Anda di halaman 1dari 15

Hukum Waris Agama dan Adat

Made Gitanadya
Hukum Agama Islam tentang Perkawinan

 Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam megatakan, bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan
menurut Hukum Islam
 Pasal 5 Kompilasi Hukum Islam ayat (1) mengatakan, agar terjadi ketertiban perkawinan bagi
masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat. Dalam ayat (2) dinyatakan, bahwa
pencatatan perkawinan di atas dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang
diatur dalam UU No. 22/1946 jo UU No. 32/1954
• Pasal 6 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam menyatakan, bahwa untuk memenuhi ketentuan Pasal
5, setiap perkawinan harus dilangsungkan di depan dan di bawah pengawasan Pegawai
Pencatat Nikah. Dalam ayat (2) dinyatakan, bahwa perkawinan yang dilakukan di luar
pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.
• Di indonesia aturan yang dipakai adalah dari Mazhab Syafii, sehingga harus ada wali bagi pihak
wanita. Jika tidak ada, dianggap tidak sah
Hukum Kewarisan Islam
• Istilah hukum kewarisan Islam ada juga yang mengatakan Faraidl, jamaknya dari kata faridlah. Arti
faridlah adalah suatu bagian tertentu yg sudah ditentukan oleh syariah. Faraidl berarti beberapa
bagian tertentu.
• Pasal 171 KHI ----- pasal 171 huruf a : Hukum kewarisan adalah hukum yg mengatur tentang
pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa saja yg menjadi
ahli waris dan berapa bagian masing-masing.
• hukum Islam menetapkan, bahwa peralihan harta seseorang kepada orang lain dengan nama
kewarisan, berlaku sesudah meninggalnya yang mempunyai harta.
• Harta seseorang tidak bisa beralih pada pada orang lain secara kewarisan selama yang mempunyai
harta masih hidup dan segala bentuk peralihan harta seseorang yang masih hidup, baik secara
langsung (hibah) maupun terlaksana sesudah matinya (wasiat) tidak termasuk istilah kewarisan
Asas Hukum Kewarisan Islam
• Asas Ijbari (dengan paksaan) artinya peralihan harta warisan dengan sendirinya,
tidak diperbolehkan merencanakan peralihan harta ataupun jumlahnya
• Asas Bilateral: menerima waris dari garis keturunan pihak laki – laki dan perempuan
• Asas keadilan berimbang: ahli waris menerima harta warisan sesuai dengan
keseimbangan tanggung jawab rumah tangga
• Asas kewarisan akibat kematian: hanya ada 1 bentuk warisan yang disebabkan
kematian
• Asas personalitas keislaman: ahli waris harus individu yang beragama islam bukan
kelompok
Sebab dan Penghalang Kewarisan
• 2 sebab hak kewarisan yaitu hubungan darah dan hubungan perkawinan
• Penghalang kewarisan (pasal 173 KHI) apabila berdasarkan keputusan
hakim dihukum karena:
• Membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat
• Memfitnah dan membuat pengaduan bahwa pewaris telah melakukan
kejahatan yang diancam hukuman minimal 5 tahun penjara
• Perbedaan agama
• Hilang tanpa berita
Kewajiban Ahli Waris
• Pasal 175 KHI:
• mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman selesai
• Menyelesaikan utang dan menagih piutang
• Menyelesaikan warisan
• Membagi harta warisan
• Hadits Riwayat Tarmidzi: jiwa orang beriman tergantung pada
hutangnya sehingga jika pewaris belum membayar hutangnya maka
sudah seharusnya dilunasi dari harta peninggalannya
Penerima Hak Waris
• Ahli waris ashab al-furud adalah ahli waris yang bagiannya telah
ditetapkan secara pasti dalam al-Qur’an dan hadist nabi, terdiri dari
12 orang dengan 6 macam bagian:
Anak Perempuan Suami (duda) Istri (janda) Ibu Bapak

• ½ jika sendirian • ½ jika tidak ada • ¼ jika tidak ada • 1/6 jika ada anak • 1/6 jika ada anak
dan tidak ada anak atau cucu anak atau cucu atau cucu atau cucu laki2
anak laki – laki • ¼ jika ada anak • 1/8 jika ada anak • 1/3 jika tidak
• 2/3 jika dua atau cucu atau cucu ada anak cucu
orang atau lebih • 1/3 dari sisa bila
dan tidak ada ahli waris terdiri
anak laki - laki dari ayah, ibu
suami atau istri
Penerima Hak Waris
• Ahli waris ashabah yang berhak atas warisan namun tidak dituliskan
bagiannya dalam Al Quran atau Hadist Nabi. Memiliki hak kedua, mengambil
sisa harta setelah diberikan kepada ahli Zul Furudh yang ada bersamanya
• Ada 3 kelompok
• Ashabah bi nafsihhi yang dengan sendirinya tanpa ada ahli waris lain misalnya anak
laki2 atau ayah bila tidak ada anak dan cucu
• Ashabah bil Ghairi, ahli waris 4 perempuan yang Bersama dengan laki – laki (Anak
perempuan jika mewarisi Bersama anak laki – laki)
• Ashabah ma’al ghairi atau saudara perempuan kandung akan mewarisi Bersama anak
atau cucu perempuan dan tidak ada ashabah bi nafssiih
CASE
• Aul dan Rad jika jumlah harta kurang (Aul) dan Rad (hartanya
berlebih)
Hukum Waris Adat
• Hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum yang mengenai cara bagaimana dari
abad ke abad penerusan dan peralihan dari harta kekayaan yang berwujud dan tidak
berwujud dari generasi ke generasi
• Ada 4 unsur hukum waris adat:
1. Adanya norma yang mengatur tentang proses penerusan harta benda pewaris kepada
ahli waris
2. Adanya subyek hukum yakni pewaris dan ahli waris
3. Adanya objek pewarisan (benda: berwujud, tidak berwujud, benda yang dapat dibagi dan
tidak dapat dibagi)
4. Adanya proses peralihan, baik sebelum maupun sesudah pewaris meninggal
Sifat Hukum Waris Adat
• Harta warisan dalam sistem Hukum Adat dapat terbagi menurut jenis macamnya dan
kepentingan para ahli waris.
• Dalam Hukum Waris Adat tidak mengenal asas legitieme portie atau bagian mutlak.
• Hukum Waris Adat tidak mengenal adanya hak bagi ahli waris untuk sewaktu-waktu
menuntut agar harta warisan segera dibagikan.
• Sistem kekerabatan di Indonesia dibagi menjadi 3, yakni sistem:
1. Parental/bilateral >> Aceh, Riau, Jawa, Kalimantan
2. Patrilineal >> Gayo, Batak, Bali, Nusa Tenggara, Irian
3. Matrilineal >> Minang, Enggano, Timor
Sistem Pewarisan Hukum Adat
1. Sistem Individual
• Harta dapat dibagi – bagi untuk perorangan ahli waris yang berhak mengelola dan menikmati
hasil
• Jawa, Madura, Toraja, Aceh
2. Sistem Kolektif
• Ahli waris mendapat harta Bersama dan tidak dibagi – bagi, dikelola atas dasar musyawarah dan
mufakat
• Contoh: rumah gadang Minangkabau, tanah di Ambon
3. Sistem Mayorat
• Sebagian atau keseluruhan harta peninggalan dikuasai seorang anak saja dengan kewajiban
mengurus dan memelihara adik – adiknya sampai mandiri
• Bali – anak laki tertua, Sumatra Selatan – anak perempuan tertua, Batak – anak bungsu
Contoh Hubungan Kekerabatan dan Kewarisan

Suku Sistem Kekerabatan Sistem Kewarisan

Flores Bilateral Kolektif

Minahasa Bilateral Kolektif

Batak Patrilineal Individual

Sumsel Patrilineal Mayorat

Dayak Kalbar Bilateral Mayorat


Kesimpulan Estate Planning
• Perencanaan Waris adalah tahap terakhir dari perencanaan keuangan,
memastikan keturunan klien tetap dapat menikmati harta warisan dengan
biaya, pajak dan hutang serendah mungkin
• Jika memungkinkan, gunakan surat wasiat atau hibah semasa hidup. Jika ada
dana, buka asuransi jiwa untuk masing – masing ahli waris yang dikehendaki
• Sengketa akan muncul karena merasa tidak adil, maka komunikasi adalah kunci
dari pewaris kepada para ahli warisnya supaya tidak ada yang merasa “kurang”
• Pewaris mengkomunikasikan harta dan hutangnya kepada ahli waris, beserta
jenis hukum yang dipakai untuk pewarisan
Terima Kasih dan semoga
sukses UAS-nya 

Anda mungkin juga menyukai