Anda di halaman 1dari 82

HUKUM WARIS ISLAM

HARTA WARIS SUMBER KONFLIK...?

HUKUM WARIS DI INDONESIA

1. Hukum Waris Islam


2. Hukum Waris KUH Perdata/ BW
3. Hukum Waris Adat
Kewajiban AW sebelum membagi HW
1. Biaya pentajisan: membeli tanah kuburan, biaya pemandian,
pengkafanan, dan biaya pemakaman.
2. Membayar utang-utang pewaris, bila ada.
3. Melaksanakan wasiat pewaris, bila ada.
Pembayaran ketiga hal tersebut menggunakan harta peninggalan
pewaris, yang terdiri dari harta bawaan dan harta bersama.
4. Harta bawaan dapat berupa:
-Harta yang diperoleh pewaris sebelum menikah, seperti:
tanah, emas, deposito dll.
-Harta yang diperoleh pewaris dalam bentuk hibah, wasiat
atau warisan baik diperoleh sebelum maupun setelah pewaris
menikah
lanjutan
2. Harta bersama adalah harta yang diperoleh: baik
sendiri-sendiri atau bersama-sama suami istri selama
dalam ikatan pernikahan berlangsung tanpa
mempersoalkan terdaftar atas nama siapa
Apabila salah seorang dari suami atau istri itu meninggal
dunia, maka harta bersama di bagi sama, yaitu sama-
sama ½ antara pewaris dengan suami atau istri
pewaris.
Catatan: untuk kebiasaan kenduri/selamatan 3,7, 9,40-
100-1000 hari tidak di biayai dari harta peninggalan,
karena kenduri tidak diatur dalam islam.
VARIABEL HUKUM WARIS ISLAM
1. Pewaris (P)
2. Harta Peninggalan (HP)
3. Ahli Waris (AW)
5 HAL YANG HARUS DIKERJAKAN DENGAN SEGERA:
4. Mengubur jenazah
5. Menikahkan perempuan yang sudah waktunya
6. Membayar hutang
7. Memberikan hidangan kepada tamu musafir
8. bertaubat
KETENTUAN UMUM HUKUM WARIS ISLAM (KHI)
1. Hukum Kewarisan adalah hukum yang mengatur
tentang pemindahan hak milik harta peninggalan
pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi
ahli waris dan berapa bagian masing-masing.
2. Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya
atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan
pengadilan beragama islam, meninggalkan ahli waris
dan harta peninggalan.
3. Ahli Waris adalah orang yang pada saat meninggal
dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan
pernikahan dengan pewaris, beragama islam, dan tidak
terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.
lanjutan
4. Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh
pewaris baik yang berupa harta benda yang menjadi
miliknya maupun hak-haknya.
5. Harta waris adalah harta bawaan harta bawaan
ditambah bagian dari harta bersama setelah
digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit
sampai meninggalnya, biaya pengurusan jebazah,
pembayaran utang, dan pemberian untuk kerabat.
6. Wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris
kepada orang lain atau lembaga lembaga yang akan
berlaku setelah pewaris meninggal dunia
lanjutan
7. Hibah adalah pemberian suatu benda secara
suka rela dan tanpa imbalan dari seseorang
kepada orang lain yang masih hidup untuk
dimiliki.
8. Anak angkat adalah anak yang dalam
pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya
pendidikan dan sebagainya beralih tanggung
jawabnya dari orang tua asal kepada orangtua
angkatnya berdasarkan putusan pengadilan.
9. Baitul mal adalah balai harta keagamaan
PRINSIP HUKUM WARIS ISLAM
1. Hukum waris islam menempuh jalan tengah antara
memberi kebebasan penuh kepada seseorang untuk
memindahkan harta peninggalannya dengan jalan
wasiat kepada orang yang dikehendakinya.
2. Sudah ditetapkan hukumya, yang mewariskan tidak
dapat menghalangi ahli waris dari haknya atas harta
warisan, dan ahli waris berhak atas harta warisan
tanpa perlu adanya pernyataan menerima dengan
sukarela atau atas putusan hakim.
3. Warisan terbatas hanya dalam lingkungan keluarga.
Lanjutan

4. Hukum Waris Islam lebih cenderung untuk


membagikan harta warisan kepada sebanyak
mungkin ahli waris.
5. Hukum Waris Islam tidak membedakan hak atas
harta warisan.
6. Hukum Waris Islam membedakan besar kecilnya
bagian masing-masing AW.
Hukum kewarisan yang berlaku di indonesia
1. Sistem hukum kewarisan perdata barat/KUH Perdata
dan BW berlaku untuk:
a. Orang-orang eropa
b. Orang timur Asing
c. Oarang timur asing lainya dan orang-orang indonesia
yang menundukkan diri kepda hukum eropa.
2. Sistem Hukum Kewarisan adat
a. sistem Matrilinial di minangkabau
b. Patrilineal di batak
c. Alterneren unilateral/beralih-alih di Rejang Lebong
Lampung
d. Bilateral di Jawa
lanjutan
3. Sistem kewarisan islam
a. Ajaran Ahlusunnah Waljama’ah
b. Ajaran syi’ah
c. Ajaran hazairin
d. Ajaran 4 madhab (Maliki, Hanafi, syafi’i dan Ahmad)
Dari ke empat madhab tersebut yang dominan adalah
ajaran syafi’i termasuk sumber/referensi dari
Kompilasi Hukum Islam
Kewenangan Pengadilan Agama
Pasal 49 UU RI No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas
undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan
Agama yaitu:
Bahwa pengadilan agama beryugas dan berwenang:
1 Perkawinan 6 Zakat
2 Kewarisan 7 Infaq
3 Wasiat 8 Shodaqoh
4 Hibah 9 Ekonomi syari’ah
5 wakaf 10
Sekilas Tentang KHI Indonesia Mengenai Kewarisan Islam
Pada tanggal 21 maret 1984 Kertua MA RI dan Mentri
Agama RI mengeluarkan SKB, yang isinya membentuk
sebuah panitia untuk mengumpulkan bahan KHI yang
menyangkut Perkawinan, Kewarisan, dan perwakafan yang
tujuanya untuk PA.
Kemudian Panitia mempergunakan 4 jalur:
1. Pengkajian kitab fiqih kepada IAIN se indonesia
2. Menghimpun pendapat ulama terkemuka
3. Menghimpun yurisprodensi
4. Mengadakan studi perbandingan di negara-negara
muslim
lanjutan
Panitia ( Wasi Aulawi) mengemukakan bahwa KHI:
1. Memenuhi asas manfaat dan keadilan berimbang di
HI
2. Mengatasi berbagai wilayah khilafiyah untuk
menjamin kepastian hukum
3. Mampu menjadi bahan baku dan berperan aktif
dalam pembinaan hukum nasional
KHI terbagi dalam tiga buku:
 Buku I: perkawinan
 Buku II: Kewarisan
 Buku III Perwakafan
lanjutan
Sebagaimana di katakan di atas bahwa KHI berisi 3 buku,
dan masing-masing buku di bagi kedalam beberapa bab
dan pasal, dan kusus buku kewarisan buku ini terdiri dari 6
bab dengan 44 pasal sebagai berikut:
1. Bab I : Ketentuan umum dalam buku II (pasal 171)
2. BabII: AW (P 172 s/d 175)
3. Bab III:Besarnya Bagian (P 176 s/d 191)
4. Bab IV: Aul dan Rad (P 192 S/d 193)
5. Bab V: Wasiat (P 210 s/d 214)
6. Hibah (P 210 S/d 214)
Asas - Asas Kewarisan Islam
1. Asas ijbari, Dalam HI peralihan harta
seseorang yang telah meninggal dunia kepada yang
masih hidup berlaku dengan sendirinya atau Ijbari,,
maksudnya tanpa ada perbuatan hukum atau
pernyataan kehendak dari sipewaris, semuanya
kehendak Alloh tidak bergantung kepada Pewaris
dan AW. Asas ijbari ini dapat dilihat dari beberapa
segi: 1, peralihan harta, 2 jumlah harta yang beralih, 3
kepada siapa harta beralih. Dapat di lihat dalam Al-
Qur’an S. Annisa ayat 7, yang menjelaskan bahwa:
bagi seorang laki-laki maupun perempuan ada
“nasib” dari harta peninggalan orang tua dan karib
kerabat.
Lanjutan
2. Asas bilateral, adalah AW menerima HW dari dua
pihak kerabat, yaitu dari garis keturunan laki-laki dan
perempuan (ouder-rechtterlijke) dapat dilihat di:
a. Qur’An S. Annisa’ ayat 7 yang artinya: bahwa
seorang laki-laki berhak mendapat warisan dari
pihak ayahnya dan juga dari pihak ibunya. Begitu
juga seorang perempuan mendapat warisan dari
kedua belah pihak orang tuanya.
b. Qur’An S. Annisa’ ayat 12 bahwa baik duda dan
janda saling mewaris, saudara LK2 mewaris dari Sdr
LK2 dan sdr. Perempuannya.
c. Selanjutnya cucu baik LK2 maupun perempuan
mewaris menggantikan ibu atau bapaknya (Q. S.
Annsa ayat 33) Tafsir Ibnu Abbas.
lanjutan
3. Asas individual, artinya dalam kewarisan Islam,
harta peninggalan dibagi secara individual /secara
pribadi langsung kepada masing-masing, bukan secara
kolekteif seperti dalam hukum adat di minangkabau.
Asas individual dalam HKI ini dapat dilihat dari Q. S.
Annisa’ ayat 11:
a. Bahwa anak LK2 mendapat bagian dua kali dari
bagian anak PR.
b. Bila anak PR itu dua orang atau lebih bagiannya 2/3
dari HW
c. Dan jika PR itu hanya seorang saja maka bagiannya
½ dari HW
lanjutan
4. Asas keadilan berimbang, artinya semua
bentuk hubungan keperdataan berasas adil dan
seimbang dalam hak dan kewajiban untung dan rugi
(resiko). Asas keadilan berimbang dalam HKI, secara
sadar dapat dikatakan bahwa baik LK2 maupun PR
sama2 berhak tampil sebagai AW, mewarisi harta
Pewaris.
5. Asas kewarisan semata akibat kematian,
HKI menetapkan bahwa peralihan harta peninggalan
seseorang kepada orang lain dengan nama kewarisan
berlaku sesudah meninggalnya yang mempunyai harta,
kalau belum ada kematian harta peninggalan tersebut
tidak akan beralih ke AW.
Sebab/syarat AW mendapatkan HW
1. Harus ada pewaris yang meninggalkan harta
peninggalan, ini adalah syarat mutlak terjadinya
kewarisan “conditio sine qua non”
pewarisan hanya terjadi karena adanya kematian,
ada beberapa macam kematian:
a. Mati hakiki: kematian yang bisa dibuktikan oleh
panca indra atau dokter
b. Mati hukmi : Mati yang dinyatakan oleh hakim.
contoh: Seseorang dengan hukuman mati.
Putusan mati terhadap orang yang masih hidup,
tetapi gaib.
lanjutan

2. Harus ada budel/tirkah yaitu apa yang di tinggalkan oleh


pewaris baik hak-hak kebendaan, baik bergerak atau
tidak bergerak.
3. Harus ada ahli waris, yaitu orang-orang yang akan
menerima harta warisan. Ada 3 golongan:
a. AW Sababiyah, pernikahan yaitu suami atau istri
b. AW Nasabiyah, ada hubungan darah : lurus keatas,
bawah dan samping dst.
c. Karena hubungan wala’/ membebaskan budak.
Penghalang AW tidak mendapat HW
1. Pembunuhan, yaitu AW sengaja membunh pewaris dengan tujuan
cepat mendapatkan warisan (P. 173 KHI) yaitu:
a. Dipersalahakan telah membunuh atau mencoba membunuh /
menganiaya berat para pewaris
b. Dipersalahkan karena memfitnah telah mengajukan mengadukan
bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang di ancam
dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat
2. Berlainan agama
3. Tidak tentu kematiannya/meninggal bersamaan antara calon
pewaris dan AW
4. Budak yang belum merdeka ( budak dan hak miliknya bagi
tuannya.
Sejarah Perkembangan Hukum Waris Islam
1. Hukum waris islam pada zaman jahiliyah
 Asas waris patrilinial
Secara demografis daerah kering dan tandus
Gemar mengembara dan berperang
 Mengikuti tradisi nenek moyang, anak- anak dan
perempuan tidak berhak atas HW.
Perempuan dapat di wariskan/menjadi HW.
 Anak tiri dapat menikahi ibu tirinya tanpa mahar.
 Suami istri tidak saling mewaris
lanjutan
2.Hukum waris pada zaman awal keislaman
Al-Qur’an Surah An-nisa ayat 19, yang artinya” Wahai
orang-orang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai
wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu
menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali
sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya,
terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang
nyata, dan pergaullah dengan mereka secara patut.
Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, maka
bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu, padahal Alloh menjadikan padanya kebaikan yang
banyak”
Lanjutan
Ayat tersebut bertujuan/menghapus:
 Wanita berhak mendapatkan warisan dari
pewarisnya.
 Berhak menentukan nasibnya sendiri
 Wanita bukan harta pusaka/HW, yang bisa di pindah
tangankan.
 Pernikahan tidak dapat berpindah melalui pewarisan.
lanjutan
3. Hukum Waris Islam Indonesia
a. Waris islam berhadapan dengan hukum waris adat
masyarakat (sebelum indonesia meredeka)
b. Setelah indonesia merdeka, Hukum waris Islam
menjadi hukum posistif indonesia
 Melalui pasal 29 ayat (1) UUD 1945, maka RI
berkewajiban memberlakukan hukum agama yang
di akui di Indonesia, sehingga HWI tidak di
sandarkan kepada adat, (Prof. Hazairin)
 Alinea ketiga (3) pembukaan UUD 1945 yanh
berbunyi “ atas berkat rahmat Allah yang Maha
Kuasa, dan sila pertama tersebut, serta P 29 ayat
(2), dimana negara harus menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk, dan
menjalankan ibadahnya menurut agama dan
kepercayaannya masing-masing.
lanjutan
 Pemerintah mengeluarkan PP No. 45 tahun 1957 tentang
pembentukan Mahkamah Syar’iyah (PA).
 Lahirnya UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama,
karena sebelumnya setiap perkara waris harus diputus di
peradilan umum, hal tersebut membuat umat islam di
indonesia sangat dirugikan
 Lahirlah Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berupa
Instruksi Persiden (Inpres) No 1 tahun 1991 tentang
Kompilasi Hukum Islam, yang sekarang menjadi hukum
materil Peradilan Agama RI.
Beda UU No. 7 Th 1989 dengan UU No 3 Th 2006
N UU No. 7 Th 1989 UU No 3 Th 2006
o
1 P. 49 (sebelum perubahan): 1 P. 49 (setelah perubahan):
PA. Bertugas dan PA. Bertugas dan
berwenang memeriksa, berwenang memeriksa,
memutus, dan memutus, dan
menyelesaikan perkara-
menyelesaikan perkara di
perkara di tingkat pertama
tingkat pertama antara
antara orang-orang yang
beragama islam di bidang: orang-orang yang
a. Perkawinan beragama islam di bidang:
b. Kewarisan, wasiat, dan Perkawinan, waris, wasiat,
hibah yang dilakukan hibah,wakaf, zakat, infak,
berdasarkan hukum shadaqoh, dan ekonomi
islam syari’ah.
c. Wakaf dan shodaqoh
Lanjutan
2 UU No. 7 Th 1989 masih 2 UU No. 3 Th 2006
mengenal pembagian menghapus ketentuan
waris berdasarkan hak hak opsi yang terdapat
opsi di mana para pihak dalam penjelasan
berhak untuk memilih umum UU No 7 tahun
asas hukum apa yang 1989 yang
akan digunakan dalam menyatakan: para
perkara waris pihak sebelum
berpekara
mempertimbangkan
untuk memilih hukum
apa yang dipergunakan
dalam pembagian
waris.
Lanjutan
3 UU No. 7 th 1989 di jelaskan 3 P. 50 UU No. 3 th 2006:
jika obyek sengketa 1) Dalam hal terjadi sengketa
menimbulkan sengketa hak milik atau sengketa lain
keperdataan lain di luar dalam perkara sebagaimana
sengketa waris, maka dimaksud dalam pasal 49,
khusus tentang sengketa khusus mengenai obyek
obyek perkara tidal lagi sengketa tersebut harus di
menjadi kewenangan putus terlebih dahulu oleh
pengadilan Agama, namun pengadilan pengadilan
menjadi kewenangan dalam lingkungan peradilan
pengadilan dalam umum.
lingkungan peradilan umum 2) Apabila terjadi sengketa
hak milik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
yang sobyek hukumnya
antara orang-orang yang
beragama islam, obyek
sengketa tersebut diputus
oleh PA. Bersama-sama
perkara perkara
sebagaimana dimaksud
dalam pasal 49.
Pokok-pokok isi KHI
1. Konsep KHI berpedoman pada Fara’id
2. Untuk anak angkat hanya mendapat waris wasiat
wajibah (p. 171 huruf H, P. 209 ayat (2)
3. Bagian anak laki-laki dan perempuan tidak mengalami
reaktulisasi/prosgressif.
4. Untuk anak yang belum dewasa, kepastian hukumnya
diatur dalam P 184 KHI, yang menyatakan bahwa bagi
AW yang belum dewasa, akan diangkat wali
berdasarkan putusan hakim atas usulan keluarga.
Kewajiban wali diatur dalam P 110 KHI, yang salah satu
tugasnya adalah pertanggungjawaban wali mengenai
harta orang yang berada di bawah perwaliannya harus
dibuktikan dengan pembuktian yang ditutup setiap satu
tahun sekali.
Lanjutan
4. KHI melembagakan perkembangan plaatsverulling
(AW Pengganti) ke dalam hukum Islam (P. 185
KHI)
5. Ayah angkat berhak 1/3 bagian sebagai wasiat
wajibah (P. 209 ayat (1) KHI
6. KHI memberikan kepastian hukum bagi
pelaksanaan hibah agar tertib dan seragam,
dengan tujuan menciptakan kesamaan pandangan
antara pejabat yang berwenang (PAT), para hakim
maupun bagi anggota masyarakat, juga
memodifikasi seperti: pemberi hibah harus
berumur 21 tahun dan harta hibah tidak lebih dari
1/3 dari harta keseluruhan.
Hukumnya Mempelajari Hukum Waris Islam
Hukum mempelajari hukum waris islam adalah fardu
kifayah, nabi bersabda: “Pelajarilah Al-Qur’an dan
ajarkanlah kepada orang-orang dan pelajarilah ilmu
fara’id serta ajarkanlah kepada orang-orang. Karena saya
adalah orang yang bakal direnggut, sedang ilmu itu bakal
diangkat. Hampir-hampir saja dua orang bertengkar
tentang pembagian pusaka, maka mereka berdua tidak
menemukan seorangpun yang sanggup memfatwakannya
kepada mereka” (HR. Ahmad, An-nasai, dan daruquthny)
Fardu kifayah adalah fardu perwakilan, dengan kata lain
apabila di suatu kampung atau komunitas tidak ada
yang belajar hukum waris islam, maka berdosalah
orang-orang di kampung itu. Dan apabila sudah ada
yang belajar walaupun hanya satu orang, maka
terlepaslah semua dari dosa.
Hukumnya Membagi Harta Waris Islam
Membagi HW berdasarkan hukum islam adalah
wajib, berdasarkan Firman Alloh yang artinya:
 “Hukum-hukum tersebut itu adalah ketentuan-
ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah
dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya
kedalam syurga yang mengalir didalamnya sungai-
sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah
kemenangan yang besar” (An-nisa ayat 13)
 Dan Barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-
Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya
Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia
kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang
menghinakan. (An-nisa ayat 14)
Wajib : bila dikerjakan mendatangkan pahala, bila
ditinggalkan berdosa.
Membagi Warisan Dapat Menyimpangi
Hukum Waris Islam
1. Ketentuan hukum yag di gariskan Alloh untuk mewujudkan
kebahagiaan manusia baik di bunia maupun di akhirat
2. Hukum Alloh ada yang bersifat mengatur (Regelent recht),
ada alternatif lain, apabila tidak memberikan
kemaslahatan, harus kembali kepada ketetapan ALLOH.
3. Hukum Alloh ada yang bersifat memaksa (dwingend
recht), tidak ada alternatif lain/ pilihan tunggal.
4. Hukum waris islam adalah bersifat dwingend recht, bahwa
semua ahli waris harus menyetujui porsi yang telah telah
ditetapkan Alloh tersebut.
5. Apabila ahli waris sepakat untuk menyelesaikan pembagian
HW dengan kesepakatan yang berbeda dengan ketentuan
Alloh, dengan syarat bahwa AW telah tahu bagian porsi
masing2 AW sesuai dengan Keteapan Alloh, maka
selanjutnya terserah anda, sepanjang tidak rugikan AW
Lanjutan
6. Pembagian pada poin 5 tersebut diperbolehkan, sesuai P
183 KHI yang berbunyi:”Para AW dapat bersepakat
melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan,
setelah masing-masing menyadari bagiannya”, dan
sebaliknya, jika tidak ada kesepatan antara AW, maka
ketentuan Alloh tersebut wajib dilaksanakan (dwingend
recht)
7. Menurut Amir Syarifuddin, pembagian menurut P. 183 KHI
(kesepatan yaitu 1:1 antara laki2 dan Perempuan), secara
materiel cara pembagian semacam itu menyimpang dari
ketentuan Alloh, namun secara formal hukum waris
islam/fara;id telah selesai dilaksanakan sehingga telah
memenuhi ketentuan Alloh.
8. Banyak kalangan dari KKD (keadilan dan kesetaraan
gender) yang menggugat ketentuan Alloh yaitu surat
Annisa ayat 11 tersebut agar di ubah, dengan berbagai
argumentasi (1:1)
Hak Waris Anak Luar Nikah
 Dalam KHI dikatakan bahwa anak yang lahir diluar
perkawinan hanya memiliki nasab dengan ibu dan
keluarga ibunya (P 100).
 Hanya mendapatkan hak waris dari pihak ibu dan
keluarga inunya saja (P 186 KHI)
 Anak hasil dari nikah siri juga termasuk anak luar nikah,
karena pada prinsipnya bahwa pernikahan itu harus
dicatat (P 5 ayat 1 KHI)
 Anak luar nikah memiliki hubungan hukum dengan ayah
biologisnya jika dapat di buktikan (DNA), dan hanya
berakibat anak tersebut mendapatkan hak nafkah sehari-
hari sampai dewasa (Mk: No. 46/PUU-VIII/2010)
 Anak luar nikah hanya berhak mendapatkan atas wasiat
wajibah (MUI)
Beda Hak Waris KHI & KUH Perdata
NO ITEM KHI KUH PERDATA
1 Pengertian ALN adalah semua anak yang bisa diakui
anak hasil zina dan dari ALN adalah anak
hasil dari hasil hubungan
pernikahan siri seksual antara
seorang laki-laki dan
seorang perempuan
yang sama-sama
masih lajang (anak
alami) sedangkan
anak zina dan anak
sumbang tidak dapat
di akui
Lanjutan
2 Hak ALN hnya mewaris ALN bisa mewaris dari
waris dari ibu dab ayah dan ibunya yang
keluarga ibunya sja telah mengakuinya
secara hukum di
hadapan pejabat yang
berwenang
3 Status Otomatis bernasab Setelah ada pengakuan
hukum dengan ibu dan secar hukum oleh ibu dan
keluarga ibunya. bapaknya didepan pejabat
Karena anak zina yang berwenang, mak ALN
tersebut baru bernasab
atau ALN tidak
dengan ortu dan menjadi
dapat diakui oleh
anak sah, timbullah hak
ayah biologisnya dan kewajiban, dan
lahirlah saling mewarisi
Lanjutan
4 Kepastian Tidak dijelaskan Bagian anak ALN
bagian secara rinci dijelaskan secara
waris bagian waris ALN, rinci dalam
hanya dijelaskan bentuk Pasal-
bahwa ALN pasal di KUH
mewaris dari ibu Perdata, serta
dan keluarga dijelaskan bagian
ibunya saj masing-masing
AW, secar ditel
bersama siapa
ALN tersebut
mewaris, pakah
mewaris dengan
golongan I, II,
III/ IV .
Ahli Waris Pengganti (Plaatsvervulling)
Dalam kompilasi hukum Islam diatur mengenai ahli waris
pengganti. Sesuai dengan pasal 185 yang berbunnyi:
1. Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada
sipewaris maka kedudukanya dapat di gantikan oleh
anaknya, kecuali mereka yang terhalang menjadi ahli
waris dengan putusan hakim yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap
2. Bagian bagi ahli waris pengganti tidak boleh melebihi
dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang di
gantinya.
Sumber Hukum Waris Islam
1. Al-Qur’an: Firman Alloh yang diturunkan kepada Nabi Muhammad untuk
semua manusia melalui malaikat Jibril, dan bernilai ibadah bagi yang
membacanya. Kaitanya dengan hukum waris hampir 90% ayat-ayat
tentang waris tertuang di dalam surat Al-Baqoroh khususnya ayat 11
dan 12:
Ayat (11) Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang pembagian
pusaka untuk anak-anakmu. yaitu : bagian 1 anak lelaki sama dengan
bagian 2 orang anak perempuan, dan jika anak itu semuanya
perempuan lebih dari 2, Maka bagi mereka 2/3 dari harta yang
ditinggalkan; jika anak perempuan itu 1 saja, Maka ia memperoleh 1/2
harta. dan untuk 2 orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya 1/6 dari
harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika
orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu
bapaknya saja, Maka ibunya mendapat 1/3; jika yang meninggal itu
mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam.
(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang
ia buat atau dan sesudah dibayar hutangnya. Tentang orang tuamu dan
anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang
lebih dekat banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Lanjutan
Ayat (12) Artinya: dan bagimu (para suami) ½ dari harta yang
ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai
anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu dapat ¼
dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang
mereka buat atau sesudah dibayar hutangnya. Para istri
memperoleh ¼ dari harta yang ditinggalkanya jika kamu tidak
mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka maka para
istri memperoleh 1/8 dari harta yang kamu tinggalkan sesudah
dipenuhi wasiat yang kamu buat atau sesudah dibayar hutang-
hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki2 maupun perempuan
yg tdk meninggalkan ayah dan anak, tetapi punya seorang sdr
laki2 seibu atu sdr permpuan seibu, maka bagi masing2 dari ke
dua jenis sdr itu 1/6 harta. Tetapi jika sdr seibu iti lebih dari 1,
maka mereka bersekutu dalam 1/3 itu, sesudah dipenuhi wasiat
yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutang2nya dengan
tidak memberi madhorot. Alloh menetapkan yg demikian itu
sebagai syarat yg benar2 dari Alloh, dan Alloh Maha Mengetahui
lagi Maha Penyantun.
Lanjutan
2. Hadits Nabi: ada 3 macam pengertian hadits menurut 3
golongan ulama’:
a. Ulama’ hadist: segala sesuatu yg diberitakan kepada
Nabi, baik berupa perkataannya, perbuatannya,
taqrir, sifat-sifat maupun hal ihwal Nabi.
b. Ulama’ Ushul fiqih: segala sesuatu yg disandarkan
kepada Nabi, selain Al-Qur’an, bail berupa
perkataan, perbuatan, maupun taqrir Nabi yang
berkaitan dengan hukum syara’.
c. Ulama’ fuqoha: segala sesuatu yang ditetapkan Nabi
yang tidak berkaitan dengan masalah-masalah
fardhu atau wajib.
Dan ada 5 bentuk2 hadist: Qouliyah, Fi’liyah,
Taqririyah, Hammiyah, dan Ahwaliyah
Lanjutan
Ada banyak hadis yang berkaitan dengan waris beberapa di
antaranya sbb yang artinya:
1. “Belajarlah waris islam dan ajarkanlah dia kepada manusia,
karena dia itu ½ dari ilmu, dan dia akan dilupakan, dan dia
ilmu yg pertama akan tercabut dari ummatku” (HR. Ibnu
Majah dan Daruqutnie)
2. “Ilmu itu 3, dan selain dari itu semuanya cabang, yaitu: 1.
Ulumul Qur’an, 2. Sunnah Shohihah, 3. pembagian HW
yangadil”. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
3. “Orang islam tidak jadi waris bagi orang kafir dan tidak pula
orang kafir jadi waris bagi orang muslim” (HR. Bukhori).
4. “Boleh berwasiat dengan 1/3, sedang 1/3 itupun banyak.
Sesungguhnya engkau meninggalkan ahli warismu dalam
keadaan kaya, lebih baik daripada engkau tinggalkan mereka
dalam keadaan papa mengulur tangan kepada manusia”.
(HR. Bukhari dan Muslim)
5. “orang yg membunuh tidak bisa jadi AW”. (HR. Tirmidzie).
Lanjutan
3. Ijtihad: Aktifitas untuk memperoleh pengetahuan (istinbath)
hukum syara’ dari dalil terperinci dalam syari’at, dengan kata
lain pengerahan segala kesanggupan seorang mujtahid
untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum sesuatu
melalui dalil syara’.
Dasar dibolehkannya berijtihad adalah hadits dari Mua’adz
Ibnu Jabal ketika ditus oleh Nabi ke Yaman, yg artinya:
“Rosululloh SAW. bertanya kepada Mu’adz Ibnu Jabal:
dengan apa menghukumi? Ia menjawab, dengan apa yg ada
dalam kitab Alloh. Rosul bertanya lagi, jika kamu tidak
mendapatkan dalam kitab Alloh?, ia menjawab, aku
memutuskan dengan apa yang diputuskan Rosululloh, Rosul
bertanya lagi, jika tidak ada dalam ketetapan Rosululloh?,
berkata mu’adz, aku berijtihad dengan pendapatku,
Rosululloh bersabda: aku bersyukur kepada Alloh yg telah
menyepakati utusan dari Rosulul-Nya”.
Lanjutan

Ijtihad di bagi 3 menurut pendapat Asy-Syatibi dalam kitabnya


Al-Muwafaqot, yaitu:
1. Ijtihad Al-Batani, yaitu ijtihad untuk menjelaskan hukum-
hukum syara’ dari Nash.
2. Ijtihad Al-qiyasi, yaitu ijtihad terhadap permasalahan yang
tidak terdapat dalam Al-Qu’an dan Sunnah dengan
menggunakan metode Qiyas.
3. Ijtihad al-istishlah, yaitu ijtihad terhadap permasalahan yg
tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah dengan
menggunakan Ro’yu.
Wasiat dan wasiat wajibah
1. Wasiat adalah pesan terakhir dari seseorang yang mendekati
kematinya, dapat berupa pesan tentang apa yang harus
dilaksanakan para penerima wasiat terhadap harta
peninggalannya atau pesan lain di luar peninggalan.
 Pengertian lain dari wasiat:tashorruf (pelepasan) terhadap
harta peninggalan yang dilakssnakan sesudah meninggal
dunia seseorang
 Wasiat asalnya adalah kemauan hati dalam keadaan apapun,
makanya tidak ada kewajiban dengan putusan hakin.
 Para ahli hukum berselisih pahan tentang rukun dan syarat
wasiat.
 Syyed sabiq menyebutkan bahwa rukun wasiat itu hanya
penyerahan dari orang yang berwasiat saja, selibihnya tidak
diperlukan.
 Ibnu Rusy, dan Abdurrahman Al-Jaziry, ada 4 rukun wasiat
(Al-Musi, Al-musaalah) (Al-Musalih), dan (Shigot)
Lanjutan
 KHI, Al-Musi: P 194 adalah orang yg berwasiat harus sudah
berumur 21 tahun, berakal sehat dan tidak ada paksaan, hak
milik sendiri, dan berlaku setelah al-musi meninggal dunia.
 Wasiat dilakukan secara lisan di hadapan dua orang saksi.
Atau tertulis dihadapan dua orang tua saksi. Atau di hadapan
notaris. (P 195 ayat 1)
 Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak banyaknya 1/3, kecuali
semua AW menyetujuinya (P 195 ayat 2)
 Wasiat kepada AW berlaku, bila semua AW menyetujuinya (P
195 ayat 3)
 Pernyataan persetujuannya di buat secra lisan dihadapan dua
orang saksi/notaris. (P 195 ayat 4)
 Al-musaalah adalah orang-orang atau badan hukum yang
menerima wasiat, dan secara hukum dapat dipandang cakap
untuk memiliki sesuatu hak atau benda
Lanjutan
 Madzhab Hanafi orang yg menerima wasiat disyaratkan harus:
1. Mempunyai keahlian memiliki, jadi tidak sah berwasiat
kepada orang yang tidak memiliki.
2. Masih hidup ketika dilangsungkan upacara wasiat.
3. Orang yang itu tidak melakukan pembunuhan terhadap
orang yang berwasiat secara sengaja atau secara salah.
4. Orang yang diwasiatkan tidak harus seagama
 Dasar Hukum Wasiat: QS. Al-maidah: (ayat 100): “Hai orang-orang
yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian,
sedang Dia akan berwasiat, Maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan
oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang
berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan dimuka
bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. kamu tahan kedua saksi
itu sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya
bersumpah dengan nama Allah, jika kamu ragu-ragu: "(Demi Allah)
Kami tidak akan membeli dengan sumpah ini harga yang sedikit
(untuk kepentingan seseorang), walaupun Dia karib kerabat, dan
tidak (pula) Kami Menyembunyikan persaksian Allah; Sesungguhnya
Kami kalau demikian tentulah Termasuk orang-orang yang berdosa".
Lanjutan
2. WASIAT WAJIBAH
a. Menurut Ibnu Hazmin bhwa berwasiat hukumnya wajib.
Berdasar Surat Al- Baqoroh ayat 180 yang artinya:
“Diwajibkan atas kamu apabila seorang di antara kamu
kedatangan tanda-tanda kematian, jika ia meninggalkan
harta yg banyak, hendaklah ia berwasiat untuk ibu dan
karib kerabatnya secara ma’ruf, dan ini adalah kewajiban
atas orang-orang yang bertaqwa”. Adapun orang yang
berhak mendapat wasiat wajibah menurut Ibnu Hazmin
adalah:kaum kerabat yang tidak menerima warisan.
b. Wasiat wajibah dibeberapa negara islam, bhawa lembaga
wasiat wajibah telah lama diberlakukan di beberapa
negara islam yg tujuanya adalah memberikan perhatian
kepada para cucu yng ayah dan ibu mereka meninggal
lebih dahulu dari pewaris (kakek dan nenek mereka), dan
dalam perspektif KHI (indonesia) untuk memeprhatikan
cucu tersebut lewat jalur lembaga waris pengganti.
Lanjutan
Negara-negara tersebut adalah:
1. Mesir, adalah negara pertama kali memberlakukan wasiat
wajibah terhadap para cucu, melalui UU No 71 tahun 1946.
mesir menganut paham ulama yg berpendapat bhwa cucu tik
mendapatkan warisan jika mewaris bersama anak laki-laki,
dan kedudukan di sini menjadi Dhawil Arham.
2. Suri’ah, melalui UU Personal Status Suriah tahun 1953 wasiat
wajibah diberlakukan bagi keturunan langsung melalui garis
keturunan anak laki-laki yg meninggal lebih dahulu dari
pewaris (ayahnya), dan tidak berlaku bagi keturunan
langssung melalui anak perempuan.
3. Maroko, melalui UU Personal Status Maroko tahun 1957
memberlakuakn wasiat wajibah seperti di Suriah.
4. Tunusia, melalui UU Personal Status Tunisia tahun 1956
memberlakukan wasiat wajibah bagi keturunan langsung baik
dari jalur anak laki2 maupun perempuan.
Lanjutan
3. Wasiat wajibah dalam hukum imdonesia
 Di indonesia wasiat wajibah tidak diperuntukkan bagi
para cucu yg ortunya meninggal lebih dahulu dari
pewaris
 Untuk para cucu di atasi dengan lembaga ahli waris
pengganti
 wasiat wajibah dalam hukum islam diperuntukkan bagi
anak angkat dan ahli waris non muslim.
a. Wasiat wajibah bagi anak angkat
P. 171 huruf (h) KHI: “Anak angkat adalah anak yang
dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya
pendidikan dan sebagainya beralih tanggungjawabnya
dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya
berdasarkan putusan pengadilan”.
Lanjutan
Di indonesia, wasiat wajibah di atur dalam pasal 209 KHI:
1) harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan pasal
176 sampai dengan 193 tersebut di atas, sedangkan
terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat
diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta
wasiat anak angkatnya.
2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi
wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta orang
tua angkatnya.
kenapa anak angkat dan ortu angkat diwajibakan
mendapat wasiat wajibah?, karena anak angkat dan ortu
angkat tidak saling mewarisi, karena bukan bagian dari
ahli waris. Status anak angkat dalam waris islam tetap
ditempatkan sebagai ahli waris ortu kandungya, bukan
ortu angkatnya, dan sebaliknya, hal ini sesuai dengan QS.
Surat Al-ahzab ayat 4 dan 5 yang artinya:
Lanjutan
Ayat (4) :Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang
dua buah hati dalam rongganya; dan dia tidak menjadikan
istri-istrimu yang kamu zhihar, itu sebagai ibumu, dan dia
tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak
kandungmu (sendiri). yang demikian itu hanyalah
perkataanmu dimulutmu saja, dan Allah mengatakan yang
Sebenarnya dan dia menunjukkan jalan (yang benar).
Ayat (5): Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan
(memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih
adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-
bapak mereka, Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-
saudaramu seagama dan maula-maulamu, dan tidak ada
dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya,
tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu.
dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Lanjutan
Dari uraian tentang wasiat wajibah di atas dapat
disimpulkan,bahwa penerapan WW antara Jumhur ulama,
dan UU WW pada negara2 islam, serta KHI terdapat pada
penerima WW tersebut.
1. Jumhur ulama berpendat bahwa penerima WW orang
yang mempunyai hub darah dengan pewaris.
2. Dalam per UU gan negara2 islam: WW hanya terbatas
pada para cucu kebawah yang ditinggal mati oleh
ortunya.
3. Di negara indonesia penerima WW adalah anak angkat
dan ayah angkat yang belun tentu membunyai
hubungan darah dengan pewaris (pewasiat)
Lanjutan
b. Wasiat wajibah bagi ahli waris non muslim
 Para ulama sepakat bhw orang islam dan nos islam
tidak saling mewarisi.
 KHI yang telah di sepakati oleh PA. Sebagai hukum
terapan (hukum Materil) di PA, tidak menyebutkan
secara tegas bahwa perbedaan agama itu sebagai
sebab untuk tidak saling mewarisi. P 171 huruf (b dan
c) KHI menyebutkan bahwa baik pewaris maupun ahli
waris harus sama-sama beragama islam.
 Yang menjadi masalah penting sekanag adalah apakah
terhadap ahli waris yg non muslim dapat diberikat
wasiat wajibah?
 Ibnu Hazm, At-Thabrani dan M. Rasyid Ridho:
walaupun ahli waris non muslim tidak mendapat
warisan dari pewaris muslim, akan tetapi mereka
dapat memperoleh HW pewaris muslim melalui WW.
Lanjutan
 Ulam Syafi’iyah, hanafiyah, dan hanabilah membolehkan
berwasiat untuk orang non muslim, dengan syarat yg diberi
wasiat tidak memerangi umat islam. Hal ini mereka qiaskan
kepada masalah hibah dan shodaqoh yg di atur dalam Al-Qur’an
surat Mumtahanah ayat 8 yang artinya: “Allah tidak melarang
kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangimu Karena agama dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil”.
 Dalam sebuah riwayat, Nabi SAW. Telah memberi izin kepada
Sayyidina Umar RA. Untuk memberikan sebuah baju kepada
saudaranya yang musyrik di Mekkah (lihat wahbah Al-zuhayli
1989).
 Subhi Makhmashani mengemukakaan bahwa kesamaan agama
bukan syarat sahnya wasiat. Dari beberapa pendapat para
ulama tersebut jelas bahwa berwasiat kepada orang non muslim
tidak dilarang dalam islam, sepanjang yg diberi wasiat tersebut
tidak memerangi islam.
Lanjutan
 KHI tidak mengatur masalah berwasiat kepada non muslim.
Tapi MA RI. Telah menjatuhkan beberapa putusan yang
berkenaan dengan hal ini. Antara lain: Pertama, putusan MA
RI Nomor:368K/AG/1995, tgl 16 juli 1998 yg telah
menetapkan bahwa seorang anak yang beragama Nasrani
berhak mendapat harta pewaris, melalui wasiat wajibah. Dan
besar perolehanya adalah sama dengan bagian seorang anak
perempuan, bukan 1/3. kedua, putusan MA RI. Nomor:
51K/AG/1999 yg telah memberikan pertimbangan SBB:
“menimbang, bhwa namun demikian MA berpendapat
putusan PTA Yogyakarta harus diperbaiki, karena seharusnya
PTA Yogyakarta memperbaiki putusan PA yogyakarta
mengenai AW yang non muslim, mereka berhak mendapat
warisan melalui wasiat wajibah yg kada bagianya sama
dengan ahli waris muslim”.
Lanjutan
Dari 2 putusan MA RI tersebut di atas dapat ditarik garis hukum
SBB:
1. Beda agama, salah satu sebab tidak saling mewarisi, apakah
perbedaan agama itu antara pewaris dengam AW atau antar
AW?
2. Penyelesaian penbagian harta warisan tergantung pada
agama pewaris. Bila pewarisnya islam maka diselesaikan
menurut hukum kewarisan islam.
3. AW yg non muslim dapat menerima bagian dari harta
warisan pewaris yg muslim melalui jalan wasiat wajibah,
tidak melalui jalan warisan.
4. Besarnya bagian AW non muslim yang diperoleh dari harta
warisan pewaris dengan jalan WW, bukan 1/3 bagian
sebagaimana ketentuan batas maksimal jumlah wasiat, tetapi
AW non muslim mendapat bagian yang sama dengan AW
yang lain yang sedererajat.
Golongan Ahli Waris
A. Dzawil Furudh, yaitu ahli waris yang saham atau bagiannya
sudah ditentukan secara pasti dalam Al-qur’an dan hadits
shoheh, seperti: Q.S. Annisa’ ayat 11-12, dan bagian yang
sudah ditentukan yaitu:1/2, 2/3, ¼,1/8,1/3, dan 1/6.
menurut KHI, P. 171 huruf C “ Ahli waris adalah orang yg pada
saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah dan
hubungan perkawinan dengan pewaris yang beragama islam,
meninggalkan ahli waris dan ada harta peninggalan”
a. Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/2 adalah:
1. Suami dengan syarat pewaris tidak ada anak.
2. Satu anak Pr. Dengan syarat anak tunggal, dan pewaris
tidak ada anak laki2.
3. Satu cucu perempuan dari keturunan laki-laki dengan
syarat pewaris tidak ada anak dan cucu laki2.
4. Satu sdr. Pr. Kandung dg. syarat pewaris tidak ada anak
laki-laki, cucu laki2, anak Pr. Lebih dari seorang, cucu Pr.
Lebih dari seorang, sdr. Laki2 sekandung bapak dan
kakek
Lanjutan
5. Sdr.Pr. Seayah dengan syarat pewaris tidak ada (sama
dengan syarat poin 4), ditambah dg sdr. PR. Sekandung dan
sdr. Laki2 sebapak.
b. Ahli waris yg mendapatka bagian 1/3 adalah:
1. Dua /lebih anak pr. Dg syarat pewaris tidak ada anak laki2.
2. Dua atau lebih cucu pr. Dar keturunan laki2 dg syarat
pewaris tidak ada anak dan cucu laki-laki.
3. Dua/lebih sdr.pr. Kandung dg syarat pewaris tidak ada
anak, cucu, bapak, kakek, dan sdr. Laki2 kandung.
4. Dua/lebih sdr. Pr. Seayah dg syarat pewaris tidak ada anak
pr. Kandung, cucu Pr. Dari keturunan laki2, sdr.kandung,
bapak, kakek, dan sdr.seayah.
c. Ahli waris yg mendapat bagian ¼ adalah:
1.Suami dengan syarat pewaris adak anak
2.Istri dengan syarat pewaris tidak ada anak
Lanjutan
d. Ahli waris yg mendapatkan bagian 1/8 adalah:
1. Istri dengan syarat pewaris ada anak.
e. Ahli waris yg mendapatkan bagian 1/3 adalah:
1. Ibu dengan syarat pewaris tidak ada anak, cucu, dan
sdr.lebih dari seorang.
2. Sdr. Laki2 dan pr. Seibu dengan syarat pewaris tidak ada
anak, cucu, bapak, dan kakek.
f. Ahli waris yg mendapatkan bagian 1/6 adalah:
1. Ayah dengan syarat pewaris ada anak dan cucu
2. Ibu dengan syarat pewaris ada anak, cucu,dan sdr.lebih
dari seorang.
3. Kakek dengan syarat pewaris ada anak, cucu, dan tidak
ada ayah.
4. Nenek dengan syarat pewaris tidak ada, cucu, dan tidak
ada ibu.
Lanjutan
5. Satu sdr. Seibu laki2 atau pr. dg syarat pewaris tidak ada
anak, cucu,bapak, dan kakek.
6. Cucu pr. Dari keturunan laki2 dengan syarat pewaris tidak
ada anak laki2 atau anak pr. Lebih dari seorang.
7. Satu sdr. Pr. Seayah atau lebih dengan syarat pewaris ada
satu perempuan kandung dan tidak ada anak laki2, cucu
laki2, bapak sdr. Laki2 kandung, dan sdr. Laki2 seayah.
B. Ashobah, adalah orang yang menguasai harta waris karena ia
menjadi ahli waris tunggal, dan juga menerima seluruh sisa
harta warisan setelah bagian ahli waris dawil furudh menerima
dan mengambil bagian masing-masing. Adapun yang termasuk
ahli waris ashobah adalah:
1. Anak laki-laki
2. Anak perempuan bersama laki2
3. Cucu laki2 walaupun samapai ke bawah
4. Ayah
5. Kakek
Lanjutan
6. Saudara laki2 sekandung
7. Sdr pr. Sekandung bersama dengan sdr. Laki2 kandung
8. Sdr. Laki2 seayah
9. Sdr. Pr. Seayah bersama dg sdr. laki2 seayah
10.Anak laki2 dari sdr laki2 kandung (keponakan)
11.Anak laki2 dari saudara laki2 seyah (keponakan)
12.Paman kandung
13.Paman seayah
14.Anak laki2 dari paman sekandung
15.Anak laki2 paman seayah.
Lanjutan
Macam macam ahli waris ashobah:
1. Ashobah binafsi (dengan sendirinya).
• Mereka adalah seluruh ahli waris laki2 kecuali (suami, sdr
seibu, orang yg memerdekakan).
• Jika hanya ada satu orang saja AW ashobah, maka dia akan
mendapat seluruh harta
• Jika AW ashobah berkumpul dengan AW dawil furudh, dia
akan mengambil apa yang tersisa setelah dzawil furudh
menerimanya.
• Dan jika dzawil furudh telah mengambil seluruh harta
warisan, maka AW ashobah tersebut tidak mendapat harta
waris.
• Tingkatan AW ashobah tersebut sebagaianya lebih dekat dari
sebagaian lainya, secara berurutan mereka ada lima (5): 1.
bunuwah (anak dan keturunanya), 2. ubuwwah (ayah dan ke
atasnya), 3. ukhuwah (saudara keturunannya), 4. A’mam
(paman dan keturunanya), 5. wala’ (perwalian/yg
memerdekakan)
Lanjutan
Jika terdapat dua ashobah atau lebih, maka akan ada beberapa
kondisi/keadaan:
1. Keadaan pertama: jika keduanya berkumpul dalam satu
tingkat, derajat dan kekuatan, seperti dua orang putra, dua
orang sdr./ dua orang paman, dalam keadaan ini keduanya
akan berbagi harta secara merata.
2. Keadaan ke dua: jika keduanya berkumpul dalam tingkatan
dan derajat akan tetapi berbeda dalam kekuatanya, seperti
jika berkumpul antara paman kandung dan paman satu ayah,
maka hanya paman kandung yang memperoleh harta waris,
sedangkan paman seayah tidak.
3. Keadaan ke tiga: jika keduanya berkumpul dalam satu
tingkatan tapi berbeda dlm derajatnya, seperti bertemunya
putra dan cucu (cucu laki dari putra), maka HW akan di
dapat oleh anak laki-laki/putra.
4. Keadaan ke empat: jika ke 2 nya berbeda tingkatan, maka
tingkatan terdekat yang diutamakan dalam waris, maka cucu dari
putra laki2 lebih diutamakan dari ayah.
Lanjutan
2. Ashobah Bilghoiri (bersama dengan orang lain)
• Mereka adalah para perempuan yg menjadi ashobah
bersama dengan AW laki2 yg sederajat dengannya,
• Dengan kata lain seorang perempuan memerlukan laki2
untuk menjadikan dia menjadi ashobah,
• Kalaui pihak laki2 ini tidak ada maka para perempuan ini
tidak akan menjadi ashobah, yaitu:
a. Anak perempuan bersama anak laki2
b. Cucu perempuan bersama cucu laki2
c. Sdr. Perempuan kandung bersama sdr. Laki2 kandung
d. Sdr. Pr. Seayah bersama dengan sdr. Laki2 seayah.
3. Ashobah Ma’alghoiri (karena orang lain)
• Mereka yag menjadi ashobah karena ada orang lain AW
yang bukan ashobah.
• Akan tetapi kalau orang lain itu tidak ada maka ia menjadi
AW dawil furudh, adapun orang tersebut adalah:
Lanjutan
a. Saudara perempuan sekandung seorang atau lebih bersama
dengan anak perempuan seorang atau lebih atau bersamaan
dengan cucu perempuan. Maka saudara perempuan yang
menjadi ashobah ma’alghoiri. Sesudah AW yang lain
mengambil bagianya masing2
b. Saudara perempuan sebapak seorang atau lebih bersama
dengan anak perempuan seorang atau lebih, atau bersama
dengan cucu perempuan seorang taua lebih. Maka saudara
perempuan sebapak menjadi ashibah ma’alghoiri.
Catatan: Jadi, saudara perempuan sekandung atau sebapak
dapat menjadi ashobah ma’alghoiri jika tidak bersama
dengan saudara laki2. jika mereka bersama saudara
laki2 maka kedudukanya menjadi ashobah bilghoiri.
Lanjutan
C. Dzawil Arham
• Adalah kerabat jauh yg akan menjadi ahli waris jika tidak
ada ahli waris dzawil furudh dan ashobah.
• AW dzawil arham sebenarnya mempunyai hubungan darah
dengan pewaris, namun dalam ketentuan nash/syari’at
tidak diberi bagian.
• KHI tidak menjelaskan AW dzawil arham
• Keberadaan dzawil arham jarang terjadi dalam pembagian
waris atau tidak sejalan dengan dasar hukum kewarisan.
• Kadang2 untuk mengatasi keberadaan dzawil arham di
tempuh melalui wasiat, karena bisa jadi dzawil arham yang
mempunyai hubungan darah sangat dekat, akan tetapi
terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat/utama. Adapun
kelompok AW dzawil arham tsbu adalah:
1. Cucu laki2 atau perempuan dari anak perempuan.
2. Anak laki2 dan anak perempuan dari cucu perempuan
Lanjutan
3. Kakek dari pihak ibu (bapak dari pihak ibu)
4. Nenek dari pihak kakek (ibu kakek)
5. Anak perempuan dari saudara laki2 (sekandung, sebapak
maupun seibu)
6. Anak laki-laki dari saudara laki2 seibu
7. Anak dari saudara perempuan laki2 atau perempuan
(sekandung,sebapak,seibu)
8. Bibi (saudara perempuan dari bapak) dan Sdr. Pr dari kakek
9. Paman yg seibu dengan bapak dan saudara laki2 yg seibu
dengan kakek.
10.Sdr. Laki2 dan sdr. Pr. Dari ibu
11.Anak perempuan dari paman
12.Bibi pihak ibu (sdr. Perempuan dari ibu)
Hijab dan Mahjub
• Salah satu syarat untuk mendapatkan warisan adalah tidak
adanya sebab penghalang
• Dari seluruh kerabat yg tidak terhalang hak warisnya adalah
suami, istri, anak laki2 dan perempuan, karena mereka adalah
keluarga inti dari pewaris.
• Hijab adalah terhalangnya seseorang dari sebagain atau
semua harta warisanya karena adanya ahli waris yg lain dan
utama.
• Mahjub adalah ahli waris yang ditutup pusakanya (waris)
karena ada ahli waris yg lebih utama.
• Dalam hukum waris islam hijab dibagi dua, yaitu:
1. Hijab Nuqshon: bergernya hak seseorang AW dari bagian
yg besar menjadi bgian yg kecil, karena adanya AW yg
mempengaruhinya. Contoh “seorang suami mendapat ½
bagian dari HW dan bergeser menjadi ¼ bila pewaris
meninggalkan anak. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat tabel
di bawah ini:
Lanjutan
No AW Bagian Bagian Sebab Pewaris
Awal Akhir
1 Suami ½ ¼ Meninggalkan anak
2 Istri ¼ 1/8 Meninggalkan anak
3 Ibu 1/3 1/6 Meninggalkan anak
dan dua orang atau
lebih saudara
4 Seorang cucu ½ 1/6 Meninggalkan seorang
perempuan anak perempuan
5 Seorang ½ 1/6 Meninggalkan seorang
saudara saudara perempuan
perempuan kandung
seayah
Lanjutan
2. Hijab Hirman: tertutupnya atau hilangnya hak seorang AW
untuk seluruhnya, karena ada AW yang lebih utama dari
padanya. Untuk lebih jelasnya lihat tabel di bawah ini:
No AW Terhalang AW Penghalang (Hijab)
(Mahjub(
1 Kakek Bapak
2 Nenek Ibu
3 Cucu lai-laki Anak laki-laki
4 Cucu perempuan Anak laki2 dan anak Pr. Lebih dari satu
5 Saudara kandung Anak laki-laki, cucu laki2 dan bapak
6 Saudara sebapak Anak laki2, cucu laki2,bapak,
sdr.kandung, sdr.pr. Kandung, serta
anak dan cucu Pr.
7 Saudara seibu Anak laki2 dan pr, bapak, kakek, dan
cucu laki2 dan pr.
Lanjutan
8 Anak lk2 dari Anak lk2, cucu lk2, bpk,sdr kdg,sdr
sdr. Lk2 kdng pr.kdg.serta anak & cucu pr. Kdg/sebapak
9 Anak lk2 dari sdr Anak lk2, cucu lk2, bpk,kakek,sdr lk2 kndug,sdr
laki2 sebapak lk2 sebpk, sdr pr. Kdg atau sebapak
10 Paman kandung Anak lk2, cucu lk2, bpk,kakek,sdr lk2 kndug,sdr
lk2 sebpk, anak lk2 dari sdr lk2 kdg, anak lk2
dari sdr lk2 sbpk, sdr.pr kdg atau sebpk.
11 Paman sebapak Anak lk2, cucu lk2, bpk,kakek,sdr lk2 kndug,sdr
lk2 sebpk, anak lk2 dari sdr lk2 kdg, anak lk2
dari sdr lk2 sbpk, sdr.pr kdg atau sebpk, paman
kdg,dan sdr pr.kdg atau sebpk.
12 Anak laki2 dari Anak lk2, cucu lk2, bpk,kakek,sdr lk2 kndug,sdr
paman kandung lk2 sebpk, anak lk2 dari sdr lk2 kdg, anak lk2
dari sdr lk2 sbpk, sdr.pr kdg atau sebpk, paman
kdg,paman sebpk,sdr pr kdg/sebpk.
13 Anak laki2 dari Ank lk2, cucu lk2, bpk,kek,sdr lk2 kdg,sdr lk2
paman sebapak sbpk, ank lk2 dri sdr lk2 kdg, ank lk2 dari sdr lk2
sbpk, sdr.pr kdg atau sbpk,pman kdg & sbpk,
sdr.pr.kdg/sbpk,& anak lk2 dri pman kdg
Lanjutan
Cara membagi harta waris dalam hukum waris islam
1. Menentukan siapa-siapa yang menjadi ahli waris
2. Menentukan bagian masing-masing ahli waris sesuai
ketentuannya yang misalnya dapat (1/2,1/8 dst)
3. Jika sudah dapat bagian masing2 menurut posrsinya
yag berbentuk pecahan tsb selanjutnya,
4. Menentukan asal masalah, penentuan asal masalah
adalah suatu cara untuk menetukan bagian masing-
masing AW dg cara menyamakan nilai penyebut dari
semua bagian AW yang masih berupa pecahan
tersebut, yaitu dengan cara menetukan kelipatan yg
paling kecil dari semua bilangan penyebut tersebut.
5. Kalau ada AW yg mendapat Ahobah maka sisa dari
dari harta warisan tersebut kepada ashobah.
Lanjutan
6. Contoh-contoh kasus lihat di bahawa ini:
a. Tammasul:kasus yg jika nilai penyebut bagian para ahli
waris adalah sama, maka asal masalahnya tinggal kita
samakan saja, seperti: ½ dg ½, mk asal masalahnya 2.
Pewaris: orang yg meninggal, meninggalkan harta
450.000000, setelah di kurangi utang, wasiat, dab biaya
penguburan.
Asal masalah :6

No AW Bagian Bagian Riil


AW AW
1 2 sdr.Pr 2/3 300.000000
sekangdu
ng
2 2 Sdr. Pr 1/3 150.000.000
seibu
Total 45.000.000
Lanjuatan
b. Tadakhul:jika nilai penyebut para AW berbeda, akan tetapi
dari bagian salah satu AW dapat di bagi oleh nilai penyebut
bagian AW lainya, maka nilai penyebut dari lebih besar dapat
dijadikan sebagai asal masalah, seperti: ½ dg 1/6, maka asal
masalahnya adalah 6./1/2 dg 1/8, maka asal masalah adalah
8, untuk lebih jelasnya lihat contoh kasus dibawah ini.
Pewaris: orang yg meninggal, meninggalkan harta
400.000.000, setelah di kurangi utang, wasiat, dab biaya
penguburan.
Asal masalah:8
N AW Bagian Bagian Riil AW
o AW
1 Seorang Istri 1/8 50.000.000
2 Seorang anak Pr 1/2 200.000.000
3 Seorang sdr. Laki2 Ashobah 150.0000
Total 400.000.000
Lanjutan
c. Tabayun: jika bagian penyebut para AW tidak sama dan
nilai bagian salah satu AW tidak dapat dibagi oleh nilai
penyebut para AW tersebut dijadikan menjadi asal
masalah. Seperti: ¼ dg 2/3 maka asal masalahnya :12.
Atau ½ dg 1/3 maka asal masalahnya adalah:6. untuk
lebih jelasnya lihat contoh kasus dibawah ini.
Pewaris: orang yg meninggal, meninggalkan harta
600.000.000, setelah di kurangi utang, wasiat, dan biaya
penguburan.
Asal masalah: 12.
No AW Bagian Bagian Riil AW
AW
1 Seorang suami ¼ 150.000.000
2 2 anak Pr 2/3 400.000.000
3 Seorang sdr. Laki2 Ashobah 50.000.000
Total 600.000.000
Lanjutan
d. Tawafuq : di mana penyebut pembagian masing-masing AW yang
ada berbeda dengan salah satu di antaranya tidak dapat di bagi
habis dengan yang lain. Seperti: 1/6 dg 1/8 kelipatan terkecil dari 6
dan 8 adalah 24, maka : Amnya adalah 24. Atau ¼ dg 1/6 kelipata
terkecil dari 4 dan 6 adalah 12, maka Amnya adalah 12. untuk lebih
jelasnya lihat contoh kasus dibawah ini.
Pewaris: orang yg meninggal, meninggalkan harta 480.000.000,
setelah di kurangi utang, wasiat, dan biaya penguburan.
Asal masalah: 24.
No AW Bagian AW Bagian AW Riil
1 Seorang istri 1/8 60.000.000
2 Seorang ibu 1/6 80.000.000
3 Seorang anak Ashobah 340.000.000
laki2
Total 480.000.000
Lanjut
A. Pengertian Radd dalam P. 193 KHI. Adalah “ apabila dalam
pembagian harta warisan di antara para AW dzawil furudh
menunjukkan bahwa angka pembilang lebih kecil dari angka
penyebut, sedangkan tidak ada ahli waris ashobah, maka
pembambagian harta warisan tersebut dilakuakn secara Radd,
yaitu sesuai dengan hak masing-masing ahli waris, sedang sisanya
dibagi berimbang di antara mereka.
Contoh kasus:1
Pewaris: orang yg meninggal, meninggalkan harta 60.000.000,
setelah di kurangi utang, wasiat, dan biaya penguburan.
Asal masalah: 6
No AW Bagian AW Bagian Riil AW
1 Seorang suami ½ 30.0000.000 30.000.000
2 Seorang ibu 1/3 20.000.000 30.000.000
3 50.000.000 60.0000.000
Sisa
10.000.000,
Untuk ibu
semua
Lanjutan
B. Pengertian Aul dalam P. 192 KHI. adalah “ Apabila dalam
pembagian waris di anatara para ahli warisnya dzawil furud
menunjukkan bahwa angka pembilang lebih besar dari angka
penyebut, maka angka penyebut dinaikan dengan angka
pembilang dan baru sesudah itu harta warisnya dibagi secara aul
menurut angka pembilang”
Contoh kasus:1
Pewaris: orang yg meninggal, meninggalkan harta 42.000.000,
setelah di kurangi utang, wasiat, dan biaya penguburan.
Asal masalah: 6+1=7
No AW Bagian Bagian
AW AW Aul
1 Seorang 1/2 ¾ 18.000.000
suami
2 2 saudara 2/3 4/6 24.000.000
perempuan
Total 7 42.000.000

Anda mungkin juga menyukai