SISTEM PEWARISAN
DALAM AGAMA ISLAM
Dwiyanti Nurutami
Surya Adiatma
Suryo Akhsan Baihaqi
Pengertian Kewarisan
• Waris adalah mashdar ( ث
ي رثارثاوميزاثا )ور اyang artinya si Fulan
mewariskan kepada kerabatnya, dan mewariskan kepada ayah-
ayahnya.
• Secara etimologis Mawaris adalah bentuk jamak dari kata miras
ث
( )موار, yang merupakan mashdar (infinitif) dari kata : warasa –
yarisu – irsan – mirasan. Yang maknanya menurut bahasa adalah ;
berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari
suatu kaum kepada kaum lain.
• Sedangkan makna mawaris menurut istilah yang dikenal para
ulama ialah, berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang
meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang
ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa saja yang
berupa hak milik yang legal secara syar’i. Jadi yang dimaksudkan
dengan mawaris dalam hukum Islam adalah pemindahan hak milik
dari seseorang yang telah meninggal kepada ahli waris yang masih
hidup sesuai dengan ketentuan dalam al-Qur’an dan al-Hadits.
Prinsip Kewarisan Islam
1. Prinsip Ijbari :
• Peralihan harta benda seseorang yang telah meninggal dunia kepada
ahli warisnya yang masih hidup berlaku dengan sendirinya.
Pelaksanaannya atas kehendak Allah bukan karena kehendak pewaris
dan ahli warisnya. Pelaksanaannya juga tidak memberatkan ahli
warisnya.
• Andaikata harta warisan tidak mencukupi untuk menutupi
sangkutannya, maka tidak ada kewajiban ahli waris untuk menutupi
utang-utangnya itu, cukup dibayarkan sebatas harta benda yang
ditinggalkannya. Kalaupun ahli waris akan melunasi hutang-hutangnya
bukanlah karena perintah hukum, tetapi hanya karena atas dasar
etika dan moral mulia dari Ahli Warisnya.
• Berbeda dengan KUHP, peralihan harta dari pewaris bergantung
pada kehendak AW yang bersangkutan. AW dimungkinkan bisa
menolak menerima kewarisan dan menolak pula segala
konsekuensinya. Demikian pula terhadap wasiat, hanya
diperkenankan maksimal 1/3 dari seluruh hartanya.
Prinsip Kewarisan Islam
2. Prinsip Individual
• Warisan dapat dibagi-bagikan kepada ahliwarisnya untuk dimiliki secara
perorangan. AW berhak atas bagian dari warisan tanpa terikat dengan
ahli waris lainnya. Dasarnya Surat an-Nisa : 7, bahwa setiap ahli waris
laki-laki dan perempuan berhak menerima warisan dari orang tua maupun
kerabatnya.
• Makna berhak atas warisan tidak berarti warisan harus dibagi-bagikan
apapun bentuknya, tetapi bisa saja tidak dibagi-bagikan sepanjang itu atas
kehendak bersama para ahliwarisnya, misalnya ahli waris tidak berada di
tempat, atau masih anak-anak.
• Tertundanya pembagian warisan itu tidak menghilangkan hak masing-
masing ahli waris sesuai bagiannya masing-masing. Yang terlarang dalam
al-Quran (an-Nisa ayat 2) adalah mencampurkan harta anak yatim dengan
harta yang tidak baik atau menukarnya dengan harta yang tidak seimbang,
dan larangan memakan harta anak yatim bersama hartanya.
• Prinsip individual ini terdapat perbedaan mendasar dengan sistem
kewarisan adat yang mengenal kewarisan kolektif yang tidak dibagi
kepada seluruh ahli waris melainkan dimiliki bersama, yaitu harta pusaka,
tanah ulayat.
Prinsip Kewarisan Islam
3. Prinsip Bilateral
ابن ابنى ما ت فما لى من مير ا ثه: جا ء رجل الى النبى صلى هللا عليه وسلم فقال
لك السدس: قال
5. Furudh 1/3. Ahli waris yang memperoleh furudh 1/3 ini adalah;
• Ibu, bila ia mewaris bersama ayah dan pewaris tidak meninggalkan anakk
atau saudara
• Saudara seibu laki-laki atau perempuan, bila terdapat lebih dari seorang.
2. Nenek dari garis ayah gugur haknya karena adanya ayah dan ibu
6. Jika semua ahli waris itu laki-laki yang dapat bagian ialah.
d) Suami
e) Ayah
f) Anak laki-laki
7. Jika semua ahli waris itu semuanya perempuan dan ada semua, maka yang dapat warisan
ialah:
g) Isteri
h) Anak perempuan
i) Cucu perempuan
j) Ibu
k) Saudara perempuan kandung