PENDAHULUAN
1
Adrian Sutedi, S.H. M.H, Hukum Kepailitan, (Bogor: Ghalia, 2009), halaman 3
1
8. Apa Syarat Sah Perjanjian Jual Beli Warisan?
1.3 TujuanPenulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Warisan.
2. Untuk mengetahui Waris Dalam Hukum Islam.
3. Untuk mengetahui Prinsip - Prinsip Hukum Waris.
4. Sistem Pewarisan Islam.
5. Sumber Hukum Pewarisan beserta Asas-Asasnya.
6. Unsur-unsur Hukum Waris.
7. Tinjauan Jual Beli Hak Atas Harta Warisan Dalam Hukum Islam.
8. Apa Syarat Sah Perjanjian Jual Beli Warisan.
1.4 ManfaatPenulisan
Hasil penulisan makalah ini diharapkan bermanfaat bagi para
pembaca sebagai tambahan pengetahuan mengenai Warisan dan
untuk memberikan solusi tentang permasalahan yang terjadi dalam
pembagian warisan.
2
BAB 2
PEMBAHASAN
Kata waris berasal dari bahasa Arab yaitu Al-miirats, bentuk masdar
dari kata waritsa-yaritsu-irtsan-miiraatsan, yang artinya adalah
berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari
suatu kaum kepada kaum lain. Sedangkan makna Al-miirats menurut
istilah adalah hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli
warisnya yang masih hidup, baik yang tinggalkan itu berupa harta
(uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik legal secara
syar’i.2
2
Muhammad Ali Ash-Shabuni, “Pembagian Waris Menurut Islam : Penerjemah A.M.
Basamalah“, Gema Insani Press : 2005 ( di akses dari www.kewarisan.com ).
3
dapat berarti pula proses. Dalam arti yang pertama mengandung
makna “ hal ikhwal “, orang yang menerima warisan dan dalam arti
yang kedua mengandung makna “ hal ihwal peralihan “ harta dari
yang sudah mati kepada yang masih hidup dan dinyatakan berhak
menurut hukum yang diyakini dan diakui berlaku dan mengikat untuk
semua orang yang beragama Islam. Mewaris, berarti menggantikan
tempat dari seseorang yang meninggal ( si pewaris ) dalam
hubungan- hubungan hukum harta kekayaannya. Pewarisan
dibedakan menjadi dua, yaitu (1) Pewarisan berdasarkan Undang-
Undang , juga disebut pewarisan ab-in-testato. Dan (2) Pewarisan
testamentair, yaitu pewarisan yang berdasarkan suatu testamen.3
Warisan menurut sebagian besar ahli hukum Islam ialah semua harta
benda yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia baik
berupa benda bergerak maupun benda tetap, termasuk barang /
uang pinjaman dan juga barang yang ada sangkut pautnya dengan
hak orang lain, misalnya barang yang digadaikan sebagai jaminan
atas hutangnya ketika pewaris masih hidup. 4 Hukum Islam
merumuskan ; ” Hukum Waris memuat peraturan-peraturan yang
mengatur proses meneruskan serta memindahkankan barang-barang
/ harta benda, baik barang-barang yang tidak terwujud, dan benda
(.immaterielle goederen ) dari suatu angkatan manusia (.generatie )
kepada turunannya. Hukum Waris Islam menyebutkan bahwa aturan-
aturan hukumnya mengatur bagaimana harta peninggalan atau harta
warisan diteruskan atau dibagi-bagi dari pewaris kepada para waris
dari generasi ke generasi berikutnya ”.
3
R.Soetojo Prawirohamidjojo, Hukum Waris Kodifikasi, ( Surabaya : Airlangga
University press, 2005 ), halaman 4.
4
Masjfuk zuhdi, Study Islam : Jilid III ( Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2007 ), halaman
57.
4
laki-laki dan sepuluh orang dari pihak perempuan.
a. Ahli waris dari pihak laki-laki adalah anak laki-laki, cucu laki-laki
dari anak laki-laki, bapak,kakek, saudara laki-laki sekandung,
saudara laki- laki sebapak, saudara laki-laki seibu, anak laki-laki
saudara laki-laki sekandung, anak laki-laki saudara laki-laki
sebapak, paman sekandung, paman sebapak, anak laki-laki paman
sekandung, anak laki-laki paman sebapak, suami dan laki-laki yang
telah memerdekakan hamba sahaya.
b. Ahli waris dari pihak perempuan adalah anak perempuan, cucu
perempuan dari anak laki-laki, ibu, nenek pihak ayah, nenek pihak
ibu, saudara perempuan sekandung, saudara perempuan sebapak,
saudara perempuan seibu, isteri, dan perempuan yang telah
memerdekakan hamba sahaya.5
5
Masjfuk zuhdi, Study Islam : Jilid III ( Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2007 ), halaman
57.
5
hukum secara bertahap atau berangsur sesuai perkembangan dan
kapasitas.
4) Memperhatikan kemaslahatan manusia
Hukum Islam secara substansial selalu menekankan perlunya menjaga
kemaslahatan manusia. Hukum Islam senantiasa memperhatikan
kepentingan dan perkembangan kebutuhan manusia yang pluralistik.
Secara praktis kemaslahatan itu tertuju kepada tujuan-tujuan, yaitu :
a. Memelihara kemaslahatan agama ;
b. Memelihara kemaslahatan jiwa ;
c. Memelihara kemaslahatan akal ;
d. Memelihara kemaslahatan keturunan ;
e. Memelihara kemaslahatan harta benda.
5) Mewujudkan keadilan yang merata
Hukum Islam senantiasa menuntut kesadaran akan semangat egality
dan equality. Semua manusia dan makhluk lainnya merupakan ciptaan
Tuhan yang memiliki peluang yang sama untuk mengabdi kepada
pencipta- nya. Dan yang membedakan hanyalah tingkatan
ketakwaannya. Dalam konteks ini tidak dibenarkan untuk tidak berlaku
adil diantara sesama ciptaan Tuhan.6
6
Ibid, halaman 89.
6
dibayar. Harus ada ahli waris ( warits ), yaitu orang yang akan
menerima harta peninggalan pewaris, yang dapat dibagi dalam 5
(lima) golongan yaitu :
7
Hilman Hadikusuma, Op.Cit., halaman 87.
8
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Hukum Waris Dalam Islam, h. 42.
7
kedua Sunnah Rasulullah SAW, dan yang ketiga ialah ijtihad para ahli
hukum Islam. Dasar penggunaan ketiga sumber hukum warisan Islam
itu pertama dalam Al-Qur‘an surat An-Nisa‘ ayat 59 :
1. Asas ijbari. Dalam hukum Islam peralihan harta dari orang yang
telah meninggal dunia kepada orang yang masih hidup berlaku
dengan sendirinya tanpa usaha dari yang akan meninggal atau
kehendak yang akan menerima, cara peralihan inidisebut ijbari.
Kata ijbar berasal dari bahasa Arab yang diartikan dengan paksaan
atau pengendalian Tuhan (atas segala ciptaann-Nya) termasuk
segala gerak gerik perbuatan manusia. Peralihan harta seseorang
yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan
sendirinya sesuai dengan kehendak Allah tanpa tergantung kepada
kehendak ahli waris atau pewaris. Ahli waris langsung menerima
kenyataan pindahnya harta pewaris kepadanya sesuai dengan
jumlah yang telah ditentukan.
2. Asas bilateral, yaitu orang yang menerima warisan dari kedua
belah pihak kerabat yaitu kerabat garis keturunan garis laki-laki
maupun dari pihak kerabat keturunan perempuan. Dalam ayat 7
surah An-Nisa’ dijelaskan bahwa seorang laki-laki berhak
mendapatkan warisan dari pihak ayahnya juga dari pihak ibunya.
9
Ulil Amri, Mujitahid Ar-Razi dalam Mafnatihul Ghaib ( dikutip oleh Munawar Chalil,
Ulil Amri ), ( Semarang : Ramadhani, 2008 ) halaman 69.
10
Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam ( mengutip ayat-ayat Al-
Qur’an, Surat An-Nisa’, Sunah Raullullah SAW ), ( Jakarta : PT. Hidakarya Agung,
2009 ), halaman 11.
11
Ulil Amri, Op.Cit., halaman 20.
8
Begitu pula seorang anak perempuan berhak menerima harta
warisan dari pihak ayahnya dan juga dari pihak ibunya.
3. Asas Individual, yaitu harta peninggalan yang ditinggal mati oleh
pribadi langsung kepada masing-masing. Pembagian secara
individual ini didasarkan pada ketentuan bahwa setiap insan
sebagai pribadi mempunyai kemampuan untuk menjalankan hak
dan kewajibannya. Dengan demikian, harta waris yang telah dibagi
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan menjadi milik ahli
waris secara individual.
4. Asas keadilan berimbang, yaitu ahli waris laki-laki maupun
perempuan semuanya berhak mewarisi harta peninggalan yang
ditinggal mati oleh pewaris sebagaimana dijelaskan dalam surat
An-Nisa ayat 7, yakni bahwa anak laki-laki demikian juga anak
perempuan ada bagian harta dari peninggalan ibu bapaknya. Kata
keadilan yang berasal dari bahasa Arab yaitu “al-adl” berarti
keadaan yang terdapat di dalam jiwa seseorang yang membuatnya
menjadi lurus.
5. Asas hukum warisan Islam dalam teks Al-Qur‘an dan As-Sunnah
tidak dijumpai, dan asas tersebut merupakan hasil ijtihad para
mujtahid, atau ahli hukum Islam. Dengan demikian kemungkinan
asas hukum warisan Islam itu beragam. Menurut Amir Syarifuddin
asas hukum warisan Islam lima macam, yaitu asas ijbari, asas
bilateral, asas individual, asas keadilan berimbang, dan asas
warisan semata akibat kematian.12
2.7 Tinjauan Jual Beli Hak Atas Harta Warisan Dalam Hukum Islam
Pemindahan hak atas harta warisan dapat berupa jual beli, hibah,
tukar menukar dan lelang. Dari perbuatan hukum yang sering
12
Amir Syarifuddin, Op.Cit., halaman 17-18.
9
dilakukan adalah jual beli harta warisan. Dalam konsep hukum Islam
kepemilikan mutlak itu berada di tangan Allah. Al- Quran dalam
beberapa ayatnya mengindikasikan mengenai hal ini, dalam surat Al-
Baqarah (2) ayat 255 menegaskan : “Kepunyaan-Nya apa yang di
langit dan dibumi.” Ayat-ayat lain yang juga menegaskan hal itu di
antaranya adalah QS. Al-Baqarah (2) : 284, QS. Ali Imran (3) : 109,
dan 129, QS. An-Nisa’ (4) : 126, 131, 132, 170, dan 171, QS. Yunus
(10) : 55 dan 68, QS. Ibrahim (14) : 2, An-Nahl 916) : 52, QS.
Thaha 9 (20) : 6, QS. Al-Hajj (22) : 64, QS. Luqman (31) : 26, dan QS.
Asy-Syura (42) : 4.
11
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Waris merupakan hal penting di dalam hukum Islam karena sering
menimbulkan perselisihan, sebagai umat yang beragama Islam untuk
mecegah perpecahan dalam tali persaudaraan, sebaiknya
gunakanlah pembagian waris sesuai dengan hukum Islam.
12
DAFTAR PUSTAKA
Masjfuk zuhdi, Study Islam : Jilid III ( Jakarta : PT. Raja Grafindo,
2007 ), Masjfuk zuhdi, Study Islam : Jilid III ( Jakarta : PT. Raja
Grafindo, 2007 ),
Ibid, halaman 89
13
14