Anda di halaman 1dari 18

“ HUKUM WARIS

ISLAM “
BAB II
ILMU FARAIDH &
PERMASALAHANNYA
PENGERTIAN ILMU
FARAIDH
Setiap manusia pasti mengalami peristiwa kelahiran dan akan mengalami
kematian. Peristiwa kelahiran seseorang, tentunya menimbulkan akibat-
akibat hukum, seperti timbulnya hubungan hukum dengan masyarakat
sekitarnya, dan timbulnya hak dan kewajiban pada dirinya. Peristiwa
kematian pun akan menimbulkan akibat hukum kepada orang lain,
terutama pada pihak keluarganya dan pihak-pihak tertentu yang ada
hubungannya dengan orang tersebut semasa hidupnya.
Para ahli faraidh banyak yang memberikan definisi tentang ilmu faraidh
atau fiqh mawaris. Walaupun definisi-definisi yang mereka kemukakan
secara redaksional berbeda, namun definisi-definisi tersebut mempunyai
pengertian yang sama.
PENGERTIAN ILMU
FARAIDH
Muhammad Al-Syarbiny mendefinisikan Ilmu Faraidh
sebagai berikut:
“Ilmu fiqh yang berkaitan dengan pewarisan,
pengetahuan tentang cara perhitungan yang dapat
menyelesaikan pewarisan tersebut, dan pengetahuan
tentang bagian-bagian yang wajib dari harta
peninggalan bagi setiap pemilik hak waris (ahli waris)”.
PENGERTIAN ILMU
FARAIDH
Hasby Ash-Shiddieqy mendefinisikan sebagai berikut:
“Ilmu yang mempelajari tentang siapa yang mendapatkan
warisan dan siapa yang tidak mendapatkannya, kadar yang
diterima oleh tiap-tiap ahli waris, dan cara pembagiannya.”

Muhammad Muhyidin Abdul Hamid mendefinisikan sbb:


“Ilmu yang membahas tentang kadar (bagian) dari harta
peninggalan bagi setiap orang yang berhak menerimanya
(ahli waris).”
PENGERTIAN ILMU
FARAIDH
Rifa’i Arief mendefinisikan sebagai berikut :
“Kaidah-kaidah dan pokok-pokok yang membahas
tentang para ahli waris, bagian-bagian yang telah
ditentukan bagi mereka (ahli waris), dan cara
membagikan harta peninggalan kepada orang-orang
(ahli waris) yang berhak menerimanya.”
PENGERTIAN ILMU
FARAIDH
Dari definisi-definisi di atas, dapatlah dipahami bahwa
Ilmu Faraidh atau Fiqh Mawaris adalah ilmu yang
membicarakan hal ihwal pemindahan harta peninggalan
dari seseorang yang meninggal dunia kepada yang masih
hidup, baik mengenai harta  yang ditinggalkannya, orang-
orang yang berhak menerima harta peninggalan tersebut,
bagian masing-masing ahli waris, maupun cara penyelesaian
pembagian harta peninggalan itu.
PEMBAGIAN WARISAN
MENURUT KETENTUAN
SYARI’AT ISLAM DAN SUMBER
HUKUMNYA
Mengenai pembagian warisan ini, Rasulullah SAW. memerintahkan
secara tegas kepada umatnya untuk melaksanakan pembagian warisan
sesuai dengan ketentuan yang digariskan dlm Kitab Allah (Al-Qur’an).
Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Daud bahwa
Rasulullah SAW. bersabda:
“bagikanlah harta waris diantara para ahli waris menurut kitabullah”.
Dari uraian diatas, dapatlah dipahami bahwa hukum melaksanakan
dan mengamalkan pembagian warisan yang sesuai dengan syari’at
Islam adalah wajib (fardhu ‘ain) bagi setiap individu muslim.
PEMBAGIAN WARISAN
MENURUT KETENTUAN
SYARI’AT ISLAM DAN SUMBER
HUKUMNYA
Sumber-sumber hukum Islam yang dapat dijadikan dasar
dalam menetapkan atau memecahkan suatu masalah
hukum adalah Al-Qur’an, As-Sunnah, dan Ijtihad.
Apabila suatu masalah belum/tidak ada dasar hukumnya
dalam Al-Qur’an, maka ditetapkan berdasarkan As-
Sunnah. Apabila dalam As-Sunnah pun tidak
diketemukan, maka ditetapkan berdasarkan hasil Ijtihad.
PEMBAGIAN WARISAN
MENURUT KETENTUAN
SYARI’AT ISLAM DAN SUMBER
HUKUMNYA
Sumber-sumber hukum yang dijadikan dasar dalam
pembagian warisan adalah:
Al-Qur’an
Al-Sunnah
Ijma’ dan Ijtihad
HUKUM MEMPELAJARI
DAN MENGAJARKAN ILMU
FARAIDH
Dalam ayat-ayat mawaris di dalam Kitab Allah yaitu (Q.S. An-
Nisa, 4:11, 12 dan 176), Allah SWT menjelaskan bagian setiap ahli
waris yang berhak mendapatkan warisan, menunjukkan bagian
warisan dan syarat-syaratnya, menjelaskan keadaan-keadaan di
mana manusia mendapat warisan dan di mana ia tidak
memperolehnya, kapan ia mendapat warisan dengan penetapan
atau menjadi ‘ashabah (menunggu sisa atau mendapat seluruhnya)
atau dengan kedua-duanya sekaligus, dan kapan ia terhalang
untuk mendapatkan warisan, sebagian atau seluruhnya.
HUKUM MEMPELAJARI
DAN MENGAJARKAN ILMU
FARAIDH
Hukum mempelajari dan mengajarkan Ilmu Faraidh
bagi seluruh umat Islam adalah fardhu kifayah,
sedangkan bagi para qadhi (hakim) dan mufti (pemberi
fatwa) adalah fardhu ‘ain. Sebab, di antara syarat-syarat
pewarisan, pengetahuan tentang pewarisan (Ilmu
Faraidh) merupakan syarat khusus yang harus mereka
(hakim dan mufti) kuasai/miliki.
RUKUN DAN SYARAT
PEWARISAN
Untuk terjadinya pewarisan, diperlukan tiga rukun (unsur), yaitu sebagaimana
di tulis oleh Sayid Sabiq yaitu :
Ahli waris, yaitu orang yang dihubungkan kepada si mati dengan
salah satu sebab-sebab pewarisan.
Pewaris, yaitu si mati, baik mati haqiqi maupun hukum, seperti yang
telah hilang, yang oleh hakim dinyatakan telah meninggal dunia.
Warisan, dinamakan juga dengan tirkah atau mirats, yaitu harta atau
hak yang berpindah dari si pewaris kepada ahli waris.
Ketiga rukun diatas berkaitan antara satu dengan lainnya, ketiganya harus ada
dalam setiap pewarisan. Dengan kata lain, pewarisan tidak mungkin terjadi
manakala salah satu diantara ketiga unsur di atas tidak ada.
RUKUN DAN SYARAT
PEWARISAN
Sebagaimana rukun pewarisan, SYARAT-SYARAT pewarisan
pun ada tiga (tiga), yaitu :
 Meninggalnya pewaris dengan sebenarnya maupun secara
hukum, seperti keputusan hakim atas kematian orang yang
mafqud (hilang).
 Hidupnya ahli waris setelah kematian si pewaris, walaupun
secara hukum seperti anak dalam kandungan.
 Tidak adanya salah satu penghalang dari penghalang-
penghalang pewarisan.
RUKUN DAN SYARAT
PEWARISAN
Mengenai syarat ketiga (tidak adanya penghalang pewarisan)
di atas, diantara ahli Faraidh, ada yang menyatakan bahwa
hal tersebut tidak termasuk ke dalam syarat pewarisan.
Menurut mereka, yang menjadi syarat (pewarisan) ketiga
adalah pengetahuan tentang keadaan ahli waris.
Syarat ketiga yang dikemukakan Rifa’i Arief adalah:
“Pengetahuan tentang jalur pewarisan, dan syarat ini
merupakan syarat khusus bagi hakim dan pemberi fatwa.”
SEBAB-SEBAB PEWARISAN
Sebab-Sebab Pewarisan
Pewarisan merupakan pengalihan hak dan kewajiban, dari orang
yang meninggal dunia kepada ahli warisnya dalam memiliki dan
memanfaatkan harta peninggalan. Pewarisan tersebut baru terjadi
manakala ada sebab-sebab yang mengikat pewaris dengan ahli
warisnya. Adapun sebab-sebab tersebut adalah:
 Perkawinan
 Kekerabatan
 Wala’ (memerdekakan hamba sahaya)
SEBAB-SEBAB PEWARISAN
Dari uraian di atas, dapatlah dipahami bahwa sebab-
sebab pewarisan dapat dikelompokkan dalam 2 (dua)
bagian, yaitu :
1. Sebab Nasabiyah (adanya hubungan nasab)
Kekerabatan terkategori sebab nasabiyah
2. Sebab Sababiyah (adanya sebab)
Perkawinan dan Wala’ terkategori sebab sababiyah.
PENGHALANG PEWARISAN
Yang dimaksud dengan penghalang pewarisan adalah hal-hal
keadaan, atau pekerjaan, yang menyebabkan seseorang yang
seharusnya mendapat warisan tidak mendapatkannya. Hal-hal
yang dapat menggugurkan/menghilangkan hak seseorang
tersebut adalah:
1) Perbudakan
2) Pembunuhan
3) Berlainan Agama
4) Berlainan Negara
Lanjut ke Bab III
Pada pertemuan berikutnya...

Anda mungkin juga menyukai