PENGANTAR
HUBUNGAN SISTEM KEWARISAN DENGAN SISTEM
KEKELUARGAAN
• 3 bentuk kekeluargaan:
• Keluarga besar dengan hak kolektif atas harta kekayaan. Harta
adalah milik bersama, sehingga harta tidak boleh dibagi-
bagikan kepada ahli waris. Disebut dengan harta pusaka
(Romawi, Minang)
• Sistem mayorat: Anak tertua bertanggungjawab memelihara
penghidupan seluruh keluarga sebagaimana tanggungjawab
orang tua. Sehingga anak tertua berhak tunggal mewarisi
seluruh harta peninggalan (Lampung, Bali)
• Keluarga kecil dengan hak individual: diakuinya hak
perorangan.
3 golongan sifat kekeluargaan
• Patrilinial: anak-anak dinasabkan pertalian darah
hanya kepada bapaknya, kakeknya dan seterusnya
menurut garis laki-laki. Anak perempuan yang telah
menikah lepas dari orang tuanya dan masuk ke
lingkungan suaminya.
• Matrilinial: anak keturunan dinasabkan pada pertalian
darah dengan ibunya, ayah tidak memiliki kekuasaan
atas anak-anaknya.
• Bilateral/Parental: anak-anak memiliki dua garis
keturunan baik dari ayah maupun ibu.
Sistem kewarisan Islam adalah kategori:
“Individual bilateral”
Dasar:
• An Nisa 7: bagi anak laki laki ada bagian dari ibu bapak dan
kerabatnya, dan bagi anak perempuan ada bagian dari ibu
bapak dan kerabatnya
• “Bilateral” dalam Islam dengan corak khusus, yaitu bagian
laki-laki 2 x bagian perempuan (karena laki-laki dominan
memiliki tanggungjawab materiel dalam keluarga dan
perempuan tanggungjawab non materiel, walaupun tidak
secara mutlak)
BEBERAPA ISTILAH:
1. Mirats (kata tunggal)/mawaris (jamak)/Tarikah =
harta pusaka / harta peninggalan.
• Mirats adalah semua harta peninggalan orang yang
telah meninggal dunia
• Tarikah khusus untuk harta peninggalan yang sudah
bersih sehingga dapat dibagikan
2. Muwaris/pewaris = orang yang meninggal dunia
3. Ahli waris/waris = orang yang berhak menerima
mirats
4. Faraid = bagian
ILMU MAWARIS DAN ILMU
FARAID
• ILMU MAWARIS:
• Adalah ilmu yang menjelaskan tentang kriteria ahli waris,
• siapakah yang berhak menjadi ahli waris,
• apa sebabnya,
• apa persyaratannya agar dapat menerima waris, dan
• permasalahan yang terdapat di dalamnya
• ILMU FARAID:
• Adalah ilmu yang menjelaskan tentang bagian-bagian tertentu yang
telah ditetapkan oleh syara’, yakni Al Quran dan Hadits dalam
membagi harta peninggalan kepada ahli waris, yaitu ada 6 (1/2; ¼;
1/8; 1/3; 2/3; 1/6)
• Merupakan bagian/cabang dari ilmu hisab/ilmu hitung
Hukum waris Islam:
• Hukum yang mengatur tentang siapa yang berhak menerima
warisan/harta orang yang telah meninggal, dan menentukan bagian
masing-masing
• Hukum yang ketentuan materielnya telah digariskan dalam Al Qur’an
dan Al Hadits secara rinci
• Jumlah dan cara pembagian warisannya bukan atas dasar kehendak
orang yang meninggal
HUKUM WARIS SEBELUM ISLAM
1. Pembagian berdasar hubungan darah (nasab) dan
keluarga (qarabah), tetapi hanya berlaku bagi laki-laki
dewasa (anak, saudara, paman)
• Dihapus dengan surat An Nisa’ ayat 7: hak wanita atas warisan
• Dihapus dengan surat An Nisa’ ayat 11: hak anak laki-laki
2. Pembagian berdasar sumpah setia dan ikatan
perjanjian
• Dihapus dengan surat Al Anfal ayat 75: orang yang memiliki
hubungan kerabat lebih berhak
Lanjutan…..
3. Anak angkat berhak atas warisan
• Dihapus dengan surat Al Ahzab ayat 4 dan 5: anak angkat
bukan sebagai anak kandung
&
KEWARISAN
ISLAM
1. PRINSIP IJBARI
• Ijbari=paksaan dijalankannya ketentuan hukum berdasar
ketentuan Allah
• Peralihan harta berlaku dengan sendirinya, bukan pada kehendak
pewaris dan ahli waris
• Tidak memberatkan ahli waris (yang dibagi adalah harta setelah
bersih dari kewajiban, sehingga utang tidak diwariskan) =
Tarikah/Tirkah
• Perbedaan dengan KUHPerdata:
• Peralihan harta tergantung pada kehendak dan kerelaan ahli
waris
• Apabila bersedia menerima warisan, berkewajiban menerima
konsekwensi membayar utang
2. PRINSIP INDIVIDUAL
• Dapat dimiliki secara perorangan, tidak terikat oleh ahli
waris lainnya
• Dapat tidak dibagi, apabila dikehendaki ahli waris atau
karena keadaan
• Karena anak2 masih kecil, maka masih dalam kesatuan
dengan hak waris istri dari yang meninggal
• Kesimpulan: kewarisan kolektif tidak sesuai dengan
hukum kewarisan Islam
3. PRINSIP BILATERAL
• Ahli waris, baik laki-laki maupun perempuan dapat
mewaris dari kedua belah pihak garis kekerabatan
• Berlaku dalam garis lurus ke bawah, ke atas maupun ke
samping
4.PRINSIP ADANYA KEMATIAN
• Erat dengan prinsip ijbari. Orang dapat berkendak bebas
atas hartanya hanya pada saat dia masih hidup
• Waris hanya berlaku setelah adanya kematian
• Perbedaan dengan KUHPerdata:
• dikenal kewarisan karena wasiat
• Perbedaan dengan Hukum Waris adat:
• Proses kewarisan dapat dimulai sejak pewaris masih hidup
SEBAB MEWARIS
1. Hubungan kekeluargaan/ hubungan darah/ kekerabatan
1. Furu’: keturunan pewaris
2. Ushul: leluhur pewaris
3. Hawasyi: saudara menyamping
2. Hubungan perkawinan (hanya dari perkawinan yang sah)
3. Wala’ (hubungan hukmiah)
1. hubungan yang ditetapkan oleh hukum Islam, (misalnya sesorang yang telah
memerdekakan budak, maka berhak mewaris dari budak apabila tidak ada ahli waris
lainnya)
2. Pada umumnya budak tidak memiliki harta sehingga kecil kemungkinan menjadi pewaris
4. Baitul Maal/Perbendaharaan Umum
1. Apabila tidak ada seorangpun yang berhak menerima warisan, tidak ada
keluarga (dekat-jauh) yang menjadi ahli waris
RUKUN dan SYARAT
• Rukun:
• Merupakan BAGIAN dari permasalahan yang menjadi
pembahasan, dimana pembahasan TIDAK SEMPURNA apabila
jika salah satu rukun TIDAK ADA
• Syarat:
• Adalah sesuatu yang berada DI LUAR substansi permasalahan
yang dibahas. Tetapi tetap harus dipenuhi, agar sah.
RUKUN MEWARIS
1. Pewaris/muwarits: orang yang hartanya akan
diwariskan
3. Warisan/irts/mirats/mauruts/turats/tirkah: sesuatu
yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal, baik
berupa harta bergerak maupun harta tidak bergerak
HARTA PENINGGALAN
• Harta benda almarhum disebut sebagai harta
peninggalan, yang terdiri dari harta benda materiil dan
hak (seperti pensiun dan tabungan hari tua).
• Harta peninggalan harus dibedakan dengan harta
warisan, yang merupakan harta peninggalan setelah
dikurangi hutang, tagihan biaya pengobatan dan hibah
yang dijanjikan kepada sanak keluarga.
• Tanggung jawab ahli waris terhadap hutang atau
kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau
nilai harta peninggalannya.
HARTA BAWAAN
• Harta yang diperoleh masing-masing suami dan isteri
sebelum menikah, serta hadiah, hibah atau warisan
yang diterima dari pihak ketiga selama perkawinan.
• Kecuali diatur lain dalam perjanjian perkawinan
(berdasar UU Perkawinan perjanjian bertujuan untuk
menyatukan harta bawaan)
• Jadi harta bawaan tetap merupakan harta milik masing-
masing suami dan isteri dan dibawah penguasaan
masing-masing pihak selama perkawinan.
PEMBERSIHAN HARTA PENINGGALAN
• Harta peninggalan seseorang yang meninggal, sebelum dibagi kepada
ahli waris harus “dibersihkan” dari:
1. Biaya perawatan jenazah (tajhiz):
• memandikan, mengkafani, mengusung, mengubur (sepanjang ma’ruf menurut Islam)
• Perawatan kerabat yang menjadi tanggungannya
2. Biaya pelunasan hutang
• Daenullah (hutang kepada Allah): zakat, kafaroh
• Daenul Ibad (hutang kepada manusia)
Mana yang lebih dahulu? Perbedaan pendapat
3. Pelaksanaan wasiat
• Pengertian: pemberian sesuatu (berupa harta atau manfaat dari harta) yang
pelaksanaannya ditangguhkan setelah si pemberi meninggal dunia
• Jumlah maksimal 1/3 harta
SYARAT KEWARISAN
1. Meninggal dunianya pewaris
• Mati hakiki (sejati)
• Mati hukmi (putusan hakim)
• Mati taqdiri (menurut dugaan)
11 3 10
PEWARIS 12
13 7 5 14 6
8 1 9
Perempuan
8 6 PEWARIS 9 7
Laki-laki
Apabila 9 ahli waris tersebut ada (hidup) maka yang
berhak memperoleh bagian dari harta peninggalan
ada 5 golongan, yaitu:
1. Istri
2. Anak perempuan
3. Cucu perempuan dari anak laki-laki
4. Ibu
5. Saudara perempuan sekandung
Apabila semua ahli waris tersebut ada (baik laki-laki
maupun perempuan) maka yang berhak memperoleh
bagian dari harta peninggalan ada 5 golongan, yaitu:
1. Suami atau Istri
2. ibu
3. bapak
5 golongan ini SELALU
4. Anak laki-laki menerima warisan
5. Anak perempuan dalam segala hal,
siapapun yang
meninggal
'AUL DAN RADD
‘AUL = MENINGKAT ATAU BERTAMBAH
• Artinya meningkatkan atau membesarkan angka
asal masalah sehingga menjadi sama dengan
jumlah dengan jumlah angka pembilang dari
bagian ahli waris yang ada.
• Dilakukan apabila angka (jumlah) bagian yang
harus diterima ahli waris lebih banyak dengan
jumlah harta warisan yang ada
• Penjumlahan jumlah pembilang lebih besar dari
angka penyebut,
• Keterangan: 7/6 (7 adalah pembilang (di atas) dan 6
adalah penyebut (di bawah))
Sejarah:
• Pertamakali terjadi pada masa Khalifah Umar bin Khattab
• Kasus seorang perempuan meninggal, dengan ahli waris
suami dan 2 saudara kandung perempuan
• Suami mendapat ½
• 2 orang saudara kandung perempuan mendapat 2/3
• ½ + 2/3 = 3/6+4/6=7/6
• Zaid bin Tsabit menyarankan penggunaan ‘aul
Contoh kasus:
• Ahli waris adalah suami dan 2 saudara perempuan sekandung
• Harta warisan Rp.42jt.
• Suami : ½
• 2 saudara perempuan sekandung 2/3
• Asal masalah: 6
• Suami 3/6
• 2 saudara perempuan 4/6
• 3/6 + 4/6 = 7/6 (padahal harta yang diwariskan sebagai satu kesatuan adalah 6/6)
Maka asal masalah (penyebut) diperbesar menjadi sama dengan pembilang,
berubah menjadi 7, sehingga suami 3/7 dan 2 saudara perempuan 4/7
PEMECAHAN:
• Suami 3/7
• 2 saudara perempuan 4/7
Bagian masing-masing
• Suami memperoleh 3/7 x Rp.42jt = Rp.18jt
• 2 saudara perempuan 4/7 x Rp.42jt = 24jt
RADD
MENGEMBALIKAN
• Asal kata: kembali atau berpaling
• Yaitu mengembalikan sisa harta warisan
kepada ahli warisnya sesuai dengan bagiannya
masing-masing
• Merupakan kebalikan dari masalah ‘aul,
dimana jumlah/angka semua bagian ahli waris
ternyata lebih sedikit dari pada jumlah harta
warisan yang ada (angka jumlah warisan lebih
banyak dari jumlah bagian ahli waris)
SYARAT RADD