Anda di halaman 1dari 3

Hukum waris Islam mengatur peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal

kepada ahli waris dan berapa bagian yang diperoleh. Perumusannya tidak lepas dari nilai-


nilai Islam dalam Alquran. Yang disebut sebagai waris atau ahli waris adalah orang-orang
yang berhak menerima warisan. Sementara muwaris atau pewaris merupakan orang yang
meninggal dunia dan harta benda peninggalannya diwariskan.

Warisan yang dibagikan kepada ahli waris dapat berupa harta bergerak seperti logam
mulia serta kendaraan dan harta tidak bergerak seperti tanah serta rumah. Harta tersebut dapat
dibagikan kepada ahli waris setelah dikurangi untuk biaya perawatan jenazah, pelunasan utang,
dan pelaksanaan wasiat.

Di Indonesia, terdapat tiga jenis hukum waris, yaitu hukum waris yang terdapat dalam
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW), hukum waris adat, dan hukum waris Islam. Untuk
hukum waris Islam, yang digunakan adalah Kompilasi Hukum Islam dan berlaku bagi orang
Indonesia yang beragama Islam.

Asas yang digunakan dalam hukum waris Islam adalah asas bilateral dan bersifat
parental, yang tidak membedakan ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan. Asas ini
berdasarkan Pasal 174 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa kelompok ahli waris
terbagi menjadi ahli waris menurut hubungan darah dan hubungan perkawinan.

Bagi suatu masyarakat yang penduduknya mayoritas beragama Islam pun mengalami
perubahan sosial yang berkaitan dengan pembagian harta warisan. Pembagian harta warisan yang
diamalkan oleh masyarakat adalah lebih kepada budaya turun-temurun sehingga menimbulkan
ketidakpuasan hati kepada semua pihak karena terjadi ketidakadilan dalam pembagiannya.
Mereka menganggap telah terjadi diskriminasi antara laki-laki dan perempuan dalam persoalan
harta warisan jika mengikuti pembagian harta warisan menurut ulama fiqh mazhab.

Ulama fiqh mazhab sepakat bahwa cara pembagian harta warisan telah ditetapkan di dalam
al-Quran dan penjelasan telah disampaikan oleh Rasulullah melalui hadis. Dalam Islam,
pembagian harta memiliki dasar yang sangat kuat. Di antara ayat-ayat al-Quran yang sering
dijelaskan oleh ulama fiqh sebagai dasar hukum pembagian harta warisan adalah ayat-ayat yang
terdapat dalam surat al-Nisa’ ayat 7, 11,12, dan 176. Sumber pembagian harta juga berasal dari
hadis. Imam Bukhari sebagaimana dijelaskan oleh Ahmad Rafiq tidak kurang meriwayatkan 46
hadis sementara itu Imam Muslim meriwayatkan 20 hadis.

Disebabkan oleh cukup rincinya al-Quran mengatur mengenai pembagian harta warisan
ini, maka kebanyakan umat Islam, termasuk para ulama menganggap bahwa ketentuan al-Quran
tersebut bersifat pasti sehingga tidak dapat diubah dengan ketentuan lain. Namun demikian,
perkembangan dunia Islam dan kaitannya dengan perubahan sosial yang terjadi telah membatasi
sumber hukum pembagian harta warisan sekiranya hanya berdasarkan pada sumber syarat
tertentu. Justru para ulama telah memikirkan beberapa asas lain yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariat khususnya untuk menyelesaikan beberapa manfaat kepada manusia dan
menjadikan sesuatu yang bermanfaat sebagai landasan kewajiban yang dikehendaki Islam.
Karena pada masa sekarang, ketika berhadapan dengan tingkah laku masyarakat sehari-hari,
tidak banyak umat Islam yang mau melaksanakan pembagian harta warisan sesuai dengan
ketentuan al-Quran dan mereka lebih memilih sistem pembagian lain tanpa memperhatikan
perbedaan jenis kelamin. Kenyataan ini banyak dijumpai di berbagai daerah yang terkenal
dengan tempat yang kuat Islamnya seperti Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan dan Aceh.
https://www.rumah.com/panduan-properti/fakta-hukum-waris-islam-di-indonesia-
18153#:~:text=Pengertian%20Hukum%20Waris%20Islam,-Hukum%20waris%20Islam&text=Hukum
%20waris%20Islam%20mengatur%20peralihan,orang%20yang%20berhak%20menerima%20warisan.

Anda mungkin juga menyukai