2. Hukum Waris KUH Perdata/ BW 3. Hukum Waris Adat Kewajiban AW sebelum membagi HW 1. Biaya pentajisan: membeli tanah kuburan, biaya pemandian, pengkafanan, dan biaya pemakaman. 2. Membayar utang-utang pewaris, bila ada. 3. Melaksanakan wasiat pewaris, bila ada. Pembayaran ketiga hal tersebut menggunakan harta peninggalan pewaris, yang terdiri dari harta bawaan dan harta bersama. 4. Harta bawaan dapat berupa: -Harta yang diperoleh pewaris sebelum menikah, seperti: tanah, emas, deposito dll. -Harta yang diperoleh pewaris dalam bentuk hibah, wasiat atau warisan baik diperoleh sebelum maupun setelah pewaris menikah lanjutan 2. Harta bersama adalah harta yang diperoleh: baik sendiri-sendiri atau bersama-sama suami istri selama dalam ikatan pernikahan berlangsung tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapa Apabila salah seorang dari suami atau istri itu meninggal dunia, maka harta bersama di bagi sama, yaitu sama- sama ½ antara pewaris dengan suami atau istri pewaris. Catatan: untuk kebiasaan kenduri/selamatan 3,7, 9,40- 100-1000 hari tidak di biayai dari harta peninggalan, karena kenduri tidak diatur dalam islam. VARIABEL HUKUM WARIS ISLAM 1. Pewaris (P) 2. Harta Peninggalan (HP) 3. Ahli Waris (AW) 5 HAL YANG HARUS DIKERJAKAN DENGAN SEGERA: 4. Mengubur jenazah 5. Menikahkan perempuan yang sudah waktunya 6. Membayar hutang 7. Memberikan hidangan kepada tamu musafir 8. bertaubat KETENTUAN UMUM HUKUM WARIS ISLAM (KHI) 1. Hukum Kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak milik harta peninggalan pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagian masing-masing. 2. Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan pengadilan beragama islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan. 3. Ahli Waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan pernikahan dengan pewaris, beragama islam, dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris. lanjutan 4. Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya. 5. Harta waris adalah harta bawaan harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jebazah, pembayaran utang, dan pemberian untuk kerabat. 6. Wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia lanjutan 7. Hibah adalah pemberian suatu benda secara suka rela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. 8. Anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orangtua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan. 9. Baitul mal adalah balai harta keagamaan PRINSIP HUKUM WARIS ISLAM 1. Hukum waris islam menempuh jalan tengah antara memberi kebebasan penuh kepada seseorang untuk memindahkan harta peninggalannya dengan jalan wasiat kepada orang yang dikehendakinya. 2. Sudah ditetapkan hukumya, yang mewariskan tidak dapat menghalangi ahli waris dari haknya atas harta warisan, dan ahli waris berhak atas harta warisan tanpa perlu adanya pernyataan menerima dengan sukarela atau atas putusan hakim. 3. Warisan terbatas hanya dalam lingkungan keluarga. Lanjutan
4. Hukum Waris Islam lebih cenderung untuk
membagikan harta warisan kepada sebanyak mungkin ahli waris. 5. Hukum Waris Islam tidak membedakan hak atas harta warisan. 6. Hukum Waris Islam membedakan besar kecilnya bagian masing-masing AW. Hukum kewarisan yang berlaku di indonesia 1. Sistem hukum kewarisan perdata barat/KUH Perdata dan BW berlaku untuk: a. Orang-orang eropa b. Orang timur Asing c. Oarang timur asing lainya dan orang-orang indonesia yang menundukkan diri kepda hukum eropa. 2. Sistem Hukum Kewarisan adat a. sistem Matrilinial di minangkabau b. Patrilineal di batak c. Alterneren unilateral/beralih-alih di Rejang Lebong Lampung d. Bilateral di Jawa lanjutan 3. Sistem kewarisan islam a. Ajaran Ahlusunnah Waljama’ah b. Ajaran syi’ah c. Ajaran hazairin d. Ajaran 4 madhab (Maliki, Hanafi, syafi’i dan Ahmad) Dari ke empat madhab tersebut yang dominan adalah ajaran syafi’i termasuk sumber/referensi dari Kompilasi Hukum Islam Kewenangan Pengadilan Agama Pasal 49 UU RI No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yaitu: Bahwa pengadilan agama beryugas dan berwenang: 1 Perkawinan 6 Zakat 2 Kewarisan 7 Infaq 3 Wasiat 8 Shodaqoh 4 Hibah 9 Ekonomi syari’ah 5 wakaf 10 Sekilas Tentang KHI Indonesia Mengenai Kewarisan Islam Pada tanggal 21 maret 1984 Kertua MA RI dan Mentri Agama RI mengeluarkan SKB, yang isinya membentuk sebuah panitia untuk mengumpulkan bahan KHI yang menyangkut Perkawinan, Kewarisan, dan perwakafan yang tujuanya untuk PA. Kemudian Panitia mempergunakan 4 jalur: 1. Pengkajian kitab fiqih kepada IAIN se indonesia 2. Menghimpun pendapat ulama terkemuka 3. Menghimpun yurisprodensi 4. Mengadakan studi perbandingan di negara-negara muslim lanjutan Panitia ( Wasi Aulawi) mengemukakan bahwa KHI: 1. Memenuhi asas manfaat dan keadilan berimbang di HI 2. Mengatasi berbagai wilayah khilafiyah untuk menjamin kepastian hukum 3. Mampu menjadi bahan baku dan berperan aktif dalam pembinaan hukum nasional KHI terbagi dalam tiga buku: Buku I: perkawinan Buku II: Kewarisan Buku III Perwakafan lanjutan Sebagaimana di katakan di atas bahwa KHI berisi 3 buku, dan masing-masing buku di bagi kedalam beberapa bab dan pasal, dan kusus buku kewarisan buku ini terdiri dari 6 bab dengan 44 pasal sebagai berikut: 1. Bab I : Ketentuan umum dalam buku II (pasal 171) 2. BabII: AW (P 172 s/d 175) 3. Bab III:Besarnya Bagian (P 176 s/d 191) 4. Bab IV: Aul dan Rad (P 192 S/d 193) 5. Bab V: Wasiat (P 210 s/d 214) 6. Hibah (P 210 S/d 214) Asas - Asas Kewarisan Islam 1. Asas ijbari, Dalam HI peralihan harta seseorang yang telah meninggal dunia kepada yang masih hidup berlaku dengan sendirinya atau Ijbari,, maksudnya tanpa ada perbuatan hukum atau pernyataan kehendak dari sipewaris, semuanya kehendak Alloh tidak bergantung kepada Pewaris dan AW. Asas ijbari ini dapat dilihat dari beberapa segi: 1, peralihan harta, 2 jumlah harta yang beralih, 3 kepada siapa harta beralih. Dapat di lihat dalam Al- Qur’an S. Annisa ayat 7, yang menjelaskan bahwa: bagi seorang laki-laki maupun perempuan ada “nasib” dari harta peninggalan orang tua dan karib kerabat. Lanjutan 2. Asas bilateral, adalah AW menerima HW dari dua pihak kerabat, yaitu dari garis keturunan laki-laki dan perempuan (ouder-rechtterlijke) dapat dilihat di: a. Qur’An S. Annisa’ ayat 7 yang artinya: bahwa seorang laki-laki berhak mendapat warisan dari pihak ayahnya dan juga dari pihak ibunya. Begitu juga seorang perempuan mendapat warisan dari kedua belah pihak orang tuanya. b. Qur’An S. Annisa’ ayat 12 bahwa baik duda dan janda saling mewaris, saudara LK2 mewaris dari Sdr LK2 dan sdr. Perempuannya. c. Selanjutnya cucu baik LK2 maupun perempuan mewaris menggantikan ibu atau bapaknya (Q. S. Annsa ayat 33) Tafsir Ibnu Abbas. lanjutan 3. Asas individual, artinya dalam kewarisan Islam, harta peninggalan dibagi secara individual /secara pribadi langsung kepada masing-masing, bukan secara kolekteif seperti dalam hukum adat di minangkabau. Asas individual dalam HKI ini dapat dilihat dari Q. S. Annisa’ ayat 11: a. Bahwa anak LK2 mendapat bagian dua kali dari bagian anak PR. b. Bila anak PR itu dua orang atau lebih bagiannya 2/3 dari HW c. Dan jika PR itu hanya seorang saja maka bagiannya ½ dari HW lanjutan 4. Asas keadilan berimbang, artinya semua bentuk hubungan keperdataan berasas adil dan seimbang dalam hak dan kewajiban untung dan rugi (resiko). Asas keadilan berimbang dalam HKI, secara sadar dapat dikatakan bahwa baik LK2 maupun PR sama2 berhak tampil sebagai AW, mewarisi harta Pewaris. 5. Asas kewarisan semata akibat kematian, HKI menetapkan bahwa peralihan harta peninggalan seseorang kepada orang lain dengan nama kewarisan berlaku sesudah meninggalnya yang mempunyai harta, kalau belum ada kematian harta peninggalan tersebut tidak akan beralih ke AW. Sebab/syarat AW mendapatkan HW 1. Harus ada pewaris yang meninggalkan harta peninggalan, ini adalah syarat mutlak terjadinya kewarisan “conditio sine qua non” pewarisan hanya terjadi karena adanya kematian, ada beberapa macam kematian: a. Mati hakiki: kematian yang bisa dibuktikan oleh panca indra atau dokter b. Mati hukmi : Mati yang dinyatakan oleh hakim. contoh: Seseorang dengan hukuman mati. Putusan mati terhadap orang yang masih hidup, tetapi gaib. lanjutan
2. Harus ada budel/tirkah yaitu apa yang di tinggalkan oleh
pewaris baik hak-hak kebendaan, baik bergerak atau tidak bergerak. 3. Harus ada ahli waris, yaitu orang-orang yang akan menerima harta warisan. Ada 3 golongan: a. AW Sababiyah, pernikahan yaitu suami atau istri b. AW Nasabiyah, ada hubungan darah : lurus keatas, bawah dan samping dst. c. Karena hubungan wala’/ membebaskan budak. Penghalang AW tidak mendapat HW 1. Pembunuhan, yaitu AW sengaja membunh pewaris dengan tujuan cepat mendapatkan warisan (P. 173 KHI) yaitu: a. Dipersalahakan telah membunuh atau mencoba membunuh / menganiaya berat para pewaris b. Dipersalahkan karena memfitnah telah mengajukan mengadukan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang di ancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat 2. Berlainan agama 3. Tidak tentu kematiannya/meninggal bersamaan antara calon pewaris dan AW 4. Budak yang belum merdeka ( budak dan hak miliknya bagi tuannya. Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam 1. Hukum waris islam pada zaman jahiliyah Asas waris patrilinial Secara demografis daerah kering dan tandus Gemar mengembara dan berperang Mengikuti tradisi nenek moyang, anak- anak dan perempuan tidak berhak atas HW. Perempuan dapat di wariskan/menjadi HW. Anak tiri dapat menikahi ibu tirinya tanpa mahar. Suami istri tidak saling mewaris lanjutan 2.Hukum waris pada zaman awal keislaman Al-Qur’an Surah An-nisa ayat 19, yang artinya” Wahai orang-orang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata, dan pergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Alloh menjadikan padanya kebaikan yang banyak” Lanjutan Ayat tersebut bertujuan/menghapus: Wanita berhak mendapatkan warisan dari pewarisnya. Berhak menentukan nasibnya sendiri Wanita bukan harta pusaka/HW, yang bisa di pindah tangankan. Pernikahan tidak dapat berpindah melalui pewarisan. lanjutan 3. Hukum Waris Islam Indonesia a. Waris islam berhadapan dengan hukum waris adat masyarakat (sebelum indonesia meredeka) b. Setelah indonesia merdeka, Hukum waris Islam menjadi hukum posistif indonesia Melalui pasal 29 ayat (1) UUD 1945, maka RI berkewajiban memberlakukan hukum agama yang di akui di Indonesia, sehingga HWI tidak di sandarkan kepada adat, (Prof. Hazairin) Alinea ketiga (3) pembukaan UUD 1945 yanh berbunyi “ atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa, dan sila pertama tersebut, serta P 29 ayat (2), dimana negara harus menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk, dan menjalankan ibadahnya menurut agama dan kepercayaannya masing-masing. lanjutan Pemerintah mengeluarkan PP No. 45 tahun 1957 tentang pembentukan Mahkamah Syar’iyah (PA). Lahirnya UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, karena sebelumnya setiap perkara waris harus diputus di peradilan umum, hal tersebut membuat umat islam di indonesia sangat dirugikan Lahirlah Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berupa Instruksi Persiden (Inpres) No 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, yang sekarang menjadi hukum materil Peradilan Agama RI. Beda UU No. 7 Th 1989 dengan UU No 3 Th 2006 N UU No. 7 Th 1989 UU No 3 Th 2006 o 1 P. 49 (sebelum perubahan): 1 P. 49 (setelah perubahan): PA. Bertugas dan PA. Bertugas dan berwenang memeriksa, berwenang memeriksa, memutus, dan memutus, dan menyelesaikan perkara- menyelesaikan perkara di perkara di tingkat pertama tingkat pertama antara antara orang-orang yang beragama islam di bidang: orang-orang yang a. Perkawinan beragama islam di bidang: b. Kewarisan, wasiat, dan Perkawinan, waris, wasiat, hibah yang dilakukan hibah,wakaf, zakat, infak, berdasarkan hukum shadaqoh, dan ekonomi islam syari’ah. c. Wakaf dan shodaqoh Lanjutan 2 UU No. 7 Th 1989 masih 2 UU No. 3 Th 2006 mengenal pembagian menghapus ketentuan waris berdasarkan hak hak opsi yang terdapat opsi di mana para pihak dalam penjelasan berhak untuk memilih umum UU No 7 tahun asas hukum apa yang 1989 yang akan digunakan dalam menyatakan: para perkara waris pihak sebelum berpekara mempertimbangkan untuk memilih hukum apa yang dipergunakan dalam pembagian waris. Lanjutan 3 UU No. 7 th 1989 di jelaskan 3 P. 50 UU No. 3 th 2006: jika obyek sengketa 1) Dalam hal terjadi sengketa menimbulkan sengketa hak milik atau sengketa lain keperdataan lain di luar dalam perkara sebagaimana sengketa waris, maka dimaksud dalam pasal 49, khusus tentang sengketa khusus mengenai obyek obyek perkara tidal lagi sengketa tersebut harus di menjadi kewenangan putus terlebih dahulu oleh pengadilan Agama, namun pengadilan pengadilan menjadi kewenangan dalam lingkungan peradilan pengadilan dalam umum. lingkungan peradilan umum 2) Apabila terjadi sengketa hak milik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang sobyek hukumnya antara orang-orang yang beragama islam, obyek sengketa tersebut diputus oleh PA. Bersama-sama perkara perkara sebagaimana dimaksud dalam pasal 49. Pokok-pokok isi KHI 1. Konsep KHI berpedoman pada Fara’id 2. Untuk anak angkat hanya mendapat waris wasiat wajibah (p. 171 huruf H, P. 209 ayat (2) 3. Bagian anak laki-laki dan perempuan tidak mengalami reaktulisasi/prosgressif. 4. Untuk anak yang belum dewasa, kepastian hukumnya diatur dalam P 184 KHI, yang menyatakan bahwa bagi AW yang belum dewasa, akan diangkat wali berdasarkan putusan hakim atas usulan keluarga. Kewajiban wali diatur dalam P 110 KHI, yang salah satu tugasnya adalah pertanggungjawaban wali mengenai harta orang yang berada di bawah perwaliannya harus dibuktikan dengan pembuktian yang ditutup setiap satu tahun sekali. Lanjutan 4. KHI melembagakan perkembangan plaatsverulling (AW Pengganti) ke dalam hukum Islam (P. 185 KHI) 5. Ayah angkat berhak 1/3 bagian sebagai wasiat wajibah (P. 209 ayat (1) KHI 6. KHI memberikan kepastian hukum bagi pelaksanaan hibah agar tertib dan seragam, dengan tujuan menciptakan kesamaan pandangan antara pejabat yang berwenang (PAT), para hakim maupun bagi anggota masyarakat, juga memodifikasi seperti: pemberi hibah harus berumur 21 tahun dan harta hibah tidak lebih dari 1/3 dari harta keseluruhan. Hukumnya Mempelajari Hukum Waris Islam Hukum mempelajari hukum waris islam adalah fardu kifayah, nabi bersabda: “Pelajarilah Al-Qur’an dan ajarkanlah kepada orang-orang dan pelajarilah ilmu fara’id serta ajarkanlah kepada orang-orang. Karena saya adalah orang yang bakal direnggut, sedang ilmu itu bakal diangkat. Hampir-hampir saja dua orang bertengkar tentang pembagian pusaka, maka mereka berdua tidak menemukan seorangpun yang sanggup memfatwakannya kepada mereka” (HR. Ahmad, An-nasai, dan daruquthny) Fardu kifayah adalah fardu perwakilan, dengan kata lain apabila di suatu kampung atau komunitas tidak ada yang belajar hukum waris islam, maka berdosalah orang-orang di kampung itu. Dan apabila sudah ada yang belajar walaupun hanya satu orang, maka terlepaslah semua dari dosa. Hukumnya Membagi Harta Waris Islam Membagi HW berdasarkan hukum islam adalah wajib, berdasarkan Firman Alloh yang artinya: “Hukum-hukum tersebut itu adalah ketentuan- ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai- sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah kemenangan yang besar” (An-nisa ayat 13) Dan Barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul- Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. (An-nisa ayat 14) Wajib : bila dikerjakan mendatangkan pahala, bila ditinggalkan berdosa. Membagi Warisan Dapat Menyimpangi Hukum Waris Islam 1. Ketentuan hukum yag di gariskan Alloh untuk mewujudkan kebahagiaan manusia baik di bunia maupun di akhirat 2. Hukum Alloh ada yang bersifat mengatur (Regelent recht), ada alternatif lain, apabila tidak memberikan kemaslahatan, harus kembali kepada ketetapan ALLOH. 3. Hukum Alloh ada yang bersifat memaksa (dwingend recht), tidak ada alternatif lain/ pilihan tunggal. 4. Hukum waris islam adalah bersifat dwingend recht, bahwa semua ahli waris harus menyetujui porsi yang telah telah ditetapkan Alloh tersebut. 5. Apabila ahli waris sepakat untuk menyelesaikan pembagian HW dengan kesepakatan yang berbeda dengan ketentuan Alloh, dengan syarat bahwa AW telah tahu bagian porsi masing2 AW sesuai dengan Keteapan Alloh, maka selanjutnya terserah anda, sepanjang tidak rugikan AW Lanjutan 6. Pembagian pada poin 5 tersebut diperbolehkan, sesuai P 183 KHI yang berbunyi:”Para AW dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya”, dan sebaliknya, jika tidak ada kesepatan antara AW, maka ketentuan Alloh tersebut wajib dilaksanakan (dwingend recht) 7. Menurut Amir Syarifuddin, pembagian menurut P. 183 KHI (kesepatan yaitu 1:1 antara laki2 dan Perempuan), secara materiel cara pembagian semacam itu menyimpang dari ketentuan Alloh, namun secara formal hukum waris islam/fara;id telah selesai dilaksanakan sehingga telah memenuhi ketentuan Alloh. 8. Banyak kalangan dari KKD (keadilan dan kesetaraan gender) yang menggugat ketentuan Alloh yaitu surat Annisa ayat 11 tersebut agar di ubah, dengan berbagai argumentasi (1:1) Hak Waris Anak Luar Nikah Dalam KHI dikatakan bahwa anak yang lahir diluar perkawinan hanya memiliki nasab dengan ibu dan keluarga ibunya (P 100). Hanya mendapatkan hak waris dari pihak ibu dan keluarga inunya saja (P 186 KHI) Anak hasil dari nikah siri juga termasuk anak luar nikah, karena pada prinsipnya bahwa pernikahan itu harus dicatat (P 5 ayat 1 KHI) Anak luar nikah memiliki hubungan hukum dengan ayah biologisnya jika dapat di buktikan (DNA), dan hanya berakibat anak tersebut mendapatkan hak nafkah sehari- hari sampai dewasa (Mk: No. 46/PUU-VIII/2010) Anak luar nikah hanya berhak mendapatkan atas wasiat wajibah (MUI) Beda Hak Waris KHI & KUH Perdata NO ITEM KHI KUH PERDATA 1 Pengertian ALN adalah semua anak yang bisa diakui anak hasil zina dan dari ALN adalah anak hasil dari hasil hubungan pernikahan siri seksual antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang sama-sama masih lajang (anak alami) sedangkan anak zina dan anak sumbang tidak dapat di akui Lanjutan 2 Hak ALN hnya mewaris ALN bisa mewaris dari waris dari ibu dab ayah dan ibunya yang keluarga ibunya sja telah mengakuinya secara hukum di hadapan pejabat yang berwenang 3 Status Otomatis bernasab Setelah ada pengakuan hukum dengan ibu dan secar hukum oleh ibu dan keluarga ibunya. bapaknya didepan pejabat Karena anak zina yang berwenang, mak ALN tersebut baru bernasab atau ALN tidak dengan ortu dan menjadi dapat diakui oleh anak sah, timbullah hak ayah biologisnya dan kewajiban, dan lahirlah saling mewarisi Lanjutan 4 Kepastian Tidak dijelaskan Bagian anak ALN bagian secara rinci dijelaskan secara waris bagian waris ALN, rinci dalam hanya dijelaskan bentuk Pasal- bahwa ALN pasal di KUH mewaris dari ibu Perdata, serta dan keluarga dijelaskan bagian ibunya saj masing-masing AW, secar ditel bersama siapa ALN tersebut mewaris, pakah mewaris dengan golongan I, II, III/ IV . Ahli Waris Pengganti (Plaatsvervulling) Dalam kompilasi hukum Islam diatur mengenai ahli waris pengganti. Sesuai dengan pasal 185 yang berbunnyi: 1. Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada sipewaris maka kedudukanya dapat di gantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang terhalang menjadi ahli waris dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap 2. Bagian bagi ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang di gantinya. Sumber Hukum Waris Islam 1. Al-Qur’an: Firman Alloh yang diturunkan kepada Nabi Muhammad untuk semua manusia melalui malaikat Jibril, dan bernilai ibadah bagi yang membacanya. Kaitanya dengan hukum waris hampir 90% ayat-ayat tentang waris tertuang di dalam surat Al-Baqoroh khususnya ayat 11 dan 12: Ayat (11) Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang pembagian pusaka untuk anak-anakmu. yaitu : bagian 1 anak lelaki sama dengan bagian 2 orang anak perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari 2, Maka bagi mereka 2/3 dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu 1 saja, Maka ia memperoleh 1/2 harta. dan untuk 2 orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya 1/6 dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu bapaknya saja, Maka ibunya mendapat 1/3; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau dan sesudah dibayar hutangnya. Tentang orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Lanjutan Ayat (12) Artinya: dan bagimu (para suami) ½ dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu dapat ¼ dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau sesudah dibayar hutangnya. Para istri memperoleh ¼ dari harta yang ditinggalkanya jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka maka para istri memperoleh 1/8 dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau sesudah dibayar hutang- hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki2 maupun perempuan yg tdk meninggalkan ayah dan anak, tetapi punya seorang sdr laki2 seibu atu sdr permpuan seibu, maka bagi masing2 dari ke dua jenis sdr itu 1/6 harta. Tetapi jika sdr seibu iti lebih dari 1, maka mereka bersekutu dalam 1/3 itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutang2nya dengan tidak memberi madhorot. Alloh menetapkan yg demikian itu sebagai syarat yg benar2 dari Alloh, dan Alloh Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun. Lanjutan 2. Hadits Nabi: ada 3 macam pengertian hadits menurut 3 golongan ulama’: a. Ulama’ hadist: segala sesuatu yg diberitakan kepada Nabi, baik berupa perkataannya, perbuatannya, taqrir, sifat-sifat maupun hal ihwal Nabi. b. Ulama’ Ushul fiqih: segala sesuatu yg disandarkan kepada Nabi, selain Al-Qur’an, bail berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir Nabi yang berkaitan dengan hukum syara’. c. Ulama’ fuqoha: segala sesuatu yang ditetapkan Nabi yang tidak berkaitan dengan masalah-masalah fardhu atau wajib. Dan ada 5 bentuk2 hadist: Qouliyah, Fi’liyah, Taqririyah, Hammiyah, dan Ahwaliyah Lanjutan Ada banyak hadis yang berkaitan dengan waris beberapa di antaranya sbb yang artinya: 1. “Belajarlah waris islam dan ajarkanlah dia kepada manusia, karena dia itu ½ dari ilmu, dan dia akan dilupakan, dan dia ilmu yg pertama akan tercabut dari ummatku” (HR. Ibnu Majah dan Daruqutnie) 2. “Ilmu itu 3, dan selain dari itu semuanya cabang, yaitu: 1. Ulumul Qur’an, 2. Sunnah Shohihah, 3. pembagian HW yangadil”. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah). 3. “Orang islam tidak jadi waris bagi orang kafir dan tidak pula orang kafir jadi waris bagi orang muslim” (HR. Bukhori). 4. “Boleh berwasiat dengan 1/3, sedang 1/3 itupun banyak. Sesungguhnya engkau meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya, lebih baik daripada engkau tinggalkan mereka dalam keadaan papa mengulur tangan kepada manusia”. (HR. Bukhari dan Muslim) 5. “orang yg membunuh tidak bisa jadi AW”. (HR. Tirmidzie). Lanjutan 3. Ijtihad: Aktifitas untuk memperoleh pengetahuan (istinbath) hukum syara’ dari dalil terperinci dalam syari’at, dengan kata lain pengerahan segala kesanggupan seorang mujtahid untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum sesuatu melalui dalil syara’. Dasar dibolehkannya berijtihad adalah hadits dari Mua’adz Ibnu Jabal ketika ditus oleh Nabi ke Yaman, yg artinya: “Rosululloh SAW. bertanya kepada Mu’adz Ibnu Jabal: dengan apa menghukumi? Ia menjawab, dengan apa yg ada dalam kitab Alloh. Rosul bertanya lagi, jika kamu tidak mendapatkan dalam kitab Alloh?, ia menjawab, aku memutuskan dengan apa yang diputuskan Rosululloh, Rosul bertanya lagi, jika tidak ada dalam ketetapan Rosululloh?, berkata mu’adz, aku berijtihad dengan pendapatku, Rosululloh bersabda: aku bersyukur kepada Alloh yg telah menyepakati utusan dari Rosulul-Nya”. Lanjutan
Ijtihad di bagi 3 menurut pendapat Asy-Syatibi dalam kitabnya
Al-Muwafaqot, yaitu: 1. Ijtihad Al-Batani, yaitu ijtihad untuk menjelaskan hukum- hukum syara’ dari Nash. 2. Ijtihad Al-qiyasi, yaitu ijtihad terhadap permasalahan yang tidak terdapat dalam Al-Qu’an dan Sunnah dengan menggunakan metode Qiyas. 3. Ijtihad al-istishlah, yaitu ijtihad terhadap permasalahan yg tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah dengan menggunakan Ro’yu. Wasiat dan wasiat wajibah 1. Wasiat adalah pesan terakhir dari seseorang yang mendekati kematinya, dapat berupa pesan tentang apa yang harus dilaksanakan para penerima wasiat terhadap harta peninggalannya atau pesan lain di luar peninggalan. Pengertian lain dari wasiat:tashorruf (pelepasan) terhadap harta peninggalan yang dilakssnakan sesudah meninggal dunia seseorang Wasiat asalnya adalah kemauan hati dalam keadaan apapun, makanya tidak ada kewajiban dengan putusan hakin. Para ahli hukum berselisih pahan tentang rukun dan syarat wasiat. Syyed sabiq menyebutkan bahwa rukun wasiat itu hanya penyerahan dari orang yang berwasiat saja, selibihnya tidak diperlukan. Ibnu Rusy, dan Abdurrahman Al-Jaziry, ada 4 rukun wasiat (Al-Musi, Al-musaalah) (Al-Musalih), dan (Shigot) Lanjutan KHI, Al-Musi: P 194 adalah orang yg berwasiat harus sudah berumur 21 tahun, berakal sehat dan tidak ada paksaan, hak milik sendiri, dan berlaku setelah al-musi meninggal dunia. Wasiat dilakukan secara lisan di hadapan dua orang saksi. Atau tertulis dihadapan dua orang tua saksi. Atau di hadapan notaris. (P 195 ayat 1) Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak banyaknya 1/3, kecuali semua AW menyetujuinya (P 195 ayat 2) Wasiat kepada AW berlaku, bila semua AW menyetujuinya (P 195 ayat 3) Pernyataan persetujuannya di buat secra lisan dihadapan dua orang saksi/notaris. (P 195 ayat 4) Al-musaalah adalah orang-orang atau badan hukum yang menerima wasiat, dan secara hukum dapat dipandang cakap untuk memiliki sesuatu hak atau benda Lanjutan Madzhab Hanafi orang yg menerima wasiat disyaratkan harus: 1. Mempunyai keahlian memiliki, jadi tidak sah berwasiat kepada orang yang tidak memiliki. 2. Masih hidup ketika dilangsungkan upacara wasiat. 3. Orang yang itu tidak melakukan pembunuhan terhadap orang yang berwasiat secara sengaja atau secara salah. 4. Orang yang diwasiatkan tidak harus seagama Dasar Hukum Wasiat: QS. Al-maidah: (ayat 100): “Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang Dia akan berwasiat, Maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan dimuka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. kamu tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah, jika kamu ragu-ragu: "(Demi Allah) Kami tidak akan membeli dengan sumpah ini harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun Dia karib kerabat, dan tidak (pula) Kami Menyembunyikan persaksian Allah; Sesungguhnya Kami kalau demikian tentulah Termasuk orang-orang yang berdosa". Lanjutan 2. WASIAT WAJIBAH a. Menurut Ibnu Hazmin bhwa berwasiat hukumnya wajib. Berdasar Surat Al- Baqoroh ayat 180 yang artinya: “Diwajibkan atas kamu apabila seorang di antara kamu kedatangan tanda-tanda kematian, jika ia meninggalkan harta yg banyak, hendaklah ia berwasiat untuk ibu dan karib kerabatnya secara ma’ruf, dan ini adalah kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa”. Adapun orang yang berhak mendapat wasiat wajibah menurut Ibnu Hazmin adalah:kaum kerabat yang tidak menerima warisan. b. Wasiat wajibah dibeberapa negara islam, bhawa lembaga wasiat wajibah telah lama diberlakukan di beberapa negara islam yg tujuanya adalah memberikan perhatian kepada para cucu yng ayah dan ibu mereka meninggal lebih dahulu dari pewaris (kakek dan nenek mereka), dan dalam perspektif KHI (indonesia) untuk memeprhatikan cucu tersebut lewat jalur lembaga waris pengganti. Lanjutan Negara-negara tersebut adalah: 1. Mesir, adalah negara pertama kali memberlakukan wasiat wajibah terhadap para cucu, melalui UU No 71 tahun 1946. mesir menganut paham ulama yg berpendapat bhwa cucu tik mendapatkan warisan jika mewaris bersama anak laki-laki, dan kedudukan di sini menjadi Dhawil Arham. 2. Suri’ah, melalui UU Personal Status Suriah tahun 1953 wasiat wajibah diberlakukan bagi keturunan langsung melalui garis keturunan anak laki-laki yg meninggal lebih dahulu dari pewaris (ayahnya), dan tidak berlaku bagi keturunan langssung melalui anak perempuan. 3. Maroko, melalui UU Personal Status Maroko tahun 1957 memberlakuakn wasiat wajibah seperti di Suriah. 4. Tunusia, melalui UU Personal Status Tunisia tahun 1956 memberlakukan wasiat wajibah bagi keturunan langsung baik dari jalur anak laki2 maupun perempuan. Lanjutan 3. Wasiat wajibah dalam hukum imdonesia Di indonesia wasiat wajibah tidak diperuntukkan bagi para cucu yg ortunya meninggal lebih dahulu dari pewaris Untuk para cucu di atasi dengan lembaga ahli waris pengganti wasiat wajibah dalam hukum islam diperuntukkan bagi anak angkat dan ahli waris non muslim. a. Wasiat wajibah bagi anak angkat P. 171 huruf (h) KHI: “Anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggungjawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan pengadilan”. Lanjutan Di indonesia, wasiat wajibah di atur dalam pasal 209 KHI: 1) harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan pasal 176 sampai dengan 193 tersebut di atas, sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta wasiat anak angkatnya. 2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta orang tua angkatnya. kenapa anak angkat dan ortu angkat diwajibakan mendapat wasiat wajibah?, karena anak angkat dan ortu angkat tidak saling mewarisi, karena bukan bagian dari ahli waris. Status anak angkat dalam waris islam tetap ditempatkan sebagai ahli waris ortu kandungya, bukan ortu angkatnya, dan sebaliknya, hal ini sesuai dengan QS. Surat Al-ahzab ayat 4 dan 5 yang artinya: Lanjutan Ayat (4) :Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar, itu sebagai ibumu, dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja, dan Allah mengatakan yang Sebenarnya dan dia menunjukkan jalan (yang benar). Ayat (5): Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak- bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara- saudaramu seagama dan maula-maulamu, dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Lanjutan Dari uraian tentang wasiat wajibah di atas dapat disimpulkan,bahwa penerapan WW antara Jumhur ulama, dan UU WW pada negara2 islam, serta KHI terdapat pada penerima WW tersebut. 1. Jumhur ulama berpendat bahwa penerima WW orang yang mempunyai hub darah dengan pewaris. 2. Dalam per UU gan negara2 islam: WW hanya terbatas pada para cucu kebawah yang ditinggal mati oleh ortunya. 3. Di negara indonesia penerima WW adalah anak angkat dan ayah angkat yang belun tentu membunyai hubungan darah dengan pewaris (pewasiat) Lanjutan b. Wasiat wajibah bagi ahli waris non muslim Para ulama sepakat bhw orang islam dan nos islam tidak saling mewarisi. KHI yang telah di sepakati oleh PA. Sebagai hukum terapan (hukum Materil) di PA, tidak menyebutkan secara tegas bahwa perbedaan agama itu sebagai sebab untuk tidak saling mewarisi. P 171 huruf (b dan c) KHI menyebutkan bahwa baik pewaris maupun ahli waris harus sama-sama beragama islam. Yang menjadi masalah penting sekanag adalah apakah terhadap ahli waris yg non muslim dapat diberikat wasiat wajibah? Ibnu Hazm, At-Thabrani dan M. Rasyid Ridho: walaupun ahli waris non muslim tidak mendapat warisan dari pewaris muslim, akan tetapi mereka dapat memperoleh HW pewaris muslim melalui WW. Lanjutan Ulam Syafi’iyah, hanafiyah, dan hanabilah membolehkan berwasiat untuk orang non muslim, dengan syarat yg diberi wasiat tidak memerangi umat islam. Hal ini mereka qiaskan kepada masalah hibah dan shodaqoh yg di atur dalam Al-Qur’an surat Mumtahanah ayat 8 yang artinya: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu Karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”. Dalam sebuah riwayat, Nabi SAW. Telah memberi izin kepada Sayyidina Umar RA. Untuk memberikan sebuah baju kepada saudaranya yang musyrik di Mekkah (lihat wahbah Al-zuhayli 1989). Subhi Makhmashani mengemukakaan bahwa kesamaan agama bukan syarat sahnya wasiat. Dari beberapa pendapat para ulama tersebut jelas bahwa berwasiat kepada orang non muslim tidak dilarang dalam islam, sepanjang yg diberi wasiat tersebut tidak memerangi islam. Lanjutan KHI tidak mengatur masalah berwasiat kepada non muslim. Tapi MA RI. Telah menjatuhkan beberapa putusan yang berkenaan dengan hal ini. Antara lain: Pertama, putusan MA RI Nomor:368K/AG/1995, tgl 16 juli 1998 yg telah menetapkan bahwa seorang anak yang beragama Nasrani berhak mendapat harta pewaris, melalui wasiat wajibah. Dan besar perolehanya adalah sama dengan bagian seorang anak perempuan, bukan 1/3. kedua, putusan MA RI. Nomor: 51K/AG/1999 yg telah memberikan pertimbangan SBB: “menimbang, bhwa namun demikian MA berpendapat putusan PTA Yogyakarta harus diperbaiki, karena seharusnya PTA Yogyakarta memperbaiki putusan PA yogyakarta mengenai AW yang non muslim, mereka berhak mendapat warisan melalui wasiat wajibah yg kada bagianya sama dengan ahli waris muslim”. Lanjutan Dari 2 putusan MA RI tersebut di atas dapat ditarik garis hukum SBB: 1. Beda agama, salah satu sebab tidak saling mewarisi, apakah perbedaan agama itu antara pewaris dengam AW atau antar AW? 2. Penyelesaian penbagian harta warisan tergantung pada agama pewaris. Bila pewarisnya islam maka diselesaikan menurut hukum kewarisan islam. 3. AW yg non muslim dapat menerima bagian dari harta warisan pewaris yg muslim melalui jalan wasiat wajibah, tidak melalui jalan warisan. 4. Besarnya bagian AW non muslim yang diperoleh dari harta warisan pewaris dengan jalan WW, bukan 1/3 bagian sebagaimana ketentuan batas maksimal jumlah wasiat, tetapi AW non muslim mendapat bagian yang sama dengan AW yang lain yang sedererajat. Golongan Ahli Waris A. Dzawil Furudh, yaitu ahli waris yang saham atau bagiannya sudah ditentukan secara pasti dalam Al-qur’an dan hadits shoheh, seperti: Q.S. Annisa’ ayat 11-12, dan bagian yang sudah ditentukan yaitu:1/2, 2/3, ¼,1/8,1/3, dan 1/6. menurut KHI, P. 171 huruf C “ Ahli waris adalah orang yg pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah dan hubungan perkawinan dengan pewaris yang beragama islam, meninggalkan ahli waris dan ada harta peninggalan” a. Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/2 adalah: 1. Suami dengan syarat pewaris tidak ada anak. 2. Satu anak Pr. Dengan syarat anak tunggal, dan pewaris tidak ada anak laki2. 3. Satu cucu perempuan dari keturunan laki-laki dengan syarat pewaris tidak ada anak dan cucu laki2. 4. Satu sdr. Pr. Kandung dg. syarat pewaris tidak ada anak laki-laki, cucu laki2, anak Pr. Lebih dari seorang, cucu Pr. Lebih dari seorang, sdr. Laki2 sekandung bapak dan kakek Lanjutan 5. Sdr.Pr. Seayah dengan syarat pewaris tidak ada (sama dengan syarat poin 4), ditambah dg sdr. PR. Sekandung dan sdr. Laki2 sebapak. b. Ahli waris yg mendapatka bagian 1/3 adalah: 1. Dua /lebih anak pr. Dg syarat pewaris tidak ada anak laki2. 2. Dua atau lebih cucu pr. Dar keturunan laki2 dg syarat pewaris tidak ada anak dan cucu laki-laki. 3. Dua/lebih sdr.pr. Kandung dg syarat pewaris tidak ada anak, cucu, bapak, kakek, dan sdr. Laki2 kandung. 4. Dua/lebih sdr. Pr. Seayah dg syarat pewaris tidak ada anak pr. Kandung, cucu Pr. Dari keturunan laki2, sdr.kandung, bapak, kakek, dan sdr.seayah. c. Ahli waris yg mendapat bagian ¼ adalah: 1.Suami dengan syarat pewaris adak anak 2.Istri dengan syarat pewaris tidak ada anak Lanjutan d. Ahli waris yg mendapatkan bagian 1/8 adalah: 1. Istri dengan syarat pewaris ada anak. e. Ahli waris yg mendapatkan bagian 1/3 adalah: 1. Ibu dengan syarat pewaris tidak ada anak, cucu, dan sdr.lebih dari seorang. 2. Sdr. Laki2 dan pr. Seibu dengan syarat pewaris tidak ada anak, cucu, bapak, dan kakek. f. Ahli waris yg mendapatkan bagian 1/6 adalah: 1. Ayah dengan syarat pewaris ada anak dan cucu 2. Ibu dengan syarat pewaris ada anak, cucu,dan sdr.lebih dari seorang. 3. Kakek dengan syarat pewaris ada anak, cucu, dan tidak ada ayah. 4. Nenek dengan syarat pewaris tidak ada, cucu, dan tidak ada ibu. Lanjutan 5. Satu sdr. Seibu laki2 atau pr. dg syarat pewaris tidak ada anak, cucu,bapak, dan kakek. 6. Cucu pr. Dari keturunan laki2 dengan syarat pewaris tidak ada anak laki2 atau anak pr. Lebih dari seorang. 7. Satu sdr. Pr. Seayah atau lebih dengan syarat pewaris ada satu perempuan kandung dan tidak ada anak laki2, cucu laki2, bapak sdr. Laki2 kandung, dan sdr. Laki2 seayah. B. Ashobah, adalah orang yang menguasai harta waris karena ia menjadi ahli waris tunggal, dan juga menerima seluruh sisa harta warisan setelah bagian ahli waris dawil furudh menerima dan mengambil bagian masing-masing. Adapun yang termasuk ahli waris ashobah adalah: 1. Anak laki-laki 2. Anak perempuan bersama laki2 3. Cucu laki2 walaupun samapai ke bawah 4. Ayah 5. Kakek Lanjutan 6. Saudara laki2 sekandung 7. Sdr pr. Sekandung bersama dengan sdr. Laki2 kandung 8. Sdr. Laki2 seayah 9. Sdr. Pr. Seayah bersama dg sdr. laki2 seayah 10.Anak laki2 dari sdr laki2 kandung (keponakan) 11.Anak laki2 dari saudara laki2 seyah (keponakan) 12.Paman kandung 13.Paman seayah 14.Anak laki2 dari paman sekandung 15.Anak laki2 paman seayah. Lanjutan Macam macam ahli waris ashobah: 1. Ashobah binafsi (dengan sendirinya). • Mereka adalah seluruh ahli waris laki2 kecuali (suami, sdr seibu, orang yg memerdekakan). • Jika hanya ada satu orang saja AW ashobah, maka dia akan mendapat seluruh harta • Jika AW ashobah berkumpul dengan AW dawil furudh, dia akan mengambil apa yang tersisa setelah dzawil furudh menerimanya. • Dan jika dzawil furudh telah mengambil seluruh harta warisan, maka AW ashobah tersebut tidak mendapat harta waris. • Tingkatan AW ashobah tersebut sebagaianya lebih dekat dari sebagaian lainya, secara berurutan mereka ada lima (5): 1. bunuwah (anak dan keturunanya), 2. ubuwwah (ayah dan ke atasnya), 3. ukhuwah (saudara keturunannya), 4. A’mam (paman dan keturunanya), 5. wala’ (perwalian/yg memerdekakan) Lanjutan Jika terdapat dua ashobah atau lebih, maka akan ada beberapa kondisi/keadaan: 1. Keadaan pertama: jika keduanya berkumpul dalam satu tingkat, derajat dan kekuatan, seperti dua orang putra, dua orang sdr./ dua orang paman, dalam keadaan ini keduanya akan berbagi harta secara merata. 2. Keadaan ke dua: jika keduanya berkumpul dalam tingkatan dan derajat akan tetapi berbeda dalam kekuatanya, seperti jika berkumpul antara paman kandung dan paman satu ayah, maka hanya paman kandung yang memperoleh harta waris, sedangkan paman seayah tidak. 3. Keadaan ke tiga: jika keduanya berkumpul dalam satu tingkatan tapi berbeda dlm derajatnya, seperti bertemunya putra dan cucu (cucu laki dari putra), maka HW akan di dapat oleh anak laki-laki/putra. 4. Keadaan ke empat: jika ke 2 nya berbeda tingkatan, maka tingkatan terdekat yang diutamakan dalam waris, maka cucu dari putra laki2 lebih diutamakan dari ayah. Lanjutan 2. Ashobah Bilghoiri (bersama dengan orang lain) • Mereka adalah para perempuan yg menjadi ashobah bersama dengan AW laki2 yg sederajat dengannya, • Dengan kata lain seorang perempuan memerlukan laki2 untuk menjadikan dia menjadi ashobah, • Kalaui pihak laki2 ini tidak ada maka para perempuan ini tidak akan menjadi ashobah, yaitu: a. Anak perempuan bersama anak laki2 b. Cucu perempuan bersama cucu laki2 c. Sdr. Perempuan kandung bersama sdr. Laki2 kandung d. Sdr. Pr. Seayah bersama dengan sdr. Laki2 seayah. 3. Ashobah Ma’alghoiri (karena orang lain) • Mereka yag menjadi ashobah karena ada orang lain AW yang bukan ashobah. • Akan tetapi kalau orang lain itu tidak ada maka ia menjadi AW dawil furudh, adapun orang tersebut adalah: Lanjutan a. Saudara perempuan sekandung seorang atau lebih bersama dengan anak perempuan seorang atau lebih atau bersamaan dengan cucu perempuan. Maka saudara perempuan yang menjadi ashobah ma’alghoiri. Sesudah AW yang lain mengambil bagianya masing2 b. Saudara perempuan sebapak seorang atau lebih bersama dengan anak perempuan seorang atau lebih, atau bersama dengan cucu perempuan seorang taua lebih. Maka saudara perempuan sebapak menjadi ashibah ma’alghoiri. Catatan: Jadi, saudara perempuan sekandung atau sebapak dapat menjadi ashobah ma’alghoiri jika tidak bersama dengan saudara laki2. jika mereka bersama saudara laki2 maka kedudukanya menjadi ashobah bilghoiri. Lanjutan C. Dzawil Arham • Adalah kerabat jauh yg akan menjadi ahli waris jika tidak ada ahli waris dzawil furudh dan ashobah. • AW dzawil arham sebenarnya mempunyai hubungan darah dengan pewaris, namun dalam ketentuan nash/syari’at tidak diberi bagian. • KHI tidak menjelaskan AW dzawil arham • Keberadaan dzawil arham jarang terjadi dalam pembagian waris atau tidak sejalan dengan dasar hukum kewarisan. • Kadang2 untuk mengatasi keberadaan dzawil arham di tempuh melalui wasiat, karena bisa jadi dzawil arham yang mempunyai hubungan darah sangat dekat, akan tetapi terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat/utama. Adapun kelompok AW dzawil arham tsbu adalah: 1. Cucu laki2 atau perempuan dari anak perempuan. 2. Anak laki2 dan anak perempuan dari cucu perempuan Lanjutan 3. Kakek dari pihak ibu (bapak dari pihak ibu) 4. Nenek dari pihak kakek (ibu kakek) 5. Anak perempuan dari saudara laki2 (sekandung, sebapak maupun seibu) 6. Anak laki-laki dari saudara laki2 seibu 7. Anak dari saudara perempuan laki2 atau perempuan (sekandung,sebapak,seibu) 8. Bibi (saudara perempuan dari bapak) dan Sdr. Pr dari kakek 9. Paman yg seibu dengan bapak dan saudara laki2 yg seibu dengan kakek. 10.Sdr. Laki2 dan sdr. Pr. Dari ibu 11.Anak perempuan dari paman 12.Bibi pihak ibu (sdr. Perempuan dari ibu) Hijab dan Mahjub • Salah satu syarat untuk mendapatkan warisan adalah tidak adanya sebab penghalang • Dari seluruh kerabat yg tidak terhalang hak warisnya adalah suami, istri, anak laki2 dan perempuan, karena mereka adalah keluarga inti dari pewaris. • Hijab adalah terhalangnya seseorang dari sebagain atau semua harta warisanya karena adanya ahli waris yg lain dan utama. • Mahjub adalah ahli waris yang ditutup pusakanya (waris) karena ada ahli waris yg lebih utama. • Dalam hukum waris islam hijab dibagi dua, yaitu: 1. Hijab Nuqshon: bergernya hak seseorang AW dari bagian yg besar menjadi bgian yg kecil, karena adanya AW yg mempengaruhinya. Contoh “seorang suami mendapat ½ bagian dari HW dan bergeser menjadi ¼ bila pewaris meninggalkan anak. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat tabel di bawah ini: Lanjutan No AW Bagian Bagian Sebab Pewaris Awal Akhir 1 Suami ½ ¼ Meninggalkan anak 2 Istri ¼ 1/8 Meninggalkan anak 3 Ibu 1/3 1/6 Meninggalkan anak dan dua orang atau lebih saudara 4 Seorang cucu ½ 1/6 Meninggalkan seorang perempuan anak perempuan 5 Seorang ½ 1/6 Meninggalkan seorang saudara saudara perempuan perempuan kandung seayah Lanjutan 2. Hijab Hirman: tertutupnya atau hilangnya hak seorang AW untuk seluruhnya, karena ada AW yang lebih utama dari padanya. Untuk lebih jelasnya lihat tabel di bawah ini: No AW Terhalang AW Penghalang (Hijab) (Mahjub( 1 Kakek Bapak 2 Nenek Ibu 3 Cucu lai-laki Anak laki-laki 4 Cucu perempuan Anak laki2 dan anak Pr. Lebih dari satu 5 Saudara kandung Anak laki-laki, cucu laki2 dan bapak 6 Saudara sebapak Anak laki2, cucu laki2,bapak, sdr.kandung, sdr.pr. Kandung, serta anak dan cucu Pr. 7 Saudara seibu Anak laki2 dan pr, bapak, kakek, dan cucu laki2 dan pr. Lanjutan 8 Anak lk2 dari Anak lk2, cucu lk2, bpk,sdr kdg,sdr sdr. Lk2 kdng pr.kdg.serta anak & cucu pr. Kdg/sebapak 9 Anak lk2 dari sdr Anak lk2, cucu lk2, bpk,kakek,sdr lk2 kndug,sdr laki2 sebapak lk2 sebpk, sdr pr. Kdg atau sebapak 10 Paman kandung Anak lk2, cucu lk2, bpk,kakek,sdr lk2 kndug,sdr lk2 sebpk, anak lk2 dari sdr lk2 kdg, anak lk2 dari sdr lk2 sbpk, sdr.pr kdg atau sebpk. 11 Paman sebapak Anak lk2, cucu lk2, bpk,kakek,sdr lk2 kndug,sdr lk2 sebpk, anak lk2 dari sdr lk2 kdg, anak lk2 dari sdr lk2 sbpk, sdr.pr kdg atau sebpk, paman kdg,dan sdr pr.kdg atau sebpk. 12 Anak laki2 dari Anak lk2, cucu lk2, bpk,kakek,sdr lk2 kndug,sdr paman kandung lk2 sebpk, anak lk2 dari sdr lk2 kdg, anak lk2 dari sdr lk2 sbpk, sdr.pr kdg atau sebpk, paman kdg,paman sebpk,sdr pr kdg/sebpk. 13 Anak laki2 dari Ank lk2, cucu lk2, bpk,kek,sdr lk2 kdg,sdr lk2 paman sebapak sbpk, ank lk2 dri sdr lk2 kdg, ank lk2 dari sdr lk2 sbpk, sdr.pr kdg atau sbpk,pman kdg & sbpk, sdr.pr.kdg/sbpk,& anak lk2 dri pman kdg Lanjutan Cara membagi harta waris dalam hukum waris islam 1. Menentukan siapa-siapa yang menjadi ahli waris 2. Menentukan bagian masing-masing ahli waris sesuai ketentuannya yang misalnya dapat (1/2,1/8 dst) 3. Jika sudah dapat bagian masing2 menurut posrsinya yag berbentuk pecahan tsb selanjutnya, 4. Menentukan asal masalah, penentuan asal masalah adalah suatu cara untuk menetukan bagian masing- masing AW dg cara menyamakan nilai penyebut dari semua bagian AW yang masih berupa pecahan tersebut, yaitu dengan cara menetukan kelipatan yg paling kecil dari semua bilangan penyebut tersebut. 5. Kalau ada AW yg mendapat Ahobah maka sisa dari dari harta warisan tersebut kepada ashobah. Lanjutan 6. Contoh-contoh kasus lihat di bahawa ini: a. Tammasul:kasus yg jika nilai penyebut bagian para ahli waris adalah sama, maka asal masalahnya tinggal kita samakan saja, seperti: ½ dg ½, mk asal masalahnya 2. Pewaris: orang yg meninggal, meninggalkan harta 450.000000, setelah di kurangi utang, wasiat, dab biaya penguburan. Asal masalah :6
No AW Bagian Bagian Riil
AW AW 1 2 sdr.Pr 2/3 300.000000 sekangdu ng 2 2 Sdr. Pr 1/3 150.000.000 seibu Total 45.000.000 Lanjuatan b. Tadakhul:jika nilai penyebut para AW berbeda, akan tetapi dari bagian salah satu AW dapat di bagi oleh nilai penyebut bagian AW lainya, maka nilai penyebut dari lebih besar dapat dijadikan sebagai asal masalah, seperti: ½ dg 1/6, maka asal masalahnya adalah 6./1/2 dg 1/8, maka asal masalah adalah 8, untuk lebih jelasnya lihat contoh kasus dibawah ini. Pewaris: orang yg meninggal, meninggalkan harta 400.000.000, setelah di kurangi utang, wasiat, dab biaya penguburan. Asal masalah:8 N AW Bagian Bagian Riil AW o AW 1 Seorang Istri 1/8 50.000.000 2 Seorang anak Pr 1/2 200.000.000 3 Seorang sdr. Laki2 Ashobah 150.0000 Total 400.000.000 Lanjutan c. Tabayun: jika bagian penyebut para AW tidak sama dan nilai bagian salah satu AW tidak dapat dibagi oleh nilai penyebut para AW tersebut dijadikan menjadi asal masalah. Seperti: ¼ dg 2/3 maka asal masalahnya :12. Atau ½ dg 1/3 maka asal masalahnya adalah:6. untuk lebih jelasnya lihat contoh kasus dibawah ini. Pewaris: orang yg meninggal, meninggalkan harta 600.000.000, setelah di kurangi utang, wasiat, dan biaya penguburan. Asal masalah: 12. No AW Bagian Bagian Riil AW AW 1 Seorang suami ¼ 150.000.000 2 2 anak Pr 2/3 400.000.000 3 Seorang sdr. Laki2 Ashobah 50.000.000 Total 600.000.000 Lanjutan d. Tawafuq : di mana penyebut pembagian masing-masing AW yang ada berbeda dengan salah satu di antaranya tidak dapat di bagi habis dengan yang lain. Seperti: 1/6 dg 1/8 kelipatan terkecil dari 6 dan 8 adalah 24, maka : Amnya adalah 24. Atau ¼ dg 1/6 kelipata terkecil dari 4 dan 6 adalah 12, maka Amnya adalah 12. untuk lebih jelasnya lihat contoh kasus dibawah ini. Pewaris: orang yg meninggal, meninggalkan harta 480.000.000, setelah di kurangi utang, wasiat, dan biaya penguburan. Asal masalah: 24. No AW Bagian AW Bagian AW Riil 1 Seorang istri 1/8 60.000.000 2 Seorang ibu 1/6 80.000.000 3 Seorang anak Ashobah 340.000.000 laki2 Total 480.000.000 Lanjut A. Pengertian Radd dalam P. 193 KHI. Adalah “ apabila dalam pembagian harta warisan di antara para AW dzawil furudh menunjukkan bahwa angka pembilang lebih kecil dari angka penyebut, sedangkan tidak ada ahli waris ashobah, maka pembambagian harta warisan tersebut dilakuakn secara Radd, yaitu sesuai dengan hak masing-masing ahli waris, sedang sisanya dibagi berimbang di antara mereka. Contoh kasus:1 Pewaris: orang yg meninggal, meninggalkan harta 60.000.000, setelah di kurangi utang, wasiat, dan biaya penguburan. Asal masalah: 6 No AW Bagian AW Bagian Riil AW 1 Seorang suami ½ 30.0000.000 30.000.000 2 Seorang ibu 1/3 20.000.000 30.000.000 3 50.000.000 60.0000.000 Sisa 10.000.000, Untuk ibu semua Lanjutan B. Pengertian Aul dalam P. 192 KHI. adalah “ Apabila dalam pembagian waris di anatara para ahli warisnya dzawil furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih besar dari angka penyebut, maka angka penyebut dinaikan dengan angka pembilang dan baru sesudah itu harta warisnya dibagi secara aul menurut angka pembilang” Contoh kasus:1 Pewaris: orang yg meninggal, meninggalkan harta 42.000.000, setelah di kurangi utang, wasiat, dan biaya penguburan. Asal masalah: 6+1=7 No AW Bagian Bagian AW AW Aul 1 Seorang 1/2 ¾ 18.000.000 suami 2 2 saudara 2/3 4/6 24.000.000 perempuan Total 7 42.000.000