Anda di halaman 1dari 4

Pembagian Harta Warisan berdasarkan Hukum Adat, Perdata, dan

Islam
Di Indonesia, pembagian harta warisan dapat dilakukan berdasarkan tiga hukum yang berbeda, yakni
hukum waris adat, hukum perdata, dan hukum Islam. Berikut paparannya.
Harta warisan adalah wujud kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris kepada ahli warisnya.
Pembagian harta warisan di Indonesia diatur dalam tiga sistem hukum, yakni hukum waris adat,
hukum waris Islam, dan hukum waris berdasarkan KUH Perdata. Berikut ulasan lengkap ketiganya.

Pembagian Harta Warisan dengan Hukum Adat


Soepomo dalam Bab-bab tentang Hukum Adat menerangkan bahwa hukum waris adat adalah
peraturan-peraturan yang mengatur proses penerusan serta pengoperan barang-barang atau harta
benda yang berwujud dan yang tidak berwujud, dari generasi yang satu ke generasi berikutnya.

Pembeda Hukum Waris Adat dengan Hukum Lainnya


Diterangkan Bangun dalam Lex et Societatis Vol V, ada tiga hal yang membedakan hukum waris adat
dengan hukum waris lainnya.

1. Harta warisan dalam hukum adat bukan merupakan kesatuan yang dinilai harganya,
melainkan kesatuan yang tidak dapat terbagi dari jenis macam dan kepentingan para ahli
waris.

2. Dalam hukum adat tidak dikenal asas legiteime portie atau bagian mutlak, sebagaimana yang
diatur dalam hukum waris barat dan Islam.

3. Hukum waris adat tidak mengenal adanya hak bagi ahli waris untuk menuntut agar harta
waris dibagikan sesegera mungkin.

Asas Umum dalam Hukum Waris Adat


Ditambahkan Bangun pula, hukum adat memiliki asas umum. Prinsip asas umum yang dimaksud
adalah sebagai berikut.

1. Jika pewarisan tidak dapat dilakukan secara menurun (dari orang tua ke anak), warisan dapat
dilakukan secara ke atas atau menyamping (ke nenek atau saudara).

2. Dalam hukum waris adat, harta peninggalan seseorang tidak selalu langsung dibagikan.
Namun, dapat ditangguhkan atau ada kalanya tidak dibagi karena harta tersebut tidak tetap.

3. Hukum adat mengenal prinsip penggantian tempat atau plaatsvervulling yang artinya seorang


anak adalah ahli waris dari ayahnya, dan oleh sebab itu, tempat anal tersebut dapat digantikan
oleh anak-anak dari yang meninggal dunia tadi (susu dari si peninggal harta).

4. Dikenal dengan adanya pengangkatan anak (adopsi), di mana hak dan kedudukannya sama
seperti anak sendiri dan merupakan salah satu solusi untuk meneruskan keturunan dalam
suatu keluarga.
Sistem Kekerabatan dalam Hukum Waris Adat
Penting untuk diketahui bahwa sistem kekerabatan di Indonesia diklasifikasikan atas tiga golongan,
yakni patrilineal, matrilineal, dan parental atau bilateral. Klasifikasi kekerabatan ini mempengaruhi
pembagian harta warisan dalam hukum waris adat.

Pembagian Harta Warisan berdasarkan Hukum Adat, Perdata, dan


Islam
Di Indonesia, pembagian harta warisan dapat dilakukan berdasarkan tiga hukum yang berbeda, yakni
hukum waris adat, hukum perdata, dan hukum Islam. Berikut paparannya.

Patrilineal merupakan sistem kekerabatan yang menarik garis dari pihak Bapak. Hal ini membuat
kedudukan pria lebih menonjol dibandingkan wanita dalam hal pembagian warisan. Contoh daerah
yang menganut sistem kekerabatan ini dalam hal hukum waris adat adalah Lampung, Nias, NTT, dan
lainnya.

Matrilineal merupakan sistem kekerabatan yang ditarik dari garis pihak Ibu. Hal ini membuat
kedudukan wanita lebih menonjol daripada kedudukan dari garis Bapak. Contoh daerah yang
menganut sistem kekerabatan ini dalam hal hukum waris adat adalah Minangkabau, Enggano, dan
Timor.

Parental atau bilateral merupakan sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari kedua belah
pihak, Bapak dan Ibu. Dalam sistem kekerabatan ini kedudukan anak laki-laki dan anak perempuan
dalam hal mewaris adalah sama. Contoh daerah yang menganut sistem ini adalah Sumatera Timur,
Sumatera Selatan, Riau, dan Kalimantan.

Pembagian Harta Warisan Menurut Hukum Perdata


Pembagian harta warisan menurut KUH Perdata hanya dapat terjadi karena kematian. Terkait
pembagian harta warisan ini, ada dua cara yang dapat dilakukan, yakni berdasarkan surat wasiat atau
undang-undang.

Golongan Ahli Waris dalam KUH Perdata


KUH Perdata membagi ahli waris ke dalam empat golongan. Berikut keempat golongan yang
dimaksud.

 Golongan I terdiri dari suami atau istri yang ditinggalkan, anak-anak sah, serta keturunannya.

 Golongan II terdiri dari ayah, ibu, saudara, dan keturunan saudara.

 Golongan III terdiri dari kakek, nenek, dan saudara dalam garis lurus ke atas.

 Golongan IV terdiri dari saudara dalam garis ke samping, misalnya paman, bibi, saudara
sepupu, hingga derajat keenam.
Ahli Waris yang Dilarang dalam KUH Perdata
Pasal 838 KUH Perdata menerangkan bahwa ada empat kategori orang-orang yang dianggap tidak
pantas untuk menjadi ahli waris. Orang-orang yang masuk dalam kategori ini tidak akan mendapat
warisan.

1. orang yang telah dijatuhi hukuman membunuh atau mencoba membunuh orang yang
meninggal (pewaris);

2. orang yang pernah dijatuhkan atau dipersalahkan karena memfitnah pewaris telah melakukan
suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih
berat lagi;

3. orang yang menghalangi orang yang meninggal (pewaris) dengan kekerasan atau perbuatan
nyata untuk membuat atau menarik kembali wasiatnya; dan

4. orang yang telah menggelapkan, memusnahkan, atau memalsukan wasiat orang yang
meninggal (pewaris).

Ahli Waris berdasarkan Kompilasi Hukum Islam


Perihal ahli waris dalam pembagian waris menurut Islam, berdasarkan Pasal 171 KHI ahli waris
adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan
dengan pewaris, beragama Islam, dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.

Kemudian, sebagaimana diterangkan Pasal 172 KHI, ahli waris dipandang beragama Islam apabila
diketahui dari kartu identitas atau pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan (bagi) bayi yang
baru lahir atau anak yang belum dewasa, beragama menurut ayahnya atau lingkungannya.

Kelompok Ahli Waris dalam KHI


KHI membagi membagi ahli waris ke dalam dua kelompok.

1. Menurut hubungan darah:

 Golongan laki-laki terdiri dari ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, dan kakek

 Golongan perempuan terdiri dari ibu, anak perempuan, saudara perempuan, dan nenek

2. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari duda atau janda

Besaran Bagian untuk Ahli Waris


Besaran pembagian warisan jika ayah dan ibu meninggal, jika suami atau istrinya meninggal, dan jika
saudaranya meninggal berdasarkan aturan dalam KHI adalah sebagai berikut.

1. Jika pewaris memiliki anak perempuan, anak perempuan tunggal akan mendapat setengah
bagian. Lalu, apabila ada dua orang anak perempuan, keduanya mendapatkan dua pertiga
bagian. Kemudian, apabila ada anak laki-laki, bagian anak laki-laki tersebut dua kali lipat dari
anak perempuan; dua banding satu.
2. Jika pewaris tidak mempunyai anak, ayah mendapat sepertiga bagian. Kemudian, jika pewaris
memiliki anak, ayah mendapat seperenam bagian.

3. Jika pewaris tidak mempunyai anak atau dua orang saudara atau lebih, ibu mendapat sepertiga
bagian. Namun, jika memiliki anak atau dua saudara atau lebih, ibu mendapat seperenam
bagian.

4. Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa warisan yang diambil oleh janda (istri) atau duda
(suami) bila bersama-sama dengan ayah.

5. Jika pewaris tidak memiliki anak, duda mendapat setengah bagian. Namun, jika pewaris
memiliki anak, duda mendapatkan seperempat bagian.

6. Jika pewaris tidak memiliki anak, janda mendapatkan seperempat bagian. Namun, jika
pewaris memiliki anak, janda mendapatkan seperdelapan bagian.

7. Jika pewaris tidak memiliki anak atau ayah sebagai ahli warisnya, saudara laki-laki dan
saudara perempuan seibu mendapatkan seperenam bagian. Kemudian, jika saudaranya
berjumlah dua orang atau lebih, masing-masing dari mereka mendapatkan sepertiga bagian.

8. Jika pewaris tidak memiliki anak atau ayah sebagai ahli warisnya, namun ia memiliki satu
saudara perempuan kandung (seayah), saudaranya mendapatkan separuh bagian. Kemudian,
bila jumlah saudara perempuan seayahnya ada dua orang atau lebih, masing-masing dari
mereka mendapat dua pertiga bagian. Kemudian, apabila pewaris memiliki saudara
perempuan dan saudara laki-laki seayah, bagian saudara laki-lakinya adalah dua dan saudara
perempuannya adalah satu; dua banding satu.

Menurut hukum yang berlaku di Indonesia, pembagian harta warisan dapat dilakukan dengan hukum
adat, hukum perdata, dan hukum Islam. Besaran dan cara pembagian harta warisan ini berbeda-beda

Anda mungkin juga menyukai