Anda di halaman 1dari 9

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah mawaris (Warisan) ini dapat
diselesaikan dengan baik. Tidak lupa sholawat dan salam semoga terlimpahkan
kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita
selaku umatnya.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan Makalah PAI yang berjudul Makalah mawaris (Warisan) ini. Dan
kami juga menyadari pentingnya akan sumber bacaan dan referensi internet
yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan
makalah. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan
makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak
kekurangan dalam penulisan Makalah mawaris (Warisan) ini sehingga kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan
makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan
kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha Kuasa yaitu Allah
SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga Makalah
mawaris (Warisan) ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Sungai rukam,15 Januari 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................................
A. LATAR BELAKANG...................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................
C. TUJUAN...................................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN..............................................................................................
A. PENGERTIAN MAWARIS..........................................................................
B. DASAR- DASAR HUKUM MAWARIS.........................................................
1. AL-QUR’AN...................................................................................
2. AS-SUNAH.....................................................................................
3. POSISI HUKUM KEWARISAN ISLAM..............................................
C. KETENTUAN MAWARIS DALAM ISLAM...................................................
1. AHLI WARIS...................................................................................
2. SYARAT – SYARAT MENDAPATKAN WARISAN..............................
3. SEBAB – SEBAB MENERIMA HARTA WARISAN.............................
4. SEBAB – SEBAB TIDAK MENDAPAT HARTA WARISAN..................
BAB 3 PENUTUP.....................................................................................................
A. KESIMPULAN...........................................................................................
B. SARAN.....................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
Apabila terjadi sengketa waris di antara ahli waris karena tidak ada
kesepakatan, maka langkah yang harus dilakukan adalah membicarakan
pilihan hukum (choice of law). Hukum positif di Indonesia masih
membuka ruang bagi para pihak yang bersangkutan memilih dasar hukum
yang akan dipakai dalam penyelesaian pembagian harta warisan. Hal ini
nantinya memberikan konsekuensi terhadap pengadilan mana yang
berwenang untuk mengadili sengketa tersebut. Pilihan hukum di sini
maksudnya sengketa tersebut dapat diajukan ke Pengadilan Negeri bila
penyelesaiannya tunduk pada Hukum Adat atau KUH Perdata (civil law)
atau dapat diajukan ke Pengadilan Agama bila penyelesaiannya tunduk
pada Hukum Islam. Hal ini disebabkan Indonesia masih menganut sistem
pluralisme hukum.

Bagi pewaris yang beragama Islam, dasar hukum utama yang menjadi
pegangan adalah UU Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan UU Nomor
7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Dalam Penjelasan Umum UU
tersebut dinyatakan: “Para pihak sebelum berperkara dapat
mempertimbangkan untuk memilih hukum apa yang dipergunakan dalam
pembagian warisan, dinyatakan dihapus”. Secara eksplisit, Hukum
Islamlah yang harusnya menjadi pilihan hukum bagi mereka yang
beragama Islam. Namun, ketentuan ini tidak mengikat karena UU
Peradilan Agama ini tidak secara tegas mengatur persoalan penyelesaian
pembagian harta waris bagi pewaris yang beragama Islam (personalitas
keislaman pewaris) atau non-Islam.
Permintaan fatwa kepada Mahkamah Agung dan atau mengajukan upaya
hukum kasasi untuk menentukan pengadilan mana yang berwenang
memutus adalah konsekuensi yang harus dibayar oleh para pihak ahli
waris bila tidak bersepakat dalam menentukan mau tunduk terhadap
hukum yang mana dalam penyelesaian sengketa waris.
B.RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan
dibahas di dalam makalah tentang Mawaris (Warisan) ini adalah sebagai
berikut:

1. Apa pengertian mawaris atau kewarisan?


2. Apa saja dasar-dasar hukum waris?
3. Bagaimana ketentuan mawaris dalam Islam?
C . TUJUAN
Adapun tujuan dalam penulisan makalah tentang Mawaris (Warisan) ini
adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengertian mawaris atau kewarisan.


2. Untuk mengetahui dasar-dasar hukum waris.
3. Untuk mengetahui ketentuan mawaris dalam Islam.
BAB 2
PEMBAHASAN

A . PENGERTIAN MAWARIS
Ilmu mawaris adalah ilmu yang diberikan status hukum oleh
Allah Swt. Sebagai ilmu yang sangat penting, karena ia
merupakan ketentuan Allah Swt. Dalam firman-Nya yang sudah
terinci sedemikian rupa tentang hukum mawaris, terutama
mengenai ketentuan pembagian harta warisan (al-fµrud al-
muqaddarah). Warisan dalam bahasa Arab disebut al-miras
merupakan bentuk masdar (infinitif) dari kata warisa–yarisu–
irsan–mirasan yang berarti berpindahnya sesuatu dari seseorang
kepada orang lain, atau dari suatu kaum kepada kaum lain.
Ilmu mawaris biasa disebut dengan ilmu faraidh, yaitu ilmu yang
membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan harta
warisan, yang mencakup masalah-masalah orang yang berhak
menerima warisan, bagian masing-masing dan cara
melaksanakan pembagiannya, serta hal-hal lain yang berkaitan
dengan ketiga masalah tersebut.
Mawaris merupakan serangkaian kejadian mengenai pengalihan
pemilikan harta benda dari seorang yang meninggal dunia
kepada seseorang yang masih hidup. Dengan demikian, untuk
terwujudnya kewarisan harus ada tiga unsur, yaitu:

1. Orang mati, yang disebut pewaris atau yang mewariskan.


2. Harta milik orang yang mati atau orang yang mati
meninggalkan harta waris.
3. Satu atau beberapa orang hidup sebagai keluarga dari
orang yang mati, yang disebut sebagai ahli waris.
B . DASAR – DASAR HUKUM WARIS
Sumber hukum ilmu mawaris yang paling utama adalah al-
Qur’an, kemudian as-sunnah atau hadis dan setelah itu ijmak
para ulama serta sebagian kecil hasil ijtihad para mujtahid.
1 . AL-QUR’AN
Dalam Islam saling mewarisi di antara kaum muslimin
hukumnya adalah wajib berdasarkan al-Qur’an dan hadis
Rasulullah saw. Banyak ayat al-Qur’an yang
mengisyaratkan tentang ketentuan pembagian harta
warisan ini. Di antaranya firman Allah Swt. Dalam surat
an-Nisa ayat 7:
Ayat-ayat lain tentang mawaris terdapat dalam berbagai
surat, seperti dalam surat an-Nisa ayat 7 sampai dengan
12 dan ayat 176, surat an-Nahl ayat 75 dan surat al-Ahzb
ayat 4, sedangkan permasalahan yang muncul banyak
diterangkan oleh as-sunnah, dan sebagian sebagai hasil
ijmak dan ijtihad.
2 . AS – SUNNAH
Hadis dari Ibnu Mas’ud
Rasulullah saw. Bersabda: “Pelajarilah al-Qur’an dan
ajarkanlah ia kepada manusia, dan pelajarilah faraid dan
ajarkanlah ia kepada manusia. Maka sesungguhnya aku ini
manusia yang akan mati, dan ilmu pun akan diangkat.
Hampir saja nanti akan terjadi dua orang yang berselisih
tentang pembagian harta warisan dan masalahnya; maka
mereka berdua pun tidak menemukan seseorang yang
memberitahukan pemecahan masalahnya kepada
mereka”. (H.R. Ahmad).
3 . POSISI KEWARISAN ISLAM
Hukum kewarisan Islam di Indonesia merujuk kepada
ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), mulai pasal
171 diatur tentang pengertian pewaris, harta warisan dan
ahli waris. Kompilasi Hukum Islam merupakan kesepakatan
para ulama dan perguruan tinggi berdasarkan Inpres
Nomor 1 Tahun 1991. Yang masih menjadi perdebatan
hangat adalah keberadaan pasal 185 tentang ahli waris
pengganti yang memang tidak diatur dalam fikih Islam.
C . KETENTUAN MAWARIS DALAM ISLAM SEBAGAI
1 . AHLI WARIS
Jumlah ahli waris yang berhak menerima harta warisan
dari seseorang yang meninggal dunia ada 25 orang, yaitu
15 orang dari ahli waris pihak laki-laki yang biasa disebut
ahli waris ashabah (yang bagiannya berupa sisa setelah
diambil oleh zawil furud) dan 10 orang dari ahli waris pihak
perempuan yang biasa disebut ahli waris zawil furud (yang
bagiannya telah ditentukan).
2 . SYARAT – SYARAT MENDAPATKAN WARISAN
a. Tidak adanya salah satu penghalang dari penghalang-
penghalang untuk mendapatkan warisan.
b. Kematian orang yang diwarisi, walaupun kematian
tersebut berdasarkan vonis pengadilan. Misalnya hakim
memutuskan bahwa orang yang hilang itu dianggap telah
meninggal dunia.
c. Ahli waris hidup pada saat orang yang memberi warisan
meninggal dunia. Jadi, jika seorang wanita mengandung
bayi, kemudian salah seorang anaknya meninggal dunia,
maka bayi tersebut berhak menerima warisan dari
saudaranya yang meninggal itu, karena kehidupan janin
telah terwujud pada saat kematian saudaranya terjadi.
3 . SEBAB – SEBAB MENERIMA HARTA WARISAN
a. Ahli waris yang terdiri dari bapak dari orang yang diwarisi
atau anak-anaknya beserta jalur ke sampingnya saudara-
saudara beserta anak-anak mereka serta paman-paman
dari jalur bapak beserta anak-anak mereka. Allah Swt.
Berfirman dalam surat an-Nisa ayat 33.
b. Pernikahan,yaitu akad yang sah yang menghalalkan
berhubungan suami istri, walaupun suaminya belum
menggaulinya serta belum berduaan dengannya. Allah
Swt. Berfirman dalam suratan-Nisa ayat 12.
c. Wala’, yaitu seseorang yang memerdekakan budak laki-laki
atau budak wanita. Jika budak yang dimerdekakan
meninggal dunia sedang ia tidak meninggalkan ahli waris,
maka hartanya diwarisi oleh yang memerdekakannya itu.
4 . SEBAB – SEBAB TIDAK MENDAPATKAN HARTA WARISAN
a. Kekafiran, yaitu kerabat yang muslim tidak dapat mewarisi
kerabatnya yang kafir, dan orang yang kafir tidak dapat
mewarisi kerabatnya yang muslim. Hal ini sebagaimana
sabda Nabi saw.
b. Jika pembunuhan dilakukan dengan sengaja, maka
pembunuh tersebut tidak bisa mewarisi yang dibunuhnya,
berdasarkan hadis Nabi saw.: “Pembunuh tidak berhak
mendapatkan apapun dari harta peninggalan orang yang
dibunuhnya.” (H.R. Ibnu Abdil Bar)
c. Perbudakan, yaitu seorang budak tidak dapat mewarisi
ataupun diwarisi, baik budak secara utuh ataupun
sebagiannya, misalnya jika seorang majikan menggauli
budaknya hingga melahirkan anak, maka ibu dari anak
majikan tersebut tidak dapat diwarisi ataupun mewarisi.
d. Perzinaan, yaitu seorang anak yang terlahir dari hasil
perzinaan tidak dapat diwarisi dan mewarisi bapaknya.
e. Li’an, yaitu Anak suami istri yang melakukan li’an tidak
dapat mewarisi dan diwarisi bapak yang tidak
mengakuinya sebagai anaknya.
BAB 3
PENUTUP
A . KESIMPULAN
Ajaran Islam tidak hanya mengatur masalah ibadah, tetapi juga
mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, yang di
dalamnya termasuk juga masalah kewarisan. Keberadaan
warisan menjadi bukti bahwa orang tua harus bertanggung
jawab terhadap keluarga, anak, dan keturunannya. Dasar hukum
waris yang paling utama adalah surat an-Nisa ayat 7-12 dan 176,
surat an-Nahl ayat 75, surat al-Ahzab ayat 4, serta beberapa
hadis Nabi saw. Posisi hukum kewarisan Islam di Indonesia
merujuk kepada ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)
dan Inpres Nomor 1 Tahun 1991.
Ketentuan-ketentuan tentang warisan adalah yang paling
lengkap diuraikan secara rinci dalam al-Qur’an terutama
mengenai ketentuan pembagian harta warisan (furudul
muqaddarah). Hal ini menunjukkan bahwa persoalan ilmu
mawaris dan hukum mempelajarinya perlu mendapat perhatian
yang serius dari kaum muslimin. Orang yang memperoleh harta
warisan dari orang yang meninggal dunia karena empat sebab,
yaitu; sebab nasab hakiki, sebab nasab hukmi, sebab pernikahan
dan sebab hubungan agama. Hal-hal yang perlu diselesaikan
sebelum dilakukan pembagian waris.
B . SARAN
Hal-hal yang perlu diselesaikan sebelum harta waris dibagi
adalah biaya mengurus jenazah, zakat bila mencapai nisab,
membayar hutang bila ada, dan melaksanakan amanah dan
nazar bila ada.

Anda mungkin juga menyukai