Anda di halaman 1dari 17

Hukum waris di Indonesia saat ini masih bersifat pluralistik, belum bersifat unifikasi

Sifat kekeluargaan di Indonesia menggunakan sistem menarik garis keturunan, seperti:


• Sistem patrilineal/kebapakan : Bali, Ambon, Batak,Tanah Gayo.
• Sistem matrilineal/keibuan : Minangkabau
• Sistem bilateral atau parental/ bapak-ibu : Jawa, Madura, Aceh.
SISTEM KEWARISAN DI INDONESIA:
• Hukum waris adat: Hukum kewarisan yang dijalankan oleh orang-orang Indonesia asli
yang belum ada pengaruh dari hukum Islam
• Hukum kewarisan Islam: Hukum kewarisan yang dijalankan oleh orang-orang Indonesia
asli yang telah dapat pengaruh dari hukum Islam dan Indonesia yang mayoritas beragama
Islam
• Hukum waris dari BW: Hukum kewarisan yang berlaku untuk orang-orang Eropa dan
Timur Asing lainnya yang ada di Indonesia.
PEMBAGIAN HARTA WARIS MENURUT KHI:
• Menurut KHI terdapat perbedaan antara harta peninggalan dengan harta warisan.
• Pasal 171d, harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris, baik yang
berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya.
• Pasal 171e, harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama,
setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya
pengurusan jenazah (tahjiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.
• Di dalam Pasal 1f KHI, Buku I Hukum Perkawinan, harta kekayaan dalam perkawinan
atau syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama-sama suami
isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung dan selanjutnya disebut harta
bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapapun.
• Para pihak, menurut Pasal 47 ayat (1) KHI, pada waktu atau sebelum perkawinan
dilangsungkan kedua calon mempelai dapat membuat perjanjian tertulis yang disahkan
Pegawai Pencatat Nikah mengenai kedudukan harta dalam perkawinan.
• Dalam ayat (2) KHI tersebut, dinyatakan bahwa perjanjian tersebut pada ayat (1) dapat
meliputi percampuran harta pribadi dan pemisahan harta pencarian masing-masing
sepanjang hal itu tidak bertentangan dengan hukum Islam.
• Jadi, dimungkinkan untuk mengadakan perjanjian mengenai kedudukan harta dalam
perkawinan.
KEDUDUKAN HARTA PERKAWINAN DLM ISLAM:
• Ahli waris: Orang-orang yang berhak menerima warisan
• Warisan: Harta peninggalan
• Pewaris: Pemberi warisan/orang yang meninggalkan harta peninggalan
• Mewarisi: Mendapat harta warisan
• Pewarisan/kewarisan: Proses membagi warisan
PENGERTIAN
• Fikih mawaris adalah suatu disiplin ilmu yang membahas tentang harta peninggalan,
bagaimana proses pemindahan, siapa yang berhak menerima harta peninggalan, dan
berapa bagiannya
• Ilmu faraidh adalah ilmu untuk mengetahui cara membagi harta peninggalan seseorang
yang telah meninggal dunia kepada yang berhak menerimanya, dimana bagian-bagian
(siapa mendapat berapa bagian) telah ditentukan secara pasti oleh syara’
• Hukum kewarisan atau hukum waris Islam adalah hukum yang mengatur tentang
pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa
yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing (KHI Pasal 171
(a))
KEDUDUKAN DLM ISLAM:
• Penting, terbukti Al-qur’an dan Hadis mengatur jelas dan rinci tentang kewarisan
• Penting, karena mempelajari dan mengajarkan faraidh (waris) adalah separuh ilmu dan
ilmu yang pertama akan dicabut dari umat Muhammad
• Penting, menyangkut harta benda apabila tidak diberi ketentuan mudah menimbulkan
sengketa antar ahli waris
• Penting, setiap terjadi kematian, timbul pertanyaan tentang kedudukan harta, kepada
siapa dialihkan dan bagaimana caranya
SUMBER HUKUM:
• Al-Qur’an : Al-Baqarah : 233, An-Nisa : 7, An-Nisa : 11-12, Al-Ahzab : 4-6 dan 40
• Hadist :
• Membagi warisan kepada ahli warisnya
• Berbeda agama tidak saling mewarisi
• Pembunuhan atau pembunuh pewaris tidak menjadi ahli waris
• Ijtihad :
• Cucu yang bapaknya mati lebih dulu dari kakeknya dan mewarisi bersama
saudara-saudara bapaknya
• Ahli waris pengganti.
• Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum
Islam: Pasal 171-214
ASAS-ASAS H. KEWARISAN:
• Asas Ijbari: Peralihan harta pewaris kepada ahli waris berlaku secara otomatis tanpa
digantungkan pada kehendak pewaris maupun ahli waris, An-Nisa : 7
• Asas Bilateral: Seseorang menerima hak waris dari garis keturunan laki-laki maupun
perempuan, An-Nisa: 7,11,12, 176
• Asas Individual: Setiap ahli waris secara individu berhak atas bagian warisan yang
didapatkan, An-Nisa :7
• Asas keadilan berimbang: Adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban dan
keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaan, An-Nisa : 7, 11,
12, 176
• Asas penyebab kematian: Kewarisan hanya berlaku setelah pewaris (pemilik harta)
meninggal dunia, Al-Baqarah : 233
HAK-HAK YANG BERKAITAN DENGAN HARTA WARIS:
• Dikeluarkan dulu untuk biaya pemeliharaan jenazah pewaris
• Pelunasan seluruh hutang piutang pewaris
• Pelaksanaan hibah pewaris apabila selama hidup belum sempat dilakukan penyerahan
barang
• Keluarkan wasiat yang bukan untuk kepentingan ahli waris dan besarnya tidak boleh
lebih dari 1/3 harta waris (kecuali ada hal lain)
• Membagi sisa harta kepada ahli waris sesuai petunjuk Qur’an, Hadits, dan Ijma ulama
SEBAB-SEBAB TERJADINYA KEWARISAN:
1. Keturunan atau nasab atau kekerabatan:
a. Ushul al-mayyit (asal leluhur yang menyebabkan adanya si mayit)
b. Furu’ al-mayyit (cabang atau anak turun dari si mayit)
c. Hawasyi (keluarga yang dihubungkan dengan si meninggal dunia melalui garis
menyamping) Ex: saudara, paman, bibi, anak turunnnya, dll
2. Sesama muslim
3. Perkawinan:
a. Sah menurut agama
b. Sah menurut negara
c. Perkawinan masih utuh (suami-istri masih terikat dalam tali perkawinan saat salah
satu pihak meninggal dunia)
4. Wala’ (memerdekakan budak oleh pemilik budak)
SEBAB-SEBAB PENGHALANG KEWARISAN:
1. Beda agama
ُ
‫اليرث المسل ُم الكاف َر والالكافرُالمسل َم‬
• Pemberian harta antar orang yang berbeda agama hanya dapat dilakukan dalam
bentuk hibah, wasiat dan hadiah
• Hak ahli waris yang muallaf ada sejak adanya kematian pewaris bukan saat
pembagian warisan
• Pasal 171 KHI huruf b dan c
• Pasal 172 KHI dinyatakan:
• “Ahli waris dipandang beragama Islam apabila diketahui dari kartu identitas
atau pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir
atau anak yang belum dewasa, beragama menurut ayahnya atau lingkungannya”.
1. Pembunuhan
• Segala bentuk tindakan pembunuhan oleh ahli waris kepada pewaris
• Pasal 173 KHI
‫اليرث القا تل من المقتول شيئا‬
1. Murtad
2. Budak dinyatakan tidak cakap bertindak hukum dan kekerabatan dengan orangtua aslinya
putus
SYARAT-SYARAT KEWARISAN:
• Pewaris; Matinya pewaris, Mati hakiki (mati sejati) , Mati taqdiri (mati menurut
dugaan), Mati hukmi (mati menurut putusan hakim)
• Ahli Waris: Hidupnya ahli waris nasabiyah (keturunan) dan sababiyah (sebab tertentu :
janda-duda), Tidak adanya penghalang kewarisan
• Harta Warisan: Adanya harta peninggalan baik benda bergerak, benda tidak bergerak,
piutang, hak-hak kebendaan
AHLI WARIS:
• Ahli waris adalah orang yang masih hidup dan mempunyai hubungan darah, hubungan
perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk
menjadi ahli waris.
MACAM AHLI WARIS:
• Dzawil Furud (Pasal 192 KHI);
• Ashabah (Pasal 193 KHI);
• Mawali atau ahli waris pengganti (Pasal 185 KHI).
KELOMPK AHLI WARIS:
Laki-laki:
1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki dari anak laki
3. Ayah
4. Kakek (Ayah dari ayah)
5. Saudara laki-laki sekandung
6. Saudara laki-laki seayah
7. Saudara laki-laki seibu
8. Keponakan laki-laki atau anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
9. Keponakan laki-laki atau anak laki-laki saudara laki-laki seayah
10. Saudara laki-laki seayah (paman) yang seibu seayah
11. Saudara laki-laki seayah (paman) yang seayah
12. Anak laki-laki paman seibu seayah
13. Anak laki-laki paman seayah
14. Suami si mayat
15. Mu’tiq atau orang laki-laki yang memerdekakan si mayit
Perempuan:
1. Anak Perempuan
2. Cucu Perempuan dari anak laki-laki
3. Ibu
4. Nenek perempuan (ibunya ibu)
5. Nenek perempuan (Ibunya ayah)
6. Saudara perempuan yang seibu seayah
7. Saudara perempuan seayah
8. Saudara perempuan seibu
9. Isteri / isteri-isteri si mayat
10. Mu’tiqoh atau Perempuan yang memerdekakan si mayit
CATATAN PENTING:
• Apabila 15 ahli waris laki-laki ada semuanya maka hanya 3 ahli waris yang mendapat
warisan :
1. Suami
2. Ayah
3. Anak laki-laki
• Apabila 10 ahli waris perempuan ada semuanya maka hanya 5 ahli waris yang
mendapatkan warisan :
1. Anak perempuan
2. Cucu perempuan dari anak laki-laki
3. Ibu
4. Saudara perempuan seayah dan seibu
5. Istri
• Apabila ahli waris yang jumlahnya 25 orang masih ada semuanya maka yang berhak
mendapatkan warisan :
1. Ayah
2. Ibu
3. Anak laki-laki
4. Anak perempuan
5. Suami/istri
AHLI WARIS:
Ahli waris ditinjau dari hak atas harta warisan
1. Ashabul furudl atau Dzawil furudh : ahli waris yang mempunyai bagian yang sudah
ditentukan oleh Al-Qur’an dan Al-Hadist (1/2, 1/4, 1/8, 1/3, 2/3, 1/6) dan dalam keadaan
tertentu (hidup).
2. Ashabah: ahli waris yang tidak ditentukan bagiannya, tetapi dapat menerima sebagian
atau seluruhnya bahkan tidak dapat sama sekali
3. Dzawil arham: ahli waris yang mempunyai hubungan famili dengan mayit tetapi tidak
termasuk golongan ahli waris dzawil furudl dan ashabah ( Q:8 :75)
ASHABUL AFRUDH/DZAWIL FARUDH:
1. Suami
2. Istri
3. Anak perempuan
4. Cucu perempuan dari anak laki-laki
5. Bapak
6. Kakek dari pihak bapak
7. Ibu
8. Nenek dari pihak bapak
9. Nenek dari pihak ibu
10. Saudara perempuan seibu-sebapak
11. Saudara perempuan sebapak
12. Saudara perempuan seibu
13. Saudara laki-laki seibu
ASHABAH
• Ahli waris ashabah terdiri dari orang-orang yang mempunyai hubungan darah dari garis
keturunan laki-laki, namun dalam keadaan tertentu anak perempuan juga mendapatkan
ashabah apabila didampingi atau bersama saudara laki-laki.
• Catatan untuk ashabah:
• Jika tidak ada kelompok ahli waris lain, maka semua harta warisan untuk ahli
waris ashabah.
• Jika ada ahli waris ashabul wurud/dzawil furudl maka ahli waris ashabah
menerima sisa dari ashabul furudh/dzawil furudl.
• Jika harta waris telah dibagi habis oleh ahli waris ashabul furudh/dzawil furudl
maka ahli waris ashabah tidak dapat apa-apa.
Diantaranya:
• Anak laki-laki
• Cucu laki-laki dari anak laki-laki
• Ayah
• Kakek (ayah dari ayah)
• Saudara laki-laki sekandung
• Saudara laki-laki seayah
• Saudara laki-laki seibu
• Keponakan (anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung)
• Keponakan (anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah)
• Paman sekandung
• Paman seayah
• Anak paman sekandung
• Anak paman seayah
• Suami
• Mu’tiq (orang laki-laki yang memerdekakannya)
MACAM-MACAM ASHABAH:
1. Ashobah Bin-nafsihi (dengan sendirinya), yaitu kerabat laki-laki yang dipertalikan
dengan si mayat tanpa diselingi oleh perempuan.
• Anak laki-laki terus ke bawah
• Cucu laki-laki dari anak laki-laki
• Ayah
• Saudara laki-laki sekandung
2. Ashobah Bil-ghoir (bersama orang lain), yaitu orang perempuan yang menjadi ashabah
beserta orang laki-laki yang sederajat dengannya.
• Anak perempuan yang ditarik oleh saudaranya yang laki-laki.
• Cucu perempuan yang ditarik oleh saudaranya cucu laki-laki.
• Saudara perempuan sekandung yang ditarik saudara laki-laki sekandungnya.
• Saudara perempuan se-ayah yang ditarik saudara laki-laki seayah pula.
3. Ashobah Ma’al Ghoir (karena orang lain), yaitu orang menjadi ashabah disebabkan ada
orang lain yang bukan ashabah.
• Saudara perempuan sekandung bersama dengan anak perempuan atau bersama
cucu perempuan
• Saudara perempuan seayah bersama dengan anak perempuan atau bersama cucu
perempuan
DZAWIL ARHAM:
• Dzawil Arham adalah setiap kerabat yang bukan ashabul furud atau dzawil furud dan
bukan pula ashabah
• Ahli waris dzawil arham berhak menerima bagian harta warisan apabila si mayit tidak
mempunyai ashabul furud/dzawil furud atau ashobah
• Kerabat jauh (dzawil arham) berhak mewarisi apabila yang lebih dekat sudah tidak ada.
Atau dzawil arham berhak menerima warisan dari pada kaum muslim pada umumnya
Yang termasuk dzawil arham:
1. Cucu laki-laki atau perempuan dari anak perempuan
2. Anak laki-laki dan anak perempuan dari cucu perempuan
3. Kakek pihak ibu (bapak dari ibu)
4. Nenek dari pihak kakek (ibu kakek)
5. Anak perempuan dari saudara laki-laki (yang sekandung sebapak atau seibu)
6. Anak laki-laki dan saudara laki-laki seibu
7. Anak (laki-laki dan perempuan) saudara perempuan (sekandung seayah atau seibu)
8. Bibi (saudara perempuan dari bapak) dan saudara perempuan dari kakek
9. Paman yang seibu dengan bapak dan saudara laki-laki yang seibu dengan kakek
10. Anak laki-laki dan suadara perempuan dari ibu
11. Anak perempuan dari paman
12. Bibi pihak ibu (saudara perempuan dari ibu)
AHLI WARIS PENGGANTI
• Ahli waris pengganti adalah orang yang sejak semula bukan ahli waris tetapi karena
keadaan tertentu ia menjadi ahli waris dan menerima warisan dalam status sebagai ahli
waris.
• Pasal 185 KHI menyebutkan ahli waris yang meninggal lebih dahulu daripada pewaris,
maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya. Pengecualiannya adalah pasal 173
KHI.
• Misalnya, pewaris tidak meninggalkan anak tetapi meninggalkan cucu laki-laki atau
perempuan dari anak laki-laki.
WARISAN-HIBAH-WASIAT
• Selain untuk para ahli waris, ada kemungkinan pewaris memberikan sebagian hartanya
melalui hibah atau dengan berwasiat.
• Hibah adalah pemberian sebagian harta kekayaan seseorang kepada orang lain pada
waktu mereka masih hidup.
• Wasiat adalah pemberian sebagian harta kekayaan milik si pemberi wasiat kepada si
penerima wasiat, yang pelaksanaannya dilakukan setelah si pemberi wasiat meninggal
dunia.
HIJAB DAN MAHJUB
• Hijab (penghalang) yaitu terhalangnya seseorang dari sebagian atau semua harta warisan
karena adanya ahli waris lain
• Mahjub (dihalangi) yaitu ahli waris yang ditutup hak warisannya karena adanya ahli
waris yang lebih utama
• Hilangnya hak mewarisi ini mungkin secara keseluruhan atau mungkin hanya sebagian,
yaitu bergesernya dari bagian yang besar menjadi lebih kecil
MACAM-MACAM HIJAB:
• Nuqshon: Bergesernya hak ahli waris dari bagian yang besar menjadi lebih kecil, karena
adanya ahli waris lain yang mempengaruhinya
• Hirman: Tertutupnya hak ahli waris untuk seluruhnya, karena adanya ahli waris yang
lebih utama dari padanya.
Nuqshon:
HIJAB HIRMAN LAKI-LAKI:
1. Anak laki-laki tidak ada yang menghijab
2. Cucu laki laki dari anak laki-laki dihijab oleh anak laki-laki
3. Cicit laki-laki terhijab oleh anak laki-laki dan cucu laki-laki
4. Datuk dihijab oleh bapak
5. Saudara laki-laki seibu sebapak terhalang oleh anak laki-laki, cucu laki-laki dan
seterusnya
6. Saudara laki-laki sebapak terhijab oleh anak laki-laki,cucu laki laki dan seterusnya
7. Saudara laki-laki seibu terhijab anak laki-laki, anak perempuan, cucu laki-laki, cucu
perempuan dari saudara laki-laki
8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu sebapak dihijab oleh anak laki-laki, cucu laki-
laki dan seterusnya
9. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak terhijab oleh anak laki-laki, cucu laki-laki,
dan seterusnya
10. Saudara laki-laki bapak yang seibu sebapak terhalang oleh anak laki-laki, cucu laki-laki,
dan seterusnya
11. Suadara laki-laki bapak sebapak terhalang oleh semua ahli waris yang menghalang no 10
12. Anak laki-laki dari saudara laki-laki bapak yang seibu sebapak terhalang oleh seluruh ahli
waris yang menghalang no 11
13. Anak laki-laki dari saudara laki-laki bapak yang sebapak terhalang oleh seluruh ahli
waris yang menghalang no 12
14. Suami tidak ada yang menghijab
15. Laki-laki yang memerdekakan si mayit dari perbudakan terhalang oleh semua ahli waris
yang menghalang no 13
HIJAB HIRMAN PEREMPUAN:
1. Anak perempuan tidak ada yang menghalangi
2. Cucu perempuan terhalang oleh anak laki-laki
3. Ibu tidak terhijab
4. Nenek (ibu dari ibu) terhalang oleh ibu
5. Nenek (ibu dari bapak) terhalang oleh bapak ibu
6. Saudara perempuan seibu sebapak terhalang oleh anak laki-laki, anak perempuan, cucu
laki-laki, cucu perempuan, dan seterusnya
7. Saudara perempuan sebapak terhalang oleh anak laki-laki si mayit, cucu laki-laki si
mayit, bapak, saudara laki-laki sebaoak, saudara perempuan seibu sebapak dan
seterusnya
8. Saudara perempuan seibu terhalang oleh anak laki-laki si mayit, cucu laki-laki si mayit,
bapak, saudara laki-laki sebaoak, saudara perempuan seibu sebapak dan seterusnya
9. Istri tidak terhalang
10. Perempuan yang memerdekakan si mayit terhalang oleh orang orang yang menghalangi
no 15 dari kelompok laki-laki
PENGANTAR
• Islam telah menetapkan jumlah bagian-bagian bagi ahli waris yang diistilahkan dengan
furudhul muqaddarah
• Bagian-bagian yang sudah ditentukan dalam Islam ada 6 macam yaitu:
• Dua pertiga (2/3):
1. Dua anak perempuan atau lebih jika pewaris tidak meninggalkan anak laki-laki
2. Dua cucu laki-laki atau lebih jika pewaris tidak meninggalkan anak, bapak, kakek,
saudara laki sekandung
3. Dua orang saudara perempuan sekandung atau lebih jika pewaris tidak meninggalkan
anak, cucu, bapak, kakek, saudara laki sekandung
4. Dua orang saudara perempuan sebapak atau lebih jika pewaris tidak meninggalkan anak
perempuan kandung, cucu perempuan, saudara perempuan kandung, bapak, kakek,
saudara ayah
• Sepertiga (1/3):
1. Ibu jika pewaris tidak meninggalkan anak, cucu, dan saudara lebih dari seorang
2. Saudara seibu (saudara tiri) lebih dari seorang dengan ketentuan apabila pewaris tidak
meninggalkan anak, cucu, bapak, dan kakek
• Seperenam (1/6):
1. Ayah jika pewaris meninggalkan anak dan cucu
2. Ibu jika pewaris meninggalkan anak, cucu, dan saudara lebih seorang
3. Kakek jika pewaris meninggalkan anak dan cucu
4. Nenek jika pewaris tidak meninggalkan ibu
5. Seorang saudara seibu, laki-laki maupun perempuan jika pewaris tidak meninggalkan
anak, cucu, bapak, dan kakek
6. Cucu perempuan jika pewaris meninggalkan anak perempuan kandung
7. Saudara perempuan sebapak/seibu jika pewaris meninggalkan saudara perempuan
sekandung, dan tidak meninggalkan anak dan cucu laki-laki, bapak, saudara laki-laki
sekandung dan sebapak
• Seperdua (1/2):
1. Seorang anak perempuan jika pewaris tidak bersama anak laki-laki
2. Seorang cucu perempuan jika pewaris tidak bersama dengan anak perempuan atau cucu
laki-laki
3. Suami jika pewaris tidak meninggalkan anak dan cucu
4. Seorang saudara perempuan sekandung jika pewaris tidak meninggalkan anak dan cucu
laki-laki, anak dan cucu perempuan, saudara laki-laki sekandung, bapak, dan kakek
5. Seorang saudara perempuan sebapak jika pewaris tidak meninggalkan anak dan cucu
laki-laki, anak dan cucu perempuan, bapak, kakek, saudara laki-laki dan perempuan
sekandung, dan saudara laki-laki sebapak
• Seperempat (1/4):
1. Suami jika pewaris meninggalkan anak dan cucu
2. Istri jika pewaris tidak meninggalkan anak dan cucu
• Seperdelapan (1/8):
1. Istri seorang atau lebih dengan ketentuan apabila pewaris meninggalkan anak dan cucu
ASAL MASALAH:
• Asal masalah adalah kelipatan persekutuan bilangan yang terkecil (KPT/KPK) yang
dapat dibagi oleh penyebut bagian para ahli waris
• Karena masing-masing bagian ahli waris hanya 1/2, 1/4, 1/8, 2/3, 1/3, dan 1/6, maka asal
masalah (KPT/KPK) dalam kewarisan hanya ada 7 (tujuh) macam yaitu 2, 3, 4, 6, 8, 12,
dan 24
Contoh menentukan asal masalah:
• Soal. Seseorang meninggal dunia dan meninggalkan ahli waris suami, ibu, dan paman.
Tentukan pembagian warisannya.
• Tahap 1 : menentukan siapa yang berhak menerima dan berapa bagiannya
• Suami (1/2)
• Ibu (1/3)
• Paman (ashabah)
• Tahap 2 : mencari asal masalah dari bilangan pecahan tersebut
• Asal masalah (6)
• Suami (1/2)
• Ibu (1/3)
• Paman (sisa)
• Tahap 3 : angka-angka pecahan dijadikan angka bulat dengan asal masalah
(KPT/KPK) 6, maka :
• Asal masalah (6)
• Suami (1/2) 3
• Ibu (1/3) 2
• Paman (sisa) 1
6
AUL:
• Secara bahasa aul berarti mengangkat
• Secara istilah aul adalah bertambahnya porsi dzawil furudl/ashabul furudl dan
berkurangnya kadar penerimaan warisan mereka
• Pengertian lain aul adalah bertambahnya jumlah bagian yang ditentukan dan
berkurangnya bagian masing-masing ahli waris
MASALAH AUL:
• Terjadinya masalah aul karena angka pembilang lebih besar dari angka penyebut
(misalnya 8/6)
• Sedangkan biasanya harta selalu dibagi dengan penyebutnya
• Akibatnya akan terjadi kesenjangan pendapatan
• Maka pembagian harta warisan didasarkan kepada angka pembilang (aul) sedangkan asal
masalah tidak digunakan sama sekali
CONTOH AUL:
• Seorang meninggal dunia, meninggalkan isteri, anak perempuan, ibu, bapak. Harta
pusaka 480 juta. Berapa bagian masing-masingnya?
Jawab:
• Isteri = 1/8, Anak perempuan = ½, Ibu = 1/6, Bapak = ashobah (mendapat seluruh sisa
dari harta waris)
Maka
• Isteri 1/8 = 3 ----------- 3
• Anak perempuan 1/2 = 12 ----------- 12
• Ibu 1/6 = 4 ----------- 4
• Hak Bapak 24 - 19 ----------- 5
• Harta 24/480 juta = 20 juta
Hasilnya :
• Isteri = 3 x 20 juta = 60 juta
• Anak perempuan = 12 x 20 juta = 240 juta
• Ibu = 4 x 20 juta = 80 juta
• Bapak = 5 x 20 juta = 100 juta
Maka harta dibagi habis total = 480 juta
RADD:
• Secara bahasa radd artinya mengembalikan
• Secara istilah radd bermakna mengembalikan apa yang tersisa dari dzawil furudl/ashabul
furudl kepada mereka sesuai dengan besar kecilnya bagian mereka apabila tidak ada
orang lain yang berhak untuk menerimanya
• Jika aul berarti kelebihan, maka radd artinya mengembalikan kelebihan harta kepada ahli
waris yang ada menurut pembagian masing-masing
RUKUN RADD:
• Adanya sisa harta
• Adanya pemilik bagian
• Tidak ada ashabah
MASALAH RADD:
• Masalah radd terjadi jika pembilang lebih kecil dari pada penyebut (misalnya 23/24)
• Radd dalam hal ada suami atau istri
• Radd dalam hal suami atau istri tidak ada
CONTOH RADD:
• Seorang istri meninggal dunia dengan harta warisan 700 juta dan meninggalkan ahli
waris seorang suami dan dua orang saudara perempuan.
Jawab
• Suami = 1/2 ---- 3
• 2 orang saudara perempuan = 2/3 ---- 4
• Asal masalah = 6 ---- 7
• Harta warisan = Rp 700.000.000,- : 7 = Rp 100.000.000,-
Maka :
• Hak suami = 3 x 100 juta = 300 juta
• Hak 2 orang saudara perempuan = 4 x 100 juta = 400 juta
Total harta = 700 juta

PROBLEMATIKA KEWARISAN ISLAM:


KEDUDUKAN AHLI WARIS KHUNTSA/WADAM
• Khuntsa dibedakan:
• Musykil: khunsa yang tidak diketahui mana yang lebih dominan antara unsur laki-
laki dan perempuan
• Ghairu musykil: khunsa yang dapat diketahui mana yang lebih dominan antara
unsur laki-laki dan perempuan. Kalau yang lebih dominan laki-laki, maka
dipandang laki-laki. Begitu juga sebaliknya
• Hak ahli waris khunsa musykil memperoleh bagian yang lebih kecil antara diperkirakan
laki-laki dan perempuan (Syafi’i +Hanafi)
• Mazhab Imam Malik menyatakan ahli waris khunsa diberi hasil rata-rata antara dua
macam bagian sebagai ahli waris laki-laki dan perempuan
KEDUDUKAN AHLI WARIS KANDUNGAN:
• Pada dasarnya anak baru berhak waris apabila lahir dalam keadaan hidup, yang ditandai
suara tangisan ketika lahir
• Meskipun demikian, waktu kelahiran masih lama, harta warisan dapat dibagikan kepada
ahli waris yang ada, tetapi anak dalam kandungan harus disisihkan bagiannya dengan
mempertimbangkan kemungkinan laki-laki atau perempuan setelah lahir
KEDUDUKAN ANAK ZINA
• Anak zina adalah anak yang terjadi dari hubungan zina, sehingga hanya punya hubungan
keperdataan dengan ibunya
• Anak li’an adalah anak yang dilahirkan ibunya dalam keadaan hubungan perkwinan yang
sah, tetapi suaminya tidak mengakui dan menuduh istrinya berbuat zina
• Menurut jumhur ulama, anak zina dan anak lian hanya mempunyai hubungan nasab
dengan ibunya. Sehingga hubungan waris-mewaris hanya terjadi dengan ibunya
KEDUDUKAN MAFQUD
• Mafqud adalah orang yang meninggalkan tempat beberapa lama tanpa diketahui
keadaanya
• Kedudukan hukumnya dipandang hidup dalam hal yang menyangkut hak-haknya,
sedangkan dipandang mati apabila menyangkut hak orang lain sampai dinyatakan mati
atau hidup setelah keputusan pengadilan
• Akibatnya:
• Harta tidak boleh diwarisi pada saat hilangnya sebab mungkin dalam suatu waktu
dapat diketahui masih hidup
• Tidak berhak mewarisi terhadap harta peninggalan kerabatnya yang meninggal
setelah mafqut meninggalkan tempat. Namun dia masih harus diperhatikan dalam
pembagia warisan, seperti anak dalam kandungan. Bagian harus disisihkan hingga
diketahui secara jelas atau dengan keputusan hakim
WARISAN ORANG HILANG DAN MATI BERSAMA:
• Para ulama bersepakat bahwa isteri/suami orang yang hilang tersebut tidak boleh
dinikahkan, dan hartanya tidak boleh diwariskan sampai orang yang hilang tersebut
diketahui dan diyakini dengan jelas, apakah mati atau masih hidup. Dalam hal ini hanya
hakim yang dapat memutuskan perkara tersebut
• Ketentuan waris dalam kasus seperti ini harus memperhatikan siapa yang terlebih dahulu
meninggal dunia. Apabila diketahui, maka orang yang mati kemudian sebagai ahli
warisnya demikian seterusnya. Apabila tidak diketahui siapa yang paling dulu dan
belakangan seperti dalam peristiwa tenggelam atau kebakaran yang tidak ada seorangpun
mengetahui, maka diantara mereka tidak boleh saling mewarisi. Karena kurang
memenuhi syarat. Harta masing-masing diberikan kepada para ahli waris yang masih
hidup

Anda mungkin juga menyukai