Hukum waris di Indonesia saat ini masih bersifat pluralistik, belum bersifat unifikasi
Sifat kekeluargaan di Indonesia menggunakan sistem menarik garis keturunan, seperti:
• Sistem patrilineal/kebapakan : Bali, Ambon, Batak,Tanah Gayo. • Sistem matrilineal/keibuan : Minangkabau • Sistem bilateral atau parental/ bapak-ibu : Jawa, Madura, Aceh. SISTEM KEWARISAN DI INDONESIA: • Hukum waris adat: Hukum kewarisan yang dijalankan oleh orang-orang Indonesia asli yang belum ada pengaruh dari hukum Islam • Hukum kewarisan Islam: Hukum kewarisan yang dijalankan oleh orang-orang Indonesia asli yang telah dapat pengaruh dari hukum Islam dan Indonesia yang mayoritas beragama Islam • Hukum waris dari BW: Hukum kewarisan yang berlaku untuk orang-orang Eropa dan Timur Asing lainnya yang ada di Indonesia. PEMBAGIAN HARTA WARIS MENURUT KHI: • Menurut KHI terdapat perbedaan antara harta peninggalan dengan harta warisan. • Pasal 171d, harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris, baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya. • Pasal 171e, harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama, setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tahjiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat. • Di dalam Pasal 1f KHI, Buku I Hukum Perkawinan, harta kekayaan dalam perkawinan atau syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama-sama suami isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung dan selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun. • Para pihak, menurut Pasal 47 ayat (1) KHI, pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua calon mempelai dapat membuat perjanjian tertulis yang disahkan Pegawai Pencatat Nikah mengenai kedudukan harta dalam perkawinan. • Dalam ayat (2) KHI tersebut, dinyatakan bahwa perjanjian tersebut pada ayat (1) dapat meliputi percampuran harta pribadi dan pemisahan harta pencarian masing-masing sepanjang hal itu tidak bertentangan dengan hukum Islam. • Jadi, dimungkinkan untuk mengadakan perjanjian mengenai kedudukan harta dalam perkawinan. KEDUDUKAN HARTA PERKAWINAN DLM ISLAM: • Ahli waris: Orang-orang yang berhak menerima warisan • Warisan: Harta peninggalan • Pewaris: Pemberi warisan/orang yang meninggalkan harta peninggalan • Mewarisi: Mendapat harta warisan • Pewarisan/kewarisan: Proses membagi warisan PENGERTIAN • Fikih mawaris adalah suatu disiplin ilmu yang membahas tentang harta peninggalan, bagaimana proses pemindahan, siapa yang berhak menerima harta peninggalan, dan berapa bagiannya • Ilmu faraidh adalah ilmu untuk mengetahui cara membagi harta peninggalan seseorang yang telah meninggal dunia kepada yang berhak menerimanya, dimana bagian-bagian (siapa mendapat berapa bagian) telah ditentukan secara pasti oleh syara’ • Hukum kewarisan atau hukum waris Islam adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing (KHI Pasal 171 (a)) KEDUDUKAN DLM ISLAM: • Penting, terbukti Al-qur’an dan Hadis mengatur jelas dan rinci tentang kewarisan • Penting, karena mempelajari dan mengajarkan faraidh (waris) adalah separuh ilmu dan ilmu yang pertama akan dicabut dari umat Muhammad • Penting, menyangkut harta benda apabila tidak diberi ketentuan mudah menimbulkan sengketa antar ahli waris • Penting, setiap terjadi kematian, timbul pertanyaan tentang kedudukan harta, kepada siapa dialihkan dan bagaimana caranya SUMBER HUKUM: • Al-Qur’an : Al-Baqarah : 233, An-Nisa : 7, An-Nisa : 11-12, Al-Ahzab : 4-6 dan 40 • Hadist : • Membagi warisan kepada ahli warisnya • Berbeda agama tidak saling mewarisi • Pembunuhan atau pembunuh pewaris tidak menjadi ahli waris • Ijtihad : • Cucu yang bapaknya mati lebih dulu dari kakeknya dan mewarisi bersama saudara-saudara bapaknya • Ahli waris pengganti. • Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam: Pasal 171-214 ASAS-ASAS H. KEWARISAN: • Asas Ijbari: Peralihan harta pewaris kepada ahli waris berlaku secara otomatis tanpa digantungkan pada kehendak pewaris maupun ahli waris, An-Nisa : 7 • Asas Bilateral: Seseorang menerima hak waris dari garis keturunan laki-laki maupun perempuan, An-Nisa: 7,11,12, 176 • Asas Individual: Setiap ahli waris secara individu berhak atas bagian warisan yang didapatkan, An-Nisa :7 • Asas keadilan berimbang: Adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban dan keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan, An-Nisa : 7, 11, 12, 176 • Asas penyebab kematian: Kewarisan hanya berlaku setelah pewaris (pemilik harta) meninggal dunia, Al-Baqarah : 233 HAK-HAK YANG BERKAITAN DENGAN HARTA WARIS: • Dikeluarkan dulu untuk biaya pemeliharaan jenazah pewaris • Pelunasan seluruh hutang piutang pewaris • Pelaksanaan hibah pewaris apabila selama hidup belum sempat dilakukan penyerahan barang • Keluarkan wasiat yang bukan untuk kepentingan ahli waris dan besarnya tidak boleh lebih dari 1/3 harta waris (kecuali ada hal lain) • Membagi sisa harta kepada ahli waris sesuai petunjuk Qur’an, Hadits, dan Ijma ulama SEBAB-SEBAB TERJADINYA KEWARISAN: 1. Keturunan atau nasab atau kekerabatan: a. Ushul al-mayyit (asal leluhur yang menyebabkan adanya si mayit) b. Furu’ al-mayyit (cabang atau anak turun dari si mayit) c. Hawasyi (keluarga yang dihubungkan dengan si meninggal dunia melalui garis menyamping) Ex: saudara, paman, bibi, anak turunnnya, dll 2. Sesama muslim 3. Perkawinan: a. Sah menurut agama b. Sah menurut negara c. Perkawinan masih utuh (suami-istri masih terikat dalam tali perkawinan saat salah satu pihak meninggal dunia) 4. Wala’ (memerdekakan budak oleh pemilik budak) SEBAB-SEBAB PENGHALANG KEWARISAN: 1. Beda agama ُ اليرث المسل ُم الكاف َر والالكافرُالمسل َم • Pemberian harta antar orang yang berbeda agama hanya dapat dilakukan dalam bentuk hibah, wasiat dan hadiah • Hak ahli waris yang muallaf ada sejak adanya kematian pewaris bukan saat pembagian warisan • Pasal 171 KHI huruf b dan c • Pasal 172 KHI dinyatakan: • “Ahli waris dipandang beragama Islam apabila diketahui dari kartu identitas atau pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau anak yang belum dewasa, beragama menurut ayahnya atau lingkungannya”. 1. Pembunuhan • Segala bentuk tindakan pembunuhan oleh ahli waris kepada pewaris • Pasal 173 KHI اليرث القا تل من المقتول شيئا 1. Murtad 2. Budak dinyatakan tidak cakap bertindak hukum dan kekerabatan dengan orangtua aslinya putus SYARAT-SYARAT KEWARISAN: • Pewaris; Matinya pewaris, Mati hakiki (mati sejati) , Mati taqdiri (mati menurut dugaan), Mati hukmi (mati menurut putusan hakim) • Ahli Waris: Hidupnya ahli waris nasabiyah (keturunan) dan sababiyah (sebab tertentu : janda-duda), Tidak adanya penghalang kewarisan • Harta Warisan: Adanya harta peninggalan baik benda bergerak, benda tidak bergerak, piutang, hak-hak kebendaan AHLI WARIS: • Ahli waris adalah orang yang masih hidup dan mempunyai hubungan darah, hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris. MACAM AHLI WARIS: • Dzawil Furud (Pasal 192 KHI); • Ashabah (Pasal 193 KHI); • Mawali atau ahli waris pengganti (Pasal 185 KHI). KELOMPK AHLI WARIS: Laki-laki: 1. Anak laki-laki 2. Cucu laki-laki dari anak laki 3. Ayah 4. Kakek (Ayah dari ayah) 5. Saudara laki-laki sekandung 6. Saudara laki-laki seayah 7. Saudara laki-laki seibu 8. Keponakan laki-laki atau anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung 9. Keponakan laki-laki atau anak laki-laki saudara laki-laki seayah 10. Saudara laki-laki seayah (paman) yang seibu seayah 11. Saudara laki-laki seayah (paman) yang seayah 12. Anak laki-laki paman seibu seayah 13. Anak laki-laki paman seayah 14. Suami si mayat 15. Mu’tiq atau orang laki-laki yang memerdekakan si mayit Perempuan: 1. Anak Perempuan 2. Cucu Perempuan dari anak laki-laki 3. Ibu 4. Nenek perempuan (ibunya ibu) 5. Nenek perempuan (Ibunya ayah) 6. Saudara perempuan yang seibu seayah 7. Saudara perempuan seayah 8. Saudara perempuan seibu 9. Isteri / isteri-isteri si mayat 10. Mu’tiqoh atau Perempuan yang memerdekakan si mayit CATATAN PENTING: • Apabila 15 ahli waris laki-laki ada semuanya maka hanya 3 ahli waris yang mendapat warisan : 1. Suami 2. Ayah 3. Anak laki-laki • Apabila 10 ahli waris perempuan ada semuanya maka hanya 5 ahli waris yang mendapatkan warisan : 1. Anak perempuan 2. Cucu perempuan dari anak laki-laki 3. Ibu 4. Saudara perempuan seayah dan seibu 5. Istri • Apabila ahli waris yang jumlahnya 25 orang masih ada semuanya maka yang berhak mendapatkan warisan : 1. Ayah 2. Ibu 3. Anak laki-laki 4. Anak perempuan 5. Suami/istri AHLI WARIS: Ahli waris ditinjau dari hak atas harta warisan 1. Ashabul furudl atau Dzawil furudh : ahli waris yang mempunyai bagian yang sudah ditentukan oleh Al-Qur’an dan Al-Hadist (1/2, 1/4, 1/8, 1/3, 2/3, 1/6) dan dalam keadaan tertentu (hidup). 2. Ashabah: ahli waris yang tidak ditentukan bagiannya, tetapi dapat menerima sebagian atau seluruhnya bahkan tidak dapat sama sekali 3. Dzawil arham: ahli waris yang mempunyai hubungan famili dengan mayit tetapi tidak termasuk golongan ahli waris dzawil furudl dan ashabah ( Q:8 :75) ASHABUL AFRUDH/DZAWIL FARUDH: 1. Suami 2. Istri 3. Anak perempuan 4. Cucu perempuan dari anak laki-laki 5. Bapak 6. Kakek dari pihak bapak 7. Ibu 8. Nenek dari pihak bapak 9. Nenek dari pihak ibu 10. Saudara perempuan seibu-sebapak 11. Saudara perempuan sebapak 12. Saudara perempuan seibu 13. Saudara laki-laki seibu ASHABAH • Ahli waris ashabah terdiri dari orang-orang yang mempunyai hubungan darah dari garis keturunan laki-laki, namun dalam keadaan tertentu anak perempuan juga mendapatkan ashabah apabila didampingi atau bersama saudara laki-laki. • Catatan untuk ashabah: • Jika tidak ada kelompok ahli waris lain, maka semua harta warisan untuk ahli waris ashabah. • Jika ada ahli waris ashabul wurud/dzawil furudl maka ahli waris ashabah menerima sisa dari ashabul furudh/dzawil furudl. • Jika harta waris telah dibagi habis oleh ahli waris ashabul furudh/dzawil furudl maka ahli waris ashabah tidak dapat apa-apa. Diantaranya: • Anak laki-laki • Cucu laki-laki dari anak laki-laki • Ayah • Kakek (ayah dari ayah) • Saudara laki-laki sekandung • Saudara laki-laki seayah • Saudara laki-laki seibu • Keponakan (anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung) • Keponakan (anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah) • Paman sekandung • Paman seayah • Anak paman sekandung • Anak paman seayah • Suami • Mu’tiq (orang laki-laki yang memerdekakannya) MACAM-MACAM ASHABAH: 1. Ashobah Bin-nafsihi (dengan sendirinya), yaitu kerabat laki-laki yang dipertalikan dengan si mayat tanpa diselingi oleh perempuan. • Anak laki-laki terus ke bawah • Cucu laki-laki dari anak laki-laki • Ayah • Saudara laki-laki sekandung 2. Ashobah Bil-ghoir (bersama orang lain), yaitu orang perempuan yang menjadi ashabah beserta orang laki-laki yang sederajat dengannya. • Anak perempuan yang ditarik oleh saudaranya yang laki-laki. • Cucu perempuan yang ditarik oleh saudaranya cucu laki-laki. • Saudara perempuan sekandung yang ditarik saudara laki-laki sekandungnya. • Saudara perempuan se-ayah yang ditarik saudara laki-laki seayah pula. 3. Ashobah Ma’al Ghoir (karena orang lain), yaitu orang menjadi ashabah disebabkan ada orang lain yang bukan ashabah. • Saudara perempuan sekandung bersama dengan anak perempuan atau bersama cucu perempuan • Saudara perempuan seayah bersama dengan anak perempuan atau bersama cucu perempuan DZAWIL ARHAM: • Dzawil Arham adalah setiap kerabat yang bukan ashabul furud atau dzawil furud dan bukan pula ashabah • Ahli waris dzawil arham berhak menerima bagian harta warisan apabila si mayit tidak mempunyai ashabul furud/dzawil furud atau ashobah • Kerabat jauh (dzawil arham) berhak mewarisi apabila yang lebih dekat sudah tidak ada. Atau dzawil arham berhak menerima warisan dari pada kaum muslim pada umumnya Yang termasuk dzawil arham: 1. Cucu laki-laki atau perempuan dari anak perempuan 2. Anak laki-laki dan anak perempuan dari cucu perempuan 3. Kakek pihak ibu (bapak dari ibu) 4. Nenek dari pihak kakek (ibu kakek) 5. Anak perempuan dari saudara laki-laki (yang sekandung sebapak atau seibu) 6. Anak laki-laki dan saudara laki-laki seibu 7. Anak (laki-laki dan perempuan) saudara perempuan (sekandung seayah atau seibu) 8. Bibi (saudara perempuan dari bapak) dan saudara perempuan dari kakek 9. Paman yang seibu dengan bapak dan saudara laki-laki yang seibu dengan kakek 10. Anak laki-laki dan suadara perempuan dari ibu 11. Anak perempuan dari paman 12. Bibi pihak ibu (saudara perempuan dari ibu) AHLI WARIS PENGGANTI • Ahli waris pengganti adalah orang yang sejak semula bukan ahli waris tetapi karena keadaan tertentu ia menjadi ahli waris dan menerima warisan dalam status sebagai ahli waris. • Pasal 185 KHI menyebutkan ahli waris yang meninggal lebih dahulu daripada pewaris, maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya. Pengecualiannya adalah pasal 173 KHI. • Misalnya, pewaris tidak meninggalkan anak tetapi meninggalkan cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki. WARISAN-HIBAH-WASIAT • Selain untuk para ahli waris, ada kemungkinan pewaris memberikan sebagian hartanya melalui hibah atau dengan berwasiat. • Hibah adalah pemberian sebagian harta kekayaan seseorang kepada orang lain pada waktu mereka masih hidup. • Wasiat adalah pemberian sebagian harta kekayaan milik si pemberi wasiat kepada si penerima wasiat, yang pelaksanaannya dilakukan setelah si pemberi wasiat meninggal dunia. HIJAB DAN MAHJUB • Hijab (penghalang) yaitu terhalangnya seseorang dari sebagian atau semua harta warisan karena adanya ahli waris lain • Mahjub (dihalangi) yaitu ahli waris yang ditutup hak warisannya karena adanya ahli waris yang lebih utama • Hilangnya hak mewarisi ini mungkin secara keseluruhan atau mungkin hanya sebagian, yaitu bergesernya dari bagian yang besar menjadi lebih kecil MACAM-MACAM HIJAB: • Nuqshon: Bergesernya hak ahli waris dari bagian yang besar menjadi lebih kecil, karena adanya ahli waris lain yang mempengaruhinya • Hirman: Tertutupnya hak ahli waris untuk seluruhnya, karena adanya ahli waris yang lebih utama dari padanya. Nuqshon: HIJAB HIRMAN LAKI-LAKI: 1. Anak laki-laki tidak ada yang menghijab 2. Cucu laki laki dari anak laki-laki dihijab oleh anak laki-laki 3. Cicit laki-laki terhijab oleh anak laki-laki dan cucu laki-laki 4. Datuk dihijab oleh bapak 5. Saudara laki-laki seibu sebapak terhalang oleh anak laki-laki, cucu laki-laki dan seterusnya 6. Saudara laki-laki sebapak terhijab oleh anak laki-laki,cucu laki laki dan seterusnya 7. Saudara laki-laki seibu terhijab anak laki-laki, anak perempuan, cucu laki-laki, cucu perempuan dari saudara laki-laki 8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu sebapak dihijab oleh anak laki-laki, cucu laki- laki dan seterusnya 9. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak terhijab oleh anak laki-laki, cucu laki-laki, dan seterusnya 10. Saudara laki-laki bapak yang seibu sebapak terhalang oleh anak laki-laki, cucu laki-laki, dan seterusnya 11. Suadara laki-laki bapak sebapak terhalang oleh semua ahli waris yang menghalang no 10 12. Anak laki-laki dari saudara laki-laki bapak yang seibu sebapak terhalang oleh seluruh ahli waris yang menghalang no 11 13. Anak laki-laki dari saudara laki-laki bapak yang sebapak terhalang oleh seluruh ahli waris yang menghalang no 12 14. Suami tidak ada yang menghijab 15. Laki-laki yang memerdekakan si mayit dari perbudakan terhalang oleh semua ahli waris yang menghalang no 13 HIJAB HIRMAN PEREMPUAN: 1. Anak perempuan tidak ada yang menghalangi 2. Cucu perempuan terhalang oleh anak laki-laki 3. Ibu tidak terhijab 4. Nenek (ibu dari ibu) terhalang oleh ibu 5. Nenek (ibu dari bapak) terhalang oleh bapak ibu 6. Saudara perempuan seibu sebapak terhalang oleh anak laki-laki, anak perempuan, cucu laki-laki, cucu perempuan, dan seterusnya 7. Saudara perempuan sebapak terhalang oleh anak laki-laki si mayit, cucu laki-laki si mayit, bapak, saudara laki-laki sebaoak, saudara perempuan seibu sebapak dan seterusnya 8. Saudara perempuan seibu terhalang oleh anak laki-laki si mayit, cucu laki-laki si mayit, bapak, saudara laki-laki sebaoak, saudara perempuan seibu sebapak dan seterusnya 9. Istri tidak terhalang 10. Perempuan yang memerdekakan si mayit terhalang oleh orang orang yang menghalangi no 15 dari kelompok laki-laki PENGANTAR • Islam telah menetapkan jumlah bagian-bagian bagi ahli waris yang diistilahkan dengan furudhul muqaddarah • Bagian-bagian yang sudah ditentukan dalam Islam ada 6 macam yaitu: • Dua pertiga (2/3): 1. Dua anak perempuan atau lebih jika pewaris tidak meninggalkan anak laki-laki 2. Dua cucu laki-laki atau lebih jika pewaris tidak meninggalkan anak, bapak, kakek, saudara laki sekandung 3. Dua orang saudara perempuan sekandung atau lebih jika pewaris tidak meninggalkan anak, cucu, bapak, kakek, saudara laki sekandung 4. Dua orang saudara perempuan sebapak atau lebih jika pewaris tidak meninggalkan anak perempuan kandung, cucu perempuan, saudara perempuan kandung, bapak, kakek, saudara ayah • Sepertiga (1/3): 1. Ibu jika pewaris tidak meninggalkan anak, cucu, dan saudara lebih dari seorang 2. Saudara seibu (saudara tiri) lebih dari seorang dengan ketentuan apabila pewaris tidak meninggalkan anak, cucu, bapak, dan kakek • Seperenam (1/6): 1. Ayah jika pewaris meninggalkan anak dan cucu 2. Ibu jika pewaris meninggalkan anak, cucu, dan saudara lebih seorang 3. Kakek jika pewaris meninggalkan anak dan cucu 4. Nenek jika pewaris tidak meninggalkan ibu 5. Seorang saudara seibu, laki-laki maupun perempuan jika pewaris tidak meninggalkan anak, cucu, bapak, dan kakek 6. Cucu perempuan jika pewaris meninggalkan anak perempuan kandung 7. Saudara perempuan sebapak/seibu jika pewaris meninggalkan saudara perempuan sekandung, dan tidak meninggalkan anak dan cucu laki-laki, bapak, saudara laki-laki sekandung dan sebapak • Seperdua (1/2): 1. Seorang anak perempuan jika pewaris tidak bersama anak laki-laki 2. Seorang cucu perempuan jika pewaris tidak bersama dengan anak perempuan atau cucu laki-laki 3. Suami jika pewaris tidak meninggalkan anak dan cucu 4. Seorang saudara perempuan sekandung jika pewaris tidak meninggalkan anak dan cucu laki-laki, anak dan cucu perempuan, saudara laki-laki sekandung, bapak, dan kakek 5. Seorang saudara perempuan sebapak jika pewaris tidak meninggalkan anak dan cucu laki-laki, anak dan cucu perempuan, bapak, kakek, saudara laki-laki dan perempuan sekandung, dan saudara laki-laki sebapak • Seperempat (1/4): 1. Suami jika pewaris meninggalkan anak dan cucu 2. Istri jika pewaris tidak meninggalkan anak dan cucu • Seperdelapan (1/8): 1. Istri seorang atau lebih dengan ketentuan apabila pewaris meninggalkan anak dan cucu ASAL MASALAH: • Asal masalah adalah kelipatan persekutuan bilangan yang terkecil (KPT/KPK) yang dapat dibagi oleh penyebut bagian para ahli waris • Karena masing-masing bagian ahli waris hanya 1/2, 1/4, 1/8, 2/3, 1/3, dan 1/6, maka asal masalah (KPT/KPK) dalam kewarisan hanya ada 7 (tujuh) macam yaitu 2, 3, 4, 6, 8, 12, dan 24 Contoh menentukan asal masalah: • Soal. Seseorang meninggal dunia dan meninggalkan ahli waris suami, ibu, dan paman. Tentukan pembagian warisannya. • Tahap 1 : menentukan siapa yang berhak menerima dan berapa bagiannya • Suami (1/2) • Ibu (1/3) • Paman (ashabah) • Tahap 2 : mencari asal masalah dari bilangan pecahan tersebut • Asal masalah (6) • Suami (1/2) • Ibu (1/3) • Paman (sisa) • Tahap 3 : angka-angka pecahan dijadikan angka bulat dengan asal masalah (KPT/KPK) 6, maka : • Asal masalah (6) • Suami (1/2) 3 • Ibu (1/3) 2 • Paman (sisa) 1 6 AUL: • Secara bahasa aul berarti mengangkat • Secara istilah aul adalah bertambahnya porsi dzawil furudl/ashabul furudl dan berkurangnya kadar penerimaan warisan mereka • Pengertian lain aul adalah bertambahnya jumlah bagian yang ditentukan dan berkurangnya bagian masing-masing ahli waris MASALAH AUL: • Terjadinya masalah aul karena angka pembilang lebih besar dari angka penyebut (misalnya 8/6) • Sedangkan biasanya harta selalu dibagi dengan penyebutnya • Akibatnya akan terjadi kesenjangan pendapatan • Maka pembagian harta warisan didasarkan kepada angka pembilang (aul) sedangkan asal masalah tidak digunakan sama sekali CONTOH AUL: • Seorang meninggal dunia, meninggalkan isteri, anak perempuan, ibu, bapak. Harta pusaka 480 juta. Berapa bagian masing-masingnya? Jawab: • Isteri = 1/8, Anak perempuan = ½, Ibu = 1/6, Bapak = ashobah (mendapat seluruh sisa dari harta waris) Maka • Isteri 1/8 = 3 ----------- 3 • Anak perempuan 1/2 = 12 ----------- 12 • Ibu 1/6 = 4 ----------- 4 • Hak Bapak 24 - 19 ----------- 5 • Harta 24/480 juta = 20 juta Hasilnya : • Isteri = 3 x 20 juta = 60 juta • Anak perempuan = 12 x 20 juta = 240 juta • Ibu = 4 x 20 juta = 80 juta • Bapak = 5 x 20 juta = 100 juta Maka harta dibagi habis total = 480 juta RADD: • Secara bahasa radd artinya mengembalikan • Secara istilah radd bermakna mengembalikan apa yang tersisa dari dzawil furudl/ashabul furudl kepada mereka sesuai dengan besar kecilnya bagian mereka apabila tidak ada orang lain yang berhak untuk menerimanya • Jika aul berarti kelebihan, maka radd artinya mengembalikan kelebihan harta kepada ahli waris yang ada menurut pembagian masing-masing RUKUN RADD: • Adanya sisa harta • Adanya pemilik bagian • Tidak ada ashabah MASALAH RADD: • Masalah radd terjadi jika pembilang lebih kecil dari pada penyebut (misalnya 23/24) • Radd dalam hal ada suami atau istri • Radd dalam hal suami atau istri tidak ada CONTOH RADD: • Seorang istri meninggal dunia dengan harta warisan 700 juta dan meninggalkan ahli waris seorang suami dan dua orang saudara perempuan. Jawab • Suami = 1/2 ---- 3 • 2 orang saudara perempuan = 2/3 ---- 4 • Asal masalah = 6 ---- 7 • Harta warisan = Rp 700.000.000,- : 7 = Rp 100.000.000,- Maka : • Hak suami = 3 x 100 juta = 300 juta • Hak 2 orang saudara perempuan = 4 x 100 juta = 400 juta Total harta = 700 juta
PROBLEMATIKA KEWARISAN ISLAM:
KEDUDUKAN AHLI WARIS KHUNTSA/WADAM • Khuntsa dibedakan: • Musykil: khunsa yang tidak diketahui mana yang lebih dominan antara unsur laki- laki dan perempuan • Ghairu musykil: khunsa yang dapat diketahui mana yang lebih dominan antara unsur laki-laki dan perempuan. Kalau yang lebih dominan laki-laki, maka dipandang laki-laki. Begitu juga sebaliknya • Hak ahli waris khunsa musykil memperoleh bagian yang lebih kecil antara diperkirakan laki-laki dan perempuan (Syafi’i +Hanafi) • Mazhab Imam Malik menyatakan ahli waris khunsa diberi hasil rata-rata antara dua macam bagian sebagai ahli waris laki-laki dan perempuan KEDUDUKAN AHLI WARIS KANDUNGAN: • Pada dasarnya anak baru berhak waris apabila lahir dalam keadaan hidup, yang ditandai suara tangisan ketika lahir • Meskipun demikian, waktu kelahiran masih lama, harta warisan dapat dibagikan kepada ahli waris yang ada, tetapi anak dalam kandungan harus disisihkan bagiannya dengan mempertimbangkan kemungkinan laki-laki atau perempuan setelah lahir KEDUDUKAN ANAK ZINA • Anak zina adalah anak yang terjadi dari hubungan zina, sehingga hanya punya hubungan keperdataan dengan ibunya • Anak li’an adalah anak yang dilahirkan ibunya dalam keadaan hubungan perkwinan yang sah, tetapi suaminya tidak mengakui dan menuduh istrinya berbuat zina • Menurut jumhur ulama, anak zina dan anak lian hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya. Sehingga hubungan waris-mewaris hanya terjadi dengan ibunya KEDUDUKAN MAFQUD • Mafqud adalah orang yang meninggalkan tempat beberapa lama tanpa diketahui keadaanya • Kedudukan hukumnya dipandang hidup dalam hal yang menyangkut hak-haknya, sedangkan dipandang mati apabila menyangkut hak orang lain sampai dinyatakan mati atau hidup setelah keputusan pengadilan • Akibatnya: • Harta tidak boleh diwarisi pada saat hilangnya sebab mungkin dalam suatu waktu dapat diketahui masih hidup • Tidak berhak mewarisi terhadap harta peninggalan kerabatnya yang meninggal setelah mafqut meninggalkan tempat. Namun dia masih harus diperhatikan dalam pembagia warisan, seperti anak dalam kandungan. Bagian harus disisihkan hingga diketahui secara jelas atau dengan keputusan hakim WARISAN ORANG HILANG DAN MATI BERSAMA: • Para ulama bersepakat bahwa isteri/suami orang yang hilang tersebut tidak boleh dinikahkan, dan hartanya tidak boleh diwariskan sampai orang yang hilang tersebut diketahui dan diyakini dengan jelas, apakah mati atau masih hidup. Dalam hal ini hanya hakim yang dapat memutuskan perkara tersebut • Ketentuan waris dalam kasus seperti ini harus memperhatikan siapa yang terlebih dahulu meninggal dunia. Apabila diketahui, maka orang yang mati kemudian sebagai ahli warisnya demikian seterusnya. Apabila tidak diketahui siapa yang paling dulu dan belakangan seperti dalam peristiwa tenggelam atau kebakaran yang tidak ada seorangpun mengetahui, maka diantara mereka tidak boleh saling mewarisi. Karena kurang memenuhi syarat. Harta masing-masing diberikan kepada para ahli waris yang masih hidup