allah SWT sebagai berikut :

‫َتَر َك ِمَّم اَنِص يٌبَوِللِّنَس اِءَو األْقَر ُبوَناْلَو اِلَداِنَتَر َك ِمَّم اَنِص يٌبِللِّر َج اِل‬
‫َم ْفُروًض اَنِص يًباَك ُثَر َأْو ِم ْنُهَقَّلِمَّم اَو األْقَر ُبوَناْلَو اِلَداِن‬
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi
wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit
atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan”

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut
o Apa yang dimaksud dengan waris ?
o Apa saja syarat dan rukun waris ?
o Sebutkan golongan ahli waris !
o Sebutkan hak-hak yang bersangkutan dengan harta waris !
o Jelaskan mngenai bagian-bagian ahli waris !
o Apa sajakah Sebab-sebab tidak mendapatkan harta waris ?
o Apa yang di maksud dengan ‘Aulu ?
o Hal-hal apa saja yang menghalangi waris ?
o Apa yang di maksud dengan Wasiat ?

C. TUJUAN

o Untuk mengetahui dan memaparkan hukum waris menurut pandangan agama Islam.
o Untuk menambah wawan pembaca mengenai hukumwaris menurut pandangan agama
Islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Waris (Faraid) dalam islam

Kata waris yang dikenal dalam kehidupan sehari-hari berasal dari bahasa Arab, yaitu
waritsa dan mirats. Mirats artinya hal warisan. Jadi secara istilah dapat diartikan berpindahnya
hak kepemilikan orang yang masih hidup yaitu ahli waris. Perpindahan yang dimaksud dapat
berbentuk uang,barang,tanah,dokumen-dokumen penting,serta hak secara sah yang merupakan
milik ahli waris.
“ dan tiap-tiap dari kalian itu kami jadikan wali-wali (ahli waris) dari apa-apa yang
ditinggalkan kedua orang tua dan kaum kerabat. Dan orang-orang yang kalian mengikat
perjanjian dengan kalian, maka berikanlah bagian mereka,sesungguhnya Allah itu maka
menyaksikan atas segala sesuatu “ (QS.an-Nisa:33)

Pengertian waris menurut bahasa ini tidak terbatas hanya pada hal-hal yang berkaitan
dengan harta, akan tetapi mencakup harta benda dan non harta benda.Kata ‫ ورث‬adalah kata
kewarisan pertama yang digunakan dalam al-Qur’an. Kata waris dalam berbagai bentuk makna
tersebut dapat kita temukan dalam al-Qur’an, yang antara lain:
 Mengandung makna “mengganti kedudukan” (QS. an-Naml, 27:16).
 Mengandung makna “memberi atau menganugerahkan” (QS. az-Zumar,39:74).
 Mengandung makna “mewarisi atau menerima warisan” (QS. al-Maryam, 19: 6).

Sedangkan secara terminologi hukum, kewarisan dapat diartikan sebagai hukum yang
mengatur tentang pembagian harta warisan yang ditinggalkan ahli waris, mengetahui bagian-
bagian yang diterima dari peninggalan untuk setiap ahli waris yang berhak
menerimanya.Sedangkan menurut para fuqoha, pengertian ilmu waris adalah sebagai berikut:

‫علميعرفبهمنيرثومناليرثومقداركلوارثوكيفيةالتوزيع‬
“Artinya: Ilmu yang mempelajari tentang ketentuan-ketentuan orang yang mewaris, kadar yang
diterima oleh ahli waris serta cara pembagiannya.”

Adapun dalam istilah umum, waris adalah perpindahan hak kebendaan dari orang yang
meninggal dunia kepada ahli waris yang masih hidup. Seperti yang disampaikan oleh Wiryono
Projodikoro, definisi waris adalah soal apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan
kewajibankewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal akan beralih kepada
orang lain yang masih hidup.Dengan demikian secara garis besar definisi warisan yaitu
perpindahan berbagai hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang yang meninggal dunia
kepada orang lain yang masih hidup dengan memenuhi syarat dan rukun dalam mewarisi.

Selain kata waris tersebut, kita juga menemukan istilah lain yang berhubungan dengan
warisan, diantaranya adalah:
a. Waris, adalah orang yang termasuk ahli waris yang berhak menerima warisan.
b. Muwaris, adalah orang yang diwarisi harta bendanya (orang yang meninggal) baik
secara haqiqy maupun hukmy karena adanya penetapan pengadilan.
c. Al-Irsi, adalah harta warisan yang siap dibagikan kepada ahli waris yang berhak
setelah diambil untuk pemeliharaan jenazah, melunasi hutang dan menunaikan
wasiat.
d. Warasah, yaitu harta warisan yang telah diterima oleh ahli waris.
e. Tirkah, yaitu seluruh harta peninggalan orang yang meninggal dunia sebelum
diambil untuk pemeliharaan jenazah, melunasi hutang, menunaikan wasiat.

2
Adapun pengertian hukum kewarisan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah hukum
yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris,
menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya (Pasal 171 huruf
a KHI).

Tujuan dari Pembagian Warisan dalam Islam:


Tujuan dari pembagian warisan dalam Islam adalah untuk menjaga keadilan,
melindungi hak-hak individu, dan memastikan kesejahteraan anggota keluarga yang
ditinggalkan. Pembagian ini dirancang untuk menghindari terjadinya kesenjangan ekonomi yang
besar antara anggota keluarga dan untuk memastikan bahwa hak perempuan dan anak-anak
dihormati.

Pembagian warisan dalam Islam adalah bagian penting dari hukum keluarga Islam yang
berfokus pada prinsip-prinsip keadilan, kesejahteraan keluarga, dan perlindungan hak-hak
individu. Hal ini mencerminkan nilai-nilai keadilan sosial dan perlindungan hak-hak individu
yang mendasari ajaran Islam.

B. Syarat Dan Rukun Waris

Terdapat tiga syarat warisan yang telah disepakati oleh para ulama, tiga syarat tersebut
adalah:
1. Meninggalnya seseorang (pewaris) baik secara haqiqy, hukmy (misalnya dianggap telah
meninggal) maupun secara taqdi
2. ri.
3. Adanya ahli waris yang hidup secara haqiqy pada waktu pewaris meninggal dunia.
4. Seluruh ahli waris diketahui secara pasti baik bagian masing-masing.

Adapun rukun waris dalam hukum kewarisan Islam, diketahui ada tiga macam, yaitu :

1. Muwaris, yaitu orang yang diwarisi harta peninggalannya atau orang yang mewariskan
hartanya. Syaratnya adalah muwaris benar-benar telah meninggal dunia. Kematian
seorang muwaris itu, menurut ulama dibedakan menjadi 3 macam :
a) Mati Haqiqy (mati sejati).
Mati haqiqy (mati sejati) adalah matinya muwaris yang diyakini tanpa
membutuhkan putusan hakim dikarenakan kematian tersebut disaksikan oleh orang
banyak dengan panca indera dan dapat dibuktikan dengan alat bukti yang jelas dan nyata.
b) Mati Hukmy ( mati menurut putusan hakim atau yuridis)
Mati hukmy (mati menurut putusan hakim atau yuridis) adalah suatu kematian
yang dinyatakan atas dasar putusan hakim karena adanya beberapa pertimbangan. Maka
dengan putusan hakim secara yuridis muwaris dinyatakan sudah meninggal meskipun
terdapat kemungkinan muwaris masih hidup. Menurut pendapat Malikiyyah dan
Hambaliyah, apabila lama meninggalkan tempat itu berlangsung selama 4 tahun, sudah
dapat dinyatakan mati. Menurut pendapat ulama mazhab lain, terserah kepada ijtihad
hakim dalam melakukan pertimbangan dari berbagai macam segi kemungkinannya.
c) Mati Taqdiry (mati menurut dugaan).
Mati taqdiry (mati menurut dugaan) adalah sebuah kematian (muwaris)
berdasarkan dugaan keras, misalnya dugaan seorang ibu hamil yang dipukul perutnya
atau dipaksa minum racun. Ketika bayinya lahir dalam keadaan mati, maka dengan
dugaan keras kematian itu diakibatkan oleh pemukulan terhadap ibunya.

2. Waris (ahli waris), yaitu orang yang dinyatakan mempunyai hubungan kekerabatan baik
hubungan darah (nasab), hubungan sebab semenda atau perkawinan, atau karena
memerdekakan hamba sahaya. Syaratnya adalah pada saat meninggalnya muwaris, ahli
waris diketahui benarbenar dalam keadaan hidup. Termasuk dalam hal ini adalah bayi

2
yang masih dalam kandungan (al-haml). Terdapat juga syarat lain yang harus dipenuhi,
yaitu: antara muwaris dan ahli waris tidak ada halangan saling mewarisi.

3. Maurus atau al-Miras, yaitu harta peninggalan si mati setelah dikurangi biaya perawatan
jenazah, pelunasan hutang, dan pelaksanaan wasiat.

C. GOLONGAN AHLI WARIS

Orang-orang yang berhak menerima harta waris dari seseorang yang meninggal sebanyak
25 orang yang terdiri dari 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan.

Golongaan ahli waris dari pihak laki-laki, yaitu :


1. Anak laki-laki.
2. Anak laki-laki dari anak laki-laki(cucu) dari pihak anak laki-laki, terus kebawah, asal
pertaliannya masih terus laki-laki.
3. Bapak.
4. Kakek dari pihak bapak, dan terus ke atas pertalian yang belum putus dari pihak bapak.
5. Saudara laki-laki seibu sebapak.
6. Saudara laki-laki sebapak saja.
7. Saudara laki-laki seibu saja.
8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang seibu sebapak.
9. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sebapak saja.
10. Saudara laki-laki bapak (paman) dari pihak bapak yang seibu sebapak.
11. Saudara laki-laki bapak yang sebapak saja.
12. Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang seibu sebapak.
13. Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki (paman) yang sebapak saja.
14. Suami.
15. Laki-laki yang memerdekakannya (mayat).

Apabila 10 orang laki-laki tersebut di atas semua ada, maka yang mendapat harta warisan hanya
3 orang saja, yaitu :
1. Bapak.
2. Anak laki-laki.
3. Suami.

Golongan dari pihak perempuan, yaitu :


1. Anak perempuan.
2. Anak perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah, asal pertaliannnya
dengan yang meninggal masih terus laki-laki.
3. Ibu.
4. Ibu dari bapak.
5. Ibu dari ibu terus ke atas pihak ibu sebelum berselang laki-laki.
6. Saudara perempuan seibu sebapak.
7. Saudara perempuan yang sebapak.
8. Saudara perempuan seibu.
9. Istri.
10. Perempuan yang memerdekakan si mayat.

Apabila 10 orang tersebut di atas ada semuanya, maka yang dapat mewarisi dari mereka itu
hanya 5 orang saja, yaitu :
1. Isteri.
2. Anak perempuan.
3. Anak perempuan dari anak laki-laki.
4. Ibu.
5. Saudara perempuan yang seibu sebapak.

2
Sekiranya 25 orang tersebut di atas dari pihak laki-laki dan dari pihak perempuan semuanya
ada, maka yang pasti mendapat hanya salah seorang dari dua suami isteri, ibu dan bapak, anak
laki-laki dan anak perempuan.

Anak yang berada dalam kandungan ibunya juag mendapatkan warisan dari keluarganya
yang meninggal dunia sewaktu dia masih berada di dalam kandungan ibunya. Sabda Rasulullah
SAW. “apabila menangis anak yang baru lahir, ia mendapat pusaka.” (HR. Abu Dawud).

D. BEBERAPA HAK YANG BERSANGKUTAN DENGAN HARTA WARIS

Sebelum di lakukan pembagian harta waris terdapat beberapa hak yang harus di
dahulukan. Ha-hak tersebut adalah :

 Hak yang bersangkutang dengan harta itu, seperti zakat dan sewanya.
 Biaya untuk mengururs mayat, seperti harga kafan, upah menggali tanah kubur, dan
sebagainya. Sesudah hak yang pertama tadi di selesaikan, sisanya barulah di pergunakan
untuk biaya mengurus mayat.
 Hutang yang di tinggalkan oleh si mayat.
 Wasiat si mayat. Namun banyaknya tidak lebih dari sepertiga dari harta penginggalan si
mayat.

E. BAGIAN-BAGIAN AHLI WARIS

Dalam fiqih mawaris ada ilmu yang digunakan untuk mengetahui tata cara pembagian
dan untuk mengetahui siapa-siapa saja yang berhak mendapat bagian, siapa yang tidak mendapat
bagian dan berapa besar bagiannya adalah ilmu faroidl. Al-Faraaidh ( ‫ ) الفرائض‬adalah bentuk
jamak dari kata Al-Fariidhoh(‫ ) الفريضه‬yang oleh para ulama diartikan semakna dengan lafazh
mafrudhah, yaitu bagian-bagian yang telah ditentukan kadarnya.Ketentuan kadar bagian masing-
masing ahli waris adalah sebagai berikut :
 Yang mendapat setengah harta.
 Anak perempuan, apabila ia hanya sendiri, tidak bersama-sama saudaranya. Allah
berfirman dalam surah An-Nisa’ ayat 11 :

‫لِّنْص ُفاَفَلَهاَو اِح َد ًةَكاَنْتَو ِإْن‬


Artinya :“Jika anak perempuan itu hanya seorang, maka ia memperolah separo harta.”
1. Anak perempuan dari anak laki-laki, apabila tidak ada anak perempuan.(berdasarkan
keterangan ijma’)
 Saudara perempuan yang seibu sebapak atau sebapak saja, apabila ia saudara
perempuan seibu sebapak tidak ada dan ia hanya seorang saja.
 Suami, apabila isterinya yang meninggal dunia itu tidak meninggallkan anak dan
tidak pula ada anak dari anak laki-laki, baik laki-laki maupun perempuan.

2. Yang mendapat seperempat harta.


 Suami, apabila isteri meninggal dunia itu meninggalkan anak, baik anak laki-laki
ataupun anak perempuan, atau meninggalkan anak dari anak laki-laki, baik laki-laki
maupun perempuan. Firman Allah SWT, dalam surah An-Nisa’ ayat 12, yaitu :

‫ِبَهاُيوِص يَنَو ِص َّيٍةَبْع ِدِم ْنَتَر ْك َنِمَّم االُّر ُبُع َفَلُك ُمَو َلٌد َلُهَّنَكاَنَفِإْنَد ْيٍنَأْو‬
Artinya : “Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat
dari harta yang di tinggalkannyasesudah dik penuhi wasiat yang mereka buat atau
(dan) sesudah di bayar utangnya.”
 Istri, baik hanya satu orang ataupun berbilang, jika suami tidak meninggalkan
anak(baik anak laki-laki maupun anak perempuan) dan tidak pula anak dari anak

2
laki-laki(baik laki-laki maupun perempuan). Maka apabila istri itu berbilang,
seperempat itu di bagi rata antara mereka.

3. Yang mendapat seperdelapan harta.


Istri baik satu ataupun berbilang, mendapat warisan dari suaminya seperdelapan
dari harta kalau suaminya yang meninggal dunia itu meninggalkan anak, baik anak laki-
laki ataupun perempuan, atau anak dari anak laki-laki, baik laki-laki ataupun perempuan.

Firman Allah SWT, dalam surah An-Nisa’ ayat 12, yaitu :


‫الُّثُم ُنَفَلُهَّنَو َلٌد َلُك ْم َكاَنَفِإْن‬
Artinya : “Jika kamu mempunyai anak, maka para istri itu memperoleh
seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan.”

4. Yang mendapat dua pertiga harta.


 Dua orang anak perempuan atau lebih, dengan syarat apabila tidak ada anak laki-
laki.
 Dua orang anak perempuan atau lebih dari anak laki-laki. Apabila ia anak
perempuan tidak ada, berarti anak perempuan dari anak laki-laki yang berbilang itu,
mereka mendapatkan harta warisan dari kakek mereka sebanyak dua pertiga dari
harta.
 Suadara perempuan yang seibu sebapak apabila berbilang(dua atau lebih). Firman
Allah SWT, dalam Surah An-Nisa’ ayat 176, yaitu :

‫َتَر َك ِمَّم االُّثُلَثاِنَفَلُهَم ااْثَنَتْيِنَك اَنَتاَفِإْن‬


Artinya :“Jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga
dari harta yang di tinggalkan oleh yang meninggal.”
 Saudara perempuan yang sebapak, dua orang atau lebih.
Keterangannya adalah surah An-Nisa’ ayat 176 yang tersebut di atas, karena
yang di maksud dengan saudara dalam ayat tersebut ialah saudara seibu sebapak
atau saudara sebapak saja apabila saudara perempuan yang seibu sebapak tidak ada.

5. Yang mendapat sepertiga harta.


 Ibu, apabila yang meninggal tidak meningglkan anak atau cucu (anak dari anak laki-
laki), dan tidak pula meninggalkan dua orang saudara, baik laki-laki ataupun
perempuan, seibu sebapak atau sebapak saja, atau seibu saja.
 Dua orang saudara atau lebih dari saudara yang seibu, baik laki-laki maupun
perempuan. Firman Allah SWT, dalam surah An-Nisa’ ayat 12, yaitu :

‫الُّثُلِثِفيُش َر َك اُء َفُهْم َذ ِلَك ِم ْنَأْكَثَر َك اُنواَفِإْن‬


Artinya :“Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga itu.”

6. Yang mendapat sepereenam harta.


 Ibu, apabila ia beserta anak, beserta anak dari anak laki-laki,atau beserta dua saudara
atau lebih, baik saudara laki-laki ataupun saudara perempuan, seibu sebapak, sebapak
saja, atau seibu saja.
 Bapak si mayat, apabila yang meninggal mempunyai anak atau anak dari anak laki-
laki.
 Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari bapak), kalau ibu tidak ada. Hal ini beralasan dari
hadist yang diriwayatkan oleh zaid yang artinya : “Sesungguhnya nabi SAW. telah
menetapkan bagian nenek seperenam dari harta “
 Cucu perempuan dari pihak anak laki-laki, (anak perempuan dari anak laki-laki).
Mereka mendapatkan seperenam dari harta, baik sendiri atau berbilang, apabila

2
bersama-sama seorang anak perempuan. Tetapi apabila anak perempuan berbilang,
maka cucu perempuan tadi tidak mendapat harta waris.

 Kakek (bapak dari bapak), apabila beserta anak atau anak dari anak laki-laki,
sedangkan bapak tidak ada. (keterangan berdasarkan ijma’ para ulama’)
 Untuk seorang sudara yang seibu, baik laki-laki maupun perempuan. Firman Allah
SWT. Dalam surah An-Nisa’ ayat 12, yaitu :

‫الُّسُد ُس ِم ْنُهَم اَو اِحٍد َفِلُك ُأِّلْخ ٌتَأْو َأٌخ َو َلُه‬


Artinya :“Dan apabila si mayat mempunyai seorang sudara laki-laki(seibu saja) atau
seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis
saudara itu seperenam harta.”

 Saudara perempuan yang sebapak saja, baik sendiri ataupun berbilang, apabila
beserta saudara perempuan yang seibu sebapak. Adapun apabila saudara seibu
sebapak berbilang(dua atau lebih), maka saudara sebapak tidak mendapat harta
warisan. (berdasarkan ijma’ para ulama’).

F. SEBAB-SEBAB TIDAK MENDAPATKAN HARTA WARIS

Ahli waris yang telah di sebutkan di atas semua tetap mendapatkan harta waris menurut
ketentuan-ketentuan yang telah di sebutkan, kecuali apabila ada ahli waris yang lebih dekat
pertaliannya kepada si mayit dari pada mereka. Berikut akan di jelaskan orang-orang yang
mendapat harta waris, atau bagiannya menjadi kurang karena ada yang lebih dekat pertaliannya
kepada si mayit dari pada mereka.

 Nenek (ibu dari ibu atau ibu dari bapak), tidak mendapat harta waris karena ada ibu,
sebab ibu lebih dekat pertaliannya kepada yang meninggal dari pada nenek. Begitu juga
kakek, tidak mendapat harta waris selama bapaknya masih ada, karena bapak lebih dekat
pertaliannya kepada yang meninggal dari pada kakek.
 Saudara seibu, tidak mendapatkan harta waris karena adanya orang yang di sebut di
bawah ini :
o Anak, baik laki-laki maupun perempuan.
o Anak dari anak laki-laki, baik laki-laki maupun perempuan.
o Bapak.
o Kakek.
 Saudara sebapak, saudara sebapak tidak mendapat harta waris dengan adanya salah
seorang dari empat orang berikut :
o Bapak.
o Anak laki-laki.
o Anak laki-laki dari anak laki-laki(cucu laki-laki).
o Sudara laki-laki yang seibu sebapak.
 Saudara seibu sebapak. Saudara seibu sebapak tidak akan mendapatkan harta waris
apabila terhalang oleh salah satu dari tiga orang yang tersebut di bawah ini :
o Anak laki-laki.
o Anak laki-laki dari anak laki-laki(cucu laki-laki)
o Bapak.
 Tiga laki-laki berikut ini mendapatkan harta waris namun saudara perempuan mereka
tidak mendapat harta waris, yaitu:
o Saudara laki-laki bapak(paman) mendapatkan harta waris. Namun, saudara
perempuan bapak (bibi) tidak mendapatkan harta waris.
o Anak laki-laki saudara bapak yang laki-laki(anak laki-laki paman dari bapak)
mendapat harta waris. Namun, anak perempuannya tidak mendapatkan harta waris.

2
o Anak laki-laki saudara laki-laki mendapatkan harta waris. Namun, anak
perempuannya tidak mendapatkan harta waris.

G. HAL-HAL YANG MENGHALANGI WARIS

Pada umum hal-hal yang bisa menjadi penghalang mewarisi itu ada tiga macam, yaitu:
a) Pembunuhan.
Pembunuhan adalah sesuatu perbuatan yang mutlak menjadi penghalang waris,
karena adanya dalil yang kuat dari hadis Rasulullah SAW, Yang Artinya:
” Tidak berhak sipembunuh mendapat sesuatupun dari harta warisan (Hadis Riwayat an-
Nasa’i dengan isnad yang sahih)”.

Imam Syafi’i memberikan contoh pembunuhan yang dapat menjadi penghalang


mewarisi sebagai berikut:
2. Hakim yang menjatuhkan hukuman mati, tidak dapat mewarisi harta orang yang telah
dijatuhi hukuman mati.
3. Algojo yang menjalankan tugas membunuh tidak dapat mewarisi harta orang
peninggalan pesakitan yang dibunuhnya.
4. Seseorang yang memberikan persaksian (sumpah) palsu, tidak dapat mewarisi harta
peninggalan orang yang menjadi korban persaksian palsunya.

b) Berbeda Agama.
Adapun yang dimaksudkan dengan berbeda agama adalah agama yang dianut antara
waris dengan muwaris itu berbeda. Sedangkan yang dimaksud dengan berbeda agama dapat
menghalangi kewarisan adalah tidak ada hak saling mewarisi antara seorang muslim dan
kafir (non Islam), orang Islam tidak mewarisi harta orang non Islam demikian juga
sebaliknya. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang Artinya:” Diriwayatkan daripada
Usamah bin Zaid r.a katanya: Nabi s.a.w bersabda: Orang Islam tidak boleh mewarisi
harta orang kafir dan orang kafir tidak boleh mewarisi harta orang Islam. (Hadis Riwayat
an-Nasa’I dengan isnad yang sahih)”

c) Perbudakan.
Secara umum, mayoritas ulama sepakat bahwa seorang budak terhalang menerima
warisan, karena budak (hamba sahaya) secara yuridis tidak cakap dalam melakukan
perbuatan hukum, sedangkan hak kebendaannya dikuasai oleh tuannya. Sehingga ketika
tuannya meninggal, maka seorang budak tidak berhak untuk mewarisi, karena pada
hakekatnya seorang budak juga merupakan “harta” dan sebagai harta maka dengan
sendirinya benda itu bisa diwariskan.

d) Berlainan Negara
Perbedaan negara dilihat dari segi ilmu waris adalah perbedaan negara jika telah
memenuhi 3 kriteria sebagai berikut:

a) Angkatan bersenjata yang berbeda, artinya masing-masing di bawah komando yang


berbeda.
b) Kepala negara yang berbeda.
c) Tidak ada ikatan satu dengan yang lainnya, artinya tidak ada kerjasama diplomatik yang
terjalin antar keduanya.

Sedangkan yang menjadi penghalang mewarisi dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), yaitu
beda agama (pasal 171 huruf c dan pasal 172 KHI), membunuh, percobaan pembunuhan,
penganiayaan berat terhadap pewaris dan memfitnah (pasal 173 KHI)

2
Adapun persoalan agama menjadi sangat esensial sehingga harus ada penegasan bahwa
perbedaan agama akan menghilangkan hak waris, namun hal ini juga tidak kita temukan dalam
Kompilasi Hukum Islam (KHI) buku kedua. Sedangkan pewaris dalam ketentuan hukum
kewarisan Islam adalah bergama Islam, maka secara otomatis ahli waris juga beragama Islam.
Sebagaimana Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam (KHI) berbunyi:

“Ahli waris ialah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah
atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum
untuk menjadi ahli waris.”
Dan sebagai indikasi bahwa ahli waris tersebut beragama Islam, telah dijelaskan dalam
pasal 172 KHI yang berbunyi:

“Ahli waris dipandang beragama Islam apabila diketahui dari kartu identitas atau
pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau anak yang
belum dewasa beragama menurut ayahnya atau lingkungannya.”

Sedangkan penghalang mewarisi yang berupa pembunuhan, percobaan pembunuhan,


penganiayaan berat pewaris dan memfitnah telah dijelaskan dalam pasal 173 KHI yang
berbunyi:

“Seseorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:

i. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat pada
pewaris.
ii. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa bahwa pewaris
telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau
hukuman yang lebih berat.”

BAB III
PENUTUP

2
A. KESIMPULAN

Dengan penjelasan-penjelasan mengenai hukum waris di atas, maka dapat di simpukan


bahwa :

 Waris adalah perpindahan hak kebendaan dari orang yang meninggal dunia kepada ahli
waris yang masih hidup.
 Adapun pengertian hukum kewarisan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah
hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah)
pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya
(Pasal 171 huruf a KHI).
 Ahli waris adalah orang-orang mendapatkan hak memperoleh harta peninggalan orang
yang telah meninggal yang masih mempunyai hubungan darah.
 Bagian-bagian yang di peroleh ahli waris telah di tetapkan dalam Al-Qur’an, sehingga
tidak ada kata tidak adil karena Al-Qur’an adalah Firman Allah SWT. Yang di jamin
kebenarannya.
 Sebelum di lakukan pembagian harta waris terdapat beberapa hak yang harus di
dahulukan. Ha-hak tersebut adalah :
 Hak yang bersangkutang dengan harta itu, seperti zakat dan sewanya.
 Biaya untuk mengururs mayat, seperti harga kafan, upah menggali tanah kubur, dan
sebagainya. Sesudah hak yang pertama tadi di selesaikan, sisanya barulah di
pergunakan untuk biaya mengurus mayat.
 Hutang yang di tinggalkan oleh si mayat.
 Wasiat si mayat. Namun banyaknya tidak lebih dari sepertiga dari harta penginggalan
si mayat.
 Wasiat adalah pesan tentang suatu kebaikan yang akan di jalankan sesudah seseorang
meninggal dunia dan hukum wasiat adalah sunnah.

B. SARAN

Rasululloh SAW bersabda yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh rodliallohu


‘anhu, yaitu :
“Diriwatkan dari Abu Hurairoh rodliallohu ‘anhu sesungguhnya Rasulullah SAW
bersabda “pelajarilah oleh kalian ilmu faro’id, karena sesungguhnya ilmu faro’id itu
sebagian dari agama kalian dan setengah dari seluruh ilmu. Dan sesungguhnya ilmu
faro’id itu ilmu yang mula-mula akan di cabut dari umatku”.”

Dari hadist tersebut dapat di peroleh kesimpulan bahawa ilmu faraid atau yang biasa di
kenal dengan ilmu pembagian harata waris ini sangat penting untuk di pelajari. Oleh karena itu
pengenalan dan pemahaman ilmu faraid harus lebih di tingkatkan lagi.
 Mempelajari ilmu ini juga untuk mengetahui dengan jelas orang-orang yang berhak
menerima warisan sehingga terhindar dari perselisihan dan perebutan harta penginggalan
yang meninggal.

Daftar Pustaka

2
A.N, Firdaus. 2003. 325 Hadis (bdsi Pilihan, Jalan Ke Surga.Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya. Ahmadi, Abu. 2002. Psikologi Sosial. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. 2010. Tazkiyatu An-.Nafs. Jakarta: Pustaka Arafah.
A1-Qarni, Aidh. 2004. La Takan, Jangan Bersedih. Jakarta: Qisthi Press.
Anggota IKAPI. 2002. Antropologi Budaya. Jalcarta: PT Citra Aditya Bakti
Baron, Robert A. dan Bybne, Donn. 2003. Psikologi Sosial (terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Budiaman, Arie, Arief, Ahmad Jauhar, dan Sambas, Edy Nasriady. 2007. Membaca Gerak Alam
Semesta Mengenali jijak Sang Penci pta. Ed. Arcznik Supn:yanti. Jakarta: Lipi Press.
Departemen Agama RI. 2011. Al-Qur'an Tafsir Per Kata Tqjwid Kode Angka Al-Hidayah.
Banten: Kalim. H.S, Fachruddin dan Fachruddin, Irfan. 2001. Pilihan Sabda Rasul (Hadis-
hadis Pilihan). Jakarta: Bumi Aksara.
Hadhiri, Choiruddin, 2005, Klasifikasi Kandungan Alquran,Jakarta: Gema Insani Press.
Jazuli, Ahzami samiun. 2006. Kehidupan dalam Pandangan Alquran.Jakarta: Gema Insani
Press. Karim, M. Abdul. 2007. Sijarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta:
Pust.k. Book Publisher.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. 2016. Kompetensi Inti dan Kompeknsi Dasar;
Mata Pekijaran
Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Jakarta: Kemendikbud.
Khuluq, L. 2000. Fajar Kebangunan Ulama, Biografi KH. Hasjim Yogyakarta: LkiS.
Majelis Ulama Indonesia. 2014. Himpunan Fatwa Keuangan Syariah, Dewan Syariah Nasional
MUL Jakarta: Erlangga.
Misrawi, Zuhairi. 2010. Hadratussaildz HasyimModerasi, Keumatan, dan Kebangsaan. Jakarta:
Kompas Media Nusantara
- Mudjab Mahalli, Ahmad. 2002. Membangun Pribadi Muslim. Yogjakarta: Menara Kudus.
Mufti Johor Sayyidb. Tahir b. `AbdalU al-Haddad. 1957. Sijarah perkembangan Islam di Timur
jauh.
Jakarta: Al-Maktab ad-Daimi.
uljana, Slamet. 2005. Runtuhnya Kerajaan Hindu-jawa dan Timbulnya .Negara-negara Islam
di Nusantara urdin, Ali. 2009. Menelusuri Konsep Masyarakat Ideal dalam Al-Qur'an.
Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.
,Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2018
Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 24 Tahun
2016 Tentang Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran pada Kurikulum 2013
pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Qardhawi, Muhammad Yusuf. 1983. Halal Haram dalam Islam, (alih bahasa H. Mu'anzmal
Hamidy). Jakarta: PT. Bina Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai