Anda di halaman 1dari 6

BUKU JAWABAN

TUGAS MATA KULIAH TUGAS 2

Nama Mahasiswa : MUBASIR


NIM : 041721881
Kode/Mata Kuliah : HKUM4201/Hukum Perdata
Kode/Nama UPBJJ : 44/Surakarta
Masa Ujian : 2020/21.2 (2022.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
1. Sistem pewarisan di Indonesia di atur dalam KUHPerdata dan dalam kompilasi hukum
islam serta kewarisan diatur di dalam hukum adat. Ada dua cara memperoleh warisan
yaitu yang pertama berdasarkan ketentuan undang-undang dan yang kedua memperoleh
warisan berdasarkan wasiat.
Pertanyaan:
 Bagaimana mekanisme pembagian warisan terhadap ahli waris dalam hukum
indonesia maupun hukum islam? Jelaskan!
Jawaban:
Secara garis besarnya sistem hukum kewarisan menurut KUH Perdata tidak membedakan
antara anak laki-laki dan anak perempuan, antara suami dan isteri.

Mereka berhak semua mewaris, dan bagian anak laki-laki sama dengan bagian anak
perempuan, bagian seorang isteri atau suami sama dengan bagian anak.

Apabila dihubungkan dengan sistem keturunan, maka sistem hukum kewarisan KUH
Perdata menganut sistem keturunan Bilateral.

Di mana setiap orang atau anak itu dapat menghubungkan dirinya dengan keturunan dari
sang ayah maupun ibunya.

Artinya, ahli waris berhak mewaris dari ayah jika ayahnya meninggal dunia dan berhak
mewaris dari ibu jika ibu meninggal dunia.

Hal ini menandakan bahwa, sistem hukum kewarisan menurut KUH Perdata terdapat
persamaan dengan hukum Islam.

Pembagian harta warisan menurut KUH Perdata hanya dapat terjadi karena kematian.

Diterangkan Wahyono Darmabrata (dalam Nugroho, 2017:68), pembagian harta waris


menurut hukum perdata dapat dilakukan dengan dua cara, antara lain:

1. Berdasarkan ketentuan undang-undang atau ab-intestato yang mana ahli waris telah
diatur dalam undang-undang untuk mendapatkan bagian dari warisan karena adanya
hubungan kekeluargaan atau hubungan darah dengan orang yang meninggal.

2. Berdasarkan testament atau wasiat yang mana ahli waris ditunjuk atau ditetapkan
dalam surat wasiat yang ditinggalkan.

Golongan Ahli Waris dalam KUH Perdata

Ada empat golongan dalam pembagian harta waris menurut hukum perdata. Diterangkan
dalam empat golongan ahli waris menurut KUH Perdata, penggolongan tersebut
menunjukkan ahli waris yang urutannya didahulukan.
Atau dengan kata lain, jika ada golongan pertama, maka golongan di bawahnya
tidak dapat mewarisi harta warisan yang ditinggalkan.

Golongan yang dimaksud, antara lain:

 Golongan I terdiri dari suami atau istri yang ditinggalkan, anak-anak sah, serta
keturunannya,
 Golongan II terdiri dari ayah, ibu, saudara, dan keturunan saudara,
 Golongan III terdiri dari kakek, nenek, dan saudara dalam garis lurus ke atas,
 Golongan IV terdiri dari saudara dalam garis ke samping, misalnya paman, bibi,
saudara sepupu, hingga derajat keenam.

Ahli Waris yang dilarang dalam KUH Perdata

Ketentuan Pasal 838 KUH Perdata menerangkan bahwa ada empat kategori orang-orang
yang dianggap tidak pantas untuk menjadi ahli waris.

Orang-orang yang masuk dalam kategori ini tidak akan mendapat warisan dalam
pembagian harta waris menurut hukum perdata. Mereka yang dimaksud, antara lain:

1. Orang yang telah dijatuhi hukuman membunuh atau mencoba membunuh orang yang
meninggal (pewaris),
2. Orang yang pernah dijatuhkan atau dipersalahkan karena memfitnah pewaris telah
melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau
hukuman yang lebih berat lagi,
3. Orang yang menghalangi orang yang meninggal (pewaris) dengan kekerasan atau
perbuatan nyata untuk membuat atau menarik kembali wasiatnya, dan
4. Orang yang telah menggelapkan, memusnahkan, atau memalsukan wasiat orang yang
meninggal (pewaris).

Pembagian harta waris menurut hukum perdata merupakan pembagian waris yang
didasarkan pada KUH Perdata.

Dalam hukum waris ini, ada empat golongan waris. Jika ahli waris di golongan satu tidak
ada, warisan akan diberikan kepada golongan dua, dan seterusnya.

Hukum Waris Dalam Pandangan Islam

Hukum Kewarisan menurut hukum Islam sebagai salah satu bagian dari hukum
kekeluargaan (Al ahwalus Syahsiyah) sangat penting dipelajari agar supaya dalam
pelaksanaan pembagian harta warisan tidak terjadi kesalahan dan dapat dilaksanakan
dengan seadil-adilnya.

Sebab, dengan mempelajari hukum kewarisan Islam maka bagi umat Islam, akan dapat
menunaikan hak-hak yang berkenaan dengan harta warisan setelah ditinggalkan oleh
muwarris (pewaris) dan disampaikan kepada ahli waris yang berhak untuk menerimanya.

Waris dalam pengertian hukum waris Islam merupakan aturan yang dibuat untuk
mengatur dalam hal pengalihan atau perpindahan harta seseorang yang telah meninggal
dunia kepada orang atau keluarga yang disebut juga sebagai ahli waris.

Sedangkan, dalam Kompilasi Hukum Islam pada pasal 171 yang menjelaskan tentang
waris, memiliki pengertian “Hukum waris islam sepenuhnya adalah hukum yang dibuat
untuk mengatur terkait pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan pewaris, serta
menentukan siapa saja yang berhak menerima dan menjadi ahli warisnya, dan juga
jumlah bagian tiap ahli waris”.

Oleh karena itulah, di dalam hukum waris Islam juga tertera aturan dalam menentukan
siapa yang akan menjadi ahli waris, jumlah bagian dari masing-masing para ahli waris,
hingga jenis harta waris atau peninggalan apa yang diberikan oleh pewaris kepada ahli
warisnya.

Berbicara tentang hukum waris Islam yang memang berlandaskan pada ayat-ayat Al-
Qur’an, hal-hal tentang wasiat juga ada dalam Al-Qur’an dan juga Hukum Islam Indonesia.

Berikut beberapa di antaranya:

 Dalam surah Al-Baqarah pada ayat 180, dijelaskan bahwa wasiat merupakan sebuah
kewajiban bagi orang-orang yang bertaqwa kepada Allah SWT.

Melihat dari gambaran tersebut, pengertian dari wasiat itu sendiri adalah sebuah
pernyataan keinginan tentang harta kekayaan milik pewaris setelah meninggal nanti,
yang mana hal ini dilakukan sebelum terjadinya kematian.

 Tidak hanya dalam surah Al-Baqarah saja, hal-hal tentang wasiat juga tertera pada
surah An-Nisa di ayat 11-12.

Dalam ayat surah An-Nisa tersebut, menyatakan bahwa dalam hukum waris Islam
kedudukan wasiat sangat penting sehingga harus didahulukan sebelum dilakukannya
pembagian harta yang ditinggalkan oleh pewaris kepada para ahli warisnya.

2. Sistem pewarisan di Indonesia di atur dalam KUHPerdata dan dalam kompilasi hukum
islam serta kewarisan diatur di dalam hukum adat. Ada dua cara memperoleh warisan
yaitu yang pertama berdasarkan ketentuan undang-undang dan yang kedua memperoleh
warisan berdasarkan wasiat.
Pertanyaan:
 Apakah anak diluar nikah yang mendapatkan warisan adalah anak zina ?
Jawaban:
Sebab-sebab seseorang menjadi ahli waris di dalam sistem kewarisan Islam, ada yang
disebabkan hubungan perkawinan dan ada karena nasab (keturunan).
Suami istri dapat saling mewarisi karena keduanya terkait oleh perkawinan yang sah.
Hubungan nasab seorang anak dengan ayah dalam hukum Islam ditentukan oleh sah atau
tidaknya hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita, sehingga
menghasilkan anak, di samping ada pengakuan ayah terhadap anak tersebut sebagai
anaknya.

Ada tiga jenis hubungan antara anak dan ayah yang tidak diakui secara hukum Islam, yaitu
anak angkat, anak li’an dan anak zina.

1. Menurut hukum Islam anak hasil zina tidak memiliki hubungan waris dengan ayah
biologisnya, akan tetapi dengan ibunya. Anak hasil zina hanya mendapatkan harta
wajibah dari ayah biologisnya.

2. pemberian hak waris bagi anak hasil zina berdasarkan ketentuan Al-Quran dan Hadist
Nabi dengan prinsip dan teori keadilan menyebutkan bahwa suatu keadilan tidak selalu
dimaknai sebagai persamaan apabila memang subjek hukum yang diatur berbeda
secara syar'i, dalam hal ini antara pelaku zina dengan orang yang tidak berzina, akan
tetapi hal ini tidak kepada anak sah dan anak hasil zina,

3. Menurut hukum Islam anak Zina adalah anak sah di luar nikah atau anak yang lahir
sebelum usia minimal 180 hari setelah pelaksanaan akad nikah,

4. Nasab merupakan peran yang sangat penting dalam membina suatu keluarga.
Sehingga dalam pernikahan nasabnya juga di lihat karena akan berdampak pada
keturunannya kelak. Sedangkan dalam perzinahan tidak dapat menghasilkan nasab.
Anak yang lahir dari ibu yang berzina tidak dapat bernasab kepada ayah biologisnya.

3. Sistem pewarisan di Indonesia di atur dalam KUHPerdata dan dalam kompilasi hukum
islam serta kewarisan diatur di dalam hukum adat. Ada dua cara memperoleh warisan
yaitu yang pertama berdasarkan ketentuan undang-undang dan yang kedua memperoleh
warisan berdasarkan wasiat.
Pertanyaan:
 Menurut analisis anda apakah semua ahli waris yang memiliki hubungan darah berhak
mendapatkan warisan?
Jawaban:
Seperti yang sudah disinggung di atas tadi, kalau di Indonesia dikenal tiga hukum dalam
pembagian harta warisan, yakni Islam, perdata, dan adat. Berikut penjelasan lengkap dari
ketiganya.

Dalam Hukum Islam

Berdasarkan hukum Islam, terdapat tiga syarat agar hak waris bisa diberikan kepada
seseorang atau ahli waris, yaitu:
 Orang yang mewariskan harta sudah meninggal dunia. Dan, status meninggalnya telah
dinyatakan secara hukum yang berlaku di Indonesia. Jika orang tersebut belum
meninggal, maka harta yang dibagikan disebut sebagai hibah dan bukan warisan.
 Penerima hak waris haruslah mereka yang dalam keadaan hidup saat orang yang
mewariskan meninggal dunia.

 Pewaris dan ahli waris harus memiliki hubungan pertalian keluarga, baik pertalian ayah
dan anak, maupun anak dan cucu.

Islam juga telah membagi orang yang menerima hak waris ke dalam tiga kelompok, yaitu:

 Zawil Furudh: Ini merupakan kelompok pertama yang berhak mendapatkan hak waris
setelah pewaris meninggal dunia.

Orang yang termasuk ke dalam kelompok zawil furudh ini adalah keturunan laki-laki
dan perempuan.

 Ashabah: Ini adalah kelompok penerima sisa hak waris setelah harta warisan dibagikan
kepada zawil furudh.

Namun, kelompok ashabah bisa saja mendapat seluruh hak waris bila tidak ada ahli
waris yang termasuk kelompok pertama tadi.

 Zawil Arham: Ini adalah golongan penerima waris yang tidak mendapatkan apa-apa.
Kecuali, bila tidak ada golongan pertama dan kedua dalam pembagian harta warisan,
maka golongan zawil ahram barulah mendapatkan haknya itu.

Jadi, dalam pemahaman di atas bahwa ada aturan yang sifatnya turun temurun. Di mana
dalam hal ini orang yang paling kuat dalam menerima warisan adalah anak laki-laki dan
perempuan.

Keberadaan anak tersebut bisa menutup atau menjadi mahjub olehnya (tidak dapat
mendapatkan warisan) terhadap saudara walaupun ada pertalian darah.

Dapat disimpulkan, tidak semua kerabat yang masih ada hubungan darah bisa
mendapatkan warisan atau bahkan tidak bisa mendapatkan karena mereka tertutup oleh
anak.

Atau orang-orang tersebut terdaftar dalam larangan mendapatkan warisan karena suatu
sebab alasan tertentu.

Anda mungkin juga menyukai