Anda di halaman 1dari 18

Dimas Isa Athaillah Surya

Saputra
Ilmu Mawaris
Peta Konsep

MAWARIS

Ketentuan hukum waris Menerapkan Hukum Manfaat Hukum


dalam islam Waris Islam Waris Islam

Meraih Berkah dengan


Menerapkan Hukum
Waris Islam
Problematika Perwarisan
• Apabila terjadi sengketa waris di antara ahli waris karena
Secara eksplisit, Hukum Islamlah yang harusnya menjadi tidak ada kesepakatan, maka langkah yang harus dilakukan
pilihan hukum bagi mereka yang beragama Islam. Namun, adalah membicarakan pilihan hukum (choice of law).
Hukum positif di Indonesia masih membuka ruang bagi
ketentuan ini tidak mengikat karena UU Peradilan Agama
para pihak yang bersangkutan memilih dasar hukum yang
ini tidak secara tegas mengatur persoalan penyelesaian akan dipakai dalam penyelesaian pembagian harta warisan.
pembagian harta waris bagi pewaris yang beragama Islam Hal ini nantinya memberikan konsekuensi terhadap
(personalitas keislaman pewaris) atau non-Islam. pengadilan mana yang berwenang untuk mengadili
Di dalam praktik, pilihan hukum ini dapat menimbulkan sengketa tersebut. Pilihan hukum di sini maksudnya
berbagai masalah, karena ahli waris dapat saling gugat di sengketa tersebut dapat diajukan ke Pengadilan Negeri bila
berbagai pengadilan. Permintaan fatwa k pada Mahkamah penyelesaiannya tunduk pada Hukum Adat atau KUH
Perdata (civil law) atau dapat diajukan ke Pengadilan
Agung dan atau mengajukan upaya hukum kasasi untuk
Agama bila penyelesaiannya tunduk pada Hukum Islam.
menentukan pengadilan mana yang berwenang memutus Hal ini disebabkan Indonesia masih menganut sistem
adalah konsekuensi yang harus dibayar oleh para pihak pluralisme hukum. Bagi pewaris yang beragama Islam,
ahli waris bila tidak bersepakat dalam menentukan mau dasar hukum utama yang menjadi pegangan adalah UU
tunduk terhadap hukum yang mana dalam penyelesaian Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan UU Nomer 7
sengketa waris. Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Dalam Penjelasan
Umum UU tersebut dinyatakan: “Para pihak sebelum
berperkara dapat mempertimbangkan untuk memilih
hukum apa yang dipergunakan dalam pembagian warisan,
dinyatakan dihapus”.
As-Sunnah
Al-Quran a. Hadis dari Ibnu Mas’ud berikut.
Dalam Islam saling mewarisi di antara kaum muslimin hukumnya Dari Ibnu Mas’ud, katanya: Bersabda Rasulullah saw..: “Pela-
adalah wajib berdasarkan al-Quran dan Hadis Rasulullah saw. jarilah al-Quran dan ajarkanlah ia kepada manusia, dan pelajar-
Banyak ayat al Quran yang mengisyaratkan tentang ketentuan ilah al faraidh dan
pembagian harta warisan ini. Di antaranya firman Allah Swt. ajarkanlah ia kepada manusia. Maka sesungguhnya aku ini
dalam Q.S. an-Nisa’/4:7: manusia yang akan mati, dan ilmu pun akan diangkat. Hampir
‫ک‬َ ‫ص< ۡیبٌ ِّم َّم<ا تَ َر‬ ِ َ‫ک ۡال َوالِ ٰد ِن< َو ااۡل َ ۡق َرب ُۡو َن< ۪ َو لِلنِّ َس<ٓا ِء ن‬
َ ‫ت ََر‬ saja nanti akan terjadi dua orang yang berselisih tentang pem-
bagian harta warisan dan masalahnya; maka mereka berdua
َ‫ؕ ۡال َوالِ ٰد ِن َو ااۡل َ ۡق َرب ُۡو َن ِم َّما قَ َّل ِم ۡنہُ اَ ۡو َکثُر‬ pun tidak menemukan seseorang yang memberitahukan pe-
Artinya: “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta pening- mecahan masalahnya kepada mereka”. (¦.R. Ahmad).
galan ibu- bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak b. Hadis dari Abdullah bin ‘Amr, bahwa Nabi saw. bersabda:
bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, “Ilmu itu ada tiga macam dan yang selain yang tiga macam itu
baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah sebagai tambahan saja: ayat muhkamat, sunnah yang datang
ditetapkan”. dari Nabi dan faraidh yang adil”. (¦.R. Abμ Daμd dan Ibnu Ma-
Ayat-ayat lain tentang mawaris terdapat dalam berbagai surat, jah).
seperti dalam Q.S. an-Nisa’/4:7 sampai dengan 12 dan ayat 176, Berdasarkan kedua hadis di atas, maka mempelajari ilmu
Q.S an-Nahl/16:75 dan Q.S al- Ahzab/33: ayat 4, sedangkan per- faraidh adalah fardhu kifayah, artinya semua kaum muslimin
masalahan yang muncul banyak diterangkan oleh As-Sunnah, dan akan berdosa jika tidak ada sebagian dari mereka yang mem-
sebagian sebagai hasil ijma’ dan ijtihad. pelajari ilmu faraidh dengan segala kesungguhan.
POSISI HUKUM DI NKRI
Hukum kewarisan Islam di Indonesia merujuk kepada ketentuan dalam
Kompilasi Hukum Islam (KHI), mulai pasal 171 diatur tentang pengertian
pewaris, harta warisan dan ahli waris. Kompilasi Hukum Islam merupakan
kesepakatan para ulama dan perguruan tinggi berdasarkan Inpres No. 1
Tahun 1991. Yang masih menjadi perdebatan hangat adalah keberadaan
pasal 185 tentang ahli waris pengganti yang memang tidak iatur dalam
fiqih Islam.

Di Indonesia terdapat beberapa hukum waris yang diakui.


1.Hukum waris adat : diakui dan berlaku bagi masyarakat adat setempat.
2.Hukum waris Islam : diperuntukkan bagi umat Islam.
3.Hukum waris perdata : diperuntukkan bagi masyarakat atau golongan non
muslim dalam pembagian dan atau penyelesaian masalah waris
Tabel Mawaris Menurut Kompilasi Hukum Islam
1. Ahli Waris
KETENTUAN MAWARIS
hli waris dalam kajian hukum Islam adalah orang
yang berhak mendapat bagian dari harta orang yang
meninggal. Kata ini berasal dari bahasa Arab yang terdiri
dari gabungan kata "ahl" (berarti keluarga, famili) dan
"waris" (berarti penerima harta peninggalan orang yang
meninggal dunia). KBBI mengartikan ahli waris sebagai
orang-orang yang berhak menerima warisan (harta
pusaka).
Jumlah ahli waris yang berhak menerima harta warisan
dari seseorang yang meninggal dunia ada 25 orang, yaitu
15 orang dari ahli waris pihak laki-laki yang biasa
disebut ahli waris ashabah (yang bagiannya berupa sisa
setelah diambil oleh zawil furud) dan 10 orang dari ahli
waris pihak perempuan yang biasa disebut ahli waris
zawil furud (yang bagiannya telah ditentukan).
2. Syarat-Syarat Mendapatkan Waris
1. Mempunyai hak terhadap peninggalan waris, misal hubungan keluarga atau tertulis
dalam surat wasiat (testamen).
2. Ahli waris sudah ada saat pewaris (pemilik harta) meninggal.
3. Seseorang yang sudah meninggal dunia dan digantikan oleh keturunannya.Misal seorang
kakek dapat mewariskan ke cucu, karena si anaknya sudah meninggal terlebih dahulu.
4. Cakap untuk menerima warisan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
• 3. Penyebab Menerima Waris
Menurut Ali ash Shabuny, (1995:55), yang menyebabkan seseorang berhak menerima
harta waris adalah sebagai berikut:
1.  Kekerabatan, merupakan hubungan nasab seperti ibu, bapak, anak-anak, saudara-
saudara, para paman dan lain-lain. Dijelaskan dalam surat al-anfal ayat 8 (2) yang
berhak menerima warisan adalah orang tua, anak dan orang-orang yang bernasab bagi
mereka.
2. Pernikahan, merupakan pernikahan yang sah antara suami dan istri. Sekalipun
sesudah pernikahan belum terjadi persetubuhan atau berduaan di tempat sepi (khalwat).
Dan mengenai pernikahan yang batal atau fasid tidak berhak menerima warisan.
3. Perbudakan, merupakan hubungan antara budak dan orang yang memerdekakannya,
apabila budak yang dimerdekakan tidak mempunyai ahli waris berhak menghabiskan
hartanya.
4. Tujuan Islam (Jihatul al-Islam), yaitu bagi orang yang tidak mempunyai ahli waris
maka hartanya ditaruh di Baitul Mal untuk kepentingan orang Islam.
4. Penyebab Tidak Menerima Waris
Warisan akan terhalang oleh 4 hal yaitu sebagai berikut:
1. Perbudakan, seorang yang berstatus budak yang tidak mempunyai hak untuk
mewarisi dari saudaranya sendiri. (Q.S An Nahl ayat 75). Sedangkan menurut Idris
Ramulyo, perbudakan menjadi penghalang mewarisi bukan karena status sosialnya,
tetapi karena dipandang sebagai hamba sahaya yang tidak cakap menguasai harta
benda.
2. Pembunuhan, pembunuhan terhadap pewaris  oleh ahli waris menyebabkan tidak
dapat mewarisi harta yang ditinggal oleh orang yang bunuh, meskipun yang dibunuh
tidak meninggalkan ahli waris lain selain yang dibunuh.
3. Berlainan agama, keadaan berlainan agama akan menghalangi mendapatkan
harta warisan, dalam hal ini yang dimaksud adalah antara ahli waris dengan
muwarris yang berbeda agama.
4. Berlainan negara, dilihat dari segi agama orang yang mewariskan dan orang yang
mewarisi, berlainan negara diklasifikasikan menjadi dua yaitu berlainan negara antar
orang-orang non muslim dan berlainan negara antar orang Islam.
5. Ketentuan Pembagian Harta Warisan,
• Pembagian harta warisan dari seseorang yang meninggal dunia merupakan hal yang terakhir dilakukan.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan sebelum harta warisan dibagikan. Selain pengurusan jenazah,
wasiat dan hutang si mayatlah yang harus terlebih dahulu ditunaikan. Dalam al-Quran terdapat ayat-ayat
yang menegaskan bahwa p mbagian harta warisan dilaksanakan setelah penunaian wasiat dan utang si
mayit, seperti yang terdapat dalam Q.S. an-Nisa’/4:11.
• Artinya: “Allah Swt. mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu:
bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan, dan jika anak itu
semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika
anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi
masing-masingnya seperenam dari harta
• yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak
mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang
meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian
tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya”. (Q.S. an-
Nisa’/4:11). Ahli waris dalam pembagian harta warisan terbagi dua macam yaitu ahli waris zawil furμd
(yang bagiannya telah ditentukan) dan ahli waris ashabah
• (yang bagiannya berupa sisa setelah diambil oleh zawil furud ).
A. AHLI WARIS ZAWIL FURUD

  3) Mendapat 1/8
Waris yang memperoleh kadar pembagian harta warisan telah Yangg berhak mendapatkan bagian 1/8 adalah istri, jika
diatur oleh Allah Swt. dalam Q.S. an-Nisa’/4 dengan pembagian
terdiri dari enam kelompok,
suami memiliki anak atau cucu laki-laki atau perempuan
dari anak laki-laki. Jika suami memiliki istri lebih dari
a) Suami, jika istri yang meninggal tidak ada anak laki-laki,
cucu perempuan atau laki-laki dari anak laki-laki.
satu, maka 1/8 itu dibagi rata di antara semua istri.
b) Anak perempuan, jika tidak ada saudara laki-laki atau 4) Mendapat 2/3
saudara perempuan.
a) Dua anak perempuan atau lebih, jika tidak ada anak
c) Cucu perempun, jika sendirian; tidak ada cucu laki-laki dari
anak laki-laki laki-laki.
d) Saudara perempuan sekandung jika sendirian; tidak ada b) Dua cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki,
saudara laki-laki, tidak ada bapak, tidak ada anak atau tidak ada jika tidak ada anak laki-laki atau perempuan sekandung.
cucu dari anak laki-laki.
e) Saudara perempuan sebapak sendirian; tidak ada saudara c) Dua saudara perempuan sekandung atau lebih, jika
laki-laki, tidak ada bapak atau cucu laki-laki dari anak laki-laki. tidak ada saudara perempuan sebapak atau tidak ada
2) Mendapat 1⁄4 anak laki-laki atau perempuan sekandung atau sebapak.
a) Suami, jika istri yang meninggal tidak memiliki anak laki- d) Dua saudara perempuan sebapak atau lebih, jika tidak
laki atau cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki. ada saudara perempuan sekandung, atau tidak ada anak
b) Istri, jika suami yang meninggal tidak memiliki anak laki-laki laki-laki atau perempuan sekandung atau sebapak.
atau cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki.
5) Mendapat 1/3 6) Mendapat 1/6
a) Ibu, jika yang meninggal dunia tidak a) Ibu, jika yang meninggal dunia memiliki anak
laki-laki atau cucu laki-laki, saudara laki-laki atau
memiliki anak laki-laki, cucu perempuan
perempuan lebih dari dua yang sekandung atau se-
atau laki-laki dari anak laki-laki, tidak
bapak atau seibu.
memiliki dua saudara atau lebih baik laki- b) Nenek, jika yang meninggal tidak memiliki ibu
laki atau perempuan. dan hanya ia yang mewarisinya. Jika neneknya
b) Dua saudara seibu atau lebih, baik laki- lebih dari satu, maka bagiannya dibagi rata.
laki atau perempuan, jika yang meninggal c) Bapak secara mutlak mendapat 1/6, baik orang
tidak memiliki bapak, kakek, anak laki- yang meninggal memiliki anak atau tidak.
laki, cucu laki-laki atau perempuan dari d) Kakek, jika tidak ada bapak.
anak laki-laki. e) Saudara seibu, baik laki-laki atau perempuan,
jika yang meninggal dunia tidak memiliki bapak,
c) Kakek, jika bersama dua orang saudara kakek, anak laki-laki, cucu perempuan atau laki-
kandung laki-laki, atau empat saudara laki dari anak laki-laki.
kandung perempuan, atau seorang saudara f) Cucu perempuan dari anak laki-laki, jika bersama
kandung laki-laki dan dua orang saudara dengan anak perempuan tunggal; tidak ada saudara
kandung perempuan laki-laki, tidak ada anak laki-laki paman dari bapak.
b. Ahli Waris ‘Asabah
Ahli waris asabah adalah perolehan bagian dari harta warisan yang tidak ditetapkan bagiannya dalam furud yang enam (1/2, 1/4, 1/3, 2/3, 1/6, 1/8), tetapi
mengambil sisa warisan setelah aohabul furud mengambil bagiannya. Ahli waris ashabah bisa mendapatkan seluruh harta warisan jika ia sendirian, atau
mendapatkan sisa warisan jika ada ahli waris lainnya, atau tidak mendapatkan apa-apa jika harta warisan tidak tersisa, berdasarkan sabda Rasulullah saw.:
Dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Berikanlah bagian fara’idh (warisan yang telah ditetapkan) kepada
yang berhak, maka bagian yang tersisa bagi pewaris lelaki yang paling dekat (nasabnya).” (H.R. Bukhari)
Ahli waris ‘asabah terbagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
1. Asabah binnasab (hubungan nasab), terbagi menjadi 3 bagian yaitu:
a) Asabah bi an-nafsi, yaitu semua ahli waris laki-laki (kecuali suami,
saudara laki-laki seibu, dan mu’tiq yang memerdekakan budak),
mereka adalah sebagai berikut.
1) Anak laki-laki
2) Putra dari anak laki-laki seterusnya ke bawah
3) Ayah
4) Kakek ke atas
5) Saudara laki-laki sekandung
6) Saudara laki-laki seayah
7) Anak saudara laki-laki sekandung dan seterusnya ke bawah
8) Anak saudara laki-laki seayah
9) Paman sekandung
10) Paman seayah
11) Anak laki-laki paman sekandung dan seterusnya ke bawah
12) Anak laki-laki paman seayah dan seterusnya ke bawah
Untuk lebih memahami derajat kekuatan hak waris ‘asabah bi an-nafsi, maka k dua belas ahli
waris di atas dapat dikelompokkan menjadi empat arah yaitu, sebagai berikut.
1) Arah anak, mencakup seluruh anak laki-laki keturunan anak laki-laki, mulai cucu, cicit dan
seterusnya.
2) Arah bapak, mencakup ayah, kakek dan seterusnya dari pihak laki-laki, misalnya ayah dari ba-
pak, ayah dari kakek, dan seterusnya.
3) Arah saudara laki-laki, mencakup saudara kandung laki-laki,saudara laki-laki eayah, termasuk
keturunan mereka, namun hanya yang laki-laki.
4) Arah paman, mencakup paman kandung dan paman seayah, termasuk keturunan mereka dan
seterusnya. Apabila dalam pembagian harta warisan terdapat beberapa ahli waris aŝabah bi an-
nafsi, maka pengunggulannya dilihat dari segi arah. Arah anak lebih didahulukan dari yang lain.
Apabila dalam pembagian harta warisan terdapat beberapa ahli waris aŝabah bi an-nafsi, sedan-
gkan mereka berada dalam satu arah, maka pengunggulannya dilihat dari derajat kedekatannya
kepada pewaris, misalnya seseorang wafat meninggalkan anak serta cucu keturunan anak laki-
laki. Maka hak waris secara ‘ashabah diberikan kepada anak, se entara cucu tidak mendapatkan
bagian apapun dari warisan tersebut.Adapun dasar hukum didahulukannya anak dari pada ibu
bapak adalah firman Allah Swt. dalam Q.S. an-Nisā’ /4:11, yaitu: “Dan untuk dua orang ibu-
bapa, bagi asing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu
• 2. Asabah bissabab (karena Sebab)
• b) Asabah bil ghair
• Yang termasuk ‘asabah bissabab (karena sebab) adalah orang-orang yang
• Ahli waris ‘asabah bil ghair ada empat (4), semuanya dari kelompok
membebaskan budak, baik laki-laki atau perempuan. Ada tiga kondisi yang
• wanita. Dinamakan ‘ashabah bil ghair adalah karena hak ‘asabah keempat wanita itu bukanlah harusdiperhatikan, seperti berikut ini.
karena kedekatan kekerabatan mereka dengan pewaris, tetapi karena adanya ‘asabah lain (‘asabah
bin nafsih). • a) Jika semua ahli waris laki-laki berkumpul, maka yang berhak
mendapatkan warisan hanyalah 3 orang yaitu: ayah, anak-laki-laki dan
• 1) Anak perempuan bisa menjadi ‘asabah bila bersama dengan saudara laki-lakinya. suami, dengan pembagian ayah 1/6, suami 1/4 dan sisanya adalah anak laki-
• 2) Cucu perempuan keturunan anak laki-laki bisa menjadi ‘asabah bila bersama dengan saudara
laki (‘‘asabah).
laki-lakinya atau anak laki-laki pamannya (cucu laki-laki dari anak laki-laki), baik yang sederajat
dengannya atau bahkan lebih di bawahnya. • b) Jika semua ahli waris perempuan berkumpul, maka yang berhak
mendapatkan warisan adalah 5 orang yaitu: istri 1/8, ibu 1/6, anak
• 3) Saudara kandung perempuan akan menjadi ‘asabah bila bersama dengan saudara kandung laki- perempuan 1⁄2, dan sisanya saudara perempuan sekandung sebagai ‘asabah.
laki.
• c) Jika terkumpul semua ahli waris laki-laki dan perempuan, maka yang
• 4) Saudara perempuan seayah akan menjadi ‘asabah bila bersama dengan saudara laki-laki. Dalam
kondisi seperti ini bagian laki-laki dua kali lipat bagian perempuan. Mereka mendapatkan bagian
berhak mendapatkan warisan adalah lima orang yaitu: ibu, bapak, anak laki-
sisa harta yang telah dibagi, jika harta telah habis terbagi, maka gugurlah hak waris bagi laki, anak perempuan, suami/istri dengan pembagian sebagai berikut.

• mereka. • 1) Jika pada ahli waris tersebut terdapat istri, maka bagian ayah 1/6, ibu 1/6,
istri 1/8, dan sisanya anak laki-laki dan perempuan sebagai ‘asabah dengan
• c) Asabah ma’al gair ketentuan anak laki-laki dua kali lipat anak perempuan.
• Orang yang termasuk ‘asabah ma’al gair ada dua, yaitu sepertiberikut ini. • 2) Jika pada ahli waris tersebut terdapat suami, maka bagian ayah 1/6, ibu
• 1) Saudara perempuan sekandung satu orang atau lebih berada bersama dengan anak perempuan 1/6, suami 1/4 dan sisanya anak laki-laki dan perempuan sebagai ‘asabah
satu atau lebih atau bersama putri dari anak laki-laki satu atau lebih atau bersama dengan dengan ketentuan anak laki-laki dua kali lipat anak perempuan.
keduanya.

• 2) Saudara perempuan seayah satu orang atau lebih bersama dengan anak perempuan satu atau
lebih atau bersama putri dari anak laki-laki satu atau lebih atau bersama dengan keduanya.

• Adapun landasan hukum adanya ‘asabah ma’al gair adalah hadis Rasulullah saw. bahwa Abu
Musa al-Asy’ari ditanya tentang hak waris anak perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-
laki, dan saudara perempuan sekandung atau seayah. Abu Musa menjawab: “Bagian anak
perempuan separo dan saudara perempuan

• separo.” (¦R. Al-Bukhari).


• Manfaat Ilmu Mawaris

1. Menghindari perselisihan antara ahli waris atau keluarga yang ditinggalkan


2. Mengetahui kepada siapa dan seberapa besar bagian yang diterima oleh ahli waris tersebut
3. Mengamalkan ayat-ayat suci dalam Al Quran yang membahas tentang pembagian harta
warisan.
4 Menyelamatkann harta orang yang meninggal dari pengambil alihan oleh orang yang tidak
bertanggungjawab.
5 Mengetahuii syarat dan rukun pembagian warisan.
6. Mengetahui sebab-sebab pewarisan
7. Memahamii asas-asas hukum kewarisan Islam
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai