Anda di halaman 1dari 3

I.

Waris
Dalam banyak literatur, waris didefinisikan dengan pemindahan harta dari seorang yang meninggal
kepada ahli waris. Pengertian ini, juga terlaku untuk pengertian waris menurut hukum negara di
Indonesia. Perbedaanya, jika waris dalam Islam diatur oleh Fiqih, maka waris dalam kajian hukum
negara diatur oleh undang-undang.

Pertanyaannya, mengapa hukum waris diperlukan, baik dalam Islam maupun hukum negara?
Sudah diketahui, bahwa setiap manusia pasti akan menemui ajal. Di sisi lain, setiap orang yang
meninggal selalu meninggalkan harta peninggalan. Harta inilah yang kemudian menjadi hak bagi
ahli waris.

Dengan begitu, perlu ditentukan siapa saja yang termasuk ahli waris dan mendapat bagian. Bagian
yang didapat juga harus diatur. Tujuannya untuk menghindari perselisihan akibat berebut harta
peninggalan. Di sinilah hukum waris menjalankan fungsinya.

Lantas mengapa setiap negara memiliki hukum waris berbeda? Ini lumrah. Sebab tidak semua
negara menggunakan hukum Islam, lebih-lebih terkait harta peninggalan. Maka tidak heran, jika
kemudian muncul undang-undang yang mengatur harta peninggalan.

Nah, dalam Islam sendiri, Fiqih yang khusus mempelajari hukum waris disebut Ilmu Faroidh. Ilmu ini
banyak diajarkan di pesantren-pesantren sebagai salah materi wajib dalam sistem pembelajaran
mereka. Mengapa? Sebab orang yang mengerti ilmu ini semakin sedikit dan sulit ditemukan.

II. AHLI WARIS


Salah satu hal yang penting saat pembagian harta warisan tentu adalah ahli waris.Dalam Islam, terdapat
beberapa orang atau kelompok yang akan mendapatkanya. Ahli waris adalah pihak yang berhak menerima
harta warisan dari pewaris yang telah meninggal dunia. Perpindahan hak kebendaan tersebut tidak hanya
mengenai ahli waris saja, tapi juga tentang bagian dan skema pembagiannya.
Menurut Kompilasi Hukum Islam, ahli waris adalah orang yang saat meninggal dunia mempunyai hubungan
darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam, dan tidak terhalang karena hukum untuk
menjadi ahli waris.

Faktor penyebab hubungan kewarisan


Ada beberapa faktor yang menyebabkan hubungan kewarisan, yakni:
 Adanya hubungan kekerabatan ditentukan oleh adanya hubungan darah,
 Adanya hubungan silaturahmi atau kekerabatan antara keduanya,
 Adanya hubungan darah ditentukan pada saat adanya kelahiran.
 Selain itu, hubungan kewarisan juga disebabkan oleh hubungan perkawinan. Dalam Surat An-Nisa
Ayat 12, berlakunya hubungan kewarisan antara suami dan istri didasarkan kepada dua
ketentuan.Yakni di antara keduanya telah berlangsung akad nikah yang sah. Kemudian, antara suami
dan istri masih berlangsung ikatan perkawinan pada saat meninggalnya salah satu pihak.

Seseorang bisa dinyatakan sebagai ahli waris setelah ditunjuk secara resmi berdasarkan hukum yang
digunakan dalam pembagian harta warisan, baik melalui hukum Islam, Hukum Perdata, dan hukum adat.
Berdasarkan hukum Islam, keberadaannya ditentukan oleh dua hal. Pertama, karena terdapat hubungan
pertalian darah ayah dan anak. Kedua, karena terdapat hubungan pernikahan.
Kelompok ahli waris menurut islam
Hukum waris dalam Islam adalah bagian dari syariat Islam yang sumbernya diambil dari Alquran dan hadis
Rasulullah SAW, termasuk para ahli hukum. Ada beberapa penyebab seseorang menjadi ahli waris, yakni:

1. Ahli Waris dari Segi Hubungan Kekeluargaan


Dari segi hubungan kekeluargaan, ahli waris dapat dibedakan menjadi dua, yakni ahli waris yang hubungan
kekeluargaannya timbul karena hubungan darah atau Ahli waris nasabiyah.
Dan juga ahli waris sababiyah, atau hubungan kewarisan yang ditimbulkan oleh sebab tertentu, yaitu:

 Perkawinan yang sah (al-mushaharah),


 Memerdekakan hamba sahaya (al-wala’) atau karena adanya perjanjian tolong menolong.

2. Ahli Waris dari Bagian yang Diterima


Jika dilihat dari segi bagian-bagian yang diterima, maka ahli waris dibedakan menjadi dua golongan, yakni ahli
waris ashab al-furud atau ahli waris yang menerima bagian yang besar kecilnya telah ditentukan dalam
Alquran seperti 1/2, 1/3, 1/6.
Dan juga ahli waris ‘ashobah, yakni ahli waris yang bagian yang diterimanya adalah sisa setelah harta warisan
dibagikan kepada ahli waris ashab al-furud.
Ahli waris zawi al-arham, yaitu ahli waris yang sesungguhnya memiliki hubungan darah, akan tetapi menurut
ketentuan Alquran tidak berhak mendapatkan bagian warisan.

3. Ahli Waris dari Jauh Dekat Hubungan


Apabila dilihat dari jauh dekatnya hubungan kekeluargaan yang menyebabkan keluarga dekat lebih berhak
menerima warisan dari yang jauh, maka ahli waris dapat dibedakan menjadi:
Ahli waris hajib: Ahli waris yang dekat yang dapat menghalangi ahli waris yang jauh, atau karena garis
keturunannya dapat menghalangi ahli waris yang lain,
Ahli waris mahjub: Ahli waris yang jauh yang terhalang oleh ahli waris yang dekat hubungan kekerabatannya.
Ahli waris ini dapat menerima bagian jika tidak ada ahli waris yang menghalanginya.

Pembagian Harta Warisan dalam Islam

1. Setengah Islam
Ashhabul furudh yang berhak mendapatkan setengah (1/2) adalah satu kelompok laki-laki dan empat
perempuan. yakni suami, anak perempuan, cucu perempuan dari keturunan anak laki-laki, saudara kandung
perempuan, dan saudara perempuan sebapak.orang, yaitu suami atau istri.
2. Seperempat (1/4)
Ahli waris yang berhak mendapatkan seperempat dari harta pewaris hanyalah dua orang, yaitu suami atau
istri.
3. Seperdelapan (1/8)
Ahli waris yang berhak mendapatkan bagian warisan seperdelapan adalah istri. Istri yang
mendapatkanmendapatkan waris dari peninggalan suaminya, baik itu memiliki anak atau cucu dari rahimnya
atau rahim istri yang lain.
4. Duapertiga (2/3)
Ahli waris yang berhak mendapatkan dua pertiga warisan terdiri dari empat perempuan. Ahli waris ini, antara
lain anak perempuan kandung, cucu perempuan dari anak laki-laki, saudara perempuan kandung, dan
saudara perempuan sebapak.
5. Sepertiga (1/3)
Ahli waris yang berhak mendapatkan sepertiga warisan hanya dua, yaitu ibu dan dua saudara baik laki-laki
atau perempuan dari satu ibu.
6. Seperenam (1/6)
Ahli waris yang berhak mendapatkan bagian seperenam warisan ada 7 orang, yakni bapak, kakek, ibu, cucu
perempuan, keturunan anak laki-laki, saudara perempuan sebapak, nenek, dan saudara laki-laki dan
perempuan satu ibu.

Anda mungkin juga menyukai