Anda di halaman 1dari 9

Hukum Waris Islam: Syarat, Rukun, dan Cara

Hitung Pembagian
17-21 menit

Jika berbicara tentang waris atau warisan, pasti akan selalu berkaitan dengan kehidupan manusia. Sebab seperti
yang sudah diketahui bahwa manusia nantinya akan mengalami peristiwa kematian, yang mana hal tersebut
sudah menjadi hukum alam. Waris sendiri adalah harta kekayaan ataupun hutang yang dimiliki dan ditinggalkan
oleh pewaris (pemilik waris), ketika pewaris tersebut mengalami peristiwa kematian.

Sering kali terjadi permasalahan dalam hal kepengurusan dan juga keberlanjutan dari harta serta hak-hak
properti yang ditinggalkan oleh pewaris yang sudah meninggal dunia. Sehingga tidak heran jika waris ini
menjadi hal sensitif untuk dibicarakan dalam kehidupan manusia. Bahkan waris ini biasanya menjadi penyebab
dalam terjadinya pertikaian di dalam keluarga. Hubungan keluarga bisa hancur hanya karena persoalan tentang
waris dan pembagiannya yang dinilai tidak adil.

Melihat dari masalah tersebut, akhirnya terdapat sebuah hukum untuk mengatur hal-hal yang berkaitan tentang
waris dan pembagiannya. Hukum waris Indonesia sendiri masih beragam, karena setiap masyarakat memiliki
kepercayaannya masing-masing. Baik itu hukum waris yang mengikuti aturan agama maupun adat sekalipun.

Di indonesia, lebih banyak orang yang menggunakan hukum waris Islam. Sebab Indonesia memang mayoritas
masyarakatnya beragama Islam. Tidak hanya itu, penggunaan hukum waris Islam di Indonesia dipahami oleh
masyarakat karena berlandaskan pada syariat Islam yaitu Hadis dan Al-Qur’an. Sehingga masyarakat percaya
dengan hukum yang bersumber pada syariat Islam, dapat mengatur kehidupan untuk mencapai kebahagiaan di
dunia dan juga akhirat.

Bagi masyarakat Indonesia yang menganut agama Islam, merasa bahwa hal-hal tentang waris yang berdasarkan
pada hukum waris Islam merupakan suatu keharusan sebagai konsekuensi ketaatan mereka dalam menjalankan
ajaran syariat Islam. Untuk mengetahui lebih jelas terkait waris dan hukumnya berdasarkan ajaran Islam, kamu
dapat melihat ulasan Qoala berikut ini.

Apa Itu Waris dalam Hukum Islam


Waris dalam pengertian hukum waris Islam merupakan aturan yang dibuat untuk mengatur dalam hal
pengalihan atau perpindahan harta seseorang yang telah meninggal dunia kepada orang atau keluarga yang
disebut juga sebagai ahli waris. Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam pada pasal 171 yang menjelaskan
tentang waris, memiliki pengertian “Hukum waris islam sepenuhnya adalah hukum yang dibuat untuk mengatur
terkait pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan pewaris, serta menentukan siapa saja yang berhak
menerima dan menjadi ahli warisnya, dan juga jumlah bagian tiap ahli waris”. Oleh karena itulah, di dalam
hukum waris Islam juga tertera aturan dalam menentukan siapa yang akan menjadi ahli waris, jumlah bagian
dari masing-masing para ahli waris, hingga jenis harta waris atau peninggalan apa yang diberikan oleh pewaris
kepada ahli warisnya.

Sehingga banyak makalah hukum waris Islam yang mengatakan bahwa Al-Qur’an memang menjadi landasan
utama sebagai dasar hukum dalam penentuan pembagian waris. Sebab seperti yang diketahui bahwa masih
sangat sedikit ayat-ayat pada Al-Qur’an yang merincikan suatu hukum dengan detail, kecuali persoalan tentang
hukum waris. Sedangkan untuk persoalan ketetapan dalam hal-hal pewarisan, biasanya bersumber dari hadis
yang dikeluarkan oleh Rasulullah SAW.

Undang-undang yang Mengatur Wasiat dan Hukum Waris Islam di


Indonesia
Sumber Foto:
Jirapong Manustrong via. Shutterstock

Dalam hukum waris Islam, tidak hanya membahas tentang pembagian harta yang ditinggalkan oleh pewaris.
Tetapi juga terdapat aturan terkait peralihan harta yang ditinggalkan oleh pewaris karena meninggal dunia.
Dalam peralihan harta dari pewaris ke ahli warisnya, ternyata terdapat tata caranya yaitu melalui cara wasiat.

Berbicara tentang hukum waris Islam yang memang berlandaskan pada ayat-ayat Al-Qur’an, hal-hal tentang
wasiat juga ada dalam Al-Qur’an dan juga Hukum Islam Indonesia. Berikut beberapa di antaranya:

 Dalam surah Al-Baqarah pada ayat 180, dijelaskan bahwa wasiat merupakan sebuah kewajiban bagi
orang-orang yang bertaqwa kepada Allah SWT. Melihat dari gambaran tersebut, pengertian dari wasiat
itu sendiri adalah sebuah pernyataan keinginan tentang harta kekayaan milik pewaris setelah meninggal
nanti, yang mana hal ini dilakukan sebelum terjadinya kematian.
 Tidak hanya dalam surah Al-Baqarah saja, hal-hal tentang wasiat juga tertera pada surah An-Nisa di ayat
11-12. Dalam ayat surah An-Nisa tersebut, menyatakan bahwa dalam hukum waris Islam kedudukan
wasiat sangat penting sehingga harus didahulukan sebelum dilakukannya pembagian harta yang
ditinggalkan oleh pewaris kepada para ahli warisnya.

Hukum waris Islam PDF di Indonesia juga diatur dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) sesuai dalam Instruksi
Presiden Nomor 1 Tahun 1991. Dimana KHI merupakan sebuah Peraturan Perundang-undangan yang
menyangkut hal-hal Perwakafan, Perkawinan, termasuk juga hal-hal Pewarisan. KHI sendiri berlandaskan pada
Al-Qur’an dan hadis Rasulullah, yang mana akan digunakan secara khusus oleh Pengadilan Agama untuk
menjalankan tugasnya dalam menangani permasalahan keluarga masyarakat Islam di Indonesia.

KHI berisi tiga buku yang masing-masing nya dibagi menjadi beberapa Bab serta Pasal. Untuk bidang hukum
waris Islam, terdapat di buku II KHI berjudul “Hukum Kewarisan”. Buku KHI bidang hukum waris Islam ini
terdiri atas 6 Bab dan 44 Pasal. Rincian dari buku II KHI sebagai berikut:

       Bab 1 : Ketentuan Umum          (Pasal 171)


       Bab 2 : Ahli Waris                        (Pasal 172 – Pasal 175)
       Bab 3 : Besarnya Bagian            (Pasal 176 – Pasal 191)
       Bab 4 : Aul dan Rad                     (Pasal 192 – Pasal 193)
       Bab 5 : Wasiat                              (Pasal 194 – Pasal 209)
       Bab 6 : Hibah                                (Pasal 210 – Pasal 214)

Untuk hal-hal yang mengatur tentang wasiat dalam KHI, terdapat pada Bab V tepatnya di pasal 194 sampai
pasal 209. Isinya kurang lebih seperti ini:
 Pasal 194 sampai pasal 208 dalam hukum waris Islam KHI, mengatur terkait dengan wasiat biasa.
Sedangkan pada pasal 209, lebih mengatur terkait wasiat khusus yang diberikan untuk orang tua angkat
atau anak angkat.
 Pasal 195 dalam hukum waris Islam KHI, menjelaskan bahwa terdapat dua bentuk wasiat yaitu lisan dan
tertulis (baik berupa akta di bawah tangan ataupun akta notaris). Kedua bentuk wasiat ini dianggap sah
apabila disaksikan oleh setidaknya dua orang sebagai saksi.
 KHI sebagai Hukum waris Islam sepenuhnya brainly, juga mengatur tentang pemberian wasiat. Dimana
hukum ini menjelaskan bahwa pemberian harta waris dibatasi dengan ketentuan maksimal 1/3 dari harta
waris milik pewaris, atau bisa lebih jika para ahli waris menyetujuinya. Tujuan dari adanya hukum
batasan wasiat ini ialah untuk melindungi para ahli waris dan mencegah terjadinya praktik wasiat yang
dapat merugikan para ahli waris.

Penggolongan Kelompok Ahli Waris dalam Hukum Waris Islam


Menurut Kompilasi Hukum Islam
Melihat dari rincian Bab dan Pasal pada buku II hukum waris Islam KHI, hal-hal tentang ahli waris diatur
dalam Bab 2 yang terdiri dari Pasal 172 sampai Pasal 175. Dalam Bab ini, Ahli waris diartikan sebagai orang
yang mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dengan pewaris yang meninggal dunia. Tentunya
orang tersebut juga beragama Islam serta tidak terhalang hukum untuk ketika akan menjadi ahli waris.

Dalam hukum waris Islam, terdapat penggolongan kelompok ahli waris yang langsung diatur oleh KHI.
Penggolongan kelompok ahli waris tersebut diatur pada Pasal 174, berbunyii:

Penggolongan Kelompok Menurut Hubungan Darah

 Golongan pria, yaitu ayah, anak pria, saudara pria, paman, dan juga kakek.
 Golongan wanita, yaitu ibu, anak wanita, saudara wanita, dan juga nenek.

Penggolongan Kelompok Menurut Hubungan Perkawinan

 Kelompok ini terdiri dari janda ataupun duda.

Namun bila para ahli waris ada, yang paling berhak mendapatkan waris ialah anak, ibu, ayah, dan juga duda
atau janda. Untuk urutan ahli waris, sebagai berikut:

1. Anak pria
2. Anak wanita
3. Ayah
4. Ibu
5. Paman
6. Kakek
7. Nenek
8. Saudara pria
9. Saudara wanita
10. Janda
11. Duda

Ada pula penggolongan kelompok ahli waris dari segi pembagian dalam hukum waris Islam KHI, yang dibagi
menjadi tiga kategori yaitu:

1. Kelompok ahli waris Dzawil Furudh, yang mendapat pembagian pasti. Terdiri dari, anak wanita, ayah,
ibu, istri (janda), suami (duda), saudara pria atau saudari wanita seibu, dan saudara wanita kandung
(seayah).
2. Kelompok ahli waris yang tidak ditentukan pembagiannya, terdiri dari :
o Anak  pria dan keturunannya
o Anak wanita dan keturunannya (bila bersama anak pria)
o Saudara pria bersama saudara wanita (bila pewaris tidak memiliki keturunan dan ayah)
o Kakek dan nenek
o Paman dan bibi (baik dari pihak ayah maupun ibu, dan keturunannya)
3. Kelompok ahli waris pengganti di atur pada Pasal 185 dalam hukum waris Islam KHI, yang mana
berbunyi: Ahli waris mengalami peristiwa kematian lebih dahulu dari pewaris nya, maka kedudukannya
bisa digantikan oleh:
o Anak dari ahli waris tersebut (kecuali orang yang terhalang hukum sesuai Pasal 173).
o Keturunan dari saudara pria/wanita sekandung
o Nenek dan kakek dari pihak ayah
o Nenek dan kakek dari pihak ibu
o Bibi dan paman beserta keturunannya, dari pihak ayah (bila tidak ada nenek dan kakek dari pihak
ayah).

Rukun Warisan
Sama dengan persoalan-persoalan lainnya, waris juga memiliki beberapa rukun yang harus dipenuhi. Sebab jika
tidak dipenuhi salah satu rukun tersebut, harta waris tidak bisa dibagikan kepada para ahli waris. Untuk
menghindari hal tersebut, berikut beberapa rukun warisan berdasarkan hukum waris yang dilansir dari
rumaysho.

 Orang yang mewariskan atau secara Islam disebut Al-Muwarrits, dalam hal ini orang yang telah
meninggal dunia (mayit) yang berhak mewariskan harta bendanya.
 Orang yang mewarisi atau Al-Warits, yaitu orang yang memiliki ikatan kekeluargaan dengan mayit
berdasarkan sebab-sebab yang menjadikannya sebagai orang yang bisa mewarisi.
 Harta warisan atau Al-Mauruts, merupakan harta benda yang ingin diwariskan karena ditinggalkan oleh
mayit setelah peristiwa kematiannya.

Besaran Bagian Ahli Waris


Setiap ahli waris memiliki besaran bagian masing-masing dalam hukum waris Islam. Untuk mengetahui hal
tersebut, kamu bisa melihat tabel pembagian harta warisan menurut Islam di bawah ini.

Besaran
Ahli Waris Keterangan
Bagian
1 anak wanita 1/2 Seorang diri
2 atau lebih anak wanita 2/3 Bersama-sama
Anak wanita bersamaan dengan
2:1 2 untuk pria, dan 1 untuk wanita
anak pria
Ayah 1/3 atau 1/6 Bila tidak ada keturunan / bila ada keturunan
Bila ada keturunan atau saudara dengan jumlah 2 atau lebih /
Ibu 1/6 atau 1/3
bila tidak ada keduanya
Ibu 1/3 Sisa dari duda atau janda bila bersama dengan ayah
Duda 1/2 atau 1/4 Bila tidak ada keturunan/ bila ada keturunan
Janda 1/4 atau 1/8 Bila tidak ada keturunan/ bila ada keturunan
*tidak ada keturunan dan ayah
Saudara Pria dan Perempuan
1/6 atau 1/3
Seibu
Masing-masing / bila jumlah 2 atau lebih bersamaan
Saudara Kandung Seayah 1/2  atau 2/3 Bila sendiri / bila jumlah 2 atau lebih bersama-sama
Saudara Pria Seayah 2:1 dengan Saudara Perempuan
Tidak
Pengganti Dari ahli waris yang digantikan
melebihi

Pembagian Warisan ke Anak Perempuan


Pembagian harta warisan menurut Islam untuk anak perempuan dapat dilihat dari kedudukan anak wanita
tersebut. Bila anak wanita itu merupakan anak tunggal, maka warisan yang didapatkan nya adalah setengah
bagian. Namun apabila memiliki 2 atau lebih anak wanita, maka secara bersama mendapatkan 2/3 bagian.

Berdasarkan hukum waris Islam, apabila pewaris memiliki anak wanita dan juga anak pria. Maka anak pria 2 : 1
anak wanita bagian yang didapatkan nya.
Pembagian Warisan ke Istri atau Janda
Pembagian harta warisan jika suami meninggal menurut Islam untuk istri atau janda adalah istri atau janda
tersebut akan mendapatkan setengah bagian dari harta bersama dengan suaminya. Setengah lebih harta bersama
(milik suami) akan dibagikan ke istri atau janda dan anak-anaknya, dengan besaran bagian sama besar untuk
masing-masing. Namun sesuai dengan hukum waris Islam ketika suami meninggal, apabila suami tidak
memiliki anak, maka istri atau janda akan mendapatkan seperempat bagian. Tetapi jika suami memiliki anak,
maka istri atau janda mendapatkan seperdelapan bagian.

Pembagian Warisan ke Ayah


Hukum waris Islam mengatur pembagian warisan ke Ayah memiliki besaran bagian yang cukup besar. Dimana
ayah dari pewaris akan mendapatkan sepertiga bagian dari jumlah warisan yang ditinggalkan oleh pewaris
(anaknya). Namun kondisi tersebut berlaku selama pembagian warisan jika tidak punya anak laki-laki. Apabila
pewaris memiliki keturunan, maka besaran bagian ayah lebih kecil sekitar seperenam bagian.

Pembagian Warisan ke Ibu


Ibu pewaris juga berhak mendapatkan warisan. Dalam hukum waris Islam, Ibu akan mendapat sepertiga bagian
dari jumlah warisan yang ditinggalkan oleh pewaris (anaknya) apabila tidak memiliki keturunan. Jika ada
keturunan, maka ibu hanya mendapatkan seperenam bagian. Tetapi ini berlaku jika ibu sudah tidak bersama
ayah. Jika masih bersama, maka ibu hanya mendapat sepertiga bagian dari hak istri atau janda.

Pembagian Warisan ke Anak Laki-laki


Dalam hukum waris Islam, anak laki-laki memiliki bagian lebih besar dibandingkan dengan anak wanita dari
pewaris. Sekitar dua kali lipat lebih besar bagiannya. Tetapi bila anak laki-laki itu anak tunggal, maka
bagiannya menjadi setengah dari jumlah warisan pewaris (ayahnya).

Warisan Properti Pada Hukum Waris Islam


Warisan properti pada hukum waris Islam, tidak hanya berupa uang, perhiasan, ataupun benda berharga lainnya.
Melainkan bisa juga warisan properti seperti tanah, sawah/ladang, dan juga rumah. Untuk pembagiannya sendiri
tetap berdasarkan pada besaran bagian yang sudah di atur dalam hukum.

Prosedur Pelaporan Peralihan Hak Properti Setelah Waris


Warisan properti yang diberikan biasanya menggunakan nama pewaris, sehingga tidak heran jika ahli waris
ingin melakukan peralihan agar menggunakan namanya. Berikut prosedur yang perlu dilakukan:

 Isi formulir permohonan dan pemohon harus menandatangani nya di atas materai.
 Gunakan surat kuasa, jika pemohon dikuasakan.
 Fotocopy KTP dan KK para ahli waris (pemohon), surat kuasa (jika dikuasakan), SPPT dan PBB sesuai
tahun berjalan. Untuk dicocokkan dengan yang asli oleh petugas Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional di loket.
 Membawa sertifikat asli warisan properti.
 SK waris sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
 Akta wasiat notaris.
 Penyerahan bukti BPHTB (SSB) untuk perolehan properti lebih dari Rp 60.000.000;
 Penyerahan bukti pembayaran uang pemasukan (ketika pendaftaran hak)

Proses tersebut membutuhkan waktu sekitar lima hari jam kerja untuk proses peralihan hak properti. Untuk
jumlah biaya, disesuaikan dengan nilai properti yang dikeluarkan oleh pihak berwenang.

Syarat Ahli Waris Berhak Dapat Warisan Menurut Hukum Waris


Islam
Syarat bagi ahli waris yang berhak mendapatkan warisan menurut hukum waris Islam antara lain:
 Pewaris dinyatakan meninggal dunia atau meninggal secara hukum (dinyatakan oleh hakim).
 Para ahli waris masih hidup ketika akan diwarisi.
 Hubungan ahli waris dengan pewaris merupakan pernikahan, kekerabatan, ataupun memerdekakan
budak.
 Menganut agama yang sama, yaitu Islam.

Dokumen Waris yang Perlu Dimiliki Ahli Waris untuk Mendapatkan


Haknya
Para ahli waris yang ingin mendapatkan hak warisnya, perlu memiliki dokumen-dokumen waris yang sesuai
dengan hukum waris Islam. Beberapa dokumen tersebut ialah:

 Akta waris dan SK waris yang disahkan oleh lurah, dan ditetapkan oleh camat (WNI).
 Membuat akta waris atau notaris (WNI keturunan Eropa, Arab, Tionghoa, dan India).

Cara Pembuatan Dokumen Waris


Cara pembuatan dokumen waris berdasarkan hukum waris Islam adalah dengan mempersiapkan berkas-berkas
seperti: Fotocopy KTP dan KK ahli waris, surat pengantar dari RT dan RW (sebagai saksi) yang sudah ditanda
tangani, surat nikah pewaris, akta kelahiran milik ahli waris. Nantinya kamu perlu mengajukan kepada
kelurahan dan dikukuhkan oleh camat.

Hukum Waris Perdata


Hukum waris perdata belum terkodifikasi secara baik, karena masyarakat Indonesia beragam. Salah satu hukum
waris Islam yang berlaku pada Perdata adalah hukum waris Barat (KUHPerdata BW). Hukum waris diatur
bersama hukum benda, karena dianggap sebagai hak kebendaan (Pasal 528), dan merupakan cara limitative oleh
undang-undang untuk memperoleh hak waris (Pasal 584).

Contoh Perhitungan

Berdasarkan hukum waris Islam, contoh perhitungan atau kalkulator waris Islam adalah sebagai berikut.

 Jika suami meninggal dengan ahli waris ayah, ibu, istri, serta tiga anak (1 pria, 2 wanita). Maka 1/6
bagian milik ayah dan ibu, 1/8 bagian milik istri, dan sisanya untuk anak dengan bagian pria 2 : 1
wanita.
 Jika ayah meninggal dengan ahli waris tiga anak pria, maka 1/3 bagian untuk tiap anak, atau bisa
langsung dibagi menjadi tiga.
 Jika ibu meninggal dengan ahli waris suami, ibunya, dan anak pria, maka 1/4 bagian milik suami, 1/6
bagian milik ibunya, dan sisanya untuk anak pria pewaris.

Jadi itulah gambaran contoh perhitungan waris berdasarkan hukum waris Islam yang mungkin akan membantu
kamu kedepannya dalam hal pembagian waris.

Dari artikel Qoala ini, dapat diketahui bahwa banyak sekali hal-hal terkait hukum waris Islam di Indonesia.
Mulai dari undang-undang yang mengatur, penggolongan kelompok ahli waris berdasarkan hukum waris Islam,
bagaimana pembagiannya yang adil dan sah sesuai hukum waris Islam, hingga rukun atau syarat lainnya yang
berkaitan dengan waris.

SEBAB-SEBAB MEWARISI ATAU MENDAPATKAN WARISAN

Harta Warisan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris kepada ahli waris. Pewaris adalah orang yang telah
meninggal dunia dan meninggalkan harta yang dapat diwarisi oleh ahli waris. Ahli waris adalah orang-orang
yang berhak menerima warisan dari harta yang ditinggalkan oleh pewaris.

Selanjutnya, mengenai permasalahan warisan cukup banyak sekali terjadi di Indonesia. Mulai dari
permasalahan siapa saja yang berhak menerima warisan, berapa pembagiannya, dan kapan harta warisan
tersebut dapat dibagi? dan apa saja yang menyebabkan seseorang tidak mendapatkan warisan?
Maka dalam hal ini, kami akan menjabarkan  terlebih dahulu terkait sebab-sebab mewarisi atau mendapatkan
warisan. Mengenai permasalahan ini, agama Islam telah mengaturnya hal ini dapat dilihat di dalam al-Qur’an.
Selain dari menurut seorang ulama yang bernama Sayid Sabiq pernah menuturkan bahwa seseorang dapat
mewarisi harta peninggalan  karena disebabkan oleh 3 (tiga) hal, yaitu: 1) Disebabkan karena adanya hubungan
kerabat atau Nasab, 2) Mendapatkan warisan disebabkan karena adanya hubungan perkawinan dan, 3)
Mendapatkan warisan disebabkan karena Memerdekakan budak.

Menurut literatur Hukum Islam disebutkan ada 4 (empat) penyebab seseorang saling mewarisi atau
mendapatkan warisan, diantaranya, yaitu:

1. Hubungan Perkawinan

Hubungan Perkawinan adalah hubungan yang terbentuk dengan adanya pernikahan atau perkawinan antara
suami istri, maka dengan adanya hubungan perkawinan atau pernikahan tersebut, mereka bisa saling mewarisi.
Suami dapat mewarisi harta istrinya yang telah meninggal dan sebaliknya Istri juga dapat mewarisi harta
suaminya yang telah meninggal.

Pembagian harta warisan yang disebabkan oleh hubungan perkawinan tentu perkawinan yang sah baik secara
agama maupun sah menurut hukum yang berlaku Indonesia. Dan perkawinan tersebut masih dalam keadaan
untuk pada waktu saling mewarisi.

2. Adanya Hubungan Kekerabatan atau Nasab

Hubungan Kerabatan  atau Nasab merupakan hubungan yang ditimbulkan dari perkawinan yang sah dan dari
hubungan tersebut melahirkan keturunan, maka dengan adanya perkawinan yang sah dan melahirkan keturunan
yang sah juga, maka mereka dapat saling mewarisi, ayah  atau ibu dapat mewarisi harta anaknya yang telah
meninggal dan sebaliknya, anak dapat mewarisi harta bapak atau ibunya yang telah meninggal dunia.

3. Wala’ atau memerdekakan Budak, dan

Wala’ atau memerdekakan budak merupakan  salah satu penyebab seseorang seseorang dapat mewarisi.
Namun, pada saat ini untuk budak tersebut tidak ada lagi.

4. Hubungan sesama Islam

Literatur Hukum Islam juga menjadikan hubungan sesama Islam atau sesama muslim menjadi salah satu
penyebab saling mewarisi, namun saling mewarisi di sini terjadi setelah Pewaris atau orang muslim yang
meninggal tersebut tidak menikah lagi atau belum pernah menikah, dan pewaris tersebut tidak mempunyai
kerabat atau tidak mempunyai keturunan, dan beliau meninggal dunia dengan meninggalkan harta warisan,
maka umat Islam yang lain dapat saling mewarisi.

Selanjutnya mengenai permasalahan warisan ini terutama mengenai penyebab saling mewarisi  tidak hanya di
atur di kalangan ulama, dan hukum Islam, namun juga diatur dalam  Kompilasi Hukum Islam (KHI)
sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 174, sebagai berikut;

1. Saling Mewarisi disebabkan karena adanya hubungan darah


2. Disebabkan karena adanya hubungan perkawinan, dan selanjutnya dalam hukum Perdata Barat
juga disebutkan bahwa  saling mewarisi disebabkan oleh;
3. Karena kedudukan dia sendiri seperti hubungan darah
4. Disebabkan karena kedudukannya sebagai ahli waris pengganti
5. Saling mewarisi karena adanya surat wasiat dari pewaris. 

Itulah penjelasan yang dapat kami sampaikan terkait penyebab saling mewarisi atau mendapatkan warisan. Jika
bapak, ibu, dan saudara-saudara ingin konsultasi terkait warisan, maka bapak, ibu dan saudara-saudara dapat
melakukan konsultasi melalui Telfon/ SMS/ Whatsapp di Nomor 0877 9262 2545.

Selain masalah warisan, kami juga memberikan kesempatan untuk melakukan konsultasi hukum terkait,
permasalahan:

1. Perceraian
2. Hak Asuh Anak
3. Pembagaian Harta Gono Gini
4. Perubahan atau perbaikan nama
5. Itsbat Nikah
6. Pencatatan Pernikahan atau perkawinan
7. Pembatalan Perkawinan
8. Hutang Piutang
9. Sengketa Tanah
10. Wanprestasi
11. Pidana dan lain-lainnya.

sebab-sebab tidak mendapatkan harta warisan!


Sebab-sebab yang menghalangi ahli waris menerima bagian warisan adalah sebagai berikut.

a. Kekafiran.
Kerabat yang muslim tidak dapat mewarisi kerabatnya yang kafir, dan orang yang kafir tidak dapat mewarisi
kerabatnya yang muslim.

Hal ini sebagaimana sabda Nabi saw. yang artinya: “Orang kafir
tidak mewarisi orang muslim dan orang muslim tidak mewarisi orang kafir.” (H.R. Bukhari dan muslim).

b. Pembunuhan.
Jika pembunuhan dilakukan dengan sengaja, maka pembunuh tersebut tidak bisa mewarisi yang dibunuhnya,
berdasarkan hadis Nabi saw.:  “Pembunuh tidak berhak mendapatkan apapun dari harta peninggalan orang yang
dibunuhnya.” (HR. Ibnu Abdil Bar)

c. Perbudakan.

Seorang budak tidak dapat mewarisi ataupun diwarisi, baik budak secara utuh ataupun sebagiannya, misalnya
jika seorang majikan menggauli budaknya hingga melahirkan anak, maka ibu dari anak majikan tersebut tidak
dapat diwarisi ataupun mewarisi.

Demikian juga mukatab (budak yang dalam proses pemerdekaan dirinya dengan cara membayar sejumlah uang
kepada pemiliknya), karena mereka semua tercakup dalam perbudakan.

Namun demikian, sebagian ulama mengecualikan budak yang hanya sebagiannya dapat mewarisi dan diwarisi
sesuai dengan tingkat kemerdekaan yang dimilikinya, berdasarkan sebuah hadis Rasulullah saw.,yang artinya:
“Ia (seorang budak yang merdeka sebagiannya) berhak mewarisi dan diwarisi sesuai dengan kemerdekaan yang
dimilikinya.”

d. Perzinaan.
Seorang anak yang terlahir dari hasil perzinaan tidak dapat diwarisi dan mewarisi bapaknya. Ia hanya dapat
mewarisi dan diwarisi ibunya, berdasarkan hadis Rasulullah saw.:

“Anak itu dinisbatkan kepada si empunya tempat tidur, dan pezina terhalang (dari hubungan nasab.” (¦R. al-
Bukhari dan Muslim).

e. Li’an.
Anak suami isteri yang melakukan li’an tidak dapat mewarisi dan diwarisi bapak  yang tidak mengakuinya
sebagai anaknya. Hal ini  diqiyaskan dengan anak dari hasil perzinaan.

Tiga Sebab Seseorang Tak Berhak Memperoleh Harta Warisan Yazid Muttaqin Di dalam hukum Islam ada
beberapa hal yang menjadi penghalang bagi seseorang untuk menerima warisan. Dengan adanya penghalang
tersebut maka seseorang yang semestinya bisa menerima harta warisan yang ditinggalkan oleh kerabatnya
menjadi tidak bisa menerimanya. Para ulama menetapkan ada 3 (tiga) hal yang menjadikan seseorang terhalang
untuk mendapatkan harta warisan. Ketiga hal tersebut, sebagaimana disebutkan Dr. Musthafa Al-Khin dalam al-
Fiqhul Manhaji (Damaskus: Darul Qalam, 2013, jil. II, hal. 277-279), adalah: Pertama, status budak. Orang
yang berstatus budak, apa pun jenisnya, tidak bisa menerima harta warisan karena bila seorang budak menerima
warisan maka harta warisan yang ia terima itu menjadi milik tuannya, padahal sang tuan adalah bukan siapa-
siapanya (ajnabiy) orang yang meninggal yang diwarisi hartanya. Seorang budak juga tidak bisa diwarisi
hartanya karena sesungguhnya ia tidak memiliki apa-apa. Bagi seorang budak diri dan apa pun yang ada
bersamanya adalah milik tuannya. Kedua, membunuh. Orang yang membunuh tidak bisa mewarisi harta
peninggalan dari orang yang dibunuhnya, baik ia membunuhnya secara sengaja atau karena suatu kesalahan.
Karena membunuh sama saja dengan memutus hubungan kekerabatan, sedangkan hubungan kekerabatan
merupakan salah satu sebab seseorang bisa menerima warisan. (Baca: Empat Sebab Seseorang Berhak
Mendapat Harta Warisan) Imam Abu Dawud meriwayatkan sebuah hadits dari kakeknya Amr bin Syu’aib,
bahwa Rasulullah bersabda: ‫ْس لِ ْلقَاتِ ِل َش ْي ٌء‬َ ‫ لَي‬Artinya: “Tak ada bagian apa pun (dalam warisan) bagi orang yang
membunuh”. Sebagai contoh, bila ada seorang anak yang membunuh bapaknya maka anak tersebut tidak bisa
menerima harta warisan yang ditinggalakan oleh sang bapak. Namun demikian, orang yang dibunuh bisa
menerima warisan dari orang yang membunuhnya. Misalnya, seorang anak melukai orang tuanya untuk
dibunuh. Sebelum sang orang tua benar-benar meninggal ternyata si anak lebih dahulu meninggal. Pada kondisi
seperti ini orang tua yang dibunuh tersebut bisa mendapatkan warisan dari harta yang ditinggalkan anak
tersebut, meskipun pada akhirnya sang orang tua meninggal dunia juga. Ketiga, perbedaan agama antara Islam
dan kufur. Orang yang beragama non-Islam tidak bisa mendapatkan harta warisan dari keluarganya yang
meninggal yang beragama Islam. Juga sebaliknya seorang Muslim tidak bisa menerima warisan dari harta
peninggalan keluarganya yang meninggal yang tidak beragama Islam. Berdasarkan hadits riwayat Imam
ُ ‫ الَ يَ ِر‬Artinya: “Seorang Muslim tidak bisa mewarisi
Bukhari yang menyatakan: ‫ث ال ُم ْسلِ ُم ال َكافِ َر َوالَ ال َكافِ ُر ال ُم ْسلِ َم‬
seorang kafir, dan seorang kafir tidak bisa mewarisi seorang Muslim.” Bagaimana dengan sesama orang kafir
namun beda agama? Dalam hal warisan ini para ulama menghukumi bahwa agama apa pun selain Islam
dianggap sebagai satu agama sehingga mereka yang beragama non-Islam dapat saling mewarisi satu sama lain.
Maka bila dalam satu keluarga ada beda-beda agama selain Islam di antara angggota keluarganya mereka bisa
saling mewarisi satu sama lain. Dalam hal perkara yang menjadikan tercegahnya seseorang mendapatkan harta
warisan ini Imam Muhammad bin Ali Ar-Rahabi dalam kitabnya Matnur Rahabiyyah menuturkan: ‫ويمنع الشخص‬
‫ فافهم فليس الشك كاليقين‬... ‫ واحدة من علل ثالث رق وقــــتل واختــالف دين‬... ‫ من الميراث‬Artinya: Yang mencegah seseorang
mendapatakan warisan Adalah satu dari tiga alasan Yakni budak, membunuh dan berbedanya agama Maka
pahamilah, karena kergauan tak sama dengan keyakinan (Muhammad bin Ali Ar-Rahabi, Matnur Rahabiyyah
dalam Ar-Rabahiyyatud Dîniyyah, [Semarang: Toha Putra, tanpa tahun], hal. 10 – 11) Orang yang memiliki
salah satu dari ketiga penghalang di atas maka ia tidak bisa menerima warisan dari orang yang meninggal dunia.
Wallâhu a’lam. (Yazid Muttaqin)

Anda mungkin juga menyukai