Anda di halaman 1dari 4

Nama : M.

Abdul Halim Syahputra 22103080004

Kelas : hukum kewarisan C

Nomor presensi : 2

Lembar jawaban

Hukum kewarisan Islam


adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang
meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisPara fuqaha mendefinisikan hukum kewarisan Islam sebagai
"suatu ilmu yang dengan dialah dapat kita ketahui orang yang menerima pusaka, orang yang tidak
menerima pusaka, dan bagaimana pembagian pusaka itu" Dalam Islam, harta seseorang tidak dapat beralih
apabila belum ada kematian. Ada beberapa istilah yang bisa dipakai untuk menyebutkan hukum mengenai
waris dalam Islam, yaitu Faraid, Fikih Mawaris, dan Hukm al-Waris. Sumber-sumber hukum kewarisan
Islam adalah Al-Qur'an, as-Sunnah Nabi saw, dan ijma. Rukun waris terdiri dari muwaris, ahli waris, dan
harta warisan.

Tirkah
adalah harta dan hak-hak yang ditinggalkan oleh seseorang yang meninggal dunia. Harta tirkah tidak boleh
dihibahkan dan diwakafkan karena ada hak-hak yang akan diambilkan dari harta tirkah tersebut. Hak-hak
yang akan diambilkan dari harta tirkah antara lain hak yang berhubungan dengan harta tirkah itu sendiri,
seperti menebus harta tirkah yang digadaikan atau untuk membayar denda melukai yang dilakukan oleh
mayit saat masih hidup dahulu. Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak
pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris.
Asbab al-Irsi adalah istilah dalam hukum kewarisan Islam yang merujuk pada sebab-sebab yang
memungkinkan seseorang berhak memperoleh harta warisan. Beberapa sebab yang termasuk dalam asbab
al-Irsi antara lain perkawinan yang sah, kekerabatan, dan hubungan nasab antara orang yang mewariskan
dan orang yang mewarisi yang disebabkan oleh kelahiran. Sebagai contoh, seorang berhak memperoleh
harta warisan karena adanya ikatan perkawinan yang sah antara lelaki dan perempuan sebagai suami istri
yang tidak terhalang oleh siapapun

Asas al-Irsi:
Asas al-Irsi mengacu pada prinsip-prinsip yang mengatur hukum kewarisan Islam, seperti asas ijbari
(peralihan harta dari orang yang telah meninggal kepada orang yang masih hidup berlaku dengan
sendirinya tanpa ada usaha dari yang meninggal atau kehendak dari yang menerimanya) dan asas
keseimbangan (menekankan keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta keseimbangan antara apa
yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan)

Syurut al-Irsi
adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh ahli waris agar dapat menerima bagian warisan. Syarat-
syarat tersebut antara lain:
1. Islam: Ahli waris harus beragama Islam.
2. Hidup pada saat pewaris meninggal dunia: Ahli waris harus hidup pada saat pewaris meninggal
dunia.
3. Kewarasan: Ahli waris harus berakal sehat dan tidak dalam keadaan gila atau mabuk.
4. Kematian pewaris: Ahli waris hanya dapat menerima bagian warisan setelah pewaris meninggal
dunia.
5. Hubungan nasab: Ahli waris harus memiliki hubungan nasab dengan pewaris, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
6. Tidak terhalang oleh hukum: Ahli waris tidak boleh terhalang oleh hukum untuk menerima bagian
warisan

Arkan al-Irsi:
Arkan al-Irsi merujuk pada rukun-rukun atau prinsip-prinsip yang menjadi bagian integral dari hukum
kewarisan Islam, seperti syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh ahli waris agar dapat menerima bagian
warisan, seperti syarat Islam, hidup pada saat pewaris meninggal dunia, kewarasan,

Mawani al-Irsi
Mawani al irsi merujuk pada penghalang-penghalang yang dapat menghambat atau mencegah seseorang
untuk menerima bagian warisan. Beberapa contoh mawani al-Irsi antara lain adalah perbedaan agama antara
pewaris dan ahli waris, pembunuhan, dan murtad (keluar dari agama Islam). Misalnya, menurut mayoritas
ulama, seorang Muslim tidak dapat mewarisi harta kerabatnya yang telah murtad, karena orang yang telah
murtad dianggap telah keluar dari ajaran agama Islam sehingga secara otomatis telah menjadi kafir. Hal ini
sesuai dengan hadits Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa antara orang Muslim dan orang kafir tidak
dapat saling mewaris

Furudhul Muqaddarah
dalam hukum waris merujuk pada bagian-bagian warisan yang telah ditentukan besarnya dalam Al-Qur'an.
Terdapat enam bagian furudhul muqaddarah, yaitu setengah, seperempat, seperdelapan, dua pertiga,
sepertiga, dan satu per enam. Bagian-bagian ini telah ditentukan dalam Al-Qur'an dan tidak dapat
bertambah kecuali karena radd (pembatalan wasiat) dan tidak berkurang kecuali karena 'aul (pembayaran
utang)

Pewaris
dalam hukum waris merujuk pada orang yang meninggalkan harta atau harta peninggalan (tirkah) setelah
meninggal dunia. Pewaris dapat berupa seseorang atau beberapa orang yang memiliki hubungan nasab
dengan pewaris, seperti anak, istri, suami, orang tua, kakek, nenek, atau saudara kandung. Ahli waris adalah
orang-orang yang berhak menerima bagian dari harta peninggalan pewaris sesuai dengan ketentuan hukum
waris Islam

ahli waris
Dalam hukum waris Islam merujuk kepada orang-orang yang memiliki hak untuk menerima bagian dari
harta peninggalan seseorang yang telah meninggal dunia. Para ahli waris ini ditentukan berdasarkan
ketentuan yang telah diatur dalam Al-Qur'an dan hadis. Mereka dapat terdiri dari berbagai hubungan, seperti
hubungan perkawinan, hubungan nasab, atau hubungan lain yang diakui dalam hukum waris Islam. Para
ahli waris ini memiliki hak untuk menerima bagian warisan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan
pembagian warisan ini diatur dengan cermat dalam hukum waris Islam untuk memastikan keadilan dan
kepatuhan terhadap ajaran agama Islam

Harta warisan
dalam hukum kewarisan Islam merujuk pada harta atau kekayaan yang ditinggalkan oleh seseorang yang
meninggal dunia dan akan diwariskan kepada ahli warisnya. Pembagian harta warisan dalam hukum
kewarisan Islam diatur dengan cermat dan adil untuk memastikan bahwa setiap ahli waris menerima bagian
yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sumber utama dalam hukum waris Islam adalah Al-Qur'an
surat An-Nisa’ ayat 11, 12, dan 176, yang memberikan pedoman tentang pembagian harta warisan secara
adil dan sesuai dengan ajaran agama Islam.

Waris
yakni berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup,
baik yang ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang berupa hak milik legal secara
syariat.

muwaris
merujuk kepada orang yang memiliki hak untuk menerima bagian dari harta peninggalan seseorang yang
telah meninggal dunia. Muwaris ini ditentukan berdasarkan ketentuan yang telah diatur dalam Al-Qur'an
dan hadis. Mereka dapat terdiri dari berbagai hubungan, seperti hubungan perkawinan, hubungan nasab,
atau hubungan lain yang diakui dalam hukum waris Islam.

hijab hirman
merujuk kepada penghalang yang menyebabkan seorang ahli waris tidak memperoleh sama sekali bagian
warisan karena adanya ahli waris lain yang lebih dekat hubungannya dengan orang yang telah meninggal.
Contohnya, seorang cucu akan terhalang (hijab hirman) jika ada ahli waris lain yang lebih dekat
hubungannya dengan pewaris

hijab nuqshan
merujuk pada penghalang yang mengakibatkan seorang ahli waris tetap mendapatkan bagian warisan,
namun bagiannya mengalami pengurangan. Dengan kata lain, hijab nuqshan menyebabkan ahli waris tetap
menerima bagian warisan, namun besarnya berkurang akibat adanya penghalang tertentu.

1.Menurut saya iya karena


Al-Qur'an dan Hadis memberikan pedoman yang jelas tentang pembagian warisan, hak-hak ahli waris, serta
berbagai aturan terkait dengan hukum kewarisan. Oleh karena itu, mempelajari dan memahami hukum
kewarisan Islam yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Hadis merupakan kewajiban bagi umat Islam. Hal ini
juga sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya memahami dan mengimplementasikan
ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.

2.Memahami ketentuan dari hukum kewarisan lalu menyusun rencana pewarisan, menyiakan dokumen yg
berkaitan dengan warisan dan konsultasi dengan ahli jika terdapat kekeliruan atau kebingungan lalu yang
terakhir berkonsultasi dengan saudara atau keluarga

3.Pluralisme hukum kewarisan di Indonesia merujuk pada keberadaan beberapa sistem hukum yang berlaku
dalam isu waris, terutama hukum Islam dan hukum perdata. Dalam konteks ini, terdapat dampak positif
dan negatif yang perlu dipertimbangkan:

Dampak Positif:
1. Keadilan: Pluralisme hukum kewarisan dapat memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk
memilih sistem hukum yang sesuai dengan nilai-nilai dan keyakinan mereka, sehingga dapat
menciptakan keadilan dalam pembagian warisan.
2. Fleksibilitas: Adanya pilihan dalam sistem hukum kewarisan memberikan fleksibilitas bagi
masyarakat dalam menyesuaikan pembagian warisan dengan kebutuhan dan nilai-nilai budaya
mereka.

Dampak Negatif:
1. Konflik: Pluralisme hukum kewarisan dapat memunculkan potensi konflik antara sistem hukum
yang berbeda, terutama jika tidak terdapat kesepakatan yang jelas dalam menentukan sistem hukum
yang akan digunakan.
2. Ketidakpastian: Adanya beragam sistem hukum kewarisan dapat menciptakan ketidakpastian
dalam penentuan hak dan kewajiban ahli waris, serta proses pembagian warisan.
4.Dalam hukum kewarisan Islam, tidak semua ahli waris mendapatkan warisan karena terdapat kriteria-
kriteria yang mengatur siapa yang berhak menerima bagian warisan. Berdasarkan hukum waris Islam, ada
beberapa situasi di mana sebagian ahli waris tidak mendapatkan bagian warisan, antara lain:

Anak yang Meninggal Dunia Sebelum Pewaris: Jika seorang anak telah meninggal dunia sebelum pewaris,
maka keturunannya tidak akan mendapatkan bagian warisan dari harta peninggalan pewaris.

Ahli Waris yang Lebih Dekat Hubungannya: Dalam hukum waris Islam, terdapat prinsip bahwa ahli waris
yang memiliki hubungan nasab yang lebih dekat dengan pewaris memiliki prioritas dalam menerima bagian
warisan. Sehingga, ahli waris yang memiliki hubungan nasab yang lebih jauh mungkin tidak mendapatkan
bagian warisan jika ada ahli waris lain yang lebih dekat hubungannya dengan pewaris.
Ahli Waris yang Tidak Terdaftar dalam Kategori yang Berhak: Hukum waris Islam juga menetapkan
kategori-kategori ahli waris yang berhak menerima bagian warisan, seperti suami, istri, anak, orang tua,
saudara kandung, dan lain sebagainya. Ahli waris yang tidak termasuk dalam kategori yang berhak
menerima warisan mungkin tidak akan mendapatkan bagian warisan.

Anda mungkin juga menyukai