Anda di halaman 1dari 23

HUKUM KEWARISAN ISLAM

(KPH 612)

MODUL PERTAMA

DISUSUN OLEH
I GEDE HARTADI KURNIAWAN,SE,SH,M.Kn

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
0 / 23
TOPIK I

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :


1. Mahasiswa mengerti konsep dasar Hukum, Perorangan, Keluarga dan Waris
Islam
2. Mahasiswa mengerti penjabaran konsep Waris Islam

B. Uraian

MATERI ONLINE PERKULIAHAN PERTAMA

Hukum Kewarisan Islam adalah sebuah sebuah hukum kewarisan yang


mengatur tentang pemindahan hak pemilikan dari harta peninggalan pewaris ,
menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris serta berpa bagiannya
masing-masing , dan semuanya ini tentunya berkaitan dengan yang tertera di
dalam Kitab Suci Al Qur’an

Dalam Pewarisan di dalam Konsep Hukum Waris Islam, lebih dahulu


harus diketahui terlebih dahulu yang dimaksud dengan Pewaris ataupun ahli
waris. Pengertian Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang
dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan dan wajib beragama Islam,
dan ketika meninggal dunia meninggalkan harta peninggalan dan juga
meninggalkan ahli waris baik itu adalah istri/suami, anak, orangtua, paman,
kakek/nenek ataupun kerabat keluarga lainnya. Sedangkan pengertian dari ahli
waris adalah orang yang ketika meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau
hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhadang
karena hukum untuk menjadi ahli waris. Ahli Waris di dalam konsep Hukum
Kewarisan Islam adalah pihak yang menerima warisan dari Pewaris dan ahli waris
juga juga wajib beragama Islam. Apabila salah satu dari pewaris dan ahli waris
adalah bukan beragama Islam, maka kedua pihak tersebut tidak dapat memberikan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
1 / 23
waris dan juga tidak dapat menerima waris. Adapun pengertian dari harta
peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa harta
benda ataupun hak-hak yang dimiliki oleh pewaris dan kemudian diwariskan ke
ahli waris

Selain pengertian tentang harta peninggalan, di dalam konsep hukum


kewarisan Islam,pengertian dari harta warisan adalah harta bawaan ditambah
bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit
sampai meninggalnya, biaya pengobatan jenazah, pembayaran hutang piutang dan
pemberian untuk kerabat. Secara urutan artinya, dari harta peninggalan yang
ditinggalkan oleh pewaris, maka sebelum dibagikan sampai ke ahli waris, maka
segala biaya yang berkaitan dengan pengobatan pewaris baik di rumah sakit
ataupun rawat jalan, pembayaran biaya pemakaman serta pembayaran hutang
piutang menjadi faktor pengurang dalam pembagian warisan. Penjelasannya
adalah, segala kewajiban yang menjadi kewajiban dari pewaris dari harta warisan ,
harus dikeluarkan terlebih dahulu sebelum diterima oleh ahli waris. Konsep disini
artinya bahwa ahli waris tidak hanya menerima harta warisan, namun juga harus
bertanggung jawab terhadap hutang dari pewaris. Di dalam konsepsi Islam,
seseorang tidak lancar jalannya untuk menghadap Allah SWT, apabila hutang
piutang nya di dunia , tidak terselsaikan. Oleh karena itulah, apabila masih ada
hutang piutang yang ditinggalkan oleh pewaris, para ahli waris wajib melunasi
hutang tersebut baik dengan cara melunasi ataupun bisa dengan cara mengambil
alih hutang pewaris dengan membayar cicilan sisa ke pemberi hutang, yang
dengan kata lain, , pewaris dianggap dan dinyatakan lunas oleh si pemberi hutang.

Selain dari konsep Waris, di dalam hukum kewarisan Islam, Wasiat


juga dikenal sebagai klausul di dalam pembagian harta peninggalan dari pewaris.
Pengertian lebih jelas dari Wasiat , dapat diartikan sebagai keinginan dari pewaris
ketika masih hidup, untuk memberikan sejumlah benda baik benda tetap ataupun
bergerak, kepada penerima wasiat ketika pewaris tersebut meninggal kelak. Tidak
lah mungkin di dalam pengertian wasiat, bahwa harta seseorang berpindah ketika
orang tersebut belum meninggal dunia. Hal ini berkaitan dengan keinginan dari
pewaris untuk memberikan ke seseorang yang bukan ahli waris, dan itu dibuat di

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
2 / 23
dalam suatu statement tertulis dan dituangkan dalam suatu tulisan , serta juga
dihadiri dan dicatat oleh Notaris. Untuk kemudian, Notaris akan membacakan
wasiat tersebut ketika pewaris tersebut meninggal dunia. Ada kalanya ahli waris
menolak atas pembacaan wasiat yang dibacakan oleh Notaris. Di dalam Al Qur’an
dan Kompilasi Hukum Islam, sudah ada ketentuan tentang batasan maksimal atas
harta peninggalan yang diberikan untuk penerima wasiat, namun untuk teknis
perhitungannya, akan diberikan pada materi-materi selanjutnya

Adapun dengan hibah, klausul hibah itu mengandung pengertian


bahwa harta yang dimiliki oleh seseorang yang diberikan ke penerima hibah,
ketika seseorang tersebut masih dalam keadaan hidup. Hibah dapat diberikan
kepada ahli waris yang sah, namun hibah juga dapat diberikan kepada orang lain
sebagai penerima hibah. Karena pada prinsipnya, hibah itu merupakan harta milik
seseorang , dan hak orang tersebut untuk memberikan ke siapapun, tanpa melalui
persetujuan dari ahli waris yang sah. Oleh karena itulah , di dalam Kompilasi
Hukum Islam ada ketentuan tambahan tentang batasan-batasan untuk seseorang
yang menerima hibah, yang akan juga dijabarkan pada materi-materi selanjutnya.

Selan anak sah, di dalam kompilasi hukum Islam juga ada definisi
tentang anak angkat. Anak Angkat adalah anak yang dalam hal pemeliharaan
untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung
jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan Putusan
Pengadilan. Anak Angkat yang telah sah ditetapkan oleh Pengadilan sebagai Anak
Sah, pada prinsipnya mempunyai hak yang sama dalam menerima waris dari
Pewaris yang tentunya sesuai dengan prinsip-prinsip Waris Islam di dalam
Hukum Islam. Ketentuan Anak Angkat laki-laki dan perempuan, juga sama
dengan perhitungan 2 banding 1 untuk anak laki dan perempuan di dalam Hukum
Kewarisan Islam

Selain hal-hal diatas, Lembaga Baitul Maal juga dikenal di dalam


konsep Hukum Kewarisan Islam. Lembaga Baitul Maal dalam pengertian ini
adalah Balai Harta Peninggalan, yang artinya adalah Lembaga ini bertindak
sebagai Lembaga penerima harta peninggalan, apabila masih ada bagian sisa dari

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
3 / 23
pembagian waris di dalam Hukum Kewarisan Islam. Hal ini karena , di dalam
Hukum Kewarisan Islam, ada perhitungan pembagian waris yang tidak dapat
dibagi habis, dikarenakan karena memang perhitungannya juga tidak dapat dibagi
habis. Adapun penjabarannya akan dijabarkan pada materi-materi yang akan
datang.

Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya menganut


agama Islam, yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan adat istiadat yang
berbeda satu sama lainnya,memiliki ciri khas tersendiri dalam melaksanakan
pembagian warisan.

Hukum waris menduduki tempat amat penting dalam hukum Islam.


Ayat Alqur’an mengatur hukum waris dengan jelas dan terperinci. hal ini dapat
dimengerti, sebab masalah warisan pasti dialami oleh setiap orang. apabila tidak
diberikan ketentuan pasti, amat mudah menimbulkan sengketa diantara ahli waris.

Dalam system hukum Nasional, hukum adat, hukum Islam dan hukum
perdata berlaku dan diakui dalam penyelesaian masalah-masalah hukum. begitu
pula hukum Waris, hukum waris adat diakui dan berlaku bagi masyarakat adat
setempat, hukum waris Islam diperuntukkan bagi umat Islam dalam pembagian
waris, sedangkan hukum waris perdata bagi masyarakat atau golongan non-
muslim dalam pembagian dan atau penyelesaian masalah waris. Namun demikian,
penulis akan fokuskan pembahasan pada hukum waris Islam dan hukum waris
adat.

Hukum Islam telah mengatur secara jelas dan gamblang mengenai


hukum waris, siapa yang berhak menjadi ahli waris, berapa bagian masing-masing
ahli waris dan sebagainya. Hal ini dapat dilihat dalam Al-qur`an terutama dalam
Surat An-nisa dan juga Hadist Nabi. Lalu mengapa pembagian waris perlu diatur ?.
Karena dengan aturan tersebut, setiap proses pembagian harta warisan bisa
mengikuti satu pedoman dan aturan yang bermuara pada terciptanya keadilan
serta kesetaraan diantara para ahli waris.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
4 / 23
Para ahli hukum Islam memandang keutamaan peng
kajian/mempelajari hukum waris Islam atau ilmu faroid dalam dua dimensi, baik
sebagai khasanah ilmu pengetahuan maupun kemasyarakatan. Sebagaimana sabda
Nabi Muhammad SAW yang intinya :

“Pelajarilah ilmu faraidh dan ajarkanlah kepada manusia, karena


faraidh itu separuh ilmu, ia akan dilupakan kelak dan ia pulalah ilmu yang akan
tercabut dari umatku.” (HR Ibnu Majah dan Daruquthni).

“Pelajarilah al-quran dan ajarkanlah kepada orang-orang dan pelajarilah faraid dan
ajarkanlah kepada orang-orang, karena saya adalah orang yang akan direnggut
(mati), sedang ilmu itu akan diangkat. Hampir-hampir saja dua orang bertengkar
tentang pembagian harta warisan, maka mereka berdua tidak menemukan
seorangpun yang sanggup memfatwakannya kepada mereka .”(HR Ahmad, An-
nasa`i, Daruquthni).

Namun demikian, umat Islam di Indonesia pada umumnya enggan


untuk mempelajari hukum waris islam, hal ini terutama sulit untuk mengingat
siapa saja yang berhak dan tidak, bagian masing-masing ahli waris,sehingga pada
akhirnya ilmu waris ini akan menghilang karena umatnya sendiri enggan
mempelajari sebagaimana yang dimaksud dengan hadist Nabi Muhammad SAW
tersebut diatas.

Pengertian hukum Waris :

Hukum kewarisan islam ialah hukum yang mengatur segala sesuatu


yang berkenaan dengan peralihan hak dan atau kewajiban atas harta kekayaan
seseorang setelah ia meninggal dunia kepada ahli warisnya. Hukum kewarisan
islam disebut juga hukum Fara`id, jamak dari kata

Menurut Mawardi Muzamil (1981: 16) bahwa Hukum Waris Islam


ialah ketentuan yang mengatur perhitungan dan pembagian serta pemindahan
harta warisan secara adil dan merata kepada ahli warisnya dan atau orang/badan
lain yang berhak menerima sebagai akibat matinya seseorang.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
5 / 23
Menurut Ahmad Azhar Basyir, ilmu faraid adalah ilmu tentang
pembagian harta warisan. Kata faraidl ialah bentuk jamak dari faridah yang antara
lain berarti bagian tertentu dari harta warisan (Ahmad Azhar Basyir, 2001: 4).

Menurut Zakiah Daradjat (1995: 3) dengan singkat ilmu faraid dapat


didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang ketentuan-
ketentuan harta pusaka bagi ahli waris

Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) bahwa : Hukum kewarisan


ialah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak kepemilikan harta
peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli
waris dan berapa bagiannya masing-masing (Pasal 171 a).

Sumbernya Alqur`an terutama surat An Nisa ayat 7,8,9,10, 11, 12,13,


176, Surat al-Anfal :75 dan Al Hadist yang memuat Sunnah Rasulullah yang
kemudian dikembangkan secara rinci oleh ahli hukum fiqih islam melalu ijtihad
orang yang memenuhi syarat, sesuai dengan ruang dan waktu, situasi dan kondisi
tempatnya berijtihad.

Karena ada perintah khusus untuk mempelajari dan mengajarkan hukum waris
itulah para ulama menjadikannya sebagai salah satu cabang ilmu yang berdiri
sendiri, yang disebut Ilmu Faraidl.

Perbandingan Hukum Waris Islam dan hukum Adat .

Perbandingan Hukum Waris Islam, dan Adat akan dijelaskan dengan singkat,
sebagai berikut:

Hukum Islam :

Sumber hukum: Al-Quran, Hadist dan Ijtihad

Sistem kewarisan: Bilateral, Individual

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
6 / 23
Terjadinya pewarisan karna: adanya hubungan darah, adanya perkawinan
Perbedaan agama tidak mendapatkan warisan Ahli waris hanya bertanggung
jawab sampai batas harta peninggalan

Bagian anak laki-laki dan perempuan adalah 2:1

Bagian ahli waris tertentu: ½, ¼, 1/3, 2/3, 1/6, 1/8

Anak (cucu) dan orang tua tidak saling menutup

Wasiat maksimum 1/3 dari harta peninggalan

Jenis harta dalam perkawinan: Harta bawaan, Harta campur

Hukum Waris Adat

Sistem kewarisan: bervariasi

Terjadinya pewarisan karna: adanya hubungan darah, adanya perkawinan, adanya


pengangkatan anak

Berbeda agama mendapat warisan

Ahli waris hanya bertanggung jawab sampai batas harta peninggalan

Bagian laki-laki dan perempuan adalah samaTidak ada bagian tertentu.

Anak angkat mendapat warisan

Wasiat dibatasi jangan sampai mengganggu kehidupan anak

Jenis harta dalam perkawinan: Harta bawaan, harta gono-gini/harta


pencarian/harta bersama

Hukum Adat :

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
7 / 23
Mengenai ketentuan tentang pewarisannya terdapat banyak perbedaan, namun ada
juga persamaannya. Hukum adat tidak dapat dipisahkan dari dalam kehidupan
masyarakat di berbagai daerah di Indonesia, karena setiap anggota masyarakat di
masing-masing daerah tersebut selalu patuh pada hukum adat, yang merupakan
hukum tidak tertulis, hukum tersebut telah mendarah daging dalam hati sanubari
anggota masyarakat yang dapat tercermin dalam kehidupan di lingkungan
masyarakat tersebut.

Ada beberapa sistem pewarisan yang ada dalam masyarakat Indonesia, yaitu:

Sistem Keturunan

Secara teoritis sistem keturunan ini dapat dibedakan dalam tiga corak:

Sistem Patrilineal, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak,
dimana kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan wanita di
dalam pewarisan.

Sistem Matrilineal, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis ibu, dimana
kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari kedudukan pria didalam
pewarisan.

Sistem Parental atau Bilateral, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis
orang tua, atau menurut garis dua sisi (bapak-ibu), dimana kedudukan pria dan
wanita tidak dibedakan di dalam pewarisan.

Sistem Pewarisan Individual

Sistem pewarisan individual atau perseorangan adalah sistem pewarisan dimana


setiap waris mendapatkan pembagain untuk dapat menguasai dan atau memiliki
harta warisan menurut bagiannya masing-masing. Setelah harta warisan itu
diadakan pembagian maka masing-masing waris dapat menguasai dan memiliki
bagian harta warisannya untuk diusahakan, dinikmati ataupun dialihkan (dijual)
kepada sesama waris, anggota kerabat, tetangga ataupun orang lain. Sistem

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
8 / 23
pewarisan individual ini banyak berlaku di kalangan masyarakat adat Jawa dan
Batak.

Sistem Pewarisan Kolektif

Sistem pewarisan dimana harta peninggalan diteruskan dan dialihkan


pemilikannya dari pewaris kepada waris sebagai kesatuan yang tidak terbagi-bagi
penguasaan dan pemilikannya, melainkan setiap waris berhak untuk
mengusahakan menggunakan atau mendapat hasi dari harta peninggalan itu.

Bagaimana cara pemakaian untuk kepentingan dan kebutuhan masing-masing


waris diatur bersama atas dasar musyawarah dan mufakat oleh semua anggota
kerabat yang berhak atas harta peninggalan di bawah bimbingan kerabat. Sistem
kolektif ini terdapat misalnya di daerah Minangkabau, kadang-kadang juga di
tanah Batak atau di Minahasa dalam sifatnya yang terbatas.

Sistem Pewarisan Mayorat

Sistem pewarisan mayorat sesunggunhnya adalah juga merupakan sistem


pewarisan kolektif, hanya penerusan dan pengalihan hak penguasaan atas harta
yang tidak terbagi-bagi itu dilimpahkan kepada anak tertua yang bertugas sebagai
pemimpin rumah tangga atau kepala keluarga menggantikan kedudukan ayah atau
ibu sebagai kepala keluarga.

Sistem mayorat ini ada 2 (dua) macam dikarenakan perbedaan sistem keturunan
yang dianut, yaitu:

Mayorat laki-laki, seperti berlaku di lingkungan masyarakat Lampung, terutama


yang beradat pepadun, atau juga berlaku sebagaimana di Teluk Yos Soedarso
Kabupaten Jayapura Papua.

Mayorat perempuan, seperti berlaku di lingkungan masyarakat ada semendo di


Sumatera Selatan.

Praktek waris di Indonesia & Sengketa Waris

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
9 / 23
Dalam praktek, pembagian waris secara islam di masyarakat Indonesia
tidak selalu diterapkan. Masyarakat pada umumnya menggunakan hukum adat
yang berlaku setempat, hukum waris Islam baru akan digunakan manakala terjadi
konflik sengketa warisan. Disinilah tugas dan fungsi ulama yg paham ketentuan
ilmu waris islam untuk bisa membantu menyelesaikan konflik,sebelum
permsalahannya diajukan ke Pengadilan Agama.

Lalu sejak kapan hukum waris berlaku ?. Berdasarkan definisi diatas


dapat di pahami bahwasanya sejak seseorang meninggal dunia maka berlaku
pulalah hukum waris tersebut. Pelaksanaan hukum waris hukumnya wajib, namun
demikian membicarakan warisan bagi masyakat Indonesia merupaka suatu hal
yang riskan atau “tabu” untuk dibicarakan “bisa kuwalat “ katanya .

Dalam pembagian warisan ,klien penulis yang tinggal dikota diberi


bagian tanah warisan oleh keluarganya di desa ditengah-tengah tanah bagian ahli
waris lainnya,menjadi terkurung dan dibuat lapangan batminton,sehingga
tidaklah mungkin dibuat bangunan,karena tidak ada solusi sehingga dengan
terpaksa, tanah harus dijual dengan harga murah oleh klien kepada salah satu
keluarganya .

Data Mahkamah Agung (MA) menunjukkan, masalah kewarisan


menempati posisi nomor dua perkara perdata agama yang ditangani pada 2015
dan 2016 di bawah kasus sengketa perkawinan.

Bagi yang beragama Islam sengketa waris Islam diberlakukan Hukum


Waris Islam, dan badan Peradilan yang berwenang mengadili ialah Pengadilan
Agama. Terkait penetapan ahli waris sebagaimana yang dikehendaki, maka
prosedur yang harus ditempuh ialah mengajukan surat permohonan penetapan ahli
waris ke Pengadilan. Apabila beragama Islam, maka permohonan diajukan
kepada Pengadilan Agama.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
10 / 23
Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 49 huruf b UU No. 3 Tahun
2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
(“UU Peradilan Agama”) yang berbunyi sebagai berikut:“Pengadilan agama
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di
tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang waris…”

Seorang Hakim Pengadilan Agama mengungkapkan “ Perkara waris


ini matematiknya Pengadilan,kalau bisa dihindari ,, jauh-jauhin deh perkara
waris,kecuali kalau sudah terpaksa ditunjuk.Resikonya kalau Hakim salah
menentukan siapa-siapa ahli waris dan berapa bagiannya.akibatnya dunia akhirat..

Masih sedikit umat islam Indonesia yang mau mempelajari apalagi


menerapkan hukum waris Islam , membicarakan warisan bagi masyakat
Indonesia merupakan suatu hal yang tabu.Pada umumnya pembagian warisan oleh
pewaris harus diterima ahli waris dengan lapang dada serta keikhlasan, hukum
waris Islam baru akan digunakan manakala terjadi konflik sengketa warisan

Merupakan tugas Kementerian Agama RI,Majeis Ulama Indonesia


( MUI ), Lembaga Pendidikan Islam, Organisasi-organisasi Islam seperti
Nahdlatul Ulama ( NU ) ,Muhammadiyah serta Ormas yang memiliki basis masa
yang luas seperti BAMUS BETAWI untuk mensosialisasikan dan memberikan
mengajaran Hukum waris Islam,agar masyarakat Indonesia mengerti dan paham
kemudian memprektekannya dalam pembagian warisan

Hukum kewarisan Islam ialah seperangkat ketentuan yang mengatur


cara-cara peralihan hak dari seseorang yang telah meninggal dunia kepada orang
yang masih hidup yang ketentuan-ketentuan tersebut berdasarkan kepada wahyu
Ilahi yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan penjelasan yang diberikan oleh Nabi
Muhammad SAW dalam istilah bahasa Arab disebut Faraa-id.1

Ilmu fara’id adalah ilmu yang membahas mengenai peralihan hak


maupun kewajiban dari pewaris, siapa yang menerima, berapa bagiannya, kapan
harta itu dibagikan dan bagaimana cara yang tepat dalam membagi harta waris
pewaris sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditentukan dalam Al-Qur‟an,

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
11 / 23
Sunnah Rasul maupun Ijtihad para ulama‟. Dapat dilihat bahwa persoalan waris
sangat diperhatikan secara mendetail. Hal ini disebabkan persoalan harta waris
amatlah riskan karena bersinggungan dengan persoalan materi dan hak
kepemilikan. Sering kali pula persoalan ini menimbulkan permusuhan antar
anggota keluarga. Hal ini terjadi apabila pembagian harta waris tidak sesuai
dengan aturan dan rambu-rambu yang sudah ditetapkan. Oleh sebab itu para
ulama sejak dulu sadar betapa pentingnya mempelajari ilmu fara’id. Bagi kita
umat Islam, mempelajari ilmu waris juga dianggap penting sehingga hukumnya
fardhu kifayah.

Sebab-sebab timbulnya hak saling mewarisi dalam Islam ada tiga

macam. Di antaranya adalah sebagai berikut:

1) Karena hubungan kekeluargaan (kerabat haqiqi)

Kerabat haqiqi merupakan hubungan darah yang mengikat para ahli waris dengan
pewaris. Sebab hubungan kekerabatan ini diatur oleh Allah dalam surat al-Anfal
ayat 75, yang artinya: “Orangorang yang mempunyai hubungan kerabat itu
sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di
dalam kitab Allah.”

2) Karena Perkawinan

Ketika terjadi akad nikah yang legal antara seorang laki-laki dan perempuan
sekalipun belum terjadi hubungan intim antar keduanya maka mereka dapat saling
mewarisi.

3) Karena Wala’ (memerdekakan budak)

Yaitu orang yang memerdekakan budak.

Rukun-rukun Kewarisan:

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
12 / 23
1) Harta warisan (Mauruts atau tirkah) yaitu harta netto (harta bersih), setelah
dipotong biaya-biaya keperluan pewaris selama sakit sampai meninggal, biaya
pengurusan jenazah, biaya

pembayaran hutang, dan pembayaran wasiat si pewaris. Dan harta warisan itu
dapat berbentuk harta benda milik pewaris dan hak-haknya.

2) Pewaris (Muwarits), yaitu orang yang meninggal dunia dan meninggalkan


hartanya.

3) Ahli waris (warits), yaitu orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai
hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan
tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.

Syarat-syarat mewarisi

Adapun syarat-syarat waris mewarisi ada tiga yaitu:

1) Matinya pewaris (baik mati haqiqi, atau mati hukmy atau mati taqdiri).

2) Hidupnya muwarrits di saat matinya pewaris.

3) Tidak ada penghalang-penghalang untuk mewarisi.

Bagian-Bagian Ahli Waris

Pada bagian ini, kita akan membicarakan tentang bagian-bagian ahli waris, namun
ada baiknya terlebih dahulu kita harus mengetahui siapa-siapa saja ahli waris yang
berhak menerima warisan ashabul furudl, ‘ashobah, dan dzawil arham dan
meneliti lebih lanjut apakah terdapat penghalang di dalam menerima harta warisan.
Dapat diketahui bahwa ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia
mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris. Meski
demikian tidak semua anggota keluarga secara otomatis dapat mewarisi harta
warisan pewaris. Karena ada ahli waris yang lebih dekathubungannya dengan si
mati dan ada juga yang hubungannya lebih jauhdengan si pewaris. Dalam hal ini,
para ahli waris harus mengingat urutannya masing-masing. Dan dalam urut-urutan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
13 / 23
penerimaan harta warisan seringkali yang dekat menghalangi yang jauh, atau ada
juga yang dekat hubungannya dengan pewaris akan tetapi tidak tergolong sebagai
ahli waris karena dari garis keturunan perempuan (dzawil arham).

Mati haqiqi, adalah kematian yang dapat disaksikan dengan panca indra dan dapat
dibuktikan dengan alat pembuktian atau pendeteksi. Mati hukmy, adalah kematian
yang disebabkan adanya vonis hakim walaupun pada hakikatnya, seseorang
benar-benar masih hidup. Mati taqdiri, yaitu kematian yang bukan hakiki dan
hukmy, tetapi hanya berdasarkan dugaan kuat saja.

Ahli waris dapat di golongkan menjadi beberapa golongan yang ditinjau dari segi
jenis kelaminnya, dan dari segi haknya atas harta warisan. Jika ditinjau dari jenis
kelaminnya, maka ahli waris terbagi menjadi dua golongan, yaitu ahli waris laki-
laki dan ahli waris perempuan.

Dan jika ditinjau dari segi hak atas harta warisan, maka ahli waris terbagi menjadi
tiga golongan, yaitu dzawil furudl, ‘ashabah, dan dzawil arham.

Para ahli waris perempuan dan laki-laki jika semua masih hidup jumlahnya ada 25
orang. Sepuluh orang ahli waris perempuan dan lima belas orang ahli waris laki-
laki.

Ahli waris laki-laki

1) Anak laki-laki ;

2) Ayah ;

3) Suami ;

4) Cucu laki-laki (anak dari anak laki-laki) dan seterusnya ke

bawah dari garis laki-laki ;

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
14 / 23
5) Kakek (bapak ayah) dan seterusnya ke atas dari garis laki-laki ;

6) Saudara laki-laki kandung (seibu seayah) ;

7) Saudara laki-laki seayah ;

8) Saudara laki-laki seibu ;

9) Kemenakan laki-laki kandung (anak laki-laki saudara laki-laki

kandung) dan seterusnya ke bawah dari garis laki-laki ;

10) Kemenakan laki-laki seayah (anak laki-laki saudara laki-laki

seayah) dan seterusnya ke bawah dari garis laki-laki ;

11) Paman kandung (saudara laki-laki kandung ayah) dan seterusnya

ke atas dari garis laki-laki ;

12) Paman seayah (saudara laki-laki seayah ayah) dan seterusnya ke

atas dari garis laki-laki ;

13) Saudara sepupu laki-laki kandung (anak laki-laki paman

kandung) dan seterusnya ke bawah dari garis laki-laki.

Termasuk di dalamnya anak paman ayah, anak paman kakek

dan seterusnya, dan anak paman kakek dan seterusnya, dan anak

keturunannya dari garis laki-laki ;

14) Saudara sepupu laki-laki seayah (anak laki-laki paman seayah)

dan seterusnya ke bawah dari garis laki-laki. ;

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
15 / 23
15) Laki-laki yang memerdekakan budak (mu’tiq).

Jika ahli waris semua ada dan tidak ada halangan mewarisi, maka

yang mendapat warisan dari mereka hanya tiga saja, yaitu :

1) Anak laki-laki ;

2) Bapak ;

3) Suami.

b. Ahli waris perempuan

1) Anak perempuan ;

2) Cucu perempuan (anak dari anak laki-laki) dan seterusnya ke

bawah dari garis laki-laki ;

20

3) Ibu ;

4) Istri ;

5) Saudara perempuan kandung ;

6) Nenek (ibunya ibu) dan seterusnya keatas dari garis perempuan;

7) Nenek (ibunya ayah) dan seterusnya ke atas dari garis

perempuan, atau berturut-turut dari garis laki-laki kemudian

sampai kepada nenek, atau berturut-turut daari garis laki-laki

lalu bersambung dengan berturut-tuurut dari garis perempuan ;

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
16 / 23
8) Saudara perempuan seayah ;

9) Saudara perempuan seibu ;

10) Perempuan yang memerdekakan budak (mu’tiqah).

11

Ahli waris di atas jika semuanya ada (masih hidup dan tidak ada

halangan), maka yang mendapatkan warisan hanya lima orang, yaitu:

1) Anak perempuan ;

2) Cucu perempuan dari anak laki-laki ;

3) Ibu ;

4) Istri ;

5) Saudara perempuan kandung.

Dalam konsep waris Islam, apabila dilihat dari segi bagian-bagian

yang diterima, maka dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu: dzawil alfurudl,
‘ashabah dan dzawil arham.

Adapun yang dimaksud dzawil furudl adalah bagian-bagian yang telah ditentukan
oleh syariat Islam (al-Qur‟an dan Hadits) dan ijma’. Berkenaan dengan orang
yang mendapatkan harta warisan. Bagianbagian yang telah ditentukan oleh syariat
seperti 1/2, 1/4, 1/6, 1/8, 2/3,

atau 1/3.

Ketentuan bagian masing-masing ahli waris dzawil al-furudl (Ashab al-furudl)


diperoleh dari al-Qur‟an dan hadits. Sebagaimana telah disebutkandalam Al-
Qur‟an, ahli waris Ashab al-furudl terdiri dari 12 orang,yaitu: suami, istri, anak

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
17 / 23
perempuan, cucu perempuan dari anak lakilaki, bapak, ibu, nenek, kakek, saudara
perempuan sekandung, saudara perempuan sebapak, saudara laki-laki dan
perempuan seibu.

Bagian masing-masing ahli waris Ashab al-furudl, sebagai berikut:

1) Suami

Al-Qur‟an surat an-Nisa‟ ayat 12, yang menentukan bagian suami menjadi 2
macam, yaitu:

a) ½, jika pewaris tidak memiliki keturunan baik laki-laki

maupun perempuan baik itu dari suami tersebut atau bukan.

b) ¼, jika pewaris memiliki keturunan baik laki-laki maupun

perempuan atau cucu laki-laki dari anak laki-lakinya baik itu

dari darah dagingnya atau pun dari suaminya yang lain.

2) Istri

Al-Qur‟an suratan-Nisa‟ ayat 12 menentukan bagian suami menjadi 2 macam,


yaitu:

a) ¼, jika tidak ada anak atau cucu laki-laki dari anak laki-laki.

b) 1/8, jika ada anak atau cucu dari anak laki-laki.

3) Anak perempuan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
18 / 23
Al-Qur‟an suratan-Nisa‟ ayat 11 menentukan bagian anak perempuan ada 3
macam, yaitu :

a) 2/3, apabila ada 2 anak perempuan atau lebih itu tidak memiliki saudara laki-
laki yaitu anak laki-laki dari si pewaris.

b) ½, jika anak perempuan hanya seorang diri dan tidak ada saudara laki laki .

c) ‘ashabah, bila anak perempuan bersamaan dengan adanya saudara laki-laki


(anak laki-laki).

4) Cucu perempuan dari anak laki-laki

Bagian cucu perempuan dari anak laki-laki jika tidak mahjub adalah:

a) ½, jika cucu perempuan hanya seorang diri dan tidak bersamaan dengn cucu
laki-laki dari anak laki-laki yang menariknya menjadi ‘ashabah.

b) 2/3, jika cucu perempuan dua orang atau lebih dan tidak ada cucu laki-laki dari
anak laki-laki.

c) 1/6, jika bersamaam dengan anak perempuan tunggal sebagai pelengkap 2/3
harta warisan.

d) ‘Ashabah, jika ada cucu laki-laki dari anak laki-laki.

e) Terhalang (mahjub) oleh:

• Anak laki-laki.

• Dua orang atau lebih anak perempuan jika tidak ada yang menariknya menjadi
‘ashabah.

5) Bapak

Al-Qur‟an suratan-Nisa‟ ayat 11 menentukan bagian bapak menjadi 3 macam,


yaitu:

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
19 / 23
a) 1/6, jika ada anak atau cucu laki-laki.

b) 1/6 + sisa, jika bersama anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-
laki.

c) Jika bapak bersama ibu: Masing-masing 1/6 jika ada anak, cucu atau saudara

dua orang atau lebih.

• 1/3 untuk ibu, bapak menerima sisanya, jika tidak ada anak, cucu atau saudara
dua orang atau lebih.

Berkaitan dengan ketentuan ibu bapak, Allah berfirman: “Dan untuk dua orang
ibu bapak, bagi mereka masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan,
jika yang meninggal mempunyai anak. Jika orang yang meninggal tidak
mempuanyai anak dan ia diwarisi oleh ibu bapaknya maka ibunya mendapat
sepertiga. Jika yang meninggal itu mempunyai saudara, maka ibu mendapat
seperenam.”

(QS. an-Nisa: 11)

6) Ibu

Al-Qur‟an surat an-Nisa‟ ayat 11 menentukan bagian ibu menjadi 2 macam,


yaitu:

a) 1/3, jika tidaak ada anak atau cucu atau tidak ada saudara (pewaris) dua orang
atau lebih.

b) 1/6, jika ada anak atau cucu atau ada saudara (pewaris) dua orang atau lebuh.

7) Kakek dan Nenek

Bagian kakek apabila tidak termahjub oleh bapak ialah seperti (bagian bapak),
yaitu :

a) 1/6, jika bersama dengan anak laki-laki atau cucu laki-laki (dari anak laki).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
20 / 23
b) 1/6 + sisa, jika ada anak perempuan atau cucu perempuan, dan tidak ada far’un
(cabang) waris laki-laki.

c) ‘Ashabah, jika tidak ada anak atau cucu (tidak ada far’un).

d) Muqosamah.

Adapun bagian nenek apabila tidak termahjub oleh ibu, yaitu:

a) 1/6, dalam setiap keadaan.

8) Saudara Perempuan Sekandung

Al-Qur‟an suratan-Nisa‟ ayat 176 menentukan bagian saudara perempuan


sekandung, jika tidak mahjub bagiannya yaitu:

a) ½, jika sendirian, tidak ada anak, cucu (dari anak laki-laki) dan saudara laki-
laki sekandung yang menariknya menjadi ‘ashabah.

b) 2/3, jika saudara perempuan sekandung dua orang atau lebih, tanpa ada saudara
sekandung laki-laki.

c) ‘Ashabah, jika ada saudara sekandung laki-laki.

d) ‘Ashabah ma’al ghoir, jika ada anak perempuan atau cucu perempuan (dari
anak laki-laki).

9) Saudara Sebapak

Kedudukan saudara sebapak adalah di bawah kedudukan saudara sekandung


(sebagaimana kedudukan cucu dibawah kedudukan anak) sehingga bagiannya
juga sama jika tidak termahjub. Jika tidak termahjub, maka bagiannya yaitu:

a) ½, jika sendirian, tidak ada anak, cucu (dari anak laki-laki) dan saudara laki-
laki sebapak yang menariknya menjadi ‘ashabah.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
21 / 23
b) 2/3, jika saudara perempuan sebapak dua orang atau lebih, tanpa ada saudara
sebapak laki-laki.

c) ‘Ashabah, jika ada saudara sebapak laki-laki.

d) ‘Ashabah ma’al ghoir, jika ada anak perempuan atau cucu perempuan (dari
anak laki-laki).

e) Tanpa ada saudara laki-laki sebapak, saudara perempuan sebapak mendapat 1/6,
jika ada seorang saudara perempuan sekandung sebagai pelengkap 2/3,
sebagaimana cucu perempuan (dari anak laki-laki) bersama dengan anak
perempuan.

10) Saudara Seibu

Saudara seibu baik laki-laki maupun perempuan kedudukannya adalah sama, jika
tidak termahjub maka bagian yang diterima adalah:

a) 1/6, jika hanya seorang.

b) 1/3, jika dua orang atau lebih baik laki-laki maupun perempuan, bagiannya
dibagi rata diantara mereka.

c) Merupakan pengecualian apabila ahli warisnya terdiri dari suami, ibu, saudara-
saudara sekandung dan saudarasaudara seibu.

Dari bagian-bagian ahli waris yang kami uraikan diatas, terdapat juga bagian yang
belum jelas ketentuannya yang sering disebut dengan ‘ashabah. ‘Ashabah yaitu
setiap orang yang mendapat seluruh harta jika berada sendirian dan mendapat
sisanya setelah ‘ashabul furudh mendapat bagian mereka yang telah
ditentukan.Jika ahli waris mayit hanya mereka, maka mereka

mengambil semua harta, dan apabila bersama mereka ini ada ahli waris yang
mendapat bagian furudh, maka mereka mengambil sisa harta setelah bagian
furudh diberikan. Namun jika harta tidak tersisa, maka mereka tidak mendapat
apa-apa.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id
22 / 23

Anda mungkin juga menyukai